• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Rawat Inap Di Kota Medan : Studi Kasus Puskesmas Helvetia, Medan-Deli, Dan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas Rawat Inap Di Kota Medan : Studi Kasus Puskesmas Helvetia, Medan-Deli, Dan Belawan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar tewujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal (Kemenkes, 2004).

Keberhasilan pembangunan kesehatan berperan penting dalam meningkatkan mutu dan daya saing manusia Indonesia. Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu. Puskesmas adalah penanggungjawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama (Kemenkes, 2004).

(2)

2

Puskesmas sebagai tempat dilakukannya pelayanan kesehatan yang terdepan sesuai dengan prinsip puskesmas adalah menciptakan paradigma sehat, pertanggungjawaban wilayah, kemandirian masyarakat, pemerataan, teknologi tepat guna dan keterpaduan dan kesinambungan (Permenkes, 2014b).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 30 tahun 2014 tentang Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas di buat dengan tujuan meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (Permenkes, 2014a). Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes, 2014a).

Selama ini penerapan dan pelaksanaan upaya kesehatan dalam kebijakan dasar puskesmas yang sudah ada sangat beragam antara daerah satu dengan daerah lainnya, namun secara keseluruhan belum menunjukkan hasil yang optimal (Permenkes, 2014b).

(3)

3

pelayanan puskesmas di Indonesia khususnya puskesmas di daerah masih jauh dari harapan para pasien. Minimnya pelayanan kesehatan di puskesmas seperti waktu tunggu yang lama, antrean yang terlalu panjang, kapasitas dokter dan sarana prasarana kesehatan dinilai masih cukup minim. BPKN melakukan riset di 15 Puskesmas di 15 Kabupaten/Kota di Indonesia (detikNews, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana penerapan standar pelayanan kefarmasian di tiga puskesmas rawat inap di kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sejauh mana penerapan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas Helvetia, Puskesmas Medan-Deli dan Puskesmas Belawan.

1.3 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penerapan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas Helvetia, Puskesmas Medan-Deli dan Puskesmas Belwan adalah kurang.

1.4 Tujuan Penelitian

(4)

4 1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian dasar untuk langkah-langkah pembinaan ke depan dalam peningkatan mutu serta efisiensi pelayanan kefarmasian di puskesmas.

1.6 Kerangka Penelitian

Penelitian ini mengevaluasi faktor-faktor yang berkaitan dengan pelayanan kefarmasian terhadap penerapan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 30 tahun 2014 sebagai dasar dalam pengembangan puskesmas di masa mendatang. Penerapan pelayanan kefarmasian di puskesmas merupakan variabel bebas yang terdiri dari empat garis besar yaitu bagian I adalah data dasar puskesmas yang terdiri dari nama puskesmas, jenis puskesmas, alamat puskesmas, kabupaten/kota, provinsi, nama kepala puskesmas, nama apoteker, nomor STRA/STRTTK, nomor SIPA/SIKTTK, jumlah apoteker, jumlah tenaga teknik kefarmasian, jumlah tenaga non kefarmasian.

Bagian II yang terdiri dari 2 garis besar, pertama, kebijakan pelayanan kefarmasian dan parameter yang diukur penanggung jawab apotek, instalasi farmasi tercantum pada struktur organisasi puskesmas, dan tersedianya kartu stok di gudang. Kedua, pelayanan farmasi dan parameter yang diukur penggunaan lembar resep, pengkajian resep, peracikan obat, penyerahan obat dan ronde/visite pasien.

(5)

5

obat, fasilitas penyimpanan narkotika/psikotropika, fasilitas penyimpanan bahan berbahaya/mudah terbakar, fasilitas penyimpanan gas medik, ruang peracikan obat, peralatan peracikan obat, fasilitas ruang tunggu, fasilitas ruang PIO/konseling, fasilitas pengarsipan, sistem penyimpanan obat di gudang, data penilaian capaian kinerja pengelolaan, keamanan penyimpanan obat di gudang, dan jenis obat generik sesuai dengan kebutuhan. Kedua, Standar Operasional Prosedur (SOP) yang terdiri dari pengelolaan sediaan farmasi, parameter yang diuji perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan pelaoran pengarsipan, pemantaun beserta evaluasi. Ketiga, administrasi umum dan parameter yang diuji pencatatan dan pengarsipan pelaporan narkotika dan psikotropika, pencatatan dan pengarsipan pelaporan keluar masuk obat dan perbekalan kesehatan, pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil pemantauan terapi obat. Keempat, pelayanan farmasi yang terdiri dari penulisan resep, pengkajian resep, tanpa persediaan obat racikan lebih dari satu hari, tanpa penggunaan blender sebagai alat racikan, penyerahan obat disertai etiket, apoteker memberikan informasi kepada pasien, pemberian informasi yang terdokumentasi, apoteker melaksanakan konseling yang terdokumentasi, pelaksanaan home pharmacy care, melakukan MESO, pendokumentasian medication error. Ke-empat,

(6)

6

Kelima, evaluasi yang terdiri dari, sumber daya manusia, pengelolaan sediaan farmasi, pelayanan farmasi klinik, pengukuran capaian pelayanan dan menindaklanjuti hasil evaluasi.

Bagian IV yang terdiri dari jumlah apoteker yang mengikuti kursus/pelatihan farmasi klinik dalam 3 (tiga) tahun terakhir dan jenis pelatihan yang diikuti. Sedangkan variabel terikatnya adalah capaian penerapan standar pelayanan kefarmasian di puskesmas yang dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas

a. Data dasar

b. Kebijakan pelayanan kefarmasian c. Pelayanan farmasi

d. Kelengkapan fasilitas(alat dan ruang)

e. Standar Operasional Prosedur (SOP)

f. Administrasi umum g. Pelayanan farmasi klinik h. Evaluasi

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa sistem akuntansi penjualan kredit pada Perusahaan Pertenunan Santa Maria belum baik, terlihat dari dari adanya perangkapan tugas

kebidanan komperehensif pada kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru.

4.1 Norma yang dipakai untuk menyusun kompetensi ini adalah bahwa broker properti dalam bekerja memenuhi standar layanan yang tinggi kepada konsumen untuk jual-beli-sewa

Menurut Moleong (2014: 11) metode deskriptif kualitatif merupakan laporan penelitian yang berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan gambaran penyajian laporan

Salah satunya adalah aplikasi Game Catur Jawa yang dibuat dengan menggunakan JavaScript 1.5 yang dapat dipelajari dengan mudah, sehingga bagi yang tidak mempunyai keahlian dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan analisis data secara statistik dapat disimpulkan bahwa sifat fisik tablet parasetamol yang dihasilkan dengan

Dalam menguji model RFM ini, peneliti menggunakan data histori Perusahaan Distributor PT.Cendana Perdana Perkasa di Pekanbaru yang bergerak dibidang penjualan