TINJAUAN PUSTAKA
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (Palm Kernel Cake) merupakan hasil ikutan pengolahan minyak sawit (Crude Palm Oil) yang paling tinggi nilai gizinya untuk pakan ternak. Kandungan protein kasarnya bervariasi antara 15-17%. Kandungan protein
dipengaruhi oleh kualitas buah sawit dan sistem pengolahan. Bungkil inti sawit
cukup potensial untuk pakan ternak dengan melihat kandungannya
15,43% protein kasar, 15,47% serat kasar, 7,71% lemak, 0,83% Ca, 0,86% P, dan 3,79% Abu (Amri, 2006).
BIS memiliki nilai energi metabolis (ME): 2087–2654 kcal/kg.
Ketersediaan asam amino essensil (essential amino acid digestibility) BIS tidak terlalu rendah, yaitu berkisar antara 66,7 – 92,7% (Onwudike, 1986).
Namun, penggunaannya untuk pakan unggas terbatas karena tingginya
kadar serat kasar, termasuk hemiselulosa (mannan dan galaktomanan), serta rendahnya kadar dan kecernaan asam amino. Batas penggunaan bungkil inti
sawit dalam campuran pakan unggas bervariasi, yaitu antara 5-10% pada ransum ayam broiler dan bisa digunakan hingga 20-25% dalam ransum ayam petelur
(Chong et al., 2008 ; Sinurat, 2012) .
Dinding sel BIS merupakan polisakarida berupa a-gel like matrix yang
keras oleh adanya lignin dan silika sehingga sukar dicerna oleh enzim.
Komponen terbesar lainnya adalah sellulosa yang resisten terhadap degradasi biologis dan hidrolisis asam. Hidrolisis sellulosa dapat ditingkatkan dengan
Kandungan nutrisi BIS dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit
Gula Netral Persentase dari dinding sel (%)
Ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) diantara dua
Ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: aqueous phase
(menggunakan air sebagai pelarut) dan organic phase menggunakan pelarut
organik, seperti : kloroform, eter dan sebagainya).
Syarat pelarut yang dapat digunakan dalam proses ekstraksi antara lain: murah, tersedia dalam jumlah yang besar, tidak beracun, tidak dapat terbakar,
tidak eksplosif bila tercampur dengan udara, tidak korosif, tidak menyebabkan terbentuknya emulsi dan stabil secara kimia dan termis (Bernasconi et al., 1995).
Asam Asetat (CH3COOH)
Asam asetat adalah senyawa kimia asam organik yang dapat di produksi dalam berbagai konsentrasi. Dalam bentuk murni asam asetat di kenal sebagai
asam asetat glasial karena berubah menjadi kristal jika dalam suhu dingin.
Rumus molekulnya CH3COOH adalah suatu senyawa berbentuk cairan,
tak berwarna, berbau menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut
di dalam air, alkohol, gliserol dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya 118,10 C (Hardoyono, 2007).
Asam asetat dapat digunakan sebagai pelarut zat organik yang baik dan
untuk membuat selulosa asetat yang dibutuhkan untuk pembuatan film, rayon, selofan. Asam asetat dapat juga digunakan sebagai pengawet, bumbu-bumbu
masak atau penambah rasa masakan, untuk membuat aneka ester, zat warna dan propanan (DepkesRI, 2005).
Penggunaan Asam Asetat (CH3COOH) Meningkatkan Kecernaan BIS
subtansi antimikrobial yang digunakan dalam pangan. Penambahan preservatif diharapkan dapat memperpanjang masa simpan dan mencegah kerusakan pada
bahan pangan (Ray,1992).
Untuk meningkatkan kegunaannya BIS telah diekstrak dengan asam atau basa Ramli et al. (2008) melaporkan teknologi ekstraksi yang digunakan dalam
penelitiannya telah mampu mengubah polisakarida non pati menjadi molekul yang lebih sederhana (mono dan disakarida), sehingga nilai kelarutan BIS hasil
ekstraksi (BIS PRO) meningkat secara signifikan dibandingkan dengan BIS tanpa ekstraksi (70,22 vs 23,15%). .
Perendaman partikel dalam asam asetat menyebabkan sebagian zat
ekstraktif terlarut serta mendegradasi polisakarida amorf (hemiselulosa) dan pati. Hal ini menyebabkan sifat higroskopis partikel menurun karena hemiselulosa dan
pati merupakan polihidroksi. Penurunan sifat higroskopis menyebabkan kapasitas pengikatan air rendah sehingga kadar air menurun (Endriadila, 2014).
Enzim
Enzim merupakan molekul organik (protein) yang dihasilkan oleh
makhluk hidup dan berfungsi sebagai katalis atau mempercepat reaksi kimia tertentu. Enzim yang ditambahkan ke dalam pakan atau bahan pakan akan
meningkatkan kecernaan gizi melalui pemecahan struktur molekul yang kompleks
menjadi molekul yang lebih sederhana, misalnya dari polisakarida menjadi di- atau monosakarida atau dari protein menjadi asam amino (Sinurat et al., 2008).
Enzim juga merupakan zat yang dapat bereaksi di dalam sel hidup, enzim mengkatalisis semua aspek metabolisme sel seperti dalam proses
lemak menjadi molekul yang lebih kecil; penyimpanan dan perpindahan energi kimia serta pembentukkan struktur penyusun sel (Purawadaria et al., 1994).
Kerja enzim dapat dihambat oleh beberapa faktor, antara lain pengaruh
suhu tinggi, konsentrasi substrat, pengaruh pH, inhibitor, regenerasi enzim, dan pengaruh suhu pembekuan (Piliang et al., 2006).
Aplikasi Enzim dalam Meningkatkan Nilai Nutrisi Bungkil Inti Sawit
Penambahan enzim pada bungkil inti sawit dapat meningkatkan nilai nutrisinya. Iyayi dan Davies (2005) menyatakan bahwa penggunaan enzim pada
bungkil inti sawit sebagai penyusun ransum ayam pedaging mampu memperbaiki beberapa komponen nutrien (protein, lemak, dan serat), memberikan keuntungan secara ekonomis dengan memecah ikatan polisakarida non pati dengan
meningkatkan kecernaan bungkil inti sawit.
Penggunaan enzim komersial Gamanase dan mannanase
(Sundu et al., 2004) dan PKCase-Alltech Inc., KY (Chong, 1999) telah dilakukan untuk meningkatkan nilai nutrisi BIS. Penambahan enzim pada BIS secara nyata meningkatkan efisiensi dan daya cerna nutrien serta menurunkan viskositas
nutrien dalam saluran pencernaan (jejunum) (Sundu et al., 2004).
Penambahan enzim mannanase sebanyak 2,0 ml /g BIS. Nilai aktivitas
enzim (IU/ml) menunjukkan kemampuan enzim untuk mempercepat proses hidrolisis substrat yang digunakan (Handoko, 2010).
Sifat Fisik Bahan Baku Pakan
Sifat fisik merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh suatu bahan (material)
Sifat fisik untuk pangan telah banyak diketahui, tetapi data untuk sifat fisik bahan pakan masih sangat terbatas. Sifat fisik pakan penting untuk diketahui dalam
beberapa permasalahan dan perancangan alat-alat yang dapat membantu proses
produksi pakan serta membantu industri pengolahan hasil pertanian (Handayani, 2010).
Bahan pakan yang diberikan kepada ternak sangat berpengaruh terhadap daya produksi ternak tersebut.Uji ini untuk mencegah penggunaan bahan pakan
yang berbahaya bagi ternak. Bahan pakan mempunyai sifat fisik yaitu sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang, luas permukaaan spesifik, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan (Khalil, 1997).
Menurut Jaelani (2007), sifat fisik pakan adalah salah satu faktor yang
penting untuk diketahui. Keefisienan suatu penanganan, pengolahan,
dan penyimpanan, dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai nutrisi saja tetapi juga menyangkut sifat fisik, sehingga kerugian akibat kesalahan penanganan bahan pakan dapat dihindari.
Kerapatan tumpukan (Bulk Density)
Kerapatan tumpukan adalah perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati dalam satuan kg/m3. Pengukuran kerapatan
tumpukan (bulk density) dilakukan untuk menentukan volume ruang pada suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti dalam pengisian alat pencampur dan elevator (Khalil, 1999).
Ukuran partikel bahan mempengaruhi nilai kerapatan tumpukan. Semakin banyak jumlah partikel halus dalam ransum, maka akan meningkatkan
Kerapatan tumpukan memiliki pengaruh terhadap daya campur dan ketelitian pengukuran. Kerapatan tumpukan juga berpengaruh terhadap daya
ambang dan stabilitas pencampuran pakan. Tabel 3 dan Tabel 4 menunjukan nilai kerapatan tumpukan beberapa bahan pakan menurut Khalil (1999) dan kriteria dalam penilaian kerapatan tumpukan menurut Kolatac (1996).
Kerapatan pemadatan tumpukan adalah merupakan perbandingan antara berat bahan pakan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui
yang dibaca merupakan volume terkecil yang diperoleh selama penggetaran. Sebaiknya pemadatan dilakukan tidak lebih dari 10 menit (Mujnisa, 2008).
Menurut Khalil (1999), kerapatan pemadatan tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel dan kadar air suatu bahan. Selain kadar air dan ukuran partikel, besarnya kerapatan pemadatan tumpukan juga dipengaruhi ketidaktepatan
pengukuran (Sayekti,1999). Besarnya nilai kerapatan pemadatan tumpukan mementukan kapasitas pengisian tempat penyimpanan silo. Tabel 5 menunjukkan
nilai kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan.
Tabel 5. Nilai kerapatan pemadatan tumpukan beberapa bahan pakan
Bahan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (kg/m3
)
Jagung 704,2
Sorghum 707,6
Bungkil Inti Sawit 700,7
Bungkil Kedelai 340,5
Tepung Ikan 562,0
Sumber: Khalil (1999)
Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi berarti bahan memiliki
kemampuan memadat yang tinggi dibandingkan dengan bahan yang lain.
Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang dihasilkan maka laju alir semakin menurun (Rikmawati, 2005).
Berat Jenis (Spesific Gravity)
Berat jenis juga disebut berat spesifik (specific gravity), merupakan perbandingan antara berat bahan terhadap volumenya,
menggunakan prinsip Hukum Archimedes, yaitu suatu benda di dalam fluida,
baik sebagian ataupun seluruhnya akan memperoleh gaya archimedes
sebesar fluida yang dipindahkan dan arahnya ke atas (Khalil,1999). Tabel 6 menunjukkan nilai berat jenis beberapa bahan pakan.
Tabel 6. Nilai berat jenis beberapa bahan pakan
Bahan Berat Jenis (kg/m3)
Jagung 1579,1
Sorghum 1221,4
Bungkil Inti Sawit 1574,3
Bungkil Kedelai 912,2
Tepung Ikan 1289,3
Sumber: Khalil (1999)
Berat jenis dipengaruhi oleh komposisi kimia pakan. Menurunnya nilai berat jenis disebabkan ruang antar partikel bahan sudah terisi oleh aquades dalam
pengukuran sehingga nilai berat jenisnya rendah. Apabila partikel semakin kasar maka ukuran partikel semakin besar dan kerapatan semakin menurun sehingga air lebih mudah mengisi ruang antara partikel (Gautama, 1998).
Analisa Proksimat
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat
pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997).
Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya
terkandung di dalamnya. Selain itu,manfaat dari analisis proksimat adalah dasar
untuk formulasi ransum dan bagian dari prosedur untuk uji kecernaan. Besarnya nilai kandungan zat makanan yang diperoleh pada analisis proksimat,
bukan nilai yang sebenarnya, tetapi mendekati. Kelemahan dari analisis proksimat menduga kedudukan vitamin, sebab kedudukan vitamin tidak jelas dalam analisis
proksimat, sehingga penentuan vitamin dalam pakan/ransum dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur analisis tersendiri (Tillman,1998).
Analisis Van Soest
Untuk mengetahui fraksi selulosa dan lignin perlu dilakukan analisa
lain yang lebih khusus yaitu metode analis Van Soest . Peter J. Van Soest dari USDA Beltville National Research, sekitar tahun 1965 mengembangkan
prosedur pengujian yang memisahkan serat kasar menjadi dua bagian, yakni Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF),
selanjutnya ADF diuraikan lagi menjadi Acid Detergent Lignin (ADL).
Sistem analisis Van Soest menggolongkan zat pakan menjadi isi sel dan dinding sel. Neutral Detergent Fiber (NDF) mewakili kandungan dinding sel
yang terdiri dari lignin, selulosa, hemiselulosa, dan protein yang berikatan dengan dinding sel (Pina et al., 2009).
Bagian yang tidak terdapat sebagai residu dikenal sebagai
Neutral Detergent Soluble (NDS) yang mewakili isi sel dan mengandung lipid, gula, asam organik, non protein nitrogen, pektin, protein terlarut, dan bahan
Kandungan ADF merupakan indikator kecernaan hijauan, karena kandungan lignin merupakan bagian dari fraksi yang dapat dicerna. Nilai NDF
selalu lebih besar dari ADF, karena ADF tidak mengandung hemiselulosa. Serat detergen netral (neutral-detergen fiber, NDF), yang merupakan sisa setelah
ekstraksi dalam keadaan mendidih dengan larutan netral natrium lauril sulfat dan
asam etilendiamintetraasetat (EDTA), terutama atas lignin, selulosa, dan hemiselulosa, dan dapat dianggap sebagai komponen dinding sel tumbuhan
(Hernawati, 2009)
Energi Metabolis
Energi metabolis merupakan standar perhitungan ketersediaan energi pada ayam dan ternak unggas lainnya. Perhitungan energi metabolis mudah dilakukan
pada ayam karena muara saluran urin dan feses menjadi satu yaitu di kloaka,
sedangkan untuk memisahkan kedua saluran tersebut diperlukan operasi.
Oleh karena itu, dilakukan perhitungan energi metabolis dengan pengambilan urin dan feses (ekskreta) secara bersamaan (Leeson dan Summers, 2001).
Menurut Wahju (2004), minimal ada 4 nilai energi, yaitu energi bruto
(Gross energy), energi dapat dicerna, energi metabolis dan energi netto. Energi yang dikonsumsi oleh ternak akan menjadi energi dapat dicerna dan
sisanya dibuang dalam kotoran (feses). Selanjutnya energi yang dapat dicerna dirombak menjadi energi metabolis serta energi dalam urin. Energi metabolis akan diubah oleh tubuh menjadi panas dari proses metabolisme zat-zat makanan
Daya cerna suatu bahan pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar, keseimbangan zat - zat makanan dan faktor ternak (bobot badan) yang selanjutnya
akan mempengaruhi nilai energi metabolisme suatu bahan pakan. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc. Donald et al. (1994) bahwa rendahnya daya
cerna terhadap suatu bahan pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang
dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolisme menjadi rendah.
Energi metabolis dinyatakan dalam energi metabolis semu/EMS
(Apparent metabolizable energy/AME) dan energi metabolis murni/EMM (True metabolizable energy/TME). Nilai AME dan TME tersebut sangat
tergantung pada energi bruto yang dikonsumsi dan energi bruto yang
diekskresikan melalui ekskreta. Menurut Ensminger (1991) tidak semua energi yang terkandung dalam ransum dapat dipergunakan oleh ternak, sebagian akan
terbuang melalui feses dan urin.
Energi tercerna (digestible energy/DE) merupakan selisih antara energi bruto (gross energy) makanan dengan energi yang dikeluarkan tubuh melalui
feses, dimana sebenarnya bukan jumlah energi yang diserap melalui tubuh namun energi tersebut hilang berupa gas metan, CO2 dan panas jadi masih merupakan
energi tercerna semu. Berbeda dengan energi metabolis semu pada energi metabolis murni nilainya dipengaruhi oleh energi endogenus. Energi endogenus merupakan energi bruto yang diekskresikan oleh ayam tanpa dipengaruhi