BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Paradigma Penelitian
2.1.1Perspektif / Paradigma Kajian
Perspektif adalah suatu kerangka konseptual (conceptual framework),
suatu perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang mempengaruhi persepsi kita, dan
pada gilirannya mempengaruhi cara kita bertindak dalam suatu situasi. Oleh
karena itu, tidak ada seorang ilmuan yang berhak mengklaim, bahawa
perspektifnya yang benar atau sah, sedangkan perspektif lain salah. Seperti
dikemukakan Tucker et al., oleh karena suatu paradigma adalah suatu pandangan
dunia dalam memandang segala sesuatu, paradigma mempengaruhi pandangan
kita mengenai fenomena, yakni teori. Teori digunakan peneliti untuk
menjustifikasi dan memandu penelitian mereka. Mereka juga membandingkan
hasil penelitian berdasarkan teori itu untuk lebihjauh mengembangkandan
mengaskan teori tersebut. Tingkat perkembangan teoritis suatu bidang akademik
merupakan indeks kecanggihan dan kematangan disiplin tersebut. Seraya merujuk
kepada Kuhn, Tucker et al. mengatakan bahwa disiplin yang belum matang
ditandai dengan persaingan di antara paradigma – paradigma, kurangnya khasanah
teori yang terintegerasi, dan pengumpulan fakta yang bersifat acak. Namun
pendapat Kuhn mungkin hanya cocok untuk ilmu – ilmu alam dan eksakta. Bagi
sebagian ilmu sosial, keistimewaan ilmu sosial, justru keanekaragaman
perspektifnya. Objek ilmu – ilmu alam (yang statis, tidak punya kemauan bebas)
memang berada dengan objek ilmu sosial, yakni manusia, yang mempunyai jiwa
dan kemauan bebas. Persaingan paradigma dalam disiplin komunikasi, misalnya,
antara lain disebabkan rumitnya fenomena komunikasi. Frank Dance mengakui,
disiplin komunikasi tidak punya grand theories, sejumlah teori parsial, dan
banyak teori yang partikularistik, berdasarkan alas an berikut.
• Sifat komunikasi yang hadir di mana – mana membuat penjelasan menjadi sulit.
• Fakta bahwa komunikasi adalah instrument dan objek studi
• Kekuatan dan pelecehan yang berasal dari perdebatan para digmatik.
• Persaingan antara disiplin – disiplin yang berkaitan.
Dalam bidang keilmuan, sekali lagi, perspektif akan mempengaruhi
definisi, model atau teori kita yang pada gilirannya mempengaruhi cara kita
melakukan penelitian. Perspektif tersebut menjelaskan asumsi – asumsinya yang
spesifik mengenai bagaimana penelitian harus dilakukan dalam bidang yang
bersangkutan. Perspektif menentukan apa yang dianggap fenomena yang relevan
bagi penelitian dan metode yang sesuai untuk menemukan hubungan di antara
fenomena, yang kelak disebut teori.
Oleh karena setiap peneliti memandang bidang ilmunya secara berbeda, ia
cenderung menafsirkan fenomena yang sama dengan cara yang berbeda pula.
Oleh karena tidak adannya paradigma, model, dan sudut pandang yang diterima
secara universal, semua interpretasi yang beraneka ragam dan sering tidak
konsisten itu sama – sama absah. Keragaman paradigma berguna karena hal itu
memberikan berbagai perspektif mengenai fenomena yang sama. Agar metode itu
disebut ilmiah, kita harus dapat memahami apa yang kita lakukan, dan bagaimana
kesimpulan yang kita peroleh. Berdasarkan kriteria ini, hamper semua metode
bersifat ilmiah bila peneliti dapat mempertahankan pengamatan dan hasilnya
secara sistematis dan teratur karena ada kejelasan dari panduan yang ada, antara
lain memperhatikan tingkat kepercayaan data dan tafsiran, serta keterbukaan
terhadap keritik dari public. Seperti ditegaskan Tucker et al., bila suatu paradigma
menjelaskan dan meramalkan suatu fenomena, paradigma itu memperoleh lebih
banyak pendukukung. Lebih banyak lagi ilmuan yang mengeksplorasi,
memperbaiki dan menyempurnakan paradigma tersebut. Penelitian – penelitian
dan laporan – laporan penelitian berdasarkan paradigma tersebut berlipat ganda
sementara paradigma – paradigma saingannya memperoleh sedikit perhatian.
Lebih banyak orang menerima paradigma yang bersangkutan, dan para
sepanjang terus memungkinkan kita berhasil mengatasi problem kita dan
menjelaskan fenomena yang kita teliti (Mulyana, 2004, 18).
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada
dalam diri seseorang tentang pandangan dunia dan bentuk cara pandangnya
terhadap dunia. Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami
kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam
kuat dalam sosialisasi para penganut dan praktisinya: paradigma menunjukkan
pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat
normatif, menunjukkan kepada praktisnya apa yang harus dilakukan tanpa perlu
melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana,
2004:9).
Di dalam buku Semiotika Komunikasi R.Bailey berpendapat bahwa
paradigma merupakan jendela mental (mental window) seseorang untung melihat
dunia.
Perbedaan antara paradigma penelitian biasa dilihat melalui empat
dimensi, yaitu:
1. Epitemologi, yang antara lain menyangkut asumsi mengenai hubungan
antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh
pengetahuan mengenai objek yang diteliti.
2. Ontologi, yang berkaitan denga asumsi mengenai objek atau realitas sosial
yang diteliti.
3. Metodologis, yang berisi asumsi – asumsi mengenai bagaimana cara
memperoleh pengetahuan mengenai suatu objek pengetahuan.
4. Aksiologis, yang berkaitan dengan posisi value judgements, etika an
pilihan moral peneliti dalam suatu penelitian.
Paradigma dalam pandanga filosofis, memuat pandangan awal yang
membedakan, memperjelas dan mempertajam orientasi berfikir seseorang.
Dengan demikian paradigma membawa konsekuensi praktis berprilaku, cara
berfikir, interpretasi dan kebijakan dalam pemilihan terhadap masalah (Salim,
2.1.2 Positivisme
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif di sini sama artinya
dengan faktual, yaitu apa yang didasarkan fakta-fakta. Positivisme adalah suatu
aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik,
tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana
untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme
khususnya idealisme Jerman Klasik). Pengetahuan demikian hanya bisa
dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang
karenanya spekulasi metafisis dihindari.
Positivisme lahir sebagai evolusi lanjut dari empirisme. Paham ini meyakini,
semesta hadir melalui data empirik sensual tertangkap indra. Ajaran positivist
menyatakan, puncak pengetahuan manusia adalah ilmu yang dibangun
berdasarkan fakta empirik sensual : teramati, terukur, teruji, terulang dan
teramalkan. Dan, karenanya, ia sangat kuantitatif (Vardiansyah, 2008).
Awalnya adalah Auguste Comte (1798-1857), dikenal sebagai bapak
sosiologi modern, yang mencetuskan pemikirannya pada abad ke-19. Comte
mengurai secara garis besar prinsip-prinsip positivisme yang hingga kini masih
digunakan. Menurut Comte, alam pikir manusia berkembang dalam tiga tahap :
teologik, metafisik dan positif. Pada jenjang teologik, manusia memandang segala
sesuatu didasarkan adanya dewa, roh, atau Tuhan. Pada tahap metafisik,
penjelasan fenomena alam didasarkan pada pengertian-pengertian metafisik
seperti substansi, bentuk, dan sejenisnya. Pada jenjang positif, manusia
mengadakan pencarian pada ilmu absolut yang positif. Inilah akar kata
positivisme (Vardiansyah, 2008).
Positivisme lahir dan berkembang sebagai jawaban tegas atas kegagalan
spekulasi teoritis yang digunakan untuk merumuskan pengetahuan karena
menurut pandangan mereka, cara spekulatif sudah jauh keluar dari maksud
pencarian kebenaran yang sebenarnya. Alasan mereka juga, kebenaran
pengetahuan harus dapat teruji melalui verifikasi data / realitas yang ada.
Pada tahap awal, para ilmuwan yang bersikukuh memperkenalkan paradigma
ini kebanyakan muncul dari kalangan ilmu-ilmu alam yang berkembang pesat
pada masa itu. Dengan kata lain, positivisme sendiri sejak perkembangan awalnya
merupakan suatu aliran pemikiran filsafat yang secara tegas menyatakan bahwa
ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar
dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik (Narwaya, 2006).
Comte menegaskan, dengan memberi penekanan pada aspek metodologi,
positivisme berpendapat bahwa pengetahuan ilmu menganut tiga prinsip utama:
empiris-objektif, deduktif-nomologis (jika…,maka…), serta instrumental-bebas
nilai. Prinsip ini tidak hanya berlaku pada ilmu-ilmu alam, tapi juga harus berlaku
pada ilmu-ilmu sosial. Implikasinya terurai sebagai berikut.
1. Prosedur metodologis ilmu-ilmu alam dapat langsung diterapkan pada
ilmu-ilmu sosial. Sebagaimana pada ilmu-ilmu yang objeknya benda alam,
subjektivitas manusia tidak boleh mengganggu observasi atas tindakan
sosial. Artinya, objek ilmu sosial disejajarkan dengan objek
ilmu-ilmu alam.
2. Seperti dalam ilmu-ilmu alam, hasil riset ilmu-ilmu sosial dirumuskan
dalam bentuk hukum-hukum yang universal, berlaku kapan pun dan
dimana pun, yang dalam bahasa filsafat ilmu disebut nomothetik.
3. Ilmu-ilmu sosial harus bersifat teknis, menyediakan pengetahuan yang
instrumental murni, tidak memihak. Pengetahuan harus dapat dipakai
untuk keperluan apa saja, sehingga tidak bersifat etis. Dengan kata lain,
sebagaimana ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu sosial harus bebas nilai dan tidak
2.2 Kajian Pustaka 2.2.1. Komunikasi
Komunikasi terjadi sejak manusia hidup lebih dari seorang karena
komunikasi merupakan sarana interaksi manusia. Tidak mungkin ada interaksi
tanpa komunikasi, baik dengan cara sederhana maupun dengan sarana canggih,
bahkan kelompok hewan juga berkomunikasi dengan sesamanya menggunakan
bahasa yang mereka mengerti. Sebagai contoh di masa lalu, suku Indian memakai
asap sebagai saran komunikasi jarak jauh, sedangkan beberapa suku di berbagai
belahan dunia meniru suara yang ada di sekitarnya, seperti suara burung untuk
memberi tanda tentang sesuatu. Sistem komunikasi seperti itu sering dikatakan
sebagai bahasa isyarat (Mondry, 2008: 1).
Istilah komunikasi (communication) berasal dari kata: common, yang
berarti “sama”, dengan maksud sama makna, sehingga secara sederhana dapat
dikatakan bahwa komunikasi merupakan proses menyamakan persepsi, pikiran
dan rasa antara komunikator dengan komunikan (Mondry, 2008:1).Sebagai
makhluk sosial manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya. Ia
ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. Rasa ingin tahu ini memaksa
manusia perlu berkomunikasi (Cangara, 2006:1).
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Sebuah definisi
yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada
studi komunikasi antarmanusia (human communication) bahwa:
“Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan
antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan
sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah
Seperti pendapat Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi Pedesaan
Amerika dalam (Cangara, 2006:19) yang telah banyak memberi perhatian pada
studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi
bahwa: Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
Dalam suatu komunikasi harus ada unsur komunikasi di dalam nya.
Supaya proses komunikasi berlangsung baik, setiap unsur harus berperan dengan
baik. Salah satu saja dari unsur komunikasi tersebut tidak berjalan dengan baik,
tentu komunikasi tersebut akan terganggu. Unsur-unsur komunikasi tersebut
adalah (Cangara 1998: 22-27) :
a. Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat
atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim,
komunikator, atau source, sender, atau encoder.
b. Pesan
Pesan (message, content, atau information) yang dimaksud dalam
proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada
penerima. Pesan dapat disampaikan melalui tatap muka atau melalui
media komunikasi.
c. Media
Media yang dimaksud disini adalah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Dalam komunikasi
antarpribadi pancaindra dianggap sebagai media komunikasi. Selain
pancaindra manusia, telepon, surat, telegram juga digolongkan sebagai
media komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi massa media
komunikasi dapat dibedakan kedalam dua macam, yakni media cetak
dan media media elektronik. Media cetak bisa berupa surat kabar,
majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster,
spanduk, dan sebagainya. Sementara media elektronik dapat berupa
d. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
sumber. Penerima bisa terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk
kelompok, partai, atau negara. Penerima biasa disebut dalam berbagai
istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan, audience atau reciever.
e. Pengaruh
Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap,
dan tingkah laku seseorang.oleh karena itu, pengaruh bisa juga
diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan,
sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerima pesan.
f. Tanggapan balik
Ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya adalah salah
satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima. Akan tetapi
sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain seperti pesan
dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.
g. Lingkungan
Lingkungan atau sesuatu ialah faktor-faktor tertentu yang dapat
memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas
empat macam, yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya,
lingkungan psikologis, dan dimensi waktu.
Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi jika ada seseorang yang
menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya
komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media,
penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen
Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau
elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa
terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada
juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang
telah disebutkan (Cangara, 2006:21).
1. Fungsi Komunikasi
Menurut Verderber (1978) dalam (Mondry, 2008:9) mengemukakan:
“Komunikasi itu memiliki dua fungsi; meliputi fungsi sosial dan
pengambilan keputusan. Fungsi sosial bertujuan untuk kesenangan,
menunjukkan ikatan, membangun dan memelihara hubungan dengan
orang lain. Pengambilan keputusan adalah berupa memutuskan melakukan
atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, misalnya apakah dirinya
harus kuliah atau bekerja di pagi ini, bagaimana mempersiapkan diri
menghadapi ujian di kampus atau tes promosi pekerjaan dikantor.
Keputusan yang diambil seseorang sebagian ditetapkannya sendiri,
sebagian lagi diputuskan setelah orang itu berkonsultasi/
membicarakannya dengan orang lain”
Menurut Zimmerman (1978) dalam (Mondry, 2008:10) membagi
komunikasi menjadi empat fungsi yang tidak saling meniadakan, meliputi
komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual dan komunikasi
instrumental. Fungsi komunikasi menurut (Effendy, 2003:55) adalah
menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertaint)
dan mempengaruhi (to influence).
William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan
fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:
Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan
bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri,
untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur,
dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja
sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi,
RT, desa, ..., negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.
a. Pembentukan konsep diri. Konsep diri adalah pandangan kita mengenai
diri kita, dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan
orang lain kepada kita. Melalui komunikasi dengan orang lain kita belajar
bukan saja mengenai siapa kita, namun juga bagaimana kita merasakan
siapa kita. Anda mencintai diri anda bila anda telah dicintai; anda berpikir
anda cerdas bila orang-orang sekitar anda menganggap anda cerdas; anda
merasa tampan atau cantik bila orang-orang sekitar anda juga mengatakan
demikian. George Herbert Mead (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994)
mengistilahkan significant others (orang lain yang sangat penting) untuk
orang-orang disekitar kita yang mempunyai peranan penting dalam
membentuk konsep diri kita. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang
tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan
kita. Richard Dewey dan W.J. Humber (1966) menamai affective others,
untuk orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan
emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan kita membentuk konsep
diri kita. Selain itu, terdapat apa yang disebut dengan reference group
(kelompok rujukan) yaitu kelompok yang secara emosional mengikat kita,
dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Dengan melihat
ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan
ciri-ciri kelompoknya. Kalau anda memilih kelompok rujukan anda Ikatan
Dokter Indonesia, anda menjadikan norma-norma dalam Ikatan ini sebagai
ukuran perilaku anda. Anda juga meras diri sebagai bagian dari kelompok
b. Pernyataan eksistensi diri. Orang berkomunikasi untuk menunjukkan
dirinya eksis. Inilah yang disebut aktualisasi diri atau lebih tepat lagi
pernyataan eksistensi diri. Fungsi komunikasi sebagai eksistensi diri
terlihat jelas misalnya pada penanya dalam sebuah seminar. Meskipun
mereka sudah diperingatkan moderator untuk berbicara singkat dan
langsung ke pokok masalah, penanya atau komentator itu sering berbicara
panjang lebarm mengkuliahi hadirin, dengan argumen-argumen yang
terkadang tidak relevan.
c. Untuk kelangsungan hidup, memupuk hubungan, dan memperoleh
kebahagiaan. Sejak lahir, kita tidak dapat hidup sendiri untuk
mempertahankan hidup. Kita perlu dan harus berkomunikasi dengan orang
lain, untuk memenuhi kebutuhan biologis kita seperti makan dan minum,
dan memnuhi kebutuhan psikologis kita seperti sukses dan kebahagiaan.
Para psikolog berpendapat, kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan
untuk menjadi manusia yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan
hubungan sosial yang ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina
hubungan yang baik dengan orang lain. Abraham Moslow menyebutkan
bahwa manusia punya lima kebutuhan dasar: kebutuhan fisiologis,
keamanan, kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan yang lebih dasar harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum
kebuthan yang lebih tinggi diupayakan. Kita mungkin sudah mampu
kebuthan fisiologis dan keamanan untuk bertahan hidup. Kini kita ingin
memenuhi kebutuhan sosial, penghargaan diri, dan aktualisasi diri.
Kebutuhan ketiga dan keempat khususnya meliputi keinginan untuk
memperoleh rasa lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan, rasa
diterima, memberi dan menerima persahabatan. Komunikasi akan sangat
dibutuhkan untuk memperoleh dan memberi informasi yang dibutuhkan,
untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain, mempertimbangkan
solusi alternatif atas masalah kemudian mengambil keputusan, dan
2. Sebagai komunikasi ekspresif
Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita.
Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan
nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin,
marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan
secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih
sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan
kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan
matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa
kampus dengan melakukan demontrasi.
3. Sebagai komunikasi ritual
Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang
tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog sebagarites of
passage, mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan,
siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan
kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain
seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara
bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan
lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual. Mereka yang
berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali
komitmen mereka kepada tradisi keluarga, suku, bangsa. Negara, ideologi, atau
agama mereka.
4. Sebagai komunikasi instrumental
Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum,
yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan
tindakan, dan juga menghibur. Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja kita
gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk
berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja
lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama.
Komunikasi berfungsi sebagi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi
dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka panjang. Tujuan
jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan kesan yang
baik, memperoleh simpati, empati, keuntungan material, ekonomi, dan politik,
yang antara lain dapat diraih dengan pengelolaan kesan (impression
management), yakni taktik-taktik verbal dan nonverbal, seperti berbicara sopan,
mengobral janji, mengenakankan pakaian necis, dan sebagainya yang pada
dasarnya untuk menunjukkan kepada orang lain siapa diri kita seperti yang kita
inginkan.
Sementara itu, tujuan jangka panjang dapat diraih lewat keahlian komunikasi,
misalnya keahlian berpidato, berunding, berbahasa asing ataupun keahlian
menulis. Kedua tujuan itu (jangka pendek dan panjang) tentu saja saling berkaitan
dalam arti bahwa pengelolaan kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk
mencapai tujuan jangka panjang berupa keberhasilan dalam karier, misalnya
untuk memperoleh jabatan, kekuasaan, penghormatan sosial, dan kekayaan.
Berkenaan dengan fungsi komunikasi ini, terdapat beberapa pendapat dari
para ilmuwan yang bila dicermati saling melengkapi. Misal pendapat Onong
Effendy (1994), ia berpendapat fungsi komunikasi adalah menyampaikan
informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Sedangkan Harold D
Lasswell (dalam Nurudin, 2004 dan Effendy, 1994:27) memaparkan fungsi
komunikasi sebagai berikut:
1. Penjajagan/pengawasan lingkungan (surveillance of the information) yakni
penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai
masyarakat.
2. Menghubungkan bagian-bagian yang terpisahkan dari masyarakat untuk
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya.
2. Tujuan Komunikasi
Manusia berkomunikasi untuk menyatakan dan mendukung identitas diri,
membangun kontak sosial dengan orang-orang di sekitarnya, juga untuk
memengaruhi orang lain, untuk merasa, berpikir atau berperilaku seperti yang
diinginkan. Akan tetapi, secara individu, tujuan seseorang berkomunikasi adalah
guna mengendalikan lingkungan fisik dan psikologis dirinya (Mondry, 2008:9).
Dalam berkomunikasi, tidak hanya untuk memahami dan mengerti satu
dengan yang lainnya tetapi juga memiliki tujuan dalam berkomunikasi. Pada
umumnya komunikasi mempunyai beberapa tujuan antara lain (Effendy, 1992:8) :
a. Untuk mengubah sikap (to change attitude), yakni memberikan berbagai
informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat akan
mengubah sikapnya. Misalnya, memberikan informasi mengenai bahaya
narkoba pada masyarakat dan remaja khususnya dengan tujuan agar
masyarakat dan remaja menjadi tahu bahaya narkoba.
b. Untuk mengubah opini (to change the opinion), yakni memberikan
berbagai informasi kepada mayarakat agar masyarakat mau mengubah
pendapat dan persepsinya terhadap tujuan informasi yang disampaikan,
misalnya informasi mengenai pemilu.
c. Untuk mengubah perilaku (to change the behavior), yaitu memberikan
berbagai informasi kepada masyarakat dengan tujuan agar masyarakat
akan mengubah perilakunya. Misalnya informasi yang diberikan oleh
Pihak Kepolisian kepada masyarakat pengguna sepeda motor agar selalu
menggunakan helm selama berkendara untuk keselamatan pengguna itu
sendiri.
d. Untuk mengubah masyarakat (to change the society), yaitu memberikan
masyarakat mau mendukung dan ikut serta terhadap tujuan informasi yang
disampaikan.
2.2.2. Komunikasi Massa
Pengertian komunikasi massa, merujuk kepada pendapat Tan dan Wright
dalam Liliweri 1991, merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran
(media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal,
berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen, dan
menimbulkan efek tertentu (Ardianto, 2004:3). Komunikasi massa (mass
communication) adalah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi
surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang
ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop
(Effendy, 2003:79).
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
(media cetak dan elektronik). Komunikasi massa berasal dari pengembangan kata
media of mass communication (media komunikasi massa). Massa dalam arti
komunikasi massa lebih menunjuk pada penerima pesan yang berkaitan dengan
media massa. Massa di sini menunjuk kepada khalayak, audience, penonton,
pemirsa atau pembaca. Beberapa istilah ini berkaitan dengan media massa
(Nurudin, 2004:2-3).
Meskipun berbeda-beda, ternyata komunikasi massa memiliki kesamaan,
walau terdapat perbedaan antara ahli psikologi sosial dengan ahli komunikasi
dalam masalah komunikasi tersebut. Ahli psikologi sosial mengatakan,
komunikasi massa tidak selalu dengan menggunakan media massa. Berpidato di
lapangan yang disaksikan banyak orang, asal dapat menunjukkan perilaku massa
(mass behaviour), sudah dapat dikatakan komunikasi massa. Namun, ahli
komunikasi juga berpendapat bahwa komunikasi massa (mass communication)
merupakan komunikasi melalui media massa (cetak dan atau elektronik).
Jelasnya, komunikasi massa bagi ahli komunikasi merupakan singkatan dari
“Ketika menjelaskan pendapat Harold Lasswell tentang fungsi komunikasi
massa, Severin dan kawan-kawannya mengatakan begini; Harold Lasswell adalah
seorang pakar komunikasi, dan sebagai seorang profesor hukum di Universitas
Yale telah menunjukkan adanya tiga fungsi komunikasi massa yaitu, pertama
adalah fungsi pengawasan lingkungan; yang kedua adalah fungsi korelasi atau
hubungan berbagai bagian di dalam masyarakat dalam menanggapi
lingkungannya; sedangkan ketiga adalah fungsi transmisi/pewarisan-pewarisan
sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sementara itu, Charles R. Wright
menambahkan satu lagi fungsi komunikasi massa yaitu fungsi hiburan
(entertainment) (Fajar, 2009: 238)”.
Seperti pendapat Devito yang dikutip oleh Marhaeni Fajar, mengatakan
popularitas dan pengaruh yang merasuk dari media massa hanya dapat
dipertahankan apabila mereka menjalankan beragam fungsi pokok. Enam di
antara fungsi yang paling penting yang dibahasnya adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Menghibur
Devito menyebutkan, bahwa media mendesain program-program
mereka untuk menghibur khalayak. Tentu saja, sebenarnya mereka
memberi hiburan untuk mendapatkan perhatian dari khalayak sebanyak
mungkin sehingga mereka dapat menjual hal ini kepada para pengiklan.
Inilah sebab utamanya adanya komunikasi massa.
2. Fungsi Meyakinkan
Meskipun fungsi media yang paling jelas adalah menghibur, namun
fungsinya yang terpenting adalah meyakinkan (to persuade). Persuasi
dapat datang dalam banyak bentuk, misalnya: a) Mengukuhkan atau
memperkuat sikap kepercayaan atau nilai seseorang, b) mengubah
sikap, kepercayaan atau nilai seseorang; c) Menggerakkan seseorang
untuk melakukan sesuatu, dan d) Memperkenalkan etika atau
3. Menginformasikan
Menurut Devito, sebagian besar informasi, kita dapatkan bukan dari
sekolah, melainkan dari media. Kita belajar musik, politik, seni, film,
sosiologi, psikologi, ekonomi dan masih banyak lagi subjek lainnyadari
media.
4. Menganugerahkan Status
Daftar seratus orang terpenting di dunia bagi kita hampir boleh
dipastikan berisi nama-nama orang yang banyak dimuat dalam media.
Tanpa pemuatan orang-orang tersebut tentulah tidak penting,
setidak-tidaknya di mata masyarakat. Paul Lazarsfeld dan Robert Merton,
dalam karya mereka yang berpengaruh “Mass Communication, Popular
Taste, and Organized Social Action” (1951), mengatakan;
“jika Anda benar-benar penting, Anda akan menjadi pusat perhatian
massa dan jika Anda menjadi pusat perhatian massa, berarti Anda
memang penting”. Sebaliknya tentu saja, jika Anda tidak mendapatkan
perhatian massa, maka Anda tidak penting.
5. Fungsi Membius
Salah satu fungsi media yang paling menarik dan paling banyak
dilupakan adalah fungsi membiusnya (narcotizing). Ini berarti bahwa
apabila media menyajikan informasi tentang sesuatu, penerima percaya
bahwa tindakan tertentu telah diambil.
6. Menciptakan Rasa Kebersatuan
Salah satu fungsi komunikasi massa yang tidak banyak orang
menyadarinya adalah kemampuannya membuat kita merasa menjadi
anggota suatu kelompok bayangkanlah seorang pemirsa televisi yang
sedang sendirian, duduk dikamarnya menyaksikan televisi sambil
yang kesepian ini merasa menjadi anggota sebuah kelompok yang lebih
besar (Fajar, 2009: 238-243).
Banyak pakar yang mengemukakan tentang sejumlah fungsi komunikasi,
kendati dalam setiap item fungsi terdapat persamaan dan perbedaan. Fungsi
komunikasi massa bagi masyarakat menurut Dominick (dalam Ardianto, 2004:15)
terdiri dari surveillance (pengawasan), interpretation (penafsiran), linkage
(keterkaitan), transmission of values (penyebaran nilai) dan entertainment
(hiburan).
Komunikasi massa berfungsi untuk menyebarluaskan informasi,
meratakan pendidikan, merangsang pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan
kegembiraan dalam hidup seseorang. Selaku ketua komisi masalah-masalah\
komunikasi UNESCO (1980), Sean MacBride mengemukakan bahwa komunikasi
tidak bisa diartikan sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi juga sebagai
kegiatan individu dan kelompok mengenai pertukaran data, fakta, dan ide. Karena
itu komunikasi massa dapat berfungsi untuk:
1. Informasi
2. Sosialisasi
3. Motivasi
4. Bahan diskusi
5. Pendidikan
6. Memajukan kebudayaan
7. Hiburan
2.2.3. Surat Kabar
1. Pengertian Surat Kabar
Secara etimologis, surat kabar atau koran berasal dari bahasa Inggris
“newspaper” dan bahasa Belanda “courante” yang dipinjam pula oleh orang
Belanda dari bahasa Perancis “courant”. Surat kabar terdiri dari dua kata “surat
dan kabar”. Pengertian surat adalah kertas yang ditulis yang mempunyai isi
tertentu serta ditujukan kepada pihak tertentu dan kata kabar diketahui berasal dari
bahasa Arab “khabar” yang berarti berita.( Drs. Yanuar Abdullah, 1992 : 12.)
“Surat kabar ialah pemberitaan tercetak yang diterbitkan dan dijual secara
tetap”. Chusaeri, dalam bukunya berjudul Riwayat Persuratkabaran, mencoba
memberi pengertian surat kabar.(Chusaeri, 1979 : 4.)
Menurut Vander Hout bahwa surat kabar tidak membeda-bedakan
golongan atau kebangsaan. Surat kabar mempunyai pengaruh besar terhadap para
pembacanya dan karena itu surat kabar mirip dengan “warung pengetahuan”. Jelas
disini surat kabar bukan hanya sebagai alat penghubung tetapi juga sebagai alat
pendidikan dan alat kontrol sosial, karena pemberitaannya meliputi segala aspek
kemasyarakatan. Selain itu, surat kabar juga sebagai penyambung lidah rakyat,
pelaksana kehendak rakyat yang memberikan penerangan dan pendidikan kepada
rakyat. Menurut Mr. Sumanang, bahwa surat kabar bukan sekedar memberikan
informasi juga membuat pikiran-pikiran, pandangan-pandangan dan
pendapatpendapat orang.
Uraian di atas sangat sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Teguh
Meinanda bahwa :
2. Fungsi Surat Kabar
Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi ternama, pernah
mengemukakan pendapatnya bahwa fungsi surat kabar telah mempercepat
kemajuan pembangunan suatu negara, surat kabar juga dapat memberikan ide,
gagasan, pandangan-pandangan, mengajak berpartisipasi dan mengangkat harkat
dan martabat manusia. Lebih lanjut Wilbur Schramm mengatakan fungsi media
massa untuk negara berkembang yang semula hanya pemberi informasi, kini telah
bertambah fungsi baru media massa terutama surat kabar dalam hal, perubahan
sosial, mempercepat perkembangan keadaan, menampung pendapat dan
memberikan kesempatan mengeluarkan pendapat serta pendidikan dan hiburan.
Teguh Meinanda dalam bukunya berjudul, Pengantar Ilmu Komunikasi,
mengemukakan lima fungsi surat kabar : (Teguh Meinanda, 1981 : 45-46)
a. Publishing The News
Merupakan fungsi utama dari surat kabar. Disini berita harus dilaporkan
secara lengkap dan benar untuk memberi kepuasan kepada para pembacanya.
Namun demikian ada surat kabar yang menyiarkan hanya sebahagian dari
beritanya. Hal ini karena policy dari staf redaksinya, mungkin untuk menghindari
adanya hal-hal yang tidak diinginkan. Karena itu, suatu pemberitaan harus
dilaporkan secara teliti dan disiarkan dengan fair.
b. Commenting On The News
Disini si pembaca mungkin menemukan maksud dari suatu berita untuk
memberikan komentarnya. Misalnya melalui editorial, tajuk rencana, dan
lain-lain.
c. Entertaining Readers
Banyak hasil-hasil penelitian yang menyatakan bahwa artikel-artikel
dalam surat kabar mempunyai audience yang cukup banyak, karena artikel-artikel
ini dapat memberikan hiburan kepada para pembacanya. Dengan demikian fungsi
surat kabar disini adalah memberikan hiburan kepada para pembacanya.
Fungsi ini dapat membantu si pembaca untuk mengetahui tentang sesuatu.
Misalnya mengenai resep makanan.
e. Publishing Advertising
Melalui fungsi ini dapat dipertemukan antara penawar dengan si pembeli
suatu barang atau jasa. Selain itu merupakan support bagi penerbitan surat kabar.
Untuk itu disini harus diciptakan pedoman AIDDA, yaitu : Attention, Interest,
Desire, Decision dan Action.
3. Bentuk Surat Kabar
Prof. Albert F. Henning membagi surat kabar menjadi empat bentuk :
(Teguh Meinanda, 1981 : 49)
a. Surat kabar umum
Meliputi surat kabar yang terbit tiap hari dan biasanya menurut
berita-berita yang bermanfaat dari kejadian-kejadian yang terjadi di tempat atau daerah
dimana surat kabar itu terbit, dan penyajiannya dipandang aktual, penting,
menarik bagi pembaca daerah tersebut.
b. Surat kabar yang memuat berita khusus.
Surat kabar ini ditujukan kepada publik tertentu atau publik khusus.
Misalnya tentang berita ekonomi, agama dan lain-lain.
c. Surat kabar yang terbit satu kali seminggu, dua kali seminggu dan seterusnya.
Surat kabar semacam ini biasanya hanya memuat berita-berita/
peneranganpenerangan seperti kebudayaan, mode dan lain-lain.
d. Surat kabar kecil (Tabloides)
Biasanya bersifat sensasional, berita-berita yang dimuatnya bersifat
4. Ciri Surat Kabar
Ciri media yang dipergunakan dalam rangka kegiatan jurnalistik amat
berpengaruh kepada komponen-komponen proses komunikasi lainnya, jurnalistik
surat kabar berbeda dengan jurnalistik majalah, berbeda pula dengan jurnalistik
radio dan jurnalistik televisi meskipun dalam hal-hal tertentu ada kesamaannya.
Karena yang bobotnya dibicarakan disini adalah surat kabar, maka yang akan
dibahas adalah media tersebut.
Adapun ciri surat kabar menurut Prof. Onong Uchjana Effendy, MA.,
sebagai berikut : (Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA., 1993, : 154-155.)
a. Publisitas
Pengertian publisitas adalah bahwa surat kabar diperuntukkan umum,
karenanya berita, tajuk rencana, artikel dan lain-lain harus menyangkut
kepentingan umum. Mungkin saja ada instansi atau organisasi, misalnya sebuah
universitas yang menerbitkannya secara berkala dalam bentuk dan dengan kualitas
kertas seperti harian umum, tetapi penerbitan tersebut tidak berpredikat surat
kabar atau pers sebab diperuntukkan khusus bagi civitas akademika universitas
tersebut.
b. Universalitas
Universalitas sebagai ciri lain dari surat kabar menunjukkan bahwa surat
kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia
dan tentang segala aspek kehidupan manusia. Untuk memenuhi ciri-ciri inilah
maka surat kabar besar melengkapi dirinya dengan wartawan-wartawan khusus
mengenai bidang tertentu, menempatkan koresponden di kota-kota penting, baik
di dalam negeri untuk meliput berita-berita nasional maupun diluar negeri guna
meliput berita-berita internasional. Untuk itu ada wartawan olahraga, wartawan
politik, wartawan ekonomi, wartawan kriminalitas, wartawan perang dan lain-lain.
c. Aktualitas
Yang dimaksud dengan aktualitas ialah kecepatan penyampaian laporan
mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Aktualitas adalah terjemahan
yang amat penting karena menyangkut persaingan dengan surat kabar lain dan
berhubungan dengan nama baik surat kabar yang bersangkutan.
d. Periodisitas
Yang berarti suatu penerbitan disebut surat kabar jika terbitnya secara
periodik, teratur. Tidak menjadi soal apakah terbitnya itu sehari sekali, seminggu
sekali, sehari dua kali atau tiga kali seperti di negara-negara yang sudah maju,
syaratnya ialah harus teratur.
5. Sifat Surat Kabar
Dibandingkan dengan media elektronik yang menyiarkan pemberitaan
seperti radio dan televisi, ditinjau dari ilmu komuniksi sifat surat kabar adalah
sebagai berikut : (Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA., 1993, : 155-156)
1. Terekam
Ini berarti bahwa berita-berita yang disiarkan oleh surat kabar tersusun
dalam alinea, kalimat dan kata-kata yang terdiri atas huruf-huruf yang dicetak
pada kertas. Dengan demikian, setiap peristiwa atau hal yang diberitakan terekam
sedemikian rupa sehingga dapat dibaca setiap saat dan dapat diulang kaji, bisa
dijadikan dokumentasi dan bisa dipakai sebagai bukti untuk keperluan tertentu.
2. Menimbulkan perangkat mental secara aktif
Berita surat kabar yang dikomunikasikan kepada khalayak menggunakan
bahasa dengan huruf yang tercetak ”mati” di atas kertas, maka untuk dapat
mengerti maknanya pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara
aktif. Kenyataan tersebut berbeda dengan proses penyiaran berita radio dan
televisi dimana setiap berita dibacakan oleh penyiar dan para pendengar serta
pemirsa tinggal menangkapnya saja dengan perangkat mental yang pasif.
Lebih-lebih lagi berita radio dapat didengarkan oleh pendengar sambil makan, sambil
mandi, sambil bekerja bahkan sambil mengemudikan mobil. Karena berita surat
kabar menyebabkan pembaca harus menggunakan perangkat mentalnya secara
aktif, maka wartawan yang menyusunnya harus menggunakan bahasa yang umum
dan lazim sehingga para pembaca mudah mencernakannya. Hal ini erat kaitannya
tidak sama dan mayoritas dari mereka rata-rata berpendidikan rendah sampai
menengah.
2.2.4. Berita
1. Pengertian Berita
Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam
gambaran yang sederhana, seperti dilukiskan dengan baik oleh para pakar
jurnalistik, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio,
dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap
fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak
setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang
terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan.
Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya
masing-masing. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi
berita secara universal. Untuk memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang
sedang kita pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter pencari berita harus
mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya.
Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer,
berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting,
dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta
relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Definisi berita tersebut mengandung
unsur-unsur yang :
a. Baru dan penting,
b. Bermakna dan berpengaruh,
c. Menyangkut hidup orang banyak,
d. Relevan dan menarik.
Definisi lain dari berita, menurut Doug Newson dan James A. Wollert
dalam definisi sederhana, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui
orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat (dalam Sumadiria, 2005:64). Dengan
melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai apa yang mereka butuhkan.
Batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh lain mengenai berita,
yang dikutip Assegaff, 1983 (dalam Mondry, 2008:132-133) antara lain sebagai
berikut :
a. M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita
merupakan kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian
sebagian besar pembaca.
b. Williard C. Bleyer, dalam buku Newspaper Writing and Editing
mengemukakan, berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh
wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena dia dapat menarik minat
atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat
menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut.
c. William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis, berita dapat
didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari
fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik
perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.
d. Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian
yang penting dan dapat menarik perhatian umum.
Setelah merujuk kepada beberapa definisi diatas, meskipun berbeda-beda
namun terdapat persamaan yang mengikat pada berita, meliputi : menarik
perhatian, luar biasa dan termasa (baru). Karena itu, bisa disimpulkan bahwa
berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala
seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet (Sumadiria,
Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media
massa dalam arti sempit dan tradisional, melainkan juga pada radio, televisi, film,
dan internet atau media massa dalam arti luas dan modern. Berita pada awalnya,
memang hanya milik surat kabar. Tetapi sekarang, berita juga telah menjadi
‘darah-daging’ radio, televisi dan internet. Tak ada media tanpa berita,
sebagaimana halnya tak ada berita tanpa media. Berita telah tampil sebagai
kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia.
Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat
(Hard News) dan berita ringan (Soft News). Selain itu, berita juga dapat dibedakan
menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan
berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak
diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka
macam.
Berita berat, sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang
mengguncangkan dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi,
kerusuhan. Sedangkan berita ringan, menunjukkan pada peristiwa yang lebih
bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi, seperti pesta pernikahan
bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan remaja.
Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak
terduga. Berita diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui
sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah.
Proses penanganan berita yang sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita
berupaya untuk menciptakan dan merekayasa berita. Proses penciptaan atau
perekayasaan berita itu dilakukan melalui tahapan perencanaan di ruang rapat
redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan pemimpin
redaksi, dilanjutkan dengan observasi, serta ditegaskan dalam interaksi dan
konfirmasi dilapangan. Semuanya melalui prosedur manajemen peliputan yang
baku, jelas, terstruktur dan terukur. Orang yang meliputnya disebut sebagai
Berita tak terduga adalah peristiwa yang sifatnya tiba-tiba tidak
direncanakan, tidak diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling, gedung
perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak
sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di pusat keramaian. Proses
penanganan berita yang sifatnya tidak diketahui dan tidak direncanakan
sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting News. Orangnya
disebut sebagai hunter (pemburu).
Pengetahuan dan pemahaman tentang klasifikasi berita sangat penting bagi
setiap reporter, editor, dan bahkan para perencana dan konsultan media (media
planer) sebagai salah satu pijakan dasar dalam proses perencanaan (planning),
peliputan (getting), penulisan (writing), dan pelaporan serta pemuatan, penyiaran,
atau penayangan berita (reporting and publishing). Pada akhirnya,
tahapan-tahapan pekerjaan jurnalistik itu sangat diperlukan dalam kerangka pembentukan,
penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara profesional dan
visioner.
2. Nilai Berita
Nilai berita (News Value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh
para jurnalis, yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas
dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita
merupakan patokan berarti bagi reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang
reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana peristiwa yang harus diliput dan
dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan harus dilupakan.
Kriteria nilai berita juga sangat penting bagi para editor dalam
mempertimbangkan dan memutuskan, mana berita terpenting dan terbaik untuk
dimuat, disiarkan, atau ditayangkan melalui medianya kepada masyarakat luas.
Kriteria umum nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy,
Darly R. Moen, dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing (1980:6-17),
menunjukkan kepada sembilan hal mengenai nilai berita. Beberapa pakar lain
segala dimensi dan manifestasinya, juga termasuk ke dalam kriteria umum nilai
berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter dan editor
media massa. (Sumadiria, 2005:80) Sejumlah faktor yang membuat sebuah
kejadian memiliki nilai berita, adalah :
I. Keluarbiasaan (unusualness)
Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita
adalah suatu peristiwa luar biasa (news is unusual). Untuk menunjukkan berita
bukanlah suatu peristiwa biasa, Lord Northchliffe, pujangga dan editor di Inggeris
abad 18, menyatakan dalam sebuah ungkapan yang kemudian sangat populer dan
kerap dikutip oleh para teoritis dan praktisi jurnalistik.
Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81), apabila ada
orang digigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang
menggigit anjing maka itulah berita. Prinsip seperti itu hingga kini masih berlaku
dan dijadikan acuan para reporter dan editor dimana pun.
II. Kebaruan (newness)
Suatu berita akan menarik perhatian bila informasi yang dijadikan berita
itu merupakan sesuatu yang baru. Semua media akan berusaha memberitakan
informasi tersebut secepatnya, sesuai dengan periodesasinya. Namun demikian,
satu hal yang perlu diketahui tentang barunya suatu informasi, yaitu selain
peristiwanya yang baru, suatu berita yang sudah lama terjadi, tetapi kemudian
ditemukan sesuatu yang baru dari peristiwa itu, dapat juga dikatakan berita
tersebut menjadi baru lagi.
III. Akibat (impact)
Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak
jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga
bahan minyak (BBM), tarif angkutan umum, tarif telepon, bunga kredit pemilikan
rumah (KPR), bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan
semua lapisan masyarakat dan keluarga. Apa saja yang menimbulkan akibat
sangat berarti bagi masyarakat, itulah berita. Semakin besar dampak sosial,
budaya, ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai
Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal, yakni seberapa
banyak khalayak yang terpengaruh, pmberitaan itu langsung mengena kepada
khalayak atau tidak, dan segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak
media surat kabar, radio, atau televisi yang melaporkannya.
IV. Aktual (timeliness)
Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana
aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai
dengan definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan
berita-berita aktual yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam memperoleh dan
menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual ini, media massa
mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan sampai
kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk menjangkau nara
sumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan secepat mungkin.
Aktualitas adalah salah satu ciri utama media massa. Kebaruan atau
aktualitas itu terbagi dalam tiga kategori, yaitu : aktualitas kalender, aktualitas
waktu dan aktualitas masalah.
V. Kedekatan (proximity)
Berita adalah kedekatan, yang mengandung dua arti yaitu kedekatan
geogarfis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu
peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat
suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili kita, maka semakin terusik dan
semakin tertarik kita untuk menyimak dan mengikutinya. Sedangkan kedekatan
psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau
kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita.
VI. Informasi (information)
Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa
menghilangkan ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan memiliki
nilai berita. Setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan
Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau memberi banyak manfaat kepada
publik yang patut mendapat perhatian media.
VII. Konflik (conflict)
Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau
sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan sumber
berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis. Selama orang menyukai
dan menganggap penting olah raga, perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi
dijadikan acuan, kebenaran masih diperdebatkan, peperangan masih terus
berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan perdamaian masih sebatas
angan-angan, selama itu pula konflik masih akan tetap menghiasi halaman surat kabar,
mengganggu pendengaran karena disiarkan radio dan menusuk mata karena selalu
ditayangkan di televisi.
Ketika terjadi perselisihan antara dua individu yang makin menajam dan
tersebar luas, serta banyak orang yang menganggap perselisihan tersebut dianggap
penting untuk diketahui, maka perselisihan yang semula urusan individual,
berubah menjadi masalah sosial. Disanalah letak nilai berita konflik. Tiap orang
secara naluriah, menyukai konflik sejauh konflik itu tak menyangkut dirinya dan
tidak mengganggu kepentingannya. Berita konflik, berita tentang pertentangan
dua belah pihak atau lebih, menimbulkan dua sisi reaksi dan akibat yang
berlawanan. Ada pihak yang setuju (pro) dan ada juga pihak yang kontra.
VIII. Orang Penting (news maker, prominence)
Berita adalah tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor,
selebriti, publik figur. Orang-orang penting, orang-orang terkemuka, dimana pun
selalu membuat berita. Jangakan ucapan dan tingkah lakunya, namanya saja sudah
membuat berita. Teori jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita (names
makes news).
Di Indonesia, apa saja yang dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang
sinetron, penyanyi, penari, pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor
sekalipun, selalu dikutip pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan
perkataan dan mengukuhkan perbuatan, sedangkan pers melaporkan dan
menyebarluaskannya. Semua dikemas lewat sajian acara paduan informasi dan
hiburan (information dan entertainment), maka jadilah infotainment. Masyarakat
kita sangat menyukai acara-acara ringan semacam ini.
IX. Kejutan (suprising)
Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan, tidak
direncanakan, di luar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa
menunjuk pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang
dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam, benda-benda mati. Semuanya
bisa mengundang dan menciptakan informasi serta tindakan yang mengejutkan,
mengguncang dunia, seakan langit akan runtuh, bukit akan terbelah dan laut akan
musnah.
X. Ketertarikan Manusiawi (human interest)
Kadang-kadang suatu peristiwa tak menimbulkan efek berarti pada
seseorang, sekelompok orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat
tetapi telah menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam
perasaannya. Peristiwa tersebut tidak menguncangkan, tidak mendorong aparat
keamanan siap-siaga atau segera merapatkan barisan dan tak menimbulkan
perubahan pada agenda sosial-ekonomi masyarakat. Hanya karena naluri, nurani
dan suasana hati kita merasa terusik, maka peristiwa itu tetap mengandung nilai
berita. Para praktisi jurnalistik mengelompokkan kisah-kisah human interest ke
dalam berita ringan, berita lunak (soft news).
XI. Seks (sex)
Berita adalah seks; seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban
manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan pasti menarik dan menjadi
sumber berita. Seks memang identik dengan perempuan. Perempuan identik
dengan seks. Dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, selalu menyatu. Tak ada
berita tanpa perempuan, sama halnya dengan tak ada perempuan tanpa berita. Di
berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya selalu layak muat,
selalu banyak peminatnya. Selalu dinanti dan bahkan dicari. Seks bisa menunjuk
pada keindahan anatomi perempuan, seks bisa menyentuh masalah poligami. Seks
begitu akrab dengan dunia perselingkuhan para petinggi negara hingga selebriti.
Dalam hal-hal khusus, seks juga kerap disandingkan dengan kekuasaan. Seks juga
sumber bencana bagi kedudukan dan jabatan seseorang.
3. Syarat Berita
Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik
dan akhirnya dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan
seorang wartawan atau sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak
mengerti sama sekali tentang persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa
prinsip dasar yang harus diketahui oleh wartawan atau reporter dalam menulis
berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat diketahui bahwa syarat berita
harus :
1. Fakta
Berita merupakan fakta, bukan karangan (fiksi) atau dibuat-buat. Ada
beberapa faktor yang menjadikan berita tersebut fakta, yaitu kejadian nyata,
pendapat (opini) narasumber dan pernyataan sumber berita. Opini atau pendapat
pribadi wartawan atau reporter yang dicampuradukkan dalam pemberitaaan yang
ditayangkan bukan merupakan suatu fakta dan bukan karya jurnalistik.
2. Obyektif
Sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak boleh dibumbui sehingga
merugikan pihak yang diberitakan. Reporter atau wartawan dituntut adil, jujur dan
tidak memihak, apalagi tidak jujur secara yuridis merupakan sebuah Pelanggaran
Kode Etik Jurnalistik.
3. Berimbang
Berita biasanya dianggap berimbang apabila wartawan atau reporter
memberi informasi kepada pembacanya, pendengarnya atau pemirsanya tentang
semua detail penting dari suatu kejadian dengan cara yang tepat. Porsi harus sama,
tidak memihak atau tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran
(check, re-check and balance) yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi
dari pihak-pihak yang terkait dalam pemberitaan.
4. Lengkap
Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan
who, what, why, when, where, dan how. Terkait dengan rumus umum penulisan
berita yakni 5W+1H :
1. What : Peristiwa apa yang terjadi (unsur peristiwa)
2. When : Kapan peristiwa terjadi (unsur waktu)
3. Where : Dimana peristiwa terjadi (unsur tempat)
4. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian (unsur orang/manusia)
5. Why : Mengapa peristiwa terjadi (unsur latar belakang/sebab)
6. How : Bagaimana peristiwa terjadi (unsur kronologis peristiwa)
5. Akurat
Tepat, benar dan tidak terdapat kesalahan. Akurasi sangat berpengaruh
pada penilaian kredibilitas media maupun reporter itu sendiri. Akurasi berarti
ketepatan bukan hanya pada detail spesifik tetapi juga kesan umum, cara detail
disajikan dan cara penekannya.
Ada juga pendapat dari James B. Roston dalam bukunya “Your
Newspaper” menyebutkan, bahwa berita itu haruslah benar, lengkap, tidak berat
sebelah dan aktuil. Hal itu berbeda dengan pendapat lainnya, baik F. Fraser Bond
maupun Grant Milnor Hyde. Malahan Mitchell V. Charnley mengatakan, bahwa
kebenaran dari suatu berita adalah untuk menjamin kepercayaan pembaca (the
accuracy of news is in effect taken for guaranted by news consumer). Mengenai
lengkap atau “balance” dalam berita tidak lain adalah agar pembaca memperoleh
gambaran sebenarnya dari peristiwa itu. Tentang objektifitas atau tidak berat
sebelah dalam pemberitaan merupakan satu hal paling penting dalam jurnalistik
2.2.5. Analisis isi
Analisis isi (content analysis) menurut Jalaluddin Rakhmat, merupakan
suatu metode untuk mengamati dan mengukur isi komunikasi. Analisis isi sering
dipakai untuk mengkaji pesan-pesan media. Sedangkan Kripendorff,
mendefinisikan analisis isi sebagai suatu teknik penelitian untuk membuat
inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan
memperhatikan konteksnya.Warner J. Severin dan James W. Tankard menyatakan
bahwa analisis isi adalah sebuah metode analisis isi pesan (berita) secara
sistematis.Analisis ini adalah alat untuk menganalisis pesan dari komunikator
tertentu.
Gagasan untuk menjadikan analisis isi sebagai teknik penelitian muncul
dari gagasan Benard Berelson.Berelson mendefinisikan analisis isi dengan:
Content Analysis is a research technique for the objective, systematic and
quantitative description of the manifest content of communication. (Analisis isi
didefinisikan sebagai suatu metode untuk mempelajari dan menganalisis
komunikasi secara sistematik, objektif, dan kuantitatif terhadap pesan yang
tampak). Prinsip sistematik diartikan bahwa ada perlakuan prosedur yang sama
pada semua isi yang dianalisis. Peneliti tidak dibenarkan melakukan analisa hanya
pada isi yang sesuai dengan perhatian dan minatnya, tetapi harus pada
keseluruhan isi yang telah ditetapkan untuk diteliti (yang telah ditetapkan dalam
pemilihan populasi dan sampel). Prinsip objektif, yaitu hasilnya tergantung pada
prosedur penelitian bukan pada orangnya. Yaitu dengan ketajaman kategorisasi
yang ditetapkan, sehingga orang lain dapat menggunakannya. Prinsip kuantitatif
berarti mencatat nilai-nilai bilangan atau frekuensi untuk melukiskan berbagai
jenis isi yang didefinisikan. Sementara, isi yang nyata diberi pengertian, yang
diteliti dan dianalisis hanyalah isi yang tersurat, yang tampak, bukan makna yang
dirasakan oleh si peneliti.
Metode analisis isi pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik
mengobservasi dan menganalisis isi perilaku komunikasi yang terbuka dari
komunikator yang dipilih. Analisis isi dapat digunakan untuk mempersoalkan
seberapa besar atau seberapa sering media massa memberikan poin pemberitaan
terhadap suatu peristiwa atau pihak-pihak yang terlibat di dalam peristiwa
tersebut.
Analisis isi juga dapat digunakan untuk melakukan perbandingan dengan
media lain (yang sejenis), untuk mengidentifikasi apa dan siapa yang tidak dimuat
dalam pemberitaan, adanya favoritisme atau bias berita.Penggunaan metode
analisis isi tidak berbeda dengan penelitian kualitatif lainnya. Hanya saja karena
teknik ini dapat digunakan pada pendekatan yang berbeda (baik kuantitatif
maupun kualitatif), maka penggunaan analisis isi tergantung pada kedua
pendekatan itu. Analisis isi yang sifatnya kuantitatif hanya mampu mengetahui
atau mengidentifikasi manifest message (pesan-pesan yang tampak) dari isi media
yang diteliti. Prinsip analisis isi kuantitatif yang selama ini diterapkan adalah
prinsip objektivitas yang diukur dari pembuatan atau penyusunan kategorisasi.
Sedangkan analisis isi yang sifatnya kualitatif tidak hanya mampu
mengidentifikasi pesan-pesan manifest, melainkan juga latent massage dari
sebuah dokumen yang diteliti. Dengan kata lain, analisis isi media secara kualitatif
akan lebih mendalam dan detail dalam memahami produk isi media dan mampu
menghubungkannya dengan konteks sosial/ realitas yang terjadi. Untuk klasifikasi
jenis analisis isi, Janis (1965) yang dikutip Krippendorff mengajukannya sebagai
berikut:
1. Analisis isi pragmatis; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab
atau akibatnya yang mungkin.
2. Analisis isi semantik; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut
maknanya. Anakisis isi semantik dapat dibagi lagi dalam tiga hal yaitu:
a. Analisis penunjukan (designation) yang menggambarkan frekuensi
b. Analisis pensifatan (attribution) menggambarkan frekuensi seberapa sering
karakteristik tertentu dirujuk.
c. Analisis pernyataan (assertions) menggambarkan frekuensi seberapa
sering objek tertentu dikarakteristikan secara khusus. Analisis ini disebut
juga analisis tematik.
4. Analisis sarana tanda (sign-vehicle); prosedur yang mengklasifikan isi
menurut sifat psiko-fisik dari tanda.
2.2.5.1. Unit Analisis Isi
Unit analisis isi adalah sesuatu yang akan dianalisis. Jika survei, unit
analisis adalah individu atau kelompok individu, sedangkan analisis isi unit
analisisnya adalah teks, pesan atau medianya sendiri. Secara umum beberapa unit
analisis dalam analisis isi adalah :
Agar diperoleh ketegorisasi yang reliabel ( sejauh mana kategorisasi dapat
dipercaya atau dipercaya diandalakan bila digunakan untuk darin satu kali
mengukur fenomena yang sama), maka perlu dilakukan uji reliabilitas.
2.2.5.2. Definisi Operasional
Dalam analisis isi, validitas metode dan hasil-hasilnya sangat tergantung
dari kategori-kategori yang dibuat. Untuk mempermudah menganalisa isi media
yang akan diteliti, diperlukan kategorisasi. Yaitu:
Objektivitas pemberitaan adalah penyajian berita yang benar dan tidak
berpihak yang mengacu pada dimensi truth yakni sifat fakta ((Factualness). Ada
dua sifat fakta yaitu fakta sosiologis, berita yang bahan bakunya berupa peristiwa
kejadian nyata/factual.Fakta psikologis,berita yang bahan bakunya berupa
interpretasi subjektif(pernyataan /opini) terhadap fakta kejadian/gagasan.
Cek dan Ricek adalah mengkonfirmasi/menguji kebenaran dan ketepatan
Cover both sided adalah menyajikan dua/lebih gagasan/tokoh atau
pihak-pihak yang berlawanan secara bersamaan.
Pencampuran fakta dan opini adalah masuknya opini/pendapat pribadi
wartawan kedalam berita (fakta yang disajikan)
Kesesuaian judul dan isi: Substansi judul berita sesuai dengan isi/tubuh
berita.
Dramatisasi adalah penyajian fakta secara tidak proporsional sehingga
memunculkan kesan berlebihan (menimbulkan kesan ngeri,kesal, jengkel, senang
dan sejenisnya
2.2.6. Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak merupakan semua bentuk tindakan / perlakuan
menyakitkan secara fisik ataupun emosional, penyalahgunaan seksual,
penelantaran, ekploitasi komersial atau eksploitasi lainnya, yang mengakibatkan
cidera/kerugian nyata ataupun potensial terhadap kesehatan anak, kelangsungan
hidup anak, tumbuh kembang anak atau martabat anak, yang dilakukan dalam
konteks hubungan tanggungjawab.
1. Pengertian Kekerasan
Menurut WHO (WHO, 1999), kekerasan adalah penggunaan kekuatan
fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak. Kekuatan fisik dan kekuasaan harus dilihat
dari segi pandang yang luas mencakup tindakan atau penyiksaan secara fisik,
psikis/emosi, seksual dan kurang perhatian (neglected).
(http://www1.bpkpenabur.or.id/charles/orasi6a.htm).
Kekerasan dalam arti lain juga bisa diartikan sebagai penggunaan kekuatan