BAB 3
- Difraktometer sinar-x Rigaku 600 Miniflex
- Fourier Transform Infrared
- Brunauer-Emmet-Teller adsorpmeter
- Abu abu boiler pabrik minyak kelapa sawit
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penghilangan pengotor dalam abu
Abu boiler pabrik minyak kelapa sawit diayak dengan ayakan berukuran 120 mesh. Kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Lalu ditambahkan aquadest hingga abu terendam sambil diukur pHnya. Abu yang sudah direndam didiamkan hingga terbentuk beberapa lapisan. Lapisan atas yang merupakan pengotor dibuang. Kemudian ditambahkan aquadest hingga hingga pengotornya habis. Lalu didiamkan hingga abu mengendap. Abu dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 90oC selama 4 jam hingga abu kering. Lalu diayak kembali dengan ayakan berukuran 120 mesh. Lalu ditimbang dan dianalisis dengan XRD.
3.3.2 Pemurnian Silika
Ditimbang120 g boiler pabrik minyak kelapa sawit, lalu ditambahkan HCl 10 N sebanyak 200 mL. Kemudian dididihkan pada suhu 110°C sampai berhenti bereaksi. Setelah itu, didiamkan. Lalu ditambahkan aquadest dan disaring sambil dicuci dengan aquadest sampai filtratnya bening. Residu dikeringkan dengan oven pada suhu 120°C selama 4 jam. Kemudian difurnace pada suhu 750°C selama 3 jam. Lalu didinginkan dan ditimbang. Lalu dianalisis dengan XRD.
3.3.3 Ekstraksi Silika dengan NaOH
Abu hasil pemurnian dimasukkan kedalam beaker glass sebanyak 10 g. Kemudian ditambahkan masing-masing NaOH 8 N, 9 N, dan 10 N sebanyak 60 mL, lalu dididihkan sambil distirer selama 2 jam, lalu didiamkan. Kemudian disaring.Filtrat dipisahkan dari residu, lalu ditambahkan aquadest terhadap residu sebanyak 100 mL dan dididihkan selama 2 jam.Kemudian didinginkan, lalu disaring.Dicampurkan filtrat I dan II.
3.3.4 Pengubahan Natrium Silikat menjadi Silika
3.3.5Karakterisasi Silika dengan Penambahan Template
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemurnian Silika dan Karakterisasinya
Abu boiler pabrik minyak kelapa sawit terlebih dahulu diayak dengan ukuran 120 mesh dan dibersihkan dengan aquadest untuk meminimalkan pengotor yang terdapat pada abu boiler, sehingga diperoleh abu berbentuk partikel halus berwarna abu-abu kehitaman dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Abu boiler pabrik minyak kelapa sawit
Sebelum dilakukan penambahan HCl untuk menghilangkan oksida logam, maka dilakukan analisis terlebih dahulu dengan XRD untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material. Grafik parameter struktur kisi serta ukuran partikel abu boiler berdasarkan analisis XRD
diperoleh pada sudut 2θ seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.2berikut.
Gambar 4.2 Difraktogram Analisis XRD abu boiler sebelum ditambahkan HCl
Gambar 4.3 Daftar Peak XRD abu sebelum penambahan HCl
Berdasarkan daftar peak XRD pada Gambar 4.3 hasil difraktogram peak yang paling
kuat yang intensitasnya paling tajam dalam sampel dengan sudut 2θ yang dihasilkan yaitu
29.39°, 39.41°, dan 47.47°.
Gambar 4.4 Hasil pemurnian silika dari oksida logam dengan HCl
Abu yang didapatkan setelah pemurnian lebih putih dibandingkan kondisi awal sebelum dilarutkan dengan HCl. Hal ini menyatakan bahwa oksida logam sebagian besar larut dalam asam. Ada beberapa reaksi yang terjadi pada logam-logam yang terdapat pada abu dengan asam kuat seperti HCl:
CaO (s) + 2 HCl (s)→ CaCl2 (aq) + H2O (aq) MgO (s) + 2 HCl (aq)→ MgCl2 (aq) + H2O (aq)
Berdasarkan penelitian Ramadhan dkk (2014), silika dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat diperoleh melalui ekstraksi menggunakan larutan asam.Tabel 4.3 menunjukkan abu yang diperoleh setelah dimurnikan dengan asam.
Tabel 4.1 Hasil abu boiler yang sudah dimurnikan dengan HCl
Ulangan Penimbangan Sampel (g)
Hasil pemurnian (g)
1 120 48.83
2 120 48.96
Gambar 4.5 Difraktogram Analisis XRD abu boiler setelah ditambahkan HCl
Dari gambar 4.5 Peak yang melebar menunjukkan silika dalam fasa amorf pada sudut 20.84° sampai sudut 21.75°, namun masih terdapat peak yang bentuknya curam menunjukkan bahwa abu boiler setelah pemurnian, sebagian masih dalam fasa kristalin.
Hasil difraktogram pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6 menunjukkan senyawa penyusun yang terkandung dalam sampel dengan sudut 2θ yang intensitasnya paling tajam dihasilkan yaitu 21.75°; 26.61°, dan 20.84°.
4.2 Ekstraksi Silika dan Karakterisasinya 4.2.1 Ekstraksi Silika
Untuk memperoleh silika dalam bentuk amorf, maka abu yang sudah dimurnikan diekstraksi dengan menggunakan NaOH sehingga membentuk natrium silikat.Silika dibuat dengan mencampur larutan natrium silikat dengan suatu asam mineral.Reaksi ini menghasilkan suatu dispersi pekat yang akhirnya memisahkan partikel dari silika terhidrat, yang dikenal sebagai silika hidrosol atau asam silikat yang kemudian dikeringkan agar terbentuk silika gel, reaksi yang terjadi:
SiO2(s) + 2NaOH (aq) → Na2SiO3 (aq) + H2O (l) Na2SiO3 (aq) + 2 HCl (aq) → H2SiO3(l) + 2 NaCl (aq)
H2SiO3(l) → SiO2.H2O (s) (Bakri et al., 2008)
Silika amorf yang diperoleh berwarna putih berbentuk partikel dengan ukuran halus.Terlihat jelas perubahan yang signifikan antara abu silika sebelum ekstraksi yang ditunjukkan dengan warna yang abu-abu dengan abu silika yang sudah diekstraksi yang kemudian membentuk silika amorf berwarna putih yang terlihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Silika Amorf
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, maka peneliti meningkatkan yield silika amorf dari abu boiler dengan meningkatkan konsentrasi NaOH. Variasi konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 7 N, 8 N, dan 9 N. Dengan peningkatan konsentrasi NaOH maka terjadi peningkatan yield silika yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2 berikut
Tabel 4.2 Yield silika amorf yang diperoleh
Sampel
Dari hasil yang diperoleh, maka terlihat bahwa konsentrasi NaOH sebagai bahan pengekstraksi mempengaruhi yield silika dari abu boiler.Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka semakin banyak silika yang diperoleh.
4.2.2 Karakterisasi Silika 4.2.2.1 Spektrum FT-IR
Silika yang diperoleh dari hasil ekstraksi kemudian dianalisis dengan FTIR untuk mengetahui adanya gugus fungsi yang berkaitan dengan silika.Dimana sumbu x merupakan bilangan gelombang dan sumbu y merupakan presentase transmitan (T).spektrum yang dihasilkan dapat dilihat dalam grafik 4.4
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa pada bilangan gelombang 1067 cm-1 dan 806 cm-1 menunjukkan terdapatnya gugus Si-O-Si. Jadi, dapat dilihat bahwa serbuk putih yang dihasilkan dari ekstraksi abu boiler merupakan silika.
4.2.2.2 Difraksi Sinar X (XRD)
Serbuk silika yang diperoleh dikarakterisasi dengan analisa XRD untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam silika, serta ukuran partikel silika sehingga diperoleh
pola difraksi dari silika pada sudut 2θ seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.9 dan
parameter ukuran partikel abu ditunjukkan pada Tabel 4.10
Gambar 4.9 Difaktogram Analisis XRD dari silika hasil ekstraksi
Dari gambar tersebut dapat dilihat peak yang semakin melebar dan bentuk yang teratur yang menandakan bahwa silika yang diperoleh menunjukkan fasa amorf.Hasil difraktogram pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 menunjukkan senyawa penyusun yang
Gambar 4.10 Daftar Peak XRD silika hasil ekstraksi 4.2.2.3 Adsobsi-desorbsi IsotermNitrogen BET
Analisa luas permukaan silika amorf yang sudah diperoleh dapat ditentukan dengan menggunakan karakterisasi dengan BET. Sebelum dilakukan analisa maka terlebih dahulu ditentukan adsorpsinya yang dinyatakan dalam nilai P/Po.Kemudian alatnyaotomatis mengukur banyaknya gas yang terjerap pada tiap titik P/Po. Lalu data yang diperoleh akan dinyatakan dalam bentuk tabel dan grafik isotherm adsorpsi.
Setelah diperoleh titik koordinat data tersebut maka perhitungan dilakukan dalam
software dengan menggunakan metode yang diinginkan. Dengan menggunakan software ini,
Gambar 4.11 Kurva adsorbsi desorbsi silika dari abu boiler
Gambar 4.11 menunjukkan pola adsorbsi yang tergolong dalam tipe 4, tipe ini berlaku untuk material yang berdiameter berukuran mesopori yang menyatakan adanya daya adsorbsi dan desorbsi yang membuktikan bahwa adanya pori sehingga memungkinkan terjadinya peristiwa adsorbsi.
Berdasarkan karakterisasi silika menggunakan metode BET maka dalam Tabel 4.3 menunjukkan data hasil analisa karakterisasi pori silika.
Tabel 4.3 Data karakterisasi pori silika hasil ekstraksi
Parameter Nilai
Luas permukaan spesifik BET Diameter pori
Volume pori
60.08 m2/g 79 Å 61.20 cc/g
4.3 Penambahan Template terhadap Silika
Silika yang sudah diperoleh dan dikarakterisasi dengan XRD, FTIR, dan BET, kemudian ditambahkan template berupa asam oleat dan asam palmitat untuk melihat adanya pengaruh ukuran pori maupun luas permukaaan serta volume pori.
4.3.1 Penambahan Asam oleat terhadap Silika
Asam oleat ditambahkan terhadap silika abu boiler pabrik kelapa sawit hingga merata.Didiamkan semalaman, lalu dikalsinasi pada suhu 900°C.Dihasilkan partikel halus berwarna putih yang ditunjukkan pada Gambar 4.12 berikut.
Gambar 4.12 Silika yang telah ditambahkan dengan asam oleat
Silika yang sudah ditambahkan dengan asam oleat dikarakterisasi dengan BET untuk menghitung luas permukaan, diameter, serta volume pori yang diperoleh setelah penambahan
template yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan oleat terhadap ukuran pori
silika yang ditunjukkan pada Gambar 4.13.
Gambar 4.13 Kurva adsorbsi desorbsi silika dengan penambahan asam oleat Berdasarkan karakterisasi silika menggunakan metode BET maka dalam Tabel 4.4 menunjukkan data hasil analisa karakterisasi pori silika.
Tabel 4.4 Data karakterisasi pori silika hasil penambahan asam oleat
Parameter Nilai
4.3.2 Penambahan Asam Palmitat terhadap Silika
Asam palmitat yang sudah dilarutkan terlebih dahulu dengan metanol ditambahkan terhadap silika abu boiler pabrik kelapa sawit hingga merata.Didiamkan semalaman, lalu dikalsinasi pada suhu 900 °C.Dihasilkan partikel halus berwarna putih yang ditunjukkan pada Gambar 4.14 berikut.
Gambar 4.14 Silika yang telah ditambahkan dengan asam palmitat
Silika yang sudah ditambahkan dengan asam palmitat dikarakterisasi dengan BET untuk menghitung luas permukaan, diameter, serta volume pori yang diperoleh setelah penambahan template yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan oleat terhadap ukuran pori silika yang ditunjukkan pada Gambar 4.15 berikut.
Gambar 4.15 menunjukkan pola adsorbsi yang tergolong dalam tipe 4, tipe ini berlaku untuk material yang berdiameter berukuran mesopori yang menyatakan adanya daya adsorbsi dan desorbsi yang membuktikan bahwa adanya pori sehingga memungkinkan terjadinya peristiwa adsorbsi.
Berdasarkan karakterisasi silika menggunakan metode BET maka dalam Tabel 4.5 menunjukkan data hasil analisa karakterisasi pori silika.
Tabel 4.5 Data karakterisasi pori silika
Parameter Nilai
Luas permukaan spesifik BET Diameter pori
Volume pori
17.67 m2/g 41.31 Å 44.74 cc/g
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, konsentrasi NaOH sebagai bahan pengekstraksi mempengaruhi yield silika dari abu boiler. Semakin tinggi konsentrasi NaOH dalam proses ekstraksi maka endapan silika yang diperoleh semakin banyak dan semakin tinggi kadar silika yang dihasilkan. Yield silika yang diperoleh berdasarkan peningkatan variasi konsentrasi 7 N, 8 N dan 9 N secara berturut-turut adalah 39.20%,62.50 %, 64 %.
2. Adanya penambahan asam oleat dan asam palmitat sebagai template, mempengaruhi terhadap ukuran pori silika. Asam oleat dan asam palmitat membuat ukuran pori silika semakin kecil, namun masih tergolong dalam silika mesopori. Asam oleat dan asam palmitat membuat ukuran pori silika semakin kecil dibandingkan dengan silika hasil ekstraksi sebelum penambahan template. Luas permukaan silika hasil ekstraksi dari abu boiler 60.08 m2/g, diameter pori 79 Å, dan volume pori 61.20 cc/g. Pada penambahan asam oleat, maka diperoleh luas permukaan spesifik BET 40.34 m2/g, diameter pori 46.08 Å, serta volume pori 28.56 cc/g. Sedangkan dengan penambahan asam palmitat diperoleh luas permukaan spesifik BET 17.67 m2/g, diameter pori 41.31 Å, dan volume pori 44.74 cc/g.
5.2 Saran