• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Terhadap Penggunaan Pest (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Penegakan Hukum Terhadap Penggunaan Pest (2)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Penegakan Hukum Terhadap Penggunaan Pestisida Kimia

pada Tanaman Bawang di Kabupaten Brebes

Nida Nur Hidayah

nidanurhidayah1@gmail.com

Abstrak

Kabupaten Brebes kini tercatat sebagai daerah pengguna pestisida pertanian tertinggi di Asia Tenggara, khususnya untuk tanaman bawang merah. Sejak lima tahun terakhir, petani di Brebes paling banyak memakai obat hama untuk tanaman bawang merah. Muhammad Furqon sebagai Kabid Sarana dan Prasarana, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Brebes mengungkapkan bahwa data dari Croplife tercatat nilai transaksi

pestisida di Brebes ini mencapai Rp350 miliar per tahun. Tingginya pemakaian pestisida di Kabupaten Brebes itu dipicu karena kurangnya edukasi tentang bahaya penggunaan pestisida berlebihan dan perilaku para petani yang khawatir akan gagal panen jika tidak menggunakan pestisida. Mereka menginginkan peningkatan hasil pertanian, tanpa memedulikan dampak negatifnya bagi kesehatan dan lingkungan sekitar. Pemakaian pestisida yang berlebih tanpa perhitungan yang cermat mengakibatkan masyarakat Brebes terserang penyakit gondok hal itu disebabkan pestisida mengandung toksik yang berbahaya bagi kesehatan. Padahal selama ini penyakit gondok

diidentikan dengan akibat kekurangan yodium. Dari hasil penelitian, terungkap ada korelasi penyakit gondok dengan pestisida, zat dalam pestisida mampu mempengaruhi hormone tiroid, hingga membuat kalenjar tiroid membesar karena sangat aktif untuk memproduksi hormone tiroid yang kadarnya rendah. Penggunaan pestisida berlebihan terhadap tanaman khususnya bawang merah juga dapat menurunkan kesuburan lahan pertanian, sehingga menyebabkan produktivitas panen bawang merah berkurang. Padahal bertani merupakan mata pencaharian utama mayoritas penduduk Kabupaten Brebes terutama pada tanaman bawang. Jika ini dibiarkan tanpa adanya penyelasaian maka akan timbul masalah-masalah lainnya.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pestisida adalah zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan, transportasi, atau pemasaran bahan pertanian (termasuk hasil hutan, hasil perikanan, dan hasil peternakan). Istilah ini juga mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, merontokkan daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokkan buah, dan sebagainya yang berguna untuk mengendalikan hama dan memitigasi efek dari keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen.

Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan famili senyawa kimianya. Famili senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Para petani di Kabupaten Brebes r ata-rata menggunakan pestisida jenis klorpirifos (insektisida golongan organosfat) dan mancozeb (fungisida golongan karbamat).

Pestisida digunakan untuk mengendalikan keberadaan hama yang diyakini membahayakan, contohnya nyamuk yang dapat membawa berbagai penyakit mematikan seperti malaria. Pestisida juga dapat membasmi hewan yang mampu menyebabkan alergi seperti lebah, tawon, semut, dan sebagainya. Selain itu insektisida juga digunakan pada sektor peternakan untuk mencegah kehadiran serangga yang mampu menularkan penyakit dan menjadi parasite hewan ternak. Pestisida juga berguna dalam pengawetan makanan, seperti mencegah tumbuhnya jamur pada bahan pertanian dan mencegah serta membunuh tikus yang biasa memakan hasil pertanian yang disimpan. Herbisida juga digunakan dalam transportasi seperti membunuh gulma di pinggir jalan dan trotoar. Tumbuhan dan hewan invasif juga dapat ditanggulangi dan dicegah dengan pestisida. Herbisida dan algasida telah digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan alga dan tumbuhan air di perairan. Hama seperti rayap dan jamur dapat merusak struktur bangunan yang terbuat dari kayu.

(3)

bagi lingkungan sekitar dan bagi kesehatan para petani dan masyarakat yang mengonsumsi hasil pertanian.

Contohnya, seperti pada kasus ini Kabupaten Brebes tercatat sebagai pengguna pestisida pertanian tertinggi di Asia Tenggara khususnya untuk tanaman bawang merah. Dampak negatifnya sebagian penduduk Kabupaten Brebes terjangkit penyakit gondok akibat mengonsumsi bawang merah tersebut. Selain itu dampak bagi petani yang menggunakan pestisida dapat menyebabkan efek akut dan jangka panjang karena paparan pestisida yang digunakan tersebut. Efeknya sangat beragam, mulai dari iritasi pada kulit dan mata hingga efek yang lebih mematikan yang mempengaruhi kerja syaraf, mengganggu sistem hormon reproduksi, dan menyebabkan kanker. Serta tingkat kesuburan lahan pertanian di Kabupaten Brebes semakin menurun. Jika perilaku petani yang menginginkan peningkatan hasil pertanian tanpa mempedulikan dampak negative yang ditimbulkan oleh pestisida tersebut terus berlanjut maka akan merusak lingkungan hidup di Kabupaten Brebes.

1.2 Kronologi Kasus

Pada kasus ini terjadi karena para petani sudah terbiasa dengan perilaku mengambil jalan pintas cepat dengan mengandalkan pestisida untuk

membasmi hama tanaman khususnya tanaman bawang. Tidak tanggung-tanggung bahkan jika hama dan pengganggu tanaman tersebut belum juga lenyap dari tanaman, maka kadar penggunaan pestisida bisa dinaikkan oleh para petani. Hal inilah yang membahayakan kesehatan dan keberlangsungan lingkungan hidup di sekitarnya. Para petani tidak mau mengambil resiko jika panen hasil pertaniannya gagal dan mendapatkan rugi.

Pada awalnya manusia membunuh hama dengan cara yang sederhana yaitu dengan cara fisik dan mekanik sebagai bentuk reaksi pertahanan alami manusia. Namun seiring berkembangnya ilmu dan teknologi serta dengan semakin luasnya lahan pertanian dan semakin bertambahnya jumlah pendu-duk, maka cara-cara sederhana tersebut sudah tidak efektif lagi dalam membendung peningkatan populasi dan keganasan hama. Akhirnya para petani beralih menggunakan cara bercocok tanam penggunaan jenis tanaman yang tahan terhadap hama parasitoid dan predator, dan penggunaan bahan kimia organik.

Ternyata penemuan produk pestisida oleh para ahli menunjukan keberhasilan yang memuaskan karena efektif sekaligus efesien dalam mengendalikan hama tanaman dibandingkan cara-cara pengendalian

sederhana dan mekanis yang dilakukan sejak dahulu. Setelah tahun 1950-an penggunaan pestisida di sektor pertanian semakin tinggi dan industri pestisida berkembang sangat cepat sehingga menjadi industri yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik di banyak negara. Para petani beranggapan bahwa kunci dari keberhasilan dalam hasil panen pertanian itu terletak dari penggunaan produk pestisida. Semakin banyak takaran pestisida yang digunakan, maka semakin baik pula karena produksi hasil pertanian menjadi semakin meningkat. Paradigma tersebut membuat para petani salah kaprah, menggunakan

pestisida sesukanya tanpa menaati aturan pakai takaran yang dijelaskan pada kemasan produk. Salah satunya pada daerah Kabupaten Brebes.

Kemudian setelah penelitian yang membuktikan efek samping dari

(4)

pence-maran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) dan

sebagainya (Sa’id, 1994).

Maka kasus ini perlu penanganan yang serius untuk keberlangsungan lahan pertanian dimasa yang akan datang. Para petani juga sudah secara perlahan mulai merasakan dampak penggunaan pestisida dalam pertaniannya. Produksi memang bisa dipacu dengan penggunaan pestisida dan zat kimia berbahaya lainnya. Tapi sampai kapan tanah bisa bertahan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan ini. Jika alih fungsi lahan pertanian terjadi itu merupakan ancaman tterhadap pencapaian ketahanan dan kedaulatan pangan karena merupakan implikasi dari kesejahteraan masyarakat pertanian dan perdesaan yang bergantung pada lahannya. Ancaman terhadap ketahanan pangan telah mengakibatkan Indonesia harus sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, maka memunculkan kerisauan akan terjadi rawan pangan pada masa yang akan datang.

Selain itu penggunaan pestisida berlebihan ini sangat berdampak

terhadap kesehatan. Setiap hari ribuan petani dan para pekerja dipertanian di-racuni oleh pestisida oleh pestisida dan setiap tahun diperkirakan jutaan orang yang terlibat dipertanian menderita keracunan akibat penggunaan pestisida. Dalam beberapa kasus keracunan pestisida, petani dan pekerja di pertanian lainnya terkontaminasi (terpapar) pestisida pada proses mencampur dan me-nyemprotkan pestisida ke lahan pertaniannya atau perkebunan.

Menurut Natural Resources Defenns Council (NRDC) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya disebabkan tercemar pestisida kimia Akhirnya seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta gencarnya kampanye pemerintah tentang pola hidup sehat dan bahanya pestisida bagi kesehatan. Maka kini masyarakat mulai beralih mengonsumsi produk hasil pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida.

1.3 Rumusan Masalah

1. Bagaimana upaya pemerintah dalam menegakan hukum untuk melindungi keselamatan manusia

dan sumber-sumber kekayaan alam dan supaya pestisida dapat digunakan secara efektif sesuai

aturan yang berlaku?

2. Apakah ada alternatif lain supaya para petani tidak hanya mengandalkan pestisida kimia untuk

melindungi hasil pertaniannya dari hama yang mengganggu tanaman? BAB II

PEMBAHASAN

Upaya pemerintah dalam menegakan hukum untuk melindungi

(5)

Upaya pemerintah dalam menegakan hukum untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam dan supaya

pestisida dapat digunakan secara efektif sesuai aturan yang berlaku dimulai dari melakukan perbaikan pada perangkat hukum. Pada awalnya pemerintah mengeluarkan peraturan UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup, tetapi karena peraturan tersebut hanya mengatur hak yang pokok-pokok saja maka kemudian dignatikan dengan peraturan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Seiring berjalannya waktu dan dengan semakin meningkatnya pelaksanaan pembangunan

menyebabkan semakin meningkat dampaknya terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu perlu upaya pengendalian dampak lingkungan hidup dengan melakukan pengawasan agar masyarakat menaati peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup sehingga setelah berjalan kurang lebih 12 tahun UU No. 23 Tahun 1997 diperbarui dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Kedua pergantian peraturan tersebut merupakan perbaikan peraturan-peraturan sebelumnya agar sesuai dengan keadaaan zaman dengan mengikuti perkembangan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.1

Lalu lebih khusus supaya Pestisida dapat digunakan secara efektif maka Pemerintah membuat ketentuan tentang Pestisida di Indonesia diatur dalam peraturan perundangan seperti:

a) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman

b) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Pengadaan,

Peredaran dan Penggunaan Pestisida

c) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 45/Permentan/SR.140/10/2009, Tentang Syarat

dan Tatacara Pendaftaran Pestisida; dan

d) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 42/Permentan/SR.120/5/2007, Tentang

Pengawasan Pestisida.

Amanat dari peraturan-peraturan tersebut adalah bahwa Pestisida yang beredar, disimpan dan digunakan adalah Pestisida yang telah terdaftar dan mendapat izin dari Menteri Pertanian, memenuhi standar mutu, terjamin efektivitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan hidup serta diberi label.

Pada Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 Tentang Perlindungan Tanaman, diamanatkan bahwa penggunaan Pestisida dalam rangka

pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah merupakan alternatif terakhir, dan dampak negatif yang timbul harus ditekan seminimal mungkin serta dilakukan secara tepat guna.

Pengendalian hama dengan pestisida harus berdasarkan Nilai Ambang Pengendalian (AP) atau Ambang Ekonomi (AE). Cara-cara petani dalam mengambil keputusan berdasarkan ambang pengendalian atau ambang

ekonomi dilakukan melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu/SLPHT. 1. Menggunakan Pestisida Yang Terdaftar Dan Diijinkan Menteri Pertanian. 2. Menggunakan Pestisida Sesuai Dengan Jenis Komoditi Dan Jenis

Organisme Sasaran Yang Diijinkan.

3. .Memperhatikan Dosis Dan Anjuran Yang Tercantum Pada Label.

(6)

4. Memperhatikan Kaidah – Kaidah Keselamatan Dan Keamanan Penggunaan Pestisida

Menguatkan komitmen Negara dalam mengatasi persoalan lingkungan hidup tidak cukup jika hanya dengan legalisasi lingkungan hidup dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah. Terlebih masa jabatan pemerintah yang sangat singkat dan mudahnya dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang dan kebijakan pemerintah lainnya. Maka perlu optimalisasi peran pemerintah dan legislative dalam rangka menghasilkan peraturan berbasis lingkungan (green legislation). Dengan cara tersebut akan mempercepat implementasi tata kelola pemerintahan daerah yang baik.2 Serta

tidak terlepas oleh kesadaran dan partisipasi masyarakat tentang kepedulian pada lingkungan hidup yang mereka tinggali.

Sudah saatnya kini pemerintah bergeser ke paradigma baru yang lebih komprehensif dan mengutamakan nilai-nilai keadilan lingungan, yang disebut paradigma holistik-ekologis. Penegakkan hukum lingkungan dalam paradigma ini berlandaskan pada tiga prisip dasar. Pertama, menggunakan semua

instrument hukum, terutama hukum administrasi, pidana dan perdata secara komprehensif. Kedua, mengutamakan keberlanjutan ekologi daripada

kepentingan lainnya. Ketiga, tidak sekedar untuk menegakkan peraturan atau undang-undang, tetapi menegakan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.3

Kemudian daerah Kabupaten Brebes diberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya. HM Syafingi (2012: 137) menarik kesimpulan sebagai berikut: Daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan

pemerintahan diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dengan Undang-Undang (Politik luar negeri, pertahanan,keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama). Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk member pelayanan, peningkatan peran serta,

prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sehingga penanganan kasus penggunaan pestisida berlebih ini dapat segera terselesaikan.

Alternatif lain pengganti pestisida kimia bagi para petani untuk

melindungi hasil pertaniannya dari hama yang mengganggu tanaman Alternatif bagi para petani agar tidak ketergantungan oleh pestisida ialah dengan beralih ke konsep pertanian organik. Pertanian organik merupakan pertanian berkelanjutan dengan masukan teknologi rendah (LISA) yang

membatasi ketergantungan pada pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Petani organik bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Para petani juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan “kembali ke alam”.4

2 I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, “Green Constitution sebagai Penguatan Norma Hukum Lingkungan dan Pedoman Legal Drafting Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia”. Yustisia Jurnal Hukum. Vol. 1 No. 1, April 2011, 75.

(7)

Dalam sistem pertanian organik, penggunaan pestisida berbahan kimia sintetis dilarang. Sebagai gantinya, digunakan produk pestisida nabati. Seiring dengan munculnya dampak negatif penggunaan pestisida kimia sintetis

terhadap kesehatan lingkungan, Tren penggunaan pestisida di dunia sudah mengarah ke pestisida alami sehingga pemanfaatan tumbuhan sebagai pestisida nabati pun mulai dilirik. Hal ini ditunjang oleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pestisida nabati cukup efektif dan ramah lingkungan. Banyak petani yang mulai beralih ke kearifal lokal, dengan memanfaatkan tumbuhan sebagai pestisida, atau dikenal dengan pestisida nabati. Beberapa formula pestisida nabati yang terbukti manjur untuk mengendalikan OPT telah diproduksi dan sebagian diekspor ke negara tetangga.

Kesejahteraan suatu bangsa yang makin baik akan meningkatkan kebutuhan, baik kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah makanan yang berkualitas, sehat, dan aman dikonsumsi, termasuk bebas dari cemaran bahan kimia beracun seperti pestisida. Untuk menghasilkan pangan sehat dan aman (toyiban food), antara lain dapat dilakukan melalui pengembangan pertanian organik, yang melarang penggunaan pestisida kimia sintetis dan menggantinya dengan pestisida nabati dan cara-cara pengendalian alami lainnya. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan pestisida nabati yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan.

BAB III KESIMPULAN

Seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi penelitian membuktikan efek samping dari pestisida kimia, ternyata tidak semua mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah. Akumulasi residu

pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti gondok,kanker, mutasi, bayi lahir cacat,dll.

Upaya pemerintah dalam menegakan hukum untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam dan supaya

pestisida dapat digunakan secara efektif sesuai aturan yang berlaku dimulai dari melakukan perbaikan pada perangkat hukum. Pemerintah memperbarui peraturan dengan mengeluarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH). Lalu lebih khusus supaya

Pestisida dapat digunakan secara efektif maka Pemerintah membuat ketentuan tentang Pestisida di Indonesia yang diatur dalam peraturan perundangan.

Selain legalisasi lingkungan hidup dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah, perlu adanya optimalisasi peran pemerintah dan legislatif dalam rangka menghasilkan peraturan berbasis lingkungan (green legislation). Kemudian sudah saatnya kini Pemerintah

bergeser ke paradigma baru yang lebih komprehensif dan mengutamakan nilai-nilai keadilan lingkungan, yang disebut paradigma holistik-ekologis. Dengan cara tersebut akan mempercepat implementasi tata kelola pemerintahan daerah yang baik. Serta tidak terlepas oleh kesadaran dan partisipasi

(8)

pertanian lainnya. Beralih dari pestisida kimia menjadi menggunakan produk pestisida nabati. Pengembangan pertanian organik untuk menghasilkan pangan sehat dan aman (toyiban food) merupakan peluang bagi

pengembangan pestisida nabati yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan.

Pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan Pemerintah, oleh karena itu masyarakat baik secara perorangan ataupun berkelompok perlu memahami usaha perlindungan tanaman sehingga mampu mengambil keputusan dan tindakan yang tepat dan sedini mungkin untuk menanggulangi serangan organisme pengganggu tumbuhan pada tanaman, sehingga tidak berkembang menjadi eks-plosi.

DAFTAR PUSTAKA

Supramono, Gatot. 2013. Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Handayani, I Gusti Ayu Ketut Rachmi. 2011. “Green Constitution sebagai Penguatan Norma Hukum Lingkungan dan Pedoman Legal Drafting Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia” dalam Yustisia Jurnal Hukum Volume 1 (hlm. 75). Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Akib, Muhammad. 2014. “Pergeseran Paradigma Penegakan Hukum Lingkungan Dari Mekanistik-Reduksionis Ke Holistik-Ekologi” dalam Masalah-Masalah Hukum Volume 43 (hlm. 130). Semarang: Fakultas Hukum Universitas Dipenogoro.

Sutanto, Rachman. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.

Syafingi, Habib Muhsin. 2012. Internalisasi Nilai-Nilai Hukum Islam dalam Peraturan Daerah “Syariah” di Indonesia. Vol. 7 Nomor 2, Juli 2012. Diambil dari: http://scholar.googleusercontent.com/scholar?

(9)

SCAN KASUS PESTISIDA KIAN MENGKHAWATIRKAN

Nama Koran: Spektrum

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada santriwati pondok pesanteren Islam Al-Muslimun Sekijang ini membuktikan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan

Besarnya penurunan untuk 2 Tiang dan 3 Tiang memiliki hasil yang sama untuk model material Mohr Coulomb dengan analisa manual, tetapi untuk 4 Tiang, 6 Tiang, dan 8

Setelah itu sistem pada pintu parkir akan melakukan dekripsi pada kode yang dibaca, hasil dari dekripsi berupa data identitas pengguna yang selanjutnya akan dilakukan

Berdasarkan Sub Masalah terdapat perbedaan hasil belajar kelas eksperimen dengan kelas kontrol Berdasarkan perhitungan SPSS versi 16 menunjukkan signifikansi (2

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penguasaan aspek mekanis bahasa Indonesia baku dengan

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions.. Start

Adapun faktor pendukung yaitu lulusan dari SD Djama’atul Ichwan cukup banyak sehingga mampu dikenal masyarakat luas dan faktor penghambat terdapat aturan dinas dengan

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:297) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif