• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hutan kita Hama dan penyakit di depan Ma (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hutan kita Hama dan penyakit di depan Ma (1)"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

(disampaikan dalam FGD tentang Upaya Pengendalian Hama dan Penyakit di Hutan Tanaman di Wilayah Perhutani,

di Pusdikbang Perum Perhutani, Madiun, 3 Mei 2012)

HUTAN KITA: HAMA DAN PENYAKIT DI DEPAN MATA

Corryanti

Waka Puslitbang

A.Pengantar

Judul di atas bukan ingin membuat sensasi. Sangat disadari bahwa hama dan penyakit pada tanaman hutan kini hendaknya menjadi bagian prioritas pengelola dalam mengusahakan hutan tanaman. Kesadaran ini tidak diikuti dengan pemahaman, baik secara konsepsi, maupun aksi di lapangan, sehingga kondisi hutan tanaman kita tidak hanya bertambah terancam, tetapi semakin banyak menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Perum Perhutani dengan wilayah kelola seluas sekitar 2,4 juta hektar, berlokasi di pulau Jawa dan Madura, ditanami beragam jenis tanaman hutan, jati, pinus, kayu putih, sengon, dan seterusnya, yang diklasifikasikan atas kelas-kelas perusahaan, atau dewasa ini dikenal dengan cluster. Pemahaman hama dan penyakit dalam mengelola hutan adalah keniscayaan.

B.Pentingnya hama dan penyakit dalam pengelolaan hutan

Pengalaman menunjukkan, bahwa hama dan penyakit pada tanaman hutan menyerang tidak mengenal sfesifikasi. Hama menyerang di semua komoditas yang sedang diusahakan, dan penyakit terdapat baik pada tanaman jati, pinus, sengon, kayu putih, dan seterusnya. Sebarannya pun tak mengenal tempat, sehingga terdapat di hampir sudut wilayah pengusahaan hutan di Perum Perhutani dengan topografi yang beragam. Pengamatan menunjukkan serangan hama dan penyakit terjadi pada semua tahapan kegiatan pembuatan tanaman, dari mulai penyiapan benih, menyemai, membibitkan, tanaman muda di lapangan, bahkan pada tegakan-tegakan tua; tidak hanya sebatas pucuk, tetapi juga akar, batang, daun, dari memeranakan sampai mematikan tanaman.

Pemahaman ini menjadi semakin penting, karena banyak pertanaman gagal karena dampak serangan hama dan penyakit. Perhatikan kasus pinus, sengon, jati, gmelina, dan bahkan komoditas utama kita, yaitu jati. Banyak laporan hingga dewasa ini pun masih menyampaikan adanya serangan hama dan penyakit pada komoditas-komoditas utama kita, seperti jati, pinus, sengon, kayu putih, gmelina, mindi, dan akasia. Luasan dan lokasinya pun berkembang, lebih lanjut macam hama dan peyakitnya pun bervariasi.

Kepentingan 1. : Hama dan penyakit pun datang tak dapat diduga, dalam ragam maupun musim. Hal ini berkait erat dengan pola mengelola hutan yang dipraktikkan di lapangan. Serangan hama dan atau penyakit berkonsekuensi pada kesehatan tanaman secara individu dan kesehatan tegakan hutan. Kemampuan pengelola dalam mengidentifikasikan gejala dan tanda-tanda kerusakan (kesehatan) akan memberikan pengendaliannya secara dini. Padahal di lapangan sering terjadi keadaan seperti reduksi pertumbuhan, kehilangan biomasa, kondisi tajuk yang jelek dan ancaman kematian.

(2)

bertahannya. Lebih serius lagi, bahwa suhu yang tinggi memicu munculnya tipe serangga yang lebih beragam, populasi lebih tinggi karena siklus hidupnya lebih pendek.

Kepentingan 3.: Perkembangan serangga yang dinamis akibat perubahan iklim menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara populasi yang tumbuh dengan daya dukung habitatnya. Sumber pakan serangga terganggu, sehingga sediaannya pun menjadi terbatas, dan terjadilah ledakan populasi yang sebetulnya telah kehilangan tempat hidupnya. Masih ingat tentu dengan peristiwa ulat bulu yang menimbulkan heboh di seantero pulau Jawa beberapa waktu lalu? Serangan ulat bulu merupakan bentuk (respon) faktor eksternal maupun internal yang memengaruhi siklus hidup serangga, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara serangga dan inang.

Memahami 3 hal kepentingan di atas, maka ancaman hama dan penyakit bagi tanaman hutan adalah terjadinya ketidakseimbangan ekosistem hutan, karena kualitas tanaman secara individu maupun tegakan menurun, dan berdampak jangka pendek maupun jangka panjang mengalami produktivitas sumberdaya hutan yang menurun (rendah).

Laporan KPH kepada Puslitbang dewasa ini meliput komoditas cluster utama jati, pinus, kayu putih, sengon, dan gemelina, dapat kami tuturkan dalam Tabel 1.

C.Konsepsi pengelolaan hama dan penyakit pada tanaman hutan

Dalam mengelola hutan orang sering lebih melihat aspek produktivitas dan kelestarian tegakan sebagai aspek yang mengemuka. Namun, kegiatan perlindungan hutan, seperti menjaga tanaman dalam keadaan sehat dan bebas penyakit diabaikan dan diremehkan.

Terdapat konsep segitiga penyakit, yakni patogen-tanaman-lingkungan, maka unsur lingkungan sangat jelas dan tegas memengaruhi perkembangan penyakit. Penyakit sebagai produk dari patogen tidak akan pernah terjadi apabila unsur-unsur lingkungan tidak mendukung proses perkembangannya dalam berinteraksi dengan tanaman. Menurut konsep ini pula, patogen seganas apapun yang kemudian berinteraksi dengan tanaman inang, bila kondisi lingkungan tidak mendukung proses perkembangan penyakit, maka patogen tersebut tidak akan mampu menginfeksi tanaman dan tidak akan terjadi penyakit.

Tabel 1.

Jenis tanaman hutan, macam hama dan penyakit yang banyak dilaporkan di wilayah Perhutani

(3)

3. Kayu putih (Melaeuca cajuput) Rayap putih Gejala daun kuning 4. Sengon (Paraserianthes moluccana) Ulat Kantong & karat furu

Karat puru Ulat kantong 5. Gemelina (Gmelina arborea) Kepik renda

Kutu Kutu putih

Mati pucuk & batang mengering

Keterangan: Data luas berdasarkan laporan yang diterima Puslitbang sepanjang tahun 2011

Dalam pengertian lanjut, bahwa hama dan penyakit tidak mungkin serta merta diberantas dalam ekosistem yang dinamis, namun hama dan penyakit harus dikelola (pengelolaan hama dan penyakit). Pemahaman pengelolaan hama dan penyakit dalam kegiatan tanaman hutan meliput pada aspek menjaga keseimbangan ekosistem, melindungi tanaman dan mengendalikan terjadi kerusakan pada tanaman. Ketiga aktivitas tersebut saling bergayut satu dengan lainnya, dan merupakan siklus yang tidak berhenti, dengan demikian gangguan pada keseimbangan ekosistem akan mengganggu tanaman dan sulitnya melakukan pengendalian terhadap kerusakan tanaman.

Pendekatan pengelolaan hama dan penyakit dapat dilakukan melalui tiga cara menyesuaikan kondisi keparahan serangan hama dan penyakit yag terjadi, yaitu pendekatan pencegahan; pendekatan pengendalian; dan pendekatan pemberantasan. Pengelolaan hama dan penyakit dengan demikian adalah bagian dari proses mengelola hutan. Hasilnya belum tentu segera tampak, namun bila penanganannya tepat dampaknya pun akan lestari dan menjaga produktivitas sumberdaya hutan secara jangka panjang.

D.Upaya Puslitbang

Puslitbang sebagai lembaga mitra bagi manajemen dalam ranah penelitian dan pengembangan kini mulai ditoleh kipahnya dalam menghadapi ancaman hama dan penyakit tanaman hutan di lapangan. Aktivitas yang dilakukan oleh peneliti-peneliti hama dan penyakit Puslitbang berupa pendampingan dalam pemahaman tehadap hama dan penyakit; pengendalian secara preventif atau pemberantasan; serta membangun plot-plot uji coba untuk model pengendalian hama dan atau penyakit. Jenis tanaman hutan yang sudah disentuh dalam rangka ini adalah seperti penanganan hama kutu lilin pada pinus (plot uji di KPH Lawu, Bondowsi, Probolinggo, dan Pekalongan Timur), penanganan hama kepik pada gemelina (plot uji di KPH Semarang), penanganan hama ulat kantong pada tanaman sengon (plotr uji d KPH Kedu Selatan), penangaan hama rayap dan gejala daun kuning pada tanaman kayu putih (plot uji di KPH Madiun), penanganan benalu dan penyakit karat tumor pada tanaman sengon plot uji di KPH Kediri). Di Probolinggo, Puslitbang membangun sebuah plot uji dengan prinsip pengelolaan terhadap serangan hama kutu lilin, yaitu membangun hutan dengan keanekaragaman jenis, menyehatkan invidu dan tegakan hutan, serta menstimulasi muncul dan berkembangnya predator alami. Hingga saat ini pengamatan memasuki tahun kedua dan masih terus dipantau oleh Tim Peneliti. Hasil yang menjanjikan, bahwa pengelolaan dan pembangunan hutan tanaman secara intensif, terencana dan memerhatikan konsep ekosistem dan keanekaragaman tampaknya mampu melindungi tanaman dari serangan hama kutu lilin. Kita lihat saja, semoga plot ini bisa menjadi model yang meneladani.

E.Penutup

(4)

Artinya ketika tanaman mengalami gangguan hama dan penyakit, maka yang perlu dilakukan adalah menyehatkan tanaman. Kegiatan preventif atau pencegahan sebelum terjadi musibah akan lebih arif daripada kuratif atau mengobatinya. Akhirnya hendaknya kegiatan penanganan hama dan penyakit bisa menjadi prioritas pengelola.

Daftar Pustaka

Anonimus, 2008. Pedoman Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Hutan. Perum Perhutani. Jakarta.

Anonimus, 2008. Teknik Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Hutan. Puslitbang Perhutani, Cepu. Anonimus, 2011. Siklus Hama Berubah: Flora dan Fauna Indikator Perubahan Iklim. Harian Kompas,

15 Januari 2011.

Anonimus, 2011. Manfaatkan Musuh Alami Hama Pertanian. Harian Kompas, 22 Desember 2011. Anonimus, 2012. Serangan Tomcat Tanda Kerusakan Lingkungan. Harian Kompas, 21 Maret 2011. Noor, R.R., 2011. Invasi Ulat Bulu Suatu Musibah? Harian Kompas, 19 April 2011.

Kenya Forestry Research Institute, 1991. Exotic Aphid Pests of Connifers: A Crisis in African Forestry. Workshop Proceedings.

Gambar

Tabel 1.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengetahui bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dapat membantu perusahaan makanan dan minuman dalam menentukan bagaimana seharusnya

Kekuatan hukum peraturan Kepala daerah dalam hal ini Peraturan Bupati, diatur dalam ketentuan pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Tujuan penelitian adalahUntuk mengetahui bagaimana teknologi budidaya kentang yang dianjurkan oleh PPL di daerah penelitian, bagaimana tingkat adopsi petani terhadap

Pemberian infusa umbi bawang dayak secara oral dengan konsentrasi 10% selama 10 hari berturut-turut dapat memerbaiki struktur mikroanatomi testis jantan, dan meningkatkan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa niat pembelian konsumen akan tercipta dengan adanya kelompok acuan yang memberikan informasi dan saran yang dapat

Dasar pertimbangan pemilihan lokasi penelitian adalah Desa Sukorejo merupakan salah satu desa di Kabupaten Bondowoso yang merupakan sentra kopi Arabika sekaligus

melaporkan bahwa sampel daun jeruk baik Selayar maupun Siam yang bergejala CVPD akan menunjukkan pita DNA dengan ukuran 1160 bp pada hasil PCR yang berarti

Cara pendistribusiannya adalah dengan menampung lebih dulu pada tangki air (ground reservoir) yang terbuat dari beton dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan air pada