BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi anak menurut undang-undang
Undang-undang no 23 tahun 2012 telah dijelaskan mengenai definisi anak. Yang dimaksud dengan anak dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2002 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam Kandungan. Definisi anak menurut World Health Organization (WHO) adalah batasan usia anak dimulai dari masa kandungan sampai berusia 19 tahun (Undang-undang RI no 23 tahun 2002; Depkes,2013)
2.2. Anatomi dan Fisiologi Iris dan Korpus siliaris 2.2.1. Iris
Lapisan iris berdasarkan histologi :
• Anterior limiting membran • Stroma iris
• Otot sfingter iris • Otot dilator iris
• Epitel pigmen anterior • Epitel pigmen posterior
dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. (Shirzadi K, Amirdehi R.A., Makateb A., Sharaki K., Khosravifard K., 2015)
2.2.2. Korpus siliaris
Korpus siliaris adalah jaringan berbentuk cincin di dalam mata yang membagi ruang posterior dari corpus vitreum. Korpus siliaris melekat pada scleral spur dan pada lensa dengan jaringan ikat yang disebut serat zonula. Relaksasi dari otot siliaris mengubah bentuk lensa dalam memfokuskan cahaya pada retina. Bagian anterior korpus siliaris adalah lipatan pada epitel siliaris (processus ciliaris) yang menghasilkan akuos humor. Bagian posterior korpus siliaris adalah pars plana yang berhubungan dengan koroid di ora serrata. (lang, 2007)
Gambar 1. Anatomi Korpus siliaris. (Injurydate, 2014)
suplai darah. Delapan puluh persen dari produksi akuos humor dilakukan melalui mekanisme sekresi aktif (enzim Na + K + ATPase menciptakan gradien osmotik untuk lewatnya air ke ruang posterior) dan dua puluh persen dihasilkan melalui ultrafiltrasi dari plasma. Korpus siliaris menjaga posisi lensa melalui serat zonula yang membentuk ligamentum suspensorium lensa. Ligamentum suspensorium lensa memberikan perlekatan yang kuat antara otot siliaris dengan kapsul lensa. (Moore K.L., Dalley A.F., 2006)
Persarafan korpus siliaris diatur oleh susunan saraf otonom. Persarafan parasimpatis presinaptik yang berasal dari inti Edinger-Westphal dibawa oleh saraf kranial ketiga (saraf oklumotor) dan berjalan melalui ganglion siliaris. Aktivasi parasimpatis dari M3 reseptor muskarinik menyebabkan kontraksi otot siliaris sehingga diameter cincin otot siliaris berkurang dan terjadi akomodasi pada mata. Korpus siliaris juga menerima persarafan simpatis melalui long ciliary nerve. (Moore K.L., Dalley A.F., 2006)
2.3. Tekanan Intraokular
2.3.1. Definisi
Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh jaringan yang berada di intraokular. Tekanan intraokular ditentukan oleh keseimbangan antara jumlah akuos humor dan pengaliran akuos humor keluar dari intraokular. Dengan persamaan Goldmann, yaitu Po = (F / C) + Pv ; Po adalah tekanan intraokular dalam milimeter merkuri (mmHg), F adalah tingkat pembentukan akuos humor, C adalah kemampuan outflow aqueous humor, dan Pv adalah tekanan vena episklera. (AAO, 2008)
Studi epidemiologi berdasarkan populasi menunjukkan rata-rata tekanan intraokular 15,5 mmHg, dengan standar deviasi 2,6 mmHg. Rentang tekanan intraokular dapat dikatakan normal dengan 2 standar deviasi diatas dan dibawah rata-rata tekanan intraokular yaitu 10-21 mmHg. (AAO,2008)
2.3.2. Dinamika Akuos Humor
Akuos humor yang dihasilkan mengalir dari posterior chamber menuju anterior chamber melalui iris kemudian mengalir keluar melalui dua mekanisme. Mekanisme yang pertama melalui trabecular meshwork dan canalis schlemm di sudut antara kornea dan iris yang merupakan jalur penyerapan yang lebih dominan. Akuos humor melewati trabecular meshwork dan memasuki sel-sel dinding canalis schlemm. Kanal berhubungan langsung dengan tekanan vena episklera sehingga penyerapan melalui jalur ini sangat bergantung dengan tekanan vena episklera. Mekanisme yang kedua melalui jalur uveoscleral dimana penyerapan akuos humor sekitar 20%. Pada jalur uveoscleral, ultrafiltrasi yang terjadi mengandalkan gradien dari ruang anterior chamber terhadap interstitium dari sklera. (Murgatroyd dan Bembridge, 2012)
Aliran akuos humor memiliki ritme sirkadian yang khas, yang lebih rendah pada malam hari dibandingkan siang hari. Pengaliran akuos humor pada mata manusia yang sehat adalah 0,1-0,4 mL/Menit/mmHg. Tekanan vena episklera pada manusia yang sehat adalah 8-10 mmHg. (Sajja dan Vemapti, 2013)
2.3.3. Teknik Pemeriksaan Tekanan Intraokular 2.3.3.1 Tonometer Aplanasi Goldmann
Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometer aplanasi Goldmann sudah dilakukan sejak tahun 1950 dan menjadi standar referensi pemeriksaan tekanan intraokular. Pemeriksaan ini dilakukan dengan kontak langsung antara ujung tonometer (tip tonometri) dengan kornea yang sebelumnya di beri anestesi lokal dalam bentuk obat tetes dan pemberian fluorescein pada mata yang akan dilakukan pemeriksaan. Menentukan tekanan intraokular pada metode ini, saat gambaran dari dua setengah lingkaran saling kontak (saling berhubungan). (Townsend N.A., Mcsoley J.J., 2015)
2.3.3.2. Tonometer Non Kontak (noncontact air-puff tonometers)
kriteria skrining tonometer aplanasi Goldmann (>21 mmHg). (Moseley M.J. et al,1989)
Gambar 4. Tonometri non kontak (schairer,2009)
2.3.4. Fluktuasi Tekanan Intraokular
Fluktuasi tekanan intraokular saat diurnal maupun nokturnal bergantung pada kadar hormon dalam tubuh seperti kortisol di plasma, kontrol otonom pada pengaturan outflow dari akuos humor, faktor mekanik (kontraksi otot siliaris, perubahan dalam berkedip), peningkatan tekanan darah sistemik. (Sajja dan Vemapti, 2013)
2.3.5. Hubungan Tekanan Intraokular dan Miopia
Tekanan intraokular adalah salah satu dari beberapa faktor dalam patogenesis miopia. Peningkatan tekanan intraokular dapat meningkatkan regangan sklera yang mengakibatkan pemanjangan dari axial length bola mata. Beberapa penelitian telah mengevaluasi adanya hubungan antara tekanan intraokular dan miopia pada anak-anak dan pada beberapa penelitian lain juga menunjukkan hubungan antara tekanan intraokular dan miopia pada orang dewasa. Nesterov dkk menyatakan bahwa pada penderita miopia, posisi korpus siliaris relatif ke posterior sehingga canalis schlemm mengalami keterbatasan dalam memperluas ruang-ruang di trabecular meshwork terutama saat mata berakomodasi. (Lee et al, 2004)
2.3.6. Efek Peningkatan Sementara Tekanan Intraokular
Pada penelitian oleh Augusto dkk tahun 1998 menunjukkan peningkatan sementara tekanan intraokular pada orang emetropia dan miopia menyebabkan perubahan terhadap topografi diskus optik. Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan cupping pada diskus optik. Hal ini terjadi karena peningkatan tekanan intraokular dapat menekan, merubah stuktur jaringan diskus optik serta merubah kelengkungan pada lamina cribrosa. (Cantor L.B., Abreu M.M., Weinland M.,1998)
Gambar 5. Gambaran Pattern Electroretinogram.(Colotto et al, 1996).
2.4 Miopia 2.4.1. Definisi
Miopia adalah salah satu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina. Miopia adalah gangguan penglihatan yang paling sering di negara berkembang dan terutama di negara miskin. (Guyton A.C., 1994)
2.4.2. Epidemiologi
2.4.3. Klasifikasi
Klasifikasi miopia menurut American optometric Association adalah :
a. Miopia simpleks : Miopia yang disebabkan oleh indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi atau karena axial length (panjang bola mata) yang memanjang.
b. Miopia nokturnal : Miopia yang terjadi akibat akomodasi yang berlebihan disaat kurangnya pencahayaan terutama di malam hari.
c. Pseudomyopia : Miopia yang terjadi akibat dari peningkatan daya bias mata karena stimulasi yang berlebihan dari mekanisme akomodasi mata atau kekejangan dari siliaris.
d. Miopia degeneratif : Miopia derajat tinggi yang berhubungan dengan terjadinya perubahan degeneratif di segmen posterior
mata.
Pengelompokkan miopia berdasarkan penyebabnya :
a. Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat dari peningkatan panjang antero-posterior bola mata meskipun kurvatura kornea dan lensa normal. Merupakan bentuk miopia yang paling sering dijumpai.
b. Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata. Miopia ini dibedakan atas :
• Curvatural myopia, miopia yang disebabkan oleh peningkatan kelengkungan kornea, lensa, atau keduanya.
• Index myopia, disebabkan peningkatan indeks refraksi lensa mata.
• Positional myopia, miopia yang disebabkan pergerakan lensa mata ke anterior. (Khurana, 2007)
Berdasarkan waktu terjadinya, miopia dibedakan atas :
a. Congenital myopia : Miopia yang timbul sejak lahir. Miopia ini biasanya berhubungan dengan kelainan kongenital seperti katarak, aniridia atau megalocornea.
lahir prematur, riwayat keluarga dan banyak membaca dekat.
c. Adult onset myopia : Miopia mulai timbul pada umur berkisar 20 tahunan. Adult onset myopia sering timbul pada orang yang sering membaca dekat. (Khurana, 2007)
Derajat miopia diukur oleh kekuatan korektif lensa sehingga bayangan dapat jatuh di retina, yang dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Miopia ringan : -0.25 D s/d -3.00 D.
b. Miopia sedang : -3.25 D s/d -6.00 D.
c. Miopia tinggi : > -6.00 D. (Khurana, 2007)
2.4.4. Etiologi
Pada dasarnya miopia dapat terjadi oleh karena pertambahan panjang aksis bola mata tanpa diikuti oleh perubahan pada komponen refraksi yang lain. Begitu juga perubahan kekuatan refraksi kornea, lensa dan akuos humor akan menimbulkan miopia bila tidak dikompensasi oleh perubahan panjang aksis bola mata. Beberapa hal yang dikaitkan atau diperkirakan sebagai etiologi miopia adalah :
1. Herediter
2. Penyakit sistemik
3. Kelainan endokrin
5. Penyakit mata
6. Gangguan pertumbuhan
7. Lingkungan
8. Kerja dekat yang berlebihan
9. Pemakaian kacamata yang tidak sesuai. (Siregar, N.H., 2012)
2.4.5. Manifestasi Klinis
Keluhan utama seorang penderita miopia adalah kabur melihat jauh dan jelas saat melihat dekat. Pasien sering mengeluhkan sakit kepala dan mata terasa lelah. Seseorang yang miopia memiliki kebiasaan mengernyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole. (Hayatillah A., 2011)
2.4.6. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan pada penderita miopia adalah koreksi kacamata dengan menggunakan lensa konkaf (negatif) terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Lensa negatif ini memindahkan bayangan dengan memundurkan bayangan tepat di retina sehingga penderita miopia dapat melihat dengan baik tanpa akomodasi. Selain dikoreksi dengan kacamata, koreksi miopia dapat menggunakan lensa kontak atau bedah keratorefraktif. (Hayatillah A., 2011)
2.4.7. Axial Length dan Anterior Chamber Depth Pada Miopia
mm di setiap fasenya. Orang dewasa normal memiliki rata-rata axial length 23 mm. Penelitian Tane dan kohno menyebutkan pertumbuhaan axial length berhenti pada anak perempuan saat berumur 10 tahun dan pada laki-laki saat berumur 12 tahun (AAO, 2008; Zadnik et al.2004)
Anterior chamber depth mencapai kedalaman maksimum sekitar umur 15 tahun. Rata-rata nilai normal anterior chamber depth adalah 2.6 mm. (Lee D.G, Choi S.H., 2009).
Penelitian Scott T. Fontana dan Richard F. Brubaker pada tahun 1980 pada 152 pasien miopia dengan umur 16-50 tahun. Penelitian ini menunjukkan Axial length penderita miopia lebih panjang dibandingkan dengan orang normal (emetropia). Anterior chamber depth lebih dalam pada miopia dibandingkan pada orang normal (emetropia). (Scott T, Fontana, Brubaker R.F., 1980)
serrata (dashed line); LT: lens axial thickness; LE: lens equatorial diameter (Chui T.Y.P., Bissig D, Berkowitz B.A.,Akula J.D., 2012).
2.4.8. Alat Pemeriksaan Axial Length dan Anterior Chamber Depth (ACD)
Biometri adalah alat pemeriksaan mata yang dapat mengukur Axial length, anterior chamber depth, dan kekuatan implant intraocular lens. Sehingga didapatkan hasil refraksi yang diinginkan setelah operasi ekstraksi lensa dengan implant intraocular lens (IOL).(Patel AS, O’brien C, Shahzad HSF., 2015)
Gambar 7. Pemeriksaan biometri pada mata. (Patel AS, O’brien C, Shahzad HSF., 2015)
2.5 Sikloplegik
2.5.1 Sejarah Sikloplegik
(disebut belladonna). Efek sikloplegia khususnya atropin tidak diketahui sampai tahun 1811 Ketika William Wells seorang dokter mata yang berasal dari London menemukan kelumpuhan akomodasi pada mata yang diberi sikloplegik untuk melebarkan pupil dan kelumpuhan akomodasi ini bertahan sampai 8 hari. Kemudian pada tahun 1864 penggunaan sikloplegik pada metode refraksi diterima secara universal terutama pada pemeriksaan kelainan refraksi pada anak-anak. (Manny et al., 2001)
2.5.2 Mekanisme Kerja Sikloplegia
Midriasis adalah dilatasi pupil, dapat terjadi karena faktor fisiologis dan nonfisiologis. Penyebab midriasis non fisiologis adalah suatu penyakit, trauma atau penggunaan obat-obatan. Terdapat 2 jenis otot yang mengatur perubahan ukuran dari iris yaitu sfingter iris dan iris dilator. Sfingter iris dipersarafi oleh parasimpatis dan iris dilator dipersarafi oleh sistem saraf simpatis. Stimulasi simpatis dari reseptor adernergik menyebabkan kontraksi otot radial sehingga pupil menjadi dilatasi. Stimulasi parasimpatis menyebabkan kontraksi otot sirkular (melingkar) sehingga pupil konstriksi (menyempit). (Shirzadi K, Amirdehi R.A., Makateb A., Sharaki K., Khosravifard K., 2015)
Midriatik adalah obat yang dapat meningkatkan ukuran pupil dan kovergensi akomodatif serta penurunan ketajaman penglihatan dan amplitudo akomodasi. Midriasis dapat dihasilkan dari peningkatan aktivitas sepanjang jalur simpatik dan penurunan aktivitas sepanjang jalur parasimpatis.
Dua kelas obat menghasilkan efek midriasis yaitu :
2. Obat parasimpatolitik, termasuk atropin, tropikamid, dan cyclopentolate. (Ihekairei D.E., 2012)
Obat yang dapat digunakan untuk dilatasi pupil atau midriasis adalah golongan antagonis kolinergik / antikolinergik. Antikolinergik adalah zat yang menghalangi neurotransmitter asetilkolin di pusat dan sistem saraf perifer. Antikolinergik dibagi menjadi tiga kategori sesuai target kerjanya, yaitu antimuskarinik, ganglionic blocker dan neuromuscular blocker. Antikolinergik menghambat impuls saraf parasimpatis dimana terjadi pengikatan neurotransmitter asetilkolin di reseptor sel-sel saraf. Pemberian antikolinergik pada mata dapat memberikan efek midriasis. (Shirzadi K., Amirdehi R.A., Makateb A., Sharaki K., Khosravifard K., 2015)
Gambar 8. Persarafan pada iris. (Donald M., 2014)
2.5.3. Tropikamid
Pada penelitian desmond dkk pada tahun 2012 membandingkan efek cyclopentolate dan Tropikamid pada anak sekolah dalam pemeriksaan kelainan refraksi. Cyclopentolate menurunkan amplitudo akomodasi sedikit lebih tinggi dari tropikamid (9.25 D menjadi 3.41 D oleh cyclopentolate dan menjadi 3.93 D oleh tropikamid). Cyclopentolate memiliki efek ringan pada mata sampai reaksi sistemik yaitu mual, muntah, mengantuk dan halusinasi. Tropikamid memiliki efek yang sedikit pada mata dibandingkan dengan cyclopentolate. (Ihekairei D.E., 2012)
2.5.4. Struktur Kimia Tropikamid
Menurut British Pharmacopoeia (1973), Tropikamid adalah N-etil-4- (4-piperidyl metil) tropicamide. Tropikamid bersama dengan Lachesine, Dibutoline, dan Oxyphenonium merupakan analog sintetik atropin yang memblokir reseptor muskarinik dan karena itu menunjukkan efek yang mirip dengan atropin. Juga seperti atropin, Tropikamid tidak mempengaruhi impuls saraf dan tidak mencegah pelepasan asetilkolin (ACH). Tropikamid tersedia dalam bentuk 0,5% dan 1 %. (Vale J., Cox B.,1984)
2.5.5. Peranan Sikloplegik Pada Amplitudo Akomodasi Anak
Amplitudo akomodasi pada anak-anak selalu lebih besar dibandingkan orang dewasa. Sejalan dengan usia, maka kemampuan akomodasi manusia akan semakin menurun (tabel 2.5.5.1). Obat golongan sikloplegik menghambat kekuatan akomodasi mata dengan menghambat kerja otot siliaris. Sehingga pemeriksaan koreksi kelainan refraksi pada penderita miopia terutama pada anak-anak terhindar dari overcorrection. (Farhood Q.K., 2012)
Tabel 2.5.5.1. Rerata Kekuatan amplitudo akomodasi. (AAO,1998)
Sikloplegik dapat meningkatkan tekanan intraokular. Peningkatan tekanan intraokular terjadi karena paralisis pada otot siliaris yang mengakibatkan berkurangnya tarikan trabecular meshwork sehingga terjadi penurunan aliran akuos humor. Pada penelitian Joon MK didapatkan peningkatan 1,85±2.01 mmHg pada
Usia Amplitudo Akomodasi Lensa Addisi
orang normal setelah diberi sikloplegik. Sementara pada penelitian I-Lun Tsai dkk tahun 2012 yang melibat 163 anak (emetropia dan miopia), setelah pemberian Tropikamid 1% terjadi peningkatan yang cukup tinggi yaitu 6- 8 mmHg pada beberapa anak miopia. (Hancox J., Murdoch I., Parmar D., 2002; Tsai I.L., 2012)
2.5.7. Pengaruh Sikloplegik Terhadap Axial Length dan Anterior Chamber Depth
Penelitian oleh Pruett R.C pada tahun 1988 menunjukkan hubungan tekanan intraokular terhadap axial length. Tekanan intraokular yang tinggi menyebabkan meningkatnya tegangan sklera yang mengakibatkan terjadinya miopia. Pada Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rose KA pada tahun 2004 pada 179 orang pada anak berumur 6 tahun, didapatkan tidak ada perbedaan axial length sebelum dan sesudah pemberian sikloplegia ( tropikamid 1%).
Tajam Penglihatan (variabel independent) 2.6. Kerangka Konsep
Miopia (variabel dependent)
Spherical equivalent (variabel independent)
Tekanan intraokular (variabel independent)
Anterior Chamber Depth (variabel independent)
2.7. Alur Penelitian
Sampel
Miopia
Pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan slit lamp
Pemeriksaan funduskopi untuk evaluasi segmen posterior Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometri non
kontak
Pengukuran axial length denganbiometri
Pengukuran anterior chamber depth dengan biometri
Pemberian Sikloplegik
Pemeriksaan visus dan koreksi tajam penglihatan
Pemeriksaan tekanan intraokular dengan tonometri
non kontak
Pengukuran axial length denganbiometri
Pengukuran anterior chamber depth dengan biometri
Pemeriksaan visus
Koreksi tajam penglihatan
2.8. Definisi Operasional
Tabel 2.8.1 Definisi operasional
Pengertian Satuan
1 Visus Ketajaman penglihatan setiap mata logmar 2 Miopia Kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk
ke bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina.
-
3 Tekanan intraokular
Tekanan yang dihasilkan oleh jaringan yang berada di dalam mata.
letak pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Milimeter (mm) 5 Sikloplegik Obat yang dapat meningkatkan ukuran pupil dan
akomodasi kovergensi akomodatif serta penurunan ketajaman penglihatan dan amplitudo akomodasi.
-
6 Daya akomodasi
Kemampuan mata mengubah fokus lensa mata untuk memfokuskan benda yang jauh atau dekat sehingga titik fokus jatuh tepat di retina.
-
7 Axial length Panjang axis bola mata Milimeter (mm) 8 Diskus optik Bagian dari nervus optikus di mana sel-sel ganglion
mata keluar untuk membentuk saraf optik.
-
9 Biometri Alat pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur panjang sumbu bola mata dan kedalaman bilik mata depan.
-
10 Tonometer non kontak
Alat untuk mengukur tekanan bola mata menggunakan hantaran udara dan dapat dilakukan tanpa anestesi lokal sebelum dilakukan pengukuran.
-
11 Rentang umur Batasan umur yang digunakan pada penelitian ini adalah 12 sampai 18 tahun.
Tahun
12 Spherical equivalent
Kekuatan lensa kacamata Dioptri