BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Gizi
2.1.1. Definisi
Nutrisi adalah proses pencernaan, absorbsi, distribusi, dan metabolisme nutrien, serta ekskresi zat sisa yang tidak dibutuhkan tubuh. Nutrien adalah zat kimia yang ada dalam makanan dan digunakan tubuh untuk menghasilkan energi, mendukung pertumbuhan, dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta
mengurangi resiko terserang penyakit. Nutrien terdiri atas makronutrien dan mikronutrien. Makronutrien adalah lemak, protein, dan karbohidrat yang dibutuhkan dalam proses fisiologis tubuh sedangkan mikronutrien adalah vitamin dan mineral yang walaupun hanya dalam jumlah yang kecil tetap diperlukan tubuh (Rolfes, Pinna & Whitney, 2012).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi dan dibedakan atas gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2009). Malnutrisi diakibatkan oleh kelebihan atau kekurangan nutrien yang menyebabkan ketidakseimbangan nutrien. Undernutrition adalah keadaan kekurangan nutrien seperti underweight, stunting, dan wasting sedangkan
overnutrition adalah keadaan kelebihan nutrien (Rolfes, Pinna & Whitney, 2012).
2.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 2.1.2.1.Faktor Primer
2.1.2.2.Faktor Sekunder
Berat badan lahir rendah memiliki resiko terjadinya gizi kurang dan lebih mudah terserang penyakit (Sultan, 2014).
Semua faktor yang menyebabkan zat - zat gizi tidak sampai di sel - sel tubuh setelah makanan dikonsumsi, terdiri atas:
a) Faktor yang menyebabkan gangguan pencernaan, seperti gigi-gerigi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna, dan kekurangan enzim.
b) Faktor yang menganggu absorpsi zat gizi, seperti adanya parasit,
penggunaan laksan/obat pencuci perut, dan sebagainya.
c) Faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat gizi, seperti penyakit hati, diabetes melitus, kanker, penggunaan obat-obat tertentu, minuman beralkohol, dan sebagainya.
d) Faktor yang mempengaruhi ekskresi, seperti yang menyebabkan banyak kehilangan zat gizi yaitu banyak kencing (polyuria), banyak berkeringat, dan penggunaan obat-obat (Almatsier, 2009).
2.1.3. Masalah Kesehatan Akibat Malnutrisi 2.1.3.1.Gizi Lebih
Gizi lebih menyebabkan kegemukan dan obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak (Almatsier, 2009). Anak yang gemuk meningkatkan resiko terjadinya obesitas di masa dewasa. Komplikasi dari kegemukan dari anak-anak dapat berlanjut hingga usia dewasa dan menyebabkan berbagai penyakit komorbid (Gahagan, 2011).
Tabel 2.1. Penyakit Komorbid Akibat Obesitas Kardiovaskuler Dislipidemia dan Hipertensi
Endokrin Diabetes melitus tipe 2, sindrom metabolik, dan Polycystic
ovary syndrome
Gastrointestinal Penyakit kantung empedu dan Nonalcoholic fatty liver disease
Neurologis Pseudotumor cerebri
Ortopedi/Tulang Blount disease (tibia vara), gangguan muskuloskeletal, dan Slipped capital femoral epiphysis
Psikologikal Gangguan sifat (Behavioral Complication) Paru–paru Asma dan Obstructive Sleep Apnea
Sumber : Gahagan, 2011
2.1.3.2.Gizi Kurang
Pada anak balita, resiko gizi kurang meningkat seiring dengan kebutuhan nutrisi dan nafsu makan yang berkurang serta muncul sifat memilih –milih makanan (Gahagan, 2011). Akibat gizi kurang dapat menyebabkan terganggunya:
a) Pertumbuhan
Kekurangan makronutrien menyebabkan anak pendek dan berat badan rendah (Black & Dewey, 2014). Selain itu, kekurangan protein sebagai zat pembakar menyebabkan otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok.
b) Produksi tenaga
Energi dibutuhkan anak untuk keperluan metabolisme basal,
pertumbuhan, dan aktifitas (Soetjiningsih & Suandi, 2008). c) Pertahanan tubuh
Sistem imunitas dan antibodi berkurang sehingga mudah terserang penyakit seperti pilek, batuk, dan diare. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada anak (Almatsier, 2009).
d) Struktur dan fungsi otak
neurotransmitter, dan pemeliharaan jaringan otak (Prado & Dewey,
2012). Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara permanen yang akan berpengaruh pada perkembangan anak.
e) Perilaku
Anak yang kekurangan gizi menunjukkan perilaku tidak tenang, mudah tersinggung, cengeng, dan apatis (Almatsier, 2009).
2.1.4. Penilaian Status Gizi Anak 2.1.4.1.Cara Penilaian Status Gizi Anak
a) Penilaian asupan makanan
Untuk evaluasi kuantitatif asupan makanan digunakan riwayat asupan makanan 3 - 5 hari. Metode ini menunjukkan asupan makanan sehari – hari sehingga dapat dinilai defisiensi nutrien dari asupan makanannya ataupun hubungan antara makanan dengan kondisi tubuh (Kleinman & Greer, 2014).
Metode yang paling akurat dalam memperkirakan total asupan energi pada anak usia 4 – 11 tahun adalah 24 - hour multiple pass recall (Burrows, Martin & Collins. 2014).
Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah taraf konsumsi zat–zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua orang sehat (Almatsier, 2009). Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat, dan Air
Inspeksi berguna untuk menilai perubahan tubuh yang signifikan seperti edema, dehidrasi, lemak subkutan yang berlebih atau tidak adekuat, dan massa otot. Selain itu, dilakukan penilaian gejala klinis dari defisien nutrien tertentu namun gejalanya tidak spesifik/khas.
c) Penilaian pertumbuhan
Pengukuran antropometri digunakan untuk menilai pertumbuhan. • Pengukuran panjang badan dan tinggi badan
Untuk anak diatas 2 tahun diukur tinggi badan dengan stadiometer,
microtoise, dan tinggi duduk. Untuk anak > 2 tahun, pada saat
pengukuran anak melepas alas kaki, berdiri tegak dengan kedua telapak kaki membentuk sudut 60 derajat, dan menghadap kedepan. • Pengukuran berat badan
Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan elektronik/injak. Pada saat pengukuran, pastikan alat ukur pada angka 0, anak memakai baju dalam (minimal) dan melepas alas kaki.
• Lingkar lepala
Lingkar Kepala digunakan untuk menilai pertumbuhan otak dan untuk mendeteksi hidrosefalus. Pengukuran dari supraorbital ridges mengelilingi kepala melewati occipital. Batas penggunaan parameter ini adalah lahir–3 tahun.
• Body Mass Index (BMI) dan lingkar lengan atas
BMI dihitung dengan cara berat badan dibagi kuadrat tinggi badan (kg/cm2). Lingkar lengan atas sebagai indikator pertumbuhan jaringan lunak (otot, tendon, dan ligamen). Pengukuran dilakukan di tengah acromion (bahu) dan olecranon (siku) (Kleinman & Greer, 2014).
d) Komposisi tubuh
Memberikan informasi tentang fat (lemak), lean mass, dan kompartemen jaringan tulang. Lemak sebagai indikator cadangan energi, gizi kurang, dan gizi lebih. Lean mass terdiri dari organ dan otot rangka sebagai indikator kadar protein dalam tubuh. Tulang sebagai tempat penyimpanan kalsium dan pertumbuhan tulang pada masa balita penting sebagai indikator kesehatan rangka tubuh. Namun, berbagai metode penilaian komposisi tubuh belum standarisasi.
e) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk status gizi adalah pemeriksaan status darah (hematokrit dan hemoglobin) dan protein (kadar albumin, protein
visceral yang disintesis hati, asam amino esensial, 3-methyl histidine,
kreatinin, dan hydroxyproline). Pemeriksaan nutrien spesifik berguna untuk menilai status gizi seseorang, tapi kegunaanya terbatas karena variasi nilai normal dan metode penilaian yang sulit (Kleinman & Greer, 2014).
Secara global, untuk menilai status gizi di tingkat populasi direkomendasikan penilaian pertumbuhan dengan menggunakan pengukuran antroprometri yaitu tinggi badan dan berat badan (Batubara, 2005).
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik z-score standar pertumbuhan WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun (Sjarif et al., 2011).
2.1.4.2.Interpretasi Status Gizi
Tabel 2.3. Penentuan status gizi menurut kriteria WHO 2006
Status Gizi BB/TB WHO 2006
Obesitas >+3 SD
Overweight >+2 hingga +3 SD
Normal +2 SD hingga -2 SD
Gizi kurang <-2 SD hingga -3 SD
Gizi buruk <-3 SD
Sumber : WHO, 2006
2.2. Perkembangan Anak 2.2.1. Definisi
Perkembangan merupakan sederetan perubahan fungsi organ tubuh yang berkelanjutan, teratur, dan saling berkait. Perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan. Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ yang dipengaruhinya, yang meliputi perkembangan sistem neuromuskular, bicara, emosi, dan sosial (Suganda, 2008).
2.2.2. Ciri–Ciri Perkembangan Anak a) Perkembangan melibatkan perubahan
Karena perkembangan terjadi bersamaan dengan pertumbuhan, maka setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi.
b) Perkembangan awal menentukan pertumbuhan selanjutnya
Seseorang tidak akan bisa melewati satu tahap perkembangan, sebelum ia melewati tahapan sebelumnya. Perkembangan awal ini merupakan masa kritis karena akan menentukan perkembangan selanjutnya.
c) Perkembangan mempunyai pola yang tetap
i. Perkembangan terjadi terlebih dahulu di daerah kepala, kemudian menuju arah kaudal. Pola ini disebut pola sefalokaudal.
ii. Perkembangan terjadi terlebih dahulu di daerah proksimal (gerakan kasar) lalu ke bagian distal seperti jari – jari yang mempunyai kemampuan dalam gerak halus. Pola ini disebut proksimodistal.
d) Perkembangan memiliki tahap yang berurutan
Tahap ini dilalui seorang anak mengikuti pola yang teratur dan berurutan, tahap-tahap tersebut tidak bisa terjadi terbalik.
e) Perkembangan mempunyai kecepatan yang berbeda
Kaki dan tangan berkembang pesat pada awal masa remaja, sedangkan bagian tubuh lainnya mungkin berkembang pesat pada masa lainnya. f) Perkembangan berkorelasi dengan pertumbuhan
Pada saat pertumbuhan berlangsung cepat, perkembangan pun demikian, terjadi peningkatan mental, ingatan, daya nalar, asosiasi, dll. (Suganda, 2008)
g) Perkembangan dan belajar berlangsung berkelanjutan sebagai hasil dari interaksi dengan orang, benda, dan lingkungan di sekitarnya.
Anak sebagai peserta aktif diberi kesempatan membangun pengetahuannya melalui eksplorasi, interaksi dengan bahan, dan meniru peran. Kesempatan untuk terlibat aktif dalam kegiatan sehari – hari di rumah atau di sekolah (Soetjiningsih, 2008).
2.2.3. Perkembangan Anak Prasekolah
Keberhasilan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan otak (Suganda, 2008).
Usia prasekolah adalah anak dengan usia 3–5 tahun (CDC, 2012). Pada masa prasekolah terjadi perkembangan otak yang signifikan, yaitu:
2. Pada umur ke-4, terjadi peningkatan produksi sinaps di korteks otak yang mendukung plastisitas otak.
3. Pada umur 3 – 6 tahun, terjadi peningkatan aktivitas neuron di bagian frontal yang berperan dalam konsentrasi dan juga pada hemisfer kiri yang berperan dalam kemampuan motorik dan berbahasa.
4. Terjadi pertumbuhan fiber yang menghubungkan cerebellum dan korteks, serta mielinasi yang berfungsi untuk koordinasi motorik dan proses berpikir.
5. Pada usia 3 - 5 tahun terjadi pembentukan sinaps dan mielinasi dengan cepat di reticular formation dan hippocampus yang berperan dalam kesadaran dan memori.
6. Pembentukan sinaps dan mielinasi pada corpus callosum mencapai puncaknya pada usia 3 - 6 tahun yang berperan dalam koordinasi motorik dan berpikir (persepsi, perhatian, memori, bahasa, dan pemecahan masalah) (Berk, 2008).
2.2.3.1.Perkembangan Fisik dan Motorik
Antara usia 2 - 5 tahun, nafsu makan anak menurun dan muncul sifat memilih – milih makanan sehingga rata – rata pertambahan berat badan anak kira - kira 2 kg dan tinggi badan 7 cm setiap tahun. Puncak energi fisik dan kebutuhan tidur menurun sampai 11 – 13 jam/24 jam, biasanya termasuk sekali tidur siang. Ketajaman penglihatan mencapai 20/30 pada usia 3 tahun dan 20/20 pada usia 4 tahun (Feigelman, 2011).
Perkembangan motorik terdiri atas dua, yaitu:
a) Motorik kasar adalah gerakan tubuh yang menggunakan otot – otot besar tubuh. Contohnya melempar dan menangkap bola.
Tabel 2.4. Perkembangan Motorik Balita
Umur Motorik Kasar Motorik Halus
3 Tahun
Berdiri satu kaki selama 3 detik Menggambar lingkaran Menaiki tangga dengan kaki
bergantian dan tidak berpegangan
Menggunting dengan kurang baik
Mengayuh sepeda roda tiga Merangkai manik-manik pada satu benang
Berjalan dari heel to toe Membentuk jembatan dengan kubik Menangkap bola
4 Tahun
Berdiri satu kaki selama 4 - 8 detik Menggambar persegi
Melompat dengan satu kaki 2 - 3 kali
Mengikat tali 1 ikatan
Melompat sejauh 30 - 60 cm Menggunting lingkaran
Bermain congklang Menggunakan tong untuk
memindahkan barang
Melempar Bola Menulis bagian dari nama depan
Menangkap Bola Basket Membentuk pintu dengan kubik 5
Tahun
Turun tangga dengan berpegangan dan kaki bergantian
Menggambar segitiga
Berdiri satu kaki > 8 detik Menjepit kertas dengan penjepit Melompat dengan satu kaki 15
kali
Memindahkan barang kecil dengan
penjepit
Bermain lompat tali (skipping) Menggunting dengan baik Berlari dan melompat sejauh 60
-90 cm
Menulis nama depan
Berjalan mundur dari heel to toe Membentuk tangga sesuai model
Melompat mundur
2.2.3.2.Perkembangan Bicara dan Bahasa
Perkembangan bahasa paling cepat antara usia 2 - 5 tahun. Pembendaharaan kata bertambah dari 50 - 100 kata sampai 2.000 lebih. Bahasa adalah barometer yang kritis antara kemampuan kognitif dan emosi. Keterlambatan bicara menjadi salah satu tanda terjadinya retardasi mental. Selain itu, bahasa memegang peranan penting dalam pengaturan perilaku anak (Feigelman, 2011).
Tabel 2.5. Perkembangan Bahasa
Umur Pemahaman bahasa Kemampuan berbahasa
3 Tahun
Menunjuk bagian gambar (mis : hidung sapi)
Menggunakan > 200 kata
Membentuk kalimat dengan 3 kata Mengerti arti kata negatif Menggunakan kata ganti dengan baik Menggelompokkan benda
(makanan , mainan)
75% kata yang diucapkan dapat dipahami
Menggunakan bentuk kata jamak Mengetahui nama dan fungsi
bagian tubuh
Menyebut nama bagian tubuh sesuai fungsinya
Mampu membaca 4
Tahun
Melaksanakan 2 - 3 perintah Menggunakan 300 - 1000 kata Mampu menunjukkan persamaan
dan perbedaan
Mampu bercerita
Mengerti kata sifat seperti tebal, tipis dan tajam
100% kata dapat dipahami
Menyebutkan nama dari tindakan yang dideskripsikan seperti berenang dan bersepeda
Mampu mengungkapkan perasaan menggunakan kata yang berhubungan dengan waktu
5 Tahun
Mengetahui kiri dan kanan tubuh Membentuk kalimat dengan 6 - 8 kata
Mengetahui hal yang berbeda dalam rangkaian kalimat
Mengerti kata sifat dengan baik Respon dengan pertanyaan Memahami kata keterangan
tempat seperti samping, tengah, ujung, dll.
Mampu bercerita dengan lengkap dari awal sampai akhir
Menyukai kata yang memiliki persamaan bunyi seperti topi -kopi
Menyebutkan nomor telepon
Sumber : Gerber, Wilks & Lalena, 2010
2.2.3.3.Perkembangan Kognitif, Sosial Emosional dan Kemandirian
Periode prasekolah dapat disamakan dengan stadium praoperasional Piaget yang ditandai dengan magical thinking, egosentris, dan pemikiran yang didominasi kesadaran (Feigelman, 2011).
Tantangan emosi yang dihadapi anak balita adalah memusatkan perhatian pada diri sendiri, agresif, muncul rangsangan seksual, berinteraksi dengan lingkungan orang tua, dan teman sebaya yang lebih luas (Feigelman, 2011)
Tabel 2.6. Perkembangan Kognitif, Sosial Emosional dan Kemandirian Balita
Umur Kemandirian Pemecahan Masalah
(Kognitif)
Sosial Emosional
3 Tahun
makan sendiri mengerti arti panjang -lebar, besar - kecil, banyak–sedikit
belajar berbagi
menuangkan air dari satu wadah ke yang lain
mengetahui jenis kelamin dan umurnya
bermain dengan imajinasi
memakai sepatu tanpa tali
menunjukkan angka / huruf sesuai contoh
takut pada benda yang dihayalkan melepas kancing menggambar 2 - 3 bagian
tubuh
Dengan kata
pemikiran orang lain
4
Tahun
pergi ke toilet sendiri menggambar 4 - 6 bagian
tubuh
mulai belajar
berbohong dan takut dibohongi
menggosok gigi mengetahui 5 - 6 warna mengetahui arti bahagia, sedih, takut, dan marah
mengancingkan baju menunjukkan angka / huruf sesuai yang dilisankan
memakai baju sendiri menggambar 8 - 10 bagian tubuh
mempunyai sekelompok teman makan sendiri berhitung sampai angka
10 secara beurutan
meminta maaf jika berbuat salah
menggunakan pisau saat makan
mengetahui 10 warna mengucapkan selamat kepada orang lain
yang menerima hal baik
membaca 25 kata
mengetahui bunyi huruf konsonan dan vokal
mengetahui bentuk koin
menghafal dan
menyebutkan huruf/angka sesuai urutan
2.2.4. Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
a) Gizi yang adekuat diperlukan untuk tumbuh kembang yang baik (Sultan, 2014). Anak dengan malnutrisi akut memiliki gangguan fungsi kognitif, tingkat inteligensi yang lebih rendah, dan penyimbangan perilaku. Sedangkan anak malnutrisi kronik mengalami perkembangan kognitif dan motorik yang lebih lambat (Prado & Dewey, 2012).
b) Penyakit kronis/kelainan kongenital, seperti tuberkulosa, anemia, kelainan jantung bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
c) Lingkungan fisik dan kimia seperti, sanitasi lingkungan yang kurang baik, kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif, dan zat kimia (Pb,
Mercuri, rokok) mempunyai dampak yang negatif terhadap pertumbuhan
anak.
d) Psikologis, seperti hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dihendaki orang tuanya atau anak yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya. e) Endokrin, seperti gangguan hormon misalnya pada penyakit hipotiroid
akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan. Defisiensi hormon pertumbuhan menyebabkan anak kerdil.
f) Sosio-ekonomi, seperti kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek, dan ketidaktahuan yang akan menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan, seperti interaksi ibu – anak sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
(cooperative play) untuk kemampuan motorik kasar dan menggambar (skill play) untuk kemampuan motorik halus (Sain, Ismanto & Babakal, 2013).
i) Obat-obatan, seperti pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan dan obat perangsang susunan saraf pusat menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan (Suganda, 2008).
2.2.5. Penilaian Perkembangan Anak dengan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
2.2.5.1.Definisi
Frankenburg dkk mengembangkan prescreening developmental questionnaire (PDQ) yang dikembangkan dari skrining Denver developmental screening test (DDST). Formulir PDQ ini telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh tim Kemenkes RI pada tahun 1996 dan dikenal sebagai Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) (Dhamayanti, 2006).
KPSP digunakan sebagai alat skrining/ pemeriksaan perkembangan anak untuk mengetahui perkembangan anak normal atau ada penyimpangan (Kemenkes, 2014).
Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah setiap 3 bulan untuk umur 3 bulan – 2 tahun dan setiap 6 bulan untuk umur diatas 2 tahun – 6 tahun. Skrining/pemeriksaan dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru Taman Kanan - Kanak (TK), dan petugas Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) terlatih (Kemenkes, 2014).
2.2.5.2.Cara Penilaian Perkembangan Anak dengan KPSP a) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.
bulan 15 hari, dibulatkan menjadi 3 bulan. Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.
c) KPSP terdiri ada 2 macam pertanyaan, yaitu:
i. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh: “Dapatkah bayi makan kue sendiri ?”
ii. Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas untuk melaksanakan tugas yang tertulis pada KPSP. Contoh: “Pada posisi bayi anda telentang, tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara
perlahan-lahan ke posisi duduk”.
d) Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu - ragu atau takut menjawab, oleh karena itu, pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang ditanyakan kepadanya.
e) Tanyakan pertanyaan tersebut secara berturutan, satu persatu. Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, ya atau tidak. Catat jawaban tersebut pada formulir.
f) Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab pertanyaan terdahulu.
g) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab (Kemenkes, 2014).
2.2.5.3.Interpretasi Hasil
a) Hitunglah berapa jumlah jawaban ya.
b) Jawaban ya, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau pernah atau sering atau kadang-kadang melakukannya.
c) Jawaban tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum pernah melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak tidak tahu.
d) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya (S).
f) Jumlah jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P) (Kemenkes, 2014).
2.2.5.4.Tindakan Lanjutan dari Hasil KPSP
A. Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut: Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik. Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin,
sesuai dengan umur dan kesiapan anak.
Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36-72 bulan), anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU), Kelompok Bermain dan Taman Kanak-kanak.
Lakukan pemeriksaan/skrining rutin menggunakan KPSP setiap 6 bulan pada anak umur 24 sampai 72 bulan.
B. Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut: Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada
anak lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
Ajarkan ibu cara melakukan tindakan intervensi dini berupa stimulasi perkembangan terarah yang dilakukan secara intensif di rumah setiap hari sekitar 3-4 jam selama 2 minggu, stimulasi perkembangan anak untuk mengatasi penyimpangan/mengejar ketertinggalannya. Bila anak terlihat senang dan tidak bosan, waktu intervensi dapat ditambah. Bila anak menolak atau rewel, intervensi dihentikan dahulu, dilanjutkan apabila anak sudah dapat diintervensi lagi.
Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya. Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan
i. Apabila umur anak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formulir KPSP sesuai dengan umur anak.
ii. Apabila umur anak tidak sesuai dengan jadwal umur skrining (umur 3, 6, 9, 12, 15, 18 bulan dan seterusnya), maka lakukan evaluasi hasil intervensi dengan menggunakan formulir KPSP untuk umur yang lebih muda, paling dekat dengan umur anak,
seperti contoh :Anak umur 35 bulan lewat 20 hari, gunakan KPSP untuk umur 30 bulan.
iii. Bila hasil evaluasi intervensi ada kemajuan artinya jawaban “YA” 9 atau 10, artinya perkembangan anak sesuai dengan umur
tersebut, lanjutkan dengan skrining perkembangan sesuai dengan umurnya sekarang. Misalnya: umur 35 bulan lewat 20 hari, KPSP umur 36 bulan.
iv. Bila hasil evaluasi intervensi jawaban “YA” tetap 7 atau 8, kerjakan langkah-langkah berikut:
• Teliti kembali apakah ada masalah dengan:
• Intensitas intervensi perkembangan yang dilakukan di rumah, apakah sudah dilakukan secara intensif ?
• Jenis kemampuan perkembangan anak yang diintervensi, apakah sudah dilakukan secara tepat dan benar ?
• Cara memberikan intervensi, apakah sudah sesuai dengan petunjuk dan nasihat tenaga kesehatan ?
• Bila ada masalah gizi atau anak sakit, tangani kasus tersebut sesuai pedoman/standar tatalaksana kasus yang ada di tingkat pelayanan dasar seperti Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), tatalaksana gizi buruk, dan sebagainya.
• Bila intervensi dilakukan tidak intensif, kurang tepat, atau tidak sesuai dengan petunjuk/nasihat tenaga kesehatan, sekali lagi, ajari orang tua dan keluarga cara melakukan intervensi perkembangan yang intensif yang tepat dan benar. Bila perlu dampingi orang tua/keluarga ketika melakukan intervensi pada anaknya.
vi. Kemudian lakukan evaluasi hasil intervensi yang ke-2 dengan cara yang sama, jika:
• Bila kemampuan perkembangan anak ada kemajuan, berilah pujian kepada orang tua dan anak. Anjurkan orang tua dan keluarga untuk terus melakukan intervensi di rumah dan kontrol kembali pada jadwal umur skrining berikutnya.
• Bila kemampuan perkembangan tidak ada kemajuan tetap 7 atau 8 maka berarti ada penyimpangan perkembangan anak (P), dan anak perlu segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki tenaga dokter spesialis anak, kesehatan jiwa, rehabilitasi medik, psikolog dan ahli terapi (fisioterapis, terapis bicara, dan sebagainya).
C. Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan berikut: