• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagaivariabel Moderasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagaivariabel Moderasi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Tonggak perubahan yang bergerak sejak tahun 1998 dengan pergantian

pemerintahan dari Orde Baru ke Orde Reformasi telah membuat beberapa perubahan

dalam aspek politik dan administrasiserta untuk menunjang realisasinya dilaksanakan

otonomi daerah. Dengan adanya otonomi daerah berimplikasi terhadap bentuk

pemerintahan dari sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi. Pelaksanaan

otonomi daerah ditandai dengan berlakunya undang-undang nomor 22 Tahun 1999

tentang Pemerintah Daerah (direvisi menjadi UU 32/2004).

Pelaksanaan otonomi daerah ini merupakan jawaban atas tuntuan daerah

kabupaten dan kota kepada pemerintah pusat. Tuntutan tersebut didasari atas 2 (dua)

alasan umum. Pertama, sebelum era reformasi pemerintah pusat terlalu mendominasi

terhadap kebijakan daerah sehingga membuat kapabilitas dan efektivitas pemerintah

daerah menjadi rendah dalam mendorong pembangunan dan kehidupan demokrasi di

daerah. Kedua, dengan adanya perubahan tatanan dunia melalui pengaruh dan

keterkaitan antar negara yang semakin erat dalam era globalisasi maka dikhawatirkan

pemerintah pusat akan kehilangan kendali terhadap beberapa persoalan utama/besar

sehingga dengan adanya otonomi daerah pemerintah daerah diharapkan dapat

menyelesaikan permasalahan kecil di masyarakatnya (Mardiasmo, 2002).

(2)

Berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004“otonomi daerah adalah

kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan

peraturan perundang-undangan”. Otonomi daerah berlaku efektif mulai 1 Januari

2001.

Manfaat yang diharapkan dari penerapan otonomi daerah adalah dapat

menjadi katalis peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakakat dalam

pembangunan serta mendukung pemerataan hasil-hasil pembangunan di seluruh

daerah. pengalokasian sumber daya produktif diharapkan menjadi lebih tepat dan

optimal karena pengambilan keputusan pengalokasian tersebut telah diserahkan ke

tingkat pemerintahan yang paling rendah. Penetapan alokasi sumber daya yang

dimiliki oleh daerah dilakukan dengan menganut asas kepatuhan, kebutuhan, dan

kemampuan daerah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD).

Dalam pengalokasian sumber daya dalam APBD yang akan dijabarkan dalam

belanja-belanja daerah, tentunya hal ini menjadi penting dan krusial. Alokasi belanja

harusnya dapat mencerminkan tujuan serta capaian kinerja pemerintah daerah serta

dapat memenuhi fungsi pemenuhan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

Aspirasi dan kebutuhan masyarakat menjadi bahan pertimbangan utama alokasi

belanja dalam APBD.Tuntutan untuk mengubah struktur belanja semakin menguat

khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah (Halim,

(3)

Alokasi belanja yang dihasilkan dalam proses penganggaran merupakan hasil

dari suatu siklus penyusunan anggaran. Penganggaran merupakan suatu proses

panjang yang melibatkan para stakelholders (pemangku kepentingan) dimana

masing-masing pihak memiliki kepentingan dan kebutuhan yang sangat variatif.

Pengalokasian sumber daya dalam pengganggaran guna memenuhi kebutuhan dan

kepentingan para stakeholders seringkali menjadi permasalahan pokok dalam

penganggaran sektor publik (Key, 1940). Merupakan hal yang lazim bahwa hampir

seluruh pemerintah daerah di Indonesia masih menggantungkan sumber

pendapatannya dari alokasi dana transfer dari pemerintah pusat. Di lain pihak, dana

transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak dapat menjamin seluruh

kebutuhan belanja daerah dapat tercukupi.

Keterbatasan sumber pendapatan yang dialami oleh masing-masing daerah

merupakan masalah utama dalam pengalokasian anggaran sehingga penting untuk

menjadi perhatian utama guna mencari penyelesaian masalah tersebut secara

permanen ataupun berkesinambungan. Salah satu pendekatan teoritis yang dapat

dilakukan sebagai salah satu solusi guna memecahkan permasalahan keterbatasan

anggaran adalah public expenditure management (Fozzard, 2001).

Dalam penganggaran di pemerintah daerah antara legislatif dalam hal ini

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Eksekutif dalam hal ini para pejabat

di pemerintah daerah, masing-masing pihak melakukan pembahasan dengan

mempedomani aturan terkait penyusunan anggaran yang telah diterbitkan oleh

Kementerian Dalam Negeri. Hasil dari pembahasan anggaran adalah Anggaran

(4)

APBDmenjadi dasar pengelolaan keuangan daerah yang merupakan pedoman bagi

pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada publik dalam masa satu

tahun anggaran. APBD terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan

pembiayaan daerah (UU No. 33 tahun 2004).

Otonomi daerah dewasa ini menjadi pendorong peningkatan layanan di sektor

publik. Peningkatan layanan tersebut dapat diimplementasikan melalui peningkatan

daya tarik bagi investor untuk menanamkan investasinya di daerah. Salah satu upaya

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tarik daerah melalui peningkatan

sarana prasarana dalam alokasi bentuk belanja modal di daerah sehingga menjamin

kemudahan akses dan operasional investor ke daerah tersebut. Dengan meningkatnya

pengeluaran belanja modal diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat karena sebagai hasil nyata dari realisasi belanja modal adalah

meningkatnya kekayaan daerah dari sisi aset tetap yang pada gilirannya diharapkan

dapat menunjang pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat.

Sesuai dengan pedoman penyusunan APBD yang diterbitkan oleh

Kementerian Dalam Negeri dan sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun

2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun

2010-2014 bahwa pemerintah daerah harus mengalokasikan belanja modal pada

APBD sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen) dari belanja daerah. Namun

pada kenyataannya, pemerintah daerah khususnya pemerintah daerah kabupaten dan

kota di wilayah Provinsi Sumatera utara masih sulit untuk mengalokasikan besaran

belanja modal dalam belanja daerah sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

(5)

masyarakat. Di samping itu, karena belanja modal yang terbatas akan menghambat

kreativitas dan inovasi dari pemerintah daerah dalam meningkatkan daya tarik

daerahnya kepada para investor.

Tabel 1.1

APBD, Alokasi Belanja Modal serta Persentase Belanja Modal terhadap APBD 2010-2013 Pada Kab/kota di Prov. Sumatera Utara

Tahun Agregat Alokasi Belanja Pada Kab/Kota

Persentase Alokasi Belanja Modal Terhadap APBD

2010 17.526.692.072.657 17%

2011 21.228.003.370.582 21%

2012 25.014.924.891.276 23%

2013 30.333.344.465.330 26%

Sumber: DJPK-Kemenkeu

Tabel 1.1 di atas menggambarkan perkembangan alokasi belanja modal pada

alokasi belanja Kabupaten/Kota di lingkup Provinsi Sumatera Utara selama 4 (empat)

tahun yaitu periode 2010-2013. Berdasarkan tabeltersebut, terlihat bahwa setiap

tahunnya alokasi belanja modal pada APBD semakin meningkat. Namun demikian,

ternyata alokasi belanja modal tersebut belum dapat memenuhi ketentuan minimal

yang telah ditetapkan dalam ketentuan mengenai pedoman penyusunan APBD yang

diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri.

Dalam undang-undang nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (direvisi menjadi UU No. 33 tahun

2004, diuraikan bahwa sumber penerimaan daerah adalah pendapatan daerah dan

pembiayaan. Salah satu bagian penting dari pendapatan daerah adalah Pendapatan

Asli Daerah (PAD). PAD dimaksudkan untuk memberikan kewenangan kepada

(6)

potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi fiskal. Penerimaan PAD terdiri dari

beberapa komponen yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan

daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Adanya penerimaan PAD yang

meningkat kiranya dapat menjadi pendorong peningkatan pembiayaan daerah

sehingga pada gilirannya rasio kemandirian daerah menjadi meningkat.Penelitian

yang dilakukan oleh Darwanto dan Yustikasari (2007), Tuasikal (2008) menunjukkan

bahwa terdapatnya hubungan positif serta signifikan PAD terhadap belanja modal.

Namun penelitian yang dilakukan oleh Putro (2010), Wandira (2013) menunjukkan

bahwa tidak terdapatnya pengaruh PAD terhadap belanja modal.

Upaya lain yang dilakukan pemerintah menjamin stabilitas fiskal di daerah

melalui pengalokasian dana perimbangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN). Alokasi dana perimbangan ini dimaksudkan guna mengurangi

kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan antar pemerintah

daerah. Dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan

Dana Alokasi Khusus (UU No. 33 tahun 2004). Berdasarkan data dari Laporan

Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2013, terlihat bahwa DAU merupakan

bagian terbesar dari dana perimbangan, yaitu sekitar26 % dari Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) 2013. Porsi Dana Perimbangan semakin

lama semakin menurun dalam APBD pada pemerintah daerah karena adanya

peningkatan penerimaan PAD.Namun tidak dapat dipungkiri dana perimbangan

masih menjadi sumber utama pendapatan daerah. Pada tahun 2007 persentase dana

perimbangan adalah 78% dari total pendapatan daerah sedangkan pada tahun 2013

(7)

tetap menjadi salah satu bagian terbesar anggaran nasional dan juga merupakan

sumber utama anggaranpemerintah daerah. Oktriniatmaja (2011) yang melakukan

penelitian pada Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, Bali terdapat pengaruh positif DAU

terhadap belanja modal. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Kusnandar dan

Siswantoro (2012), Arwati dan Hadiati (2013) memperoleh hasil bahwa tidak

terdapatnya pengaruh DAU terhadap belanja modal.

Bagian penting lainnya dari dana perimbangan yang menjadi sumber

pendapatan bagi anggaran pemerintah daerah adalah Dana Alokasi Khusus (DAK).

Berbeda dengan DAU yang bersifat block grant, DAU bersifat specific grant yaitu

pengalokasian DAK oleh pemerintah pusat bertujuan untuk membantu mendanai

kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional

serta mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh

pemerintah daerah (UU No. 33 tahun 2004). DAK ini penggunaannya diatur oleh

Pemerintah Pusat dan digunakan untuk kegiatan pendidikan, kesehatan, keluarga

berencana, infrastruktur jalan dan jembatan, infrastruktur irigasi, infrastruktur air

minum dan sanitasi, prasarana pemerintah daerah, lingkungan hidup, kehutanan,

sarana prasarana pedesaan, perdagangan, pertanian serta perikanan dan kelautan yang

semuanya itu termasuk dalam komponen belanja modal dan Pemerintah Daerah

diwajibkan untuk mengalokasikan dana pendamping sebesar 10% dari nilai DAK

yang diterimanya untuk mendanai kegiatan fisik (UU No. 33tahun 2004).Diharapkan

dengan semakin besarnya jumlah DAK yang diterima, maka semakin besar alokasi

(8)

oleh Wandira (2013), Martini dan Suwendra (2014) menunjukkan bahwa terdapatnya

hubungan yang positif serta signifikan DAK terhadap belanja modal.

Sumber penerimaan daerah lainnya adalah dari pembiayaan. Komponen

pembiayaan daerah terdiri dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA),

penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah, dan hasil penjualan kekayaan

daerah yang dipisahkan. Sumber pembiayaan yang paling umum digunakan oleh

pemerintah daerah adalah SiLPA. SiLPA merupakan sisa dana yang diperoleh dari

aktualisasi penerimaan serta pengeluaran anggaran daerah selama satu periode.

Dengan besarnya jumlah SiLPA yang dikelola oleh suatu daerah maka fleksibilitas

fiskal yang diperoleh oleh daerah tersebut semakin besar.Penelitian yang dilakukan

oleh Kusnandar dan Siswantoro (2012), Sugiarthi dan Supadmi (2014) menemukan

hubungan yang positif dan signifikan antara SiLPA dan Belanja Modal.

Pada masa desentralisasi fiskal sebagai buah otonomi daerah maka diharapkan

adanya peningkatan pelayanan di berbagai sektor di daerah yang salah satunya adalah

sektor publik. Melalui otonomi daerah, maka pemerintah daerah dianggap semakin

paham akan kebutuhan di daerah khususnya terkait dengan adanya peningkatan

dalam layanan di sektor publik guna menambah daya tarik bagi investor untuk

menanamkan investasinya di daerah (Harianto dan Adi, 2007). Salah satu manfaat

utama dari desentralisasi fiskal adalah dapat meningkatkan efisiensi di sektor publik

serta menyebabkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Vo (2009) menyatakan

desentralisasi memiliki tidak hanya nilai administratif tetapi juga dimensi sipil karena

meningkatkan kesempatan bagi warga untuk mengambil minat dalam urusan publik

(9)

et al. (2006) menyatakan desentralisasi struktur fiskal suatu negara adalah strategi

yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

Dalam uraian latar belakang penelitian pada awalnya, luas wilayah menjadi

variabel moderasi pada penelitian ini. Namun seiring dengan hasil-hasil yang

ditemukan dalam proses penelitian ditemukan bahwa luas wilayah menjadi anomali

dalam data penelitian dan kurang didukung oleh landasan teori. Atas dasar hal

dimaksud, variabel moderasi yang sedianya luas wilayah diganti menjadi

pertumbuhan ekonomi.

Bertolak dari uraian di atas maka penelitian ini bermaksud untuk menganalisis

sejauh mana PAD, DAU, DAK dan SiLPA berpengaruh pada alokasi belanja modal

dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel moderasi dan objek penelitian seluruh

pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Utara pada periode tahun

2010-2013.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian atas latar belakang penelitian tersebut, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah :

1. Apakah PAD, DAU, DAK dan SiLPA berpengaruh secara simultan dan parsial

terhadap alokasi belanja modal?

2. Apakah pertumbuhan ekonomi dapat memoderasi hubungan antara PAD, DAU,

(10)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuaidenganrumusanmasalahdiatas,makatujuanpenelitianiniadalahsebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PAD, DAU, DAK dan SiLPA

secara simultan dan parsial terhadap alokasi belanja modal.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah variabel pertumbuhan ekonomi

sebagai variabel moderasi dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara

PAD, DAU, DAK dan SiLPA dengan alokasi belanja modal.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan dalam bidang penganggaran di pemerintahan khususnya mengenai

apakah PAD, DAU, DAK, SiLPA dan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi

alokasi belanja modal pada APBD.

2. Bagi pemerintah daerah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

dan dapat memberikan informasi serta pertimbangan dalam pengambilan

kebijakan pengalokasian belanja modal agar kebijakan tersebut dapat

disosialisasikan kepada masyarakat dan menjadi tepat guna baik bagi

masyarakat, legislatif maupun eksekutif (pemerintah daerah).

3. Bagi akademisi, penelitian ini kiranya dapat menambah perbendaharaan literatur

terkait akuntasi pemerintahan khususnya mengenai pengaruh PAD, DAU, DAK,

(11)

dan diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk pengembangan dan

kemajuan ilmiah serta untuk penelitian yang lebih mendalam di masa yang akan

datang.

1.5 Originalitas

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Rini

Oktriniatmaja(2011) yang berjudul Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi

Umum dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pada Pemerintah Daerah

Kabupaten/ Kota di Pulau Jawa, Bali Dan Nusa Tenggara.Perbedaan antara penelitian

ini dengan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut :

1. Tahun Pengamatan

Tahun pengamatan yang dilakukan pada penelitian terdahulu dilakukan pada

tahun 2004-2008sedangkan dalam penelitian ini dilakukan pada tahun

2010-2013.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian pada penelitian terdahulu yaitu 147 kabupaten/kota di Pulau

Jawa, Bali dan Nusa Tenggarayang dipilih dengan metode purposivesampling.

Pada penelitian ini akan memakai objek penelitian 33 kabupaten/ kota di wilayah

(12)

3. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian terdahulu menggunakan PAD, DAU

dan DAK sebagai variabel independen serta belanja modal sebagai variabel

dependen. Pada penelitian ini PAD, DAU, DAK, dan SiLPA sebagai variabel

independen, belanja modal sebagai variabel dependen serta pertumbuhan

ekonomi sebagai variabel moderasi.

Saran dari peneliti terdahulu bagi penelitian selanjutnya adalah perlu

menambah, atau mengganti variabel-variabel tersebut dengan variabel-variabel lain

yang dimungkinkan relevan penganggaran belanja modal. Selain itu, juga

memperluas obyek penelitian tidak hanya terbatas pada kabupaten/kota di Pulau

Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Tabel 1.2 Originalitas Penelitian

Uraian Penelitian Terdahulu Penelitian Sekarang

Tahun kabupaten/kota di Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara

Gambar

Tabel 1.1 di atas menggambarkan perkembangan alokasi belanja modal pada
Tabel 1.2

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang diuji dalam penelitian ini adalah dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), belanja pegawai, dan jumlah penduduk..

Judul skripsi mengenai PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA ALOKASI UMUM (DAU), DAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK), TERHADAP BELANJA MODAL DENGAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh bukti empiris Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK)

Apakah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) secara bersama-sama mempengaruhi pengalokasian

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK)

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan

Penelitian ini hanya meneliti 4 variabel yaitu, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Belanja Modal dalam mempengaruhi