BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepuasan
2.1.1 Pengertian Kepuasan
Kata ”kepuasan atau satisfaction” berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “factio” (melakukan atau membuat). Kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’ (Tjiptono, 2005). Kepuasan juga dapat diartikan sebagai tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler, 2009).
Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang memengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas maka pasien akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa sesuai pilihannya, tetapi bila tidak puas pasien akan menceritakan dua kali lebih buruk tentang pengalaman yang telah dialaminya.
mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan karakteristik pelanggan yang merasa surprise atas harapannya. Kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan (Tse dan Wilson, 2001)
Parasuraman et al. (2004) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan sebagai perbandingan antara layanan yang diharapkan (expectation) dan kinerja (performa). Sementara itu Engel et.al. yang dikutip Tjiptono (2005) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli yang mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Definisi-definisi mengenai kepuasan pelanggan tersebut secara umum menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi atas post consumption suatu barang atau jasa.
Menurut Tjiptono (2005) beberapa metode yang digunakan perusahaan untuk memantau kepuasan pelanggannya, diantaranya adalah :
1. Sistem keluhan dan saran
Memberikan kesempatan bagi pelanggan untuk menyampaikan saran, keluhan dan pendapat pelanggan mengenai produk/jasa. Metode ini bersifat pasif sehingga agak sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya, bisa saja pelanggan beralih kepada penyedia jasa lain dan tidak menggunakan lagi penyedia jasa tersebut. Upaya mendapatkan saran dari pelanggan juga sulit diwujudkan terlebih bila perusahaan tidak memberikan timbal balik yang memadai kepada pelanggan yang telah bersusah payah berpikir menyumbangkan ide untuk perusahaan.
2. Survei kepuasan pelanggan
Survei kepuasan pelanggan dapat dilakukan dengan kuesioner, baik melalui pos, telepon maupun wawancara pribadi. Melalui survei perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan sekaligus memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian kepada pelanggannya. Pengukuran kepuasan konsumen melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
Pengukuran dilakukan secara langsung kepada konsumen melalui pertanyaan seperti ”ungkapan seberapa puas anda terhadap pelayanan perusahaan dengan skala sebagai berikut: sangat tidak puas, tidak puas, kurang puas, puas, sangat puas.
b. Derived dissatisfaction
Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal yang utama, yakni besarnya harapan konsumen terhadap atribut tertentu, dan besarnya kinerja yang mereka rasakan.
c. Problem analysis
Konsumen yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok. Pertama, masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan. Kedua, saran-saran untuk melakukan perbaikan.
d. Importance – performance analysis
Dalam teknik ini, responden diminta merangking berbagai elemen/atribut tersebut. Selain itu responden diminta merangking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen/atribut tersebut.
e. Ghost shopping
f. Lost customer analysis
Perusahaan berusaha menghubungi pelanggannya yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok. Yang diharapkan adalah akan diperoleh informasi penyebab terjadinya hal tersebut. Informasi ini akan sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan.
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh persepsi pelanggan atas performance produk/jasa dalam memenuhi harapan pelanggan. Pelanggan akan merasa puas apabila harapannya terpenuhi dan akan sangat puas jika harapan pelanggan terlampaui (Supranto, 2001). Terpenuhinya kebutuhan pasien akan memberikan gambaran kepuasan pasien, oleh karena itu tingkat kepuasan pasien sangat tergantung pada pandangan pasien terhadap mutu pelayanan yang diberikan.
2.1.2 Kepuasan Pasien
Pasien adalah seseorang yang menerima pelayanan medis. Sering kali, pasien menderita penyakit atau cedera dan memerlukan bantuan dokter untuk memulihkannya. Kepuasan pasien dapat juga diartikan sebagai suatu sikap konsumen, yakni beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap pelayanan yang pernah dirasakannya. Minat seseorang untuk menggunaakan kembali jasa pelayanan rumah sakit akan sangat dipengaruhi oleh pengalamannya yang lampau waktu memakai jasa yang sama dalam menerima pelayanan (Supranto, 2001).
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3), yaitu :
(i) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; (ii) Tujuan tindakan medis yang dilakukan; (iii) Alternatif tindakan lain dan risikonya;
(iv) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan (v) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; d. Menolak tindakan medis; dan
e. Mendapat isi rekam medis.
Sedangkan kewajiban pasien menurut UU No. 29 Tahun 2004, yaitu: a. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; b. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
c. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; d. Memberikan imbalan atas pelayanan yang diterima.
2.1.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kepuasan
Irawan (2008) menyatakan lima komponen yang dapat mendorong kepuasan pelanggan, yaitu :
Kualitas produk mencakup enam elemen, yaitu performance, durability, feature, reliability, consistency, dan design. Setelah membeli dan menggunakan suatu produk, pembeli akan merasa puas bila ternyata kualitas produknya baik atau berkualitas.
2. Kualitas pelayanan
Salah satu konsep service quality adalah ServQual sangat tergantung dari tiga faktor, yaitu : 1) sistem, 2) teknologi, 3) manusia. Berdasarkan konsep ServQual, komponen ini mempunyai banyak dimensi, yaitu : reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible.
3. Faktor emosional
Kepuasan konsumen yang diperoleh pada saat menggunakan suatu produk yang berhubungan dengan gaya hidup. Kepuasan pelanggan didasari atas rasa bangga, rasa percaya diri, simbol sukses, dan sebagainya.
4. Harga
Komponen harga sangat penting karena dinilai mampu memberikan kepuasan yang relatif besar dalam industri ritel. Harga yang murah akan memberikan kepuasan bagi pelanggan yang sensitif terhadap harga karena mereka akan mendapatkan value for money yang tinggi.
5. Kemudahan
Menurut Jacobalis (2000) menyatakan bahwa berdasarkan pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang sering ditemukan berkaitan dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, seperti ; keterlambatan pelayanan oleh perawat dan dokter, dokter tertentu sulit ditemui, dokter kurang komunikatif dan informatif, perawat yang kurang ramah dan tanggap terhadap kebutuhan pasien, lamanya proses masuk perawatan, aspek pelayanan ‘hotel’ dirumah sakit serta kebersihan, ketertiban, kenyamanan dan keamanan rumah sakit.
Kepuasan konsumen dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain diantaranya : hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, serta membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan. Konsumen yang puas akan kembali memanfaatkan jasa yang sama, sebaliknya konsumen yang tak puas akan memberitahu orang lain tentang pengalaman tersebut. Jacobalis menyatakan bahwa variabel non medis ikut menentukan kepuasan pasien, antara lain : umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup pasien (Jacobalis, 2000).
2.2 Kualitas Pelayanan
2.2.1 Pengertian Kualitas Pelayanan
yang menentukan dan menilai sampai seberapa jauh sifat dan karakteristik itu memenuhi kebutuhannya (Lupiyoadi, 2001). Sedangkan menurut Wyckof yang dikutip oleh Tjiptono (2005) kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.
Menghadapi persaingan antar rumah sakit (perusahaan) yang semakin ketat, maka rumah sakit bersaing untuk memikat agar para pelanggannya tetap loyal dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang diberikannya. Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian penting adalah kualitas layanan yang diberikan oleh rumah sakit. Kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Ada dua faktor yang memengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service.
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada presepsi pelanggan (Adunair, 2007). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau presepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.
kelompok karakteristik yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi kualitas jasa. Karakteristik ini dijadikan sebagai variabel untuk kualitas pelayanan dalam penelitian ini meliputi:
1) Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan tenaga kesehatan.
2) Daya Tanggap (Responsiveness), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen dengan tanggap. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien terhadap kemampuan petugas merespon keluhan.
3) Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada konsumen sehingga dipercaya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kejelasan tenaga kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan pengobatannya kepada pasien.
4) Empati (Empathy), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan konsumen. Dalam pelayanan rumah sakit adalah perhatian petugas kesehatan dalam memberikan informasi, keikutsertaan pasien dalam mengambil keputusan pengobatan, dan mendengar keluhan pasien.
2.3 Pelayanan Medis
Pelayanan medis atau pelayanan kedokteran (medical services) adalah bagian dari pelayanan kesehatan (health services) yang tujuan utamanya adalah untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasaran utamanya adalah perseorangan ataupun keluarga (Azwar, 2000). Sedangkan menurut Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 pengertian dokter adalah; dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang–undangan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter pada umumnya hanya terlibat dalam upaya kuratif melalui perilaku profesional layanan kesehatan dengan tahapan; (a) Persiapan (tahap ini sebelum tahap anamnesis) bertujuan memeriksa terlebih
dahulu kartu atau data pasien dengan keberadaan pasiennya,
(b) Anamnesis, merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien. Tujuan dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik antara dokter dan pasiennya
(c) Pemerikaan fisik, bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan pasien dengan cara memvalidasi keluhan dan gejala.
penyakit yang diderita pasien berdasarkan analisis terhadap gejala, tanda, dan hasil-hasil pemeriksaan penunjang. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik kepada pasien, dokter akan memberikan terapi kepada pasien (Purnomo, 2000)
Hubungan dokter-pasien dapat dilihat dari berbagai pendekatan yang berbeda, namun terkait satu dengan yang lain.
1. Hubungan kebutuhan; pasien butuh pertolongan medis, dokter butuh pasien sebagai subyek profesinya.
2. Hubungan kepercayaan; pasien menyerahkan diri kepada dokter karena percaya pada integritas dan kemampuannya. Pasien percaya dokter akan merahasiakan segala sesuatu tentang dirinya. Dokter percaya pasien akan jujur dan beritikad baik terhadap dirinya.
3. Hubungan keprofesian; interaksi dan kerja sama antara seorang professional medis dengan penerima jasa professional itu. Hubungan ekonomi antara produsen jasa dengan pembeli atau pengguna jasa itu, yang membawa konsekuensi keuangan. 4. Hubungan hukum; antara satu subyek hukum dengan subyek hukum lain
(Jacobalis, 2000).
harus menginap dan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2011).
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menyatakan bahwa tenaga kesehatan (termasuk dokter) dalam melaksanakan kewajibannya wajib mematuhi standar profesi dan menghormati hak-hak pasien. Hak-hak pasien adalah hak atas informasi, hak untuk memberikan persetujuan, hak atas rahasia kedokteran dan hak atas pendapat kedua.
2.3.1 Hak Pasien dan Kewajiban Dokter
Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 32 menyatakan setiap pasien mempunyai hak :
a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien
c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi
d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional
e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi
f. Mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan
h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data
medisnya
j. Mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh
tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya
n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya
Kewajiban dokter dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit meliputi :
a. Mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara dokter tersebut dengan rumah sakit.
b. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasianal serta kebutuhan medis pasien.
c. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain, yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan.
d. Memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan dapat menjalankan ibadah sesuai keyakinannya.
e. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
f. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bertugas dan mampu melakukannya.
g. Memberikan informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risiko yang dapat ditimbulkannya.
h. Membuat rekam medis yang baik secara berkesinambungan berkaitan dengan keadaan pasien.
i. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
k. Bekerjasama dengan profesi dan pihak lain yang terkait secara timbal balik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
l. Mengadakan perjanjian tertulis dengan pihak rumah sakit
Pemenuhan hak-hak pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan serta pelaksanaan pelayanan oleh dokter sesuai kewajiban yang diatur dalam UU No 44 tahun 2009 dapat digunakan sebagai indikator pengukuran kualitas pelayanan medis di rumah sakit.
2.3.2 Pelayanan Rawat Inap
Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit pemerintah dan swasta, serta puskesmas perawatan dan rumah bersalin yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap dan mengalami tingkat proses transformasi, yaitu pasien sejak masuk ruang perawatan hingga pasien dinyatakan boleh pulang (Muninjaya, 2011)
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas B menurut Permenkes No.56 Tahun 2014 paling sedikit meliputi :
a. Pelayanan medik; b. Pelayanan kefarmasian;
c. Pelayanan keperawatan dan kebidanan; d. Pelayanan penunjang klinik;
Pelayanan rawat inap adalah pelayanan yang diberikan oleh pemberi pelayanan di ruang rawat inap. Pelayanan rawat inap menurut Permenkes No.56 Tahun 2014 harus dilengkapi dengan fasilitas sebagai berikut:
a. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;
b. Jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;
c. Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah danRumah Sakit milik swasta
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan 56 Tahun 2014, menegaskan sumber daya manusia (tenaga medis) rumah sakit umum kelas B terdiri atas:
1. Tenaga medis;
(a) 12 (dua belas) dokter umum untuk pelayanan medik dasar; (b) 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut
(c) 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar; (d) 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
penunjang;
(e) 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain; (f) 1(satu) dokter sub spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik sub spesialis;
dan
2. Tenaga kefarmasian; 3. Tenaga keperawatan; 4. Tenaga kesehatan lain; 5. Tenaga non kesehatan: 6. Kepuasan pelanggan ≥ 90 %.
2.4 Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.4.1 Pengertian dan Tujuan Program JKN
Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Seluruh rakyat wajib menjadi peserta tanpa kecuali. Program jaminan sosial yang diprioritaskan untuk mencakup seluruh penduduk terlebih dahulu adalah program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran
atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program JKN merupakan bagian dari Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) yaitu suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
beberapa badan penyelenggara jaminan sosial (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun. SJSN diselenggarakan dengan prinsip kegotong-royongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas dan portabilitas dengan kepesertaan bersifat wajib, dana amal dan hasil pengelolaan jaminan social dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta jaminan.
Adapun penyelenggara program JKN adalah Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Pembentukan BPJS menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan transformasi kelembagaan PT Askes (Persero), PT Jamsostek (Persero), PT TASPEN (Persero) dan PT ASABRI (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Transformasi tersebut diikuti adanya pengalihan peserta, program, aset dan liabilitas, pegawai serta hak dan kewajiban. Undnag-Undang ini membentuk 2 (dua) BPJS yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Terbentuknya dua BPJS ini diharapkan secara bertahap akan memperluas jangkauan kepesertaan progam jaminan sosial. BPJS mempunyai tugas sesuai undang-undang yaitu:
b. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja c. Menerima bantuan Iuran dari Pemerintah
d. Mengelola dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta
e. Mengumpulkan dan mengelola data peserta program Jaminan Sosial
f. Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial
g. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan Program Jaminan Sosial kepada peserta dan masyarakat
2.4.2 Paket Pelayanan Kesehatan dalam Program JKN
Program JKN mempunyai 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta
JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans
(manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI,
2013).
1. Prosedur Pelayanan
Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh
pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan
pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh
fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2. Kompensasi Pelayanan
Bila di suatu daerah belum tersedia fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat guna
kompensasi, yang dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan
atau penyediaan fasilitas kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya digunakan
untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
3. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan
Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang menjalin
kerja sama dengan BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui proses kredensialing dan
rekredensialing (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Adapun manfaat program JKN terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans.
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi
tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat
dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif
dan preventif meliputi pemberian pelayanan:
a) Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
b) Imunisasi dasar, meliputi BCG (Baccile Calmett Guerin), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), Polio, dan Campak.
c) Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
e) Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada manfaat yang tidak dijamin meliputi: a. Tidak sesuai prosedur; b. Pelayanan di luar Fasilitas
Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS; c.Pelayanan bertujuan kosmetik; d. General
checkup, pengobatan alternatif; e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan
impotensi; f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan g. Pasien Bunuh Diri
/Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh
Diri/Narkoba (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2.4.3 Kepesertaan Program JKN
Peserta JKN adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6
(enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Pekerja adalah adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain. Sedangkan
Pemberi Kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya
yang mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai
negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN
dengan rincian sebagai berikut:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.
b. Peserta bukan PBI adalah peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu yang terdiri atas:
a) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: Pegawai Negeri Sipil;
Negeri; Pegawai Swasta; dan Pekerja yang tidak termasuk tersebut yang
menerima Upah.
b) Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: Pekerja di luar
hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan Pekerja yang tidak termasuk huruf a
yang bukan penerima Upah. Pekerja tersebut termasuk warga negara asing yang
bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
c) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: Investor; Pemberi Kerja;
Penerima Pensiun; Veteran; Perintis Kemerdekaan; dan Bukan Pekerja yang tidak
termasuk tersebut yang mampu membayar iuran.
d) Penerima pensiun terdiri atas: Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun; Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; Penerima Pensiun selain
tersebut di atas; dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak
pensiun.
e) Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari
Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum
berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga
f) WNI di Luar Negeri. Jaminan kesehatan bagi pekerja WNI yang bekerja di luar negeri diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Prosedur pendaftaran Peserta program JKN meliputi:
a. Pemerintah mendaftarkan PBI JKN sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
b. Pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya atau pekerja dapat mendaftarkan diri sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan.
c. Bukan pekerja dan peserta lainnya wajib mendaftarkan diri dan keluarganya sebagai Peserta kepada BPJS Kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Adapun hak dan kewajiban peserta program JKN berhak mendapatkan a)
identitas Peserta dan b) manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan. Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan
berkewajiban untuk: (a) membayar iuran dan (b) melaporkan data kepesertaannya kepada
BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau
pindah kerja. Sedangkan masa berlaku kepesertaan JKN berlaku selama yang bersangkutan
membayar iuran sesuai dengan kelompok peserta, dan status kepesertaan akan hilang bila
Peserta tidak membayar Iuran atau meninggal dunia (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan secara bertahap, yaitu tahap
pertama mulai 1 Januari 2014, kepesertaannya paling sedikit meliputi: PBI Jaminan
Kesehatan; Anggota TNI/PNS dilingkungan Kementerian Pertahanan dan anggota
keluarganya; Anggota Polri/PNS dilingkungan Polri dan anggota keluarganya; peserta
asuransi kesehatan PT Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, serta peserta jaminan
meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta BPJS Kesehatan paling lambat
pada tanggal 1 Januari 2019 (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
2.5 Landasan Teori
Kualitas pelayanan merupakan driver dari kepuasan pelanggan yang bersifat multidimensi. Teori yang mendasari kualitas pelayanan mengacu kepada konsep SERVQUAL yang dikemukakan Parasuraman et al, (2004) merumuskan model kualitas pelayanan terdiri atas 5 (lima) dimensi yaitu: keandalan (reliability), daya tanggap (responsivenes), jaminan (assurance), empati (empathy) dan bukti langsung (tangibles), berpengaruh terhadap kepuasan pasien. Sebagai alasan menggunakan teori kualitas jasa pelayanan ini karena teori ini masih relevan digunakan terhadap rumah sakit sebagai jasa pelayanan kesehatan.
Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Parasuraman et al, (2004)
Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seorang pasien yang muncul setelah membandingkan antara pelayanan jasa yang diterimanya dengan yang
diharapkan (Kotler, 2005). Hal ini memberikan makna bahwa kepuasan pasien merupakan fungsi dari kinerja dan harapan. Jika kinerja berada dibawah harapan, maka pasien merasa tidak puas demikian juga sebaliknya.
2.6 Kerangka Konsep
Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep kualitas pelayanan, dalam hal ini adalah pelayanan medis dengan kerangka konsep sebagai berikut :
Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Kualitas Pelayanan
a. Keandalan (reliability)
b. Ketanggapan (responsiveness) c. Jaminan (assurance)
d. Perhatian (empathy) e. Penampilan (tangibles)