• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA PRESERVASI DIGITAL DI PERPUST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENTINGNYA PRESERVASI DIGITAL DI PERPUST"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA PRESERVASI DIGITAL DI PERPUSTAKAAN

Fithria Rizka S*

Minat Studi Manajemen Informasi dan Perpustakaan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Jl. Bulaksumur, Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

55281

*Fithriarizkas@yahoo.com

ABSTRACT

In recent years, a wide variety of computerized information sources have been developed by publishers and libraries. Various paper-based information that has been a prima donna of traditional libraries, is now widely available in electronic form, even some of the information products produced, some are only available in electronic form. This development has also been supported by the development of retrieval and access systems, this being an option in meeting the needs of the public for information. Technological developments are able to compress the size of data or information to be parsed back after arriving at the destination, making the transfer of information and data faster. In addition to accelerating the process in daily activities, digital data format is also the need of community services. But with the media where digital information stores always experience degradation and can be damaged at all. Outdated hardware and software without us knowing it. Therefore, it is important to note the management of lifecycle management (collection of lifecycle management) of stored digital collections. For that required conservation of this digital collection.

ABSTRAK

Dalam beberapa tahun terakhir, beraneka ragam sumberdaya informasi terkomputerisasi banyak dikembangkan oleh penerbit dan perpustakaan. Berbagai informasi paper-based yang selama ini merupakan primadona perpustakaan tradisional, sekarang telah banyak yang tersedia dalam bentuk elektronik, bahkan sebagian dari produk informasi yang dihasilkan, ada yang hanya tersedia dalam bentuk elektronik. Perkembangan ini juga telah didukung oleh perkembangan sistem temu kembali dan akses, hal ini menjadi salah satu alternatif pilihan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi. Perkembangan teknologi mampu memampatkan ukuran data atau informasi untuk kemudian diurai kembali setelah sampai di tujuan, membuat transfer informasi dan data dapat menjadi lebih cepat. Selain mempercepat proses dalam aktivitas sehari-hari, format data digital juga mempermudah aktivitas pelayanan kepada masyarakat. Namun dengan media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali ketinggalan zaman tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur hidup (lifecycle management) koleksi digital yang disimpan. Untuk itu diperlukan pelestarian terhadap koleksi digital ini.

(2)

1.

PENDAHULUAN

Sepanjang sejarah manusia, perpustakaan bertindak selaku penyimpanan khasanah hasil pikiran manusia. Hasil pikiran ini dapat dituangkan dalam bentuk cetak maupun non cetak (digital) dengan dituangkannya pikiran-pikiran tersebut dalam berbagai bentuk tersebut, maka akan ada kegiatan yang harus bisa merawat, menyimpan, dan menyebarkan semua itu secara terus menerus agar informasi yang ada dalam pikiran manusia tersebut bisa selalu diketahui oleh setiap orang. Perkembangan teknologi informasi berpengaruh pada cara kerja perpustakaan dalam menghimpun, menyimpan, dan menyebarluaskan informasi. Perpustakaan di Indonesia merespons fenomena ini dengan mengelola dan menyediakan pelayanan informasi digital.

Dalam beberapa tahun terakhir beraneka ragam sumberdaya informasi terkomputerisasi banyak dikembangkan oleh penerbit dan perpustakaan. Berbagai informasi paper-based yang selama ini merupakan primadona perpustakaan tradisional, sekarang telah banyak yang tersedia dalam bentuk elektronik, bahkan sebagian dari produk informasi yang dihasilkan, ada yang hanya tersedia dalam bentuk elektronik. Perkembangan ini juga telah didukung oleh perkembangan sistem temu kembali dan akses, hal ini menjadi salah satu alternatif pilihan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi.

Perkembangan teknologi mampu memampatkan ukuran data atau informasi untuk kemudian diurai kembali setelah sampai di tujuan, membuat transfer informasi dan data dapat menjadi lebih cepat. Selain mempercepat proses dalam aktivitas sehari-hari, format data digital juga mempermudah aktivitas pelayanan kepada masyarakat.

Namun dengan media tempat menyimpan informasi digital selalu mengalami degradasi dan bisa rusak tanpa pemberitahuan sama sekali. Perangkat keras dan lunak seringkali ketinggalan zaman tanpa kita sadari. Karena itu perlu diperhatikan manajamen daur hidup (lifecycle management) koleksi digital yang disimpan. Untuk itu diperlukan pelestarian terhadap koleksi digital ini.

Pelestarian teknologi, migrasi, emulasi, refresing dan arkeologi data adalah alternatif yang bisa diambil oleh perpustakaan guna melestarikan koleksi digitalnya. Namun demikian perlu perencanaan yang matang dan mengetahui segala kelebihan dan kekurangan dari cara-cara tersebut sehingga dapat disesuaikan dengan keadaan perpustakaan tersebut.

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Koleksi Digital

2.1.1 Pengertian Koleksi Digital

Koleksi digital adalah segala sesuatu yang dapat diberikan nama file dan disimpan dalam bentuk elektronik. Koleksi digital dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu koleksi hasil digitalisasi yang merupakan koleksi hasil konversi ke dalam media elektronik atau digital dan atau koleksi yang lahir dalam bentuk digital (born digital) (Lazinger, 2001: 26).

Berdasarkan sifat media sumber informasi dan isinya, koleksi digital dibedakan menjadi (Pendit, 2008: 38):

a. Bahan dan sumberdaya full-text, termasuk disini e-journal, koleksi digital yang bersifat terbuka (open access), e-books, e-newspapper, dan tesis serta disertasi digital.

b. Sumberdaya metadata, termasuk perangkat lunak digital berbentuk katalog, indeks, dan abstrak, atau sumber daya yang menyediakan tentang informasi lainnya.

(3)

d. Aneka situs di internet.

2.1.2 Digitalisasi

Digitalisasi dalam dunia perpustakaan merupakan sebuah proses yang mengubah dokumen tercetak menjadi dokumen digital. Hal ini sesuai dengan pendapat Feather (1991: 14) mendefinisikan digitalisasi sebagai transkripsi data ke dalam bentuk digital sehingga dapat diproses dengan menggunakan komputer.

2.2Preservasi Koleksi Digital

2.2.1 Pengertian Preservasi

Pada dasarnya preservasi (pelestarian) itu upaya untuk memastikan agar semua bahan koleksi cetak maupun non cetak pada suatu perpustakaan bisa tahan lama dan tidak cepat rusak. Feather (1991: 5) mendefinisikan pelestarian sebagai segala kegiatan, berupa tindakan preventif yang tujuannya untuk melindungi dan mengamankan koleksi perpustakaan, untuk menjamin ketersediaan, akses, dan penggunaannya.

Dalam publikasinya, IFLA (1996) memberikan definisi yang lebih luas pada istilah preservasi, yaitu:

“Preservation includes all the managerial and financial considerations including storge and accomodation provisions, staffing level, policies, techniques and methods involved in preserving library and archive materials and information contained in them”

Artinya pelestarian didefinisikan sebagai seluruh pertimbangan manajerial dan finansial, mencakup penyimpanan, ketetapan, sumber daya manusia, kebijakan, teknik, dan metode yang tercakup dalam pelestarian perpustakaan dan arsip serta informasi yang terdapat di dalamnya.

Meskipun terdapat berbagai perbedaan, namun pada dasarnya inti pelestarian bahan pustaka yaitu untuk melestarikan kandungan informasi (intelektual) maupun fisik asli suatu koleksi.

2.2.2 Unsur-unsur Pelestarian

Dalam pengelolaan pelestarian bahan pustaka melibatkan berbagai komponen seperti sumber daya manusia, koleksi, peralatan, sarana dan prasarana, metode, dan uang. Dalam konsep manajemen istilah tersebut dikenal dengan tools of management atau sarana manajemen (Sutarno, 2004: 3). Sejalan dengan Sutarno menurut Martoadmodjo (1991) berbagai unsur penting atau sarana manajemen yang perlu diperhatikan dalam pelestarian bahan pustaka adalah:

a. Manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur pelestarian yang perlu diikuti. Bahan pustaka apa saja yang perlu diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja keruskannya, apa saja alat yang diperlukan dan sebagainya.

b. Tenaga (SDM) yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian atau ketrampilan dalam bidang ini. Paling tidak, mereka sudah pernah mengikuti penataran atau pendidikan dan latihan dalam bidang pelestarian dokumen. c. Ruangan khusus, ruangan pelestarian dengan berbagai peralatan yang diperlukan,

(4)

scanner dan ebagainya.

d. Dana untuk keperluan kegiatan harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tergantung dari lembaga tempat perpustakaan bernaung.

Unsur-unsur tersebut di atas diperlukan untuk menggerakkan perpustakaan, khususnya pelestarian untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan, sehingga keberadaan perpustakaan ditengah-tengah masyarakat dapat berhasil dan berdaya guna, khususnya dalam hal menyeleksi, menghimpun, mengolah, memelihara sumber-sumber informasi, dan memberikan layanan serta nilai tambah bagi mereka yang membutuhkannya (Sutarno, 2004: 3).

2.2.3 Preservasi Digital

Koleksi digital memiliki sifat rentan kerusakan karena bergantung pada teknologi, misalnya perangkat keras dan perangkat lunak. Untuk itu diperlukan suatu upaya agar informasi yang terdapat dalam koleksi digital dapat diakses oleh generasi mendatang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah preservasi digital, yaitu suatu kegiatan pemeliharaan koleksi digital agar tetap dapat diakses sepanjang waktu.

Pelestarian materi digital berbeda dengan pelestarian bahan pustaka tercetak. Kandungan informasi pada bahan pustaka tercetak dapat dilestarikan dengan merawat fisik kertas dan kemasannya, sedangkan informasi digital tidak saja melekat pada objek fisiknya, tetapi juga merupakan sesuatu yang harus dijalankan dengan memakai suatu perangkat lunak (software) dan perangkat keras (hardware). Dengan demikian, pelestarian materi digital tidak semata-mata dengan cara melestarikan objek fisiknya, tetapi juga dengan cara menjamin penggunaan mesin dalam ruang waktu yang sepanjang mungkin.

Beberapa hal yang mendorong perlunya melakukan pelestarian materi digital adalah : 1. Informasi dalam bentuk materi digital sulit bertahan dalam jangka waktu lama. Hal itu

disebabkan karena:

a. Kadaluarsanya perangkat lunak dan perangkat keras yang dipakai untuk membaca materi digital karena perkembangan teknologi yang pesat.

b. Kerusakan mekanis pada perangkat keras. c. Serangan virus dan hacker.

2. Materi digital bila hilang, terjadi secara tiba-tiba tanpa ada warning sebelumnya dan hilangnya materi digital tanpa bekas (permanently).

3. Masalah-masalah yang berkaitan dengan keotentikan (authenticity) naskah dan hak cipta (authorship) materi digital lebih kompleks dibandingkan dengan bahan pustaka tercetak karena materi mudah diubah oleh siapa saja dan dapat dicopy secara luas.

Menurut Graham (1995) pelestarian digital dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu:

a. Pelestarian Medium (media penyimpanan)

Pelestarian medium menekankan pada pelestarian media penyimpanan tempat informasi seperti, pita, Disk, CD-ROM. Hal ini dilakukan karena media penyimpanan digital memiliki usia yang terbatas. Pelestarian medium ini dapat dialakukan dengan membuat back up atau copy ke dalam media yang sejenis ataupun refreshing terhadap media penyimpanan.

(5)

Masalah yang lebih serius dari kerusakan media penyimpanan maupun perangkat lunak yang digunakan mengakses informasi elektronik atau digital. Dengan demikan, terjadinya keusangan teknologi harus menjadi perhatian. Langkah pelestarian yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan migrasi pada setiap perubahan format, sehingga koleksi digital tetap dapat diakses.

c. Pelestarian Intelektual

Kebutuhan untuk pelestarian intelektual muncul karena koleksi digital memiliki perlindungan yang masih lemah. Hal ini mengakibatkan koleksi digital dapat disalin dengan mudah seperti aslinya. Dengan kemudahan itu isi informasi dapat diubah tanpa terdeteksi. Jadi pada pelestarian intelektual ini menekankan pada originalitas informasi yang terkandung dalam koleksi digital.

2.3Karakteristik Utama Preservasi Digital

Preservasi digital merupakan kegiatan yang terencana dan terkelola untuk memastikan agar sebuah objek informasi digital tidak mengalami kerusakan sehingga dapat diakses dalam jangka waktu yang panjang. Lavoie dan Dempsey (2004) dalam Pendit (2009:111) merumuskan pelestarian digital sebagai kegiatan yang memiliki 13 karakteristik, yaitu: 1. Terus menerus. Jika pelestarian buku seringkali dilakukan pada satu titik waktu tertentu

dalam siklus hidup buku itu, maka pelestarian digital dilakukan sejak sebuah objek disimpan. Dengan kata lain, pelestarian digital lebih tepat dilihat sebagai proses terus menerus, sehingga kadang tak ada bedanya dengan kegiatan rutin.

2. Konsensus. Diperlukan keputusan dan kepastian tentang apa dan bagaimana pelestarian terhadap suatu objek dilakukan. Pelestarian tak dapat diseragamkan untuk semua objek. Dalam lingkungan digital, keputusan ini tak hanya menyangkut nilai kandungan sebuah objek, namun juga kadar kualitas objek tesebut.

3. Berbagi tanggungjawab. Sama dengan pelestarian di dunia non-digital, pelestarian memerlukan pembagian tanggungjawab, khususnya menyangkut upaya memastikan bahwa sebuah objek dapat bertahan hidup selama mungkin. Dalam dunia digital pun harus ada tanggungjawab di pihak produsen objek digital, setidaknya dalam memastikan integritas objek tersebut, atau dalam berbagi sumberdaya seandainya sebuah objek digital memerlukan program-program khusus untuk menghidupkannya. 4. Melalui seleksi. Pelestarian harus dibedakan dari semata-mata menyimpan apapun yang dapat disimpan. Dalam era digital yang ditandai dengan kelimpahruahan dan dinamika, seleksi seksama terhadap objek mana yang perlu dilestarikan dan mana yang tidak perlu, menjadi sangat penting.

5. Dapat didanai. Biar bagaimana pun, pelestarian digital menimbulkan ongkos tambahan yang tidak sedikit. Banyak institusi atau badan pemerintah yang belum apaapa sudah khawatir membayangkan jumlah dana yang diperlukan. Salah satu sumber kekhawatiran ini biasanya adalah justru karena institusi atau badan pemerintah itu belum mempunyai cara yang paling tepatuntuk memprediksi ongkos pelestarian digital.

(6)

7. Memerlukan legalitas. Objek digital sering menimbulkan perdebatan tentang kepentingan individual dan kepentingan umum yang lebih besar, maka perlu disiapkan terkait dengan hak cipta dalam hal ini perlu negosiasi antara pihak perpustakaan dengan penulis, sehingga kegiatan akan dapat dilakukan secara legal. 8. Berpencar Kegiatan preservasi digital dapat dilakukan secara terpencar terutama terkait dengan tanggungjawab dan kerjasama lembaga. Sebuah institusi juga dapat membayar pihak luar (contracting out) untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan banyak pekerja tetapi hanya dalam jangka waktu tertentu.

9. Berdampingan. Pelestarian digital tak selalu harus dilihat sebagai kegiatan yang terlepas sama sekali dari aktivitas sebuah institusi informasi yang masih mempunyai sejumlah besar koleksi non-digital. Pelestarian digital dapat berjalan berdampingan dengan kegiatan yang lain.

10. Terukur dan benar. Pada awalnya, karena perkembangan teknologi yang amat cepat, banyak institusi menggunakan strategi trial-anderror, tetapi sejalan dengan waktu mulai ada silang pengalaman dan kesempatan bench-marking. Beruntunglah perpustakaan di negara-negara yang memiliki pemerintahan yang serius memperhatikan pelestarian digital, dan yang akhirnya melaksanakan sebuah upaya terkoordinasi antar lembaga. 11. Melahirkan bisnis baru. Di era digital, sumberdaya yang diperlukan untuk melakukan

pelestarian seringkali berada di luar jangkauan institusi-institusi sehingga memunculkan bisnis yang melibatkan penjaja (vendor) khusus bidang pelestarian.

12. Sebagai salah satu pilihan. Materi atau objek yang born-digital seringkali memang tidak memberikan pilihan lain selain dilestarikan sebagai objek digital. Namun juga ada materi digital yang mungkin lebih baik dilestarikan dalam bentuk analog. Pada prakteknya, jika objek digital terlalu riskan untuk disimpan dalam bentuk digital, banyak institusi yang memutuskan untuk membuat bentuk analognya.

13. Kepentingan umum. Salah satu keuntungan dari pelestarian digital yang dikombinasikan dengan keterbukaan akses adalah dalam hal potensi pemanfaatannya bersama secara meluas dengan biaya minimal. Digitasi buku tercetak ke dalam bentuk digital akan menjadikannya sebagai benda eksklusifyang hanya dapat dibaca dengan mengunjungi perpustakaan yang menyimpannya. Dalam bentuk objek digital akan menyebabkan benda tersebut “milik umum” dalam arti yang sesungguhnya, terutama jika ia tersedia lewat internet dan mudah diakses dari mana saja.

2.4Strategi Preservasi Digital

Untuk menyelamatkan nilai informasi agar dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif lebih lama lagi dan terhindar dari kerusakan terhadap koleksi digital, ada beberapa strategi pelestarian digital, antara lain:

(7)

2. Refreshing. Perawatan dengan mencermati usia media sehingga perlu pemindahan data dari media yang satu ke media lainnya. Tujuan utama dari refresing ini adalah untuk menciptakan koleksi digital yang sifatnya stabil. Kelebihan dari strategi ini adalah mudah diterapkan dan resiko kehilangan data dalam proses pemindahan data sangat kecil.

3. Migration & Reformatting. Mengubah konfigurasi data digital tanpa mengubah kandungan isi intelektualnya. Strategi migrasi memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan strategi migrasi tersebut antara lain pertama, perpustakaan tidak perlu meyimpan aplikasi originalnya. Kedua, memungkinkan manajemen dan perawatan secara aktif. Ketiga, format standar menawarkan akses yang stabil dan berkelanjutan. Keempat, dengan strategi migrasi isi intelektual dari koleksi digital ini dapat dilestarikan. Adapun kelemahan-kelemahan strategi ini adalah diperlukannya perawatan secara berkelanjutan seiring dengan perkembangan teknologi sehingga menghabiskan banyak biaya.

4. Emulation. Proses penyegaran di lingkungan sistem. Artinya secara teoritis dapat dilakukan pembuatan ulang secara berkala terhadap program computer tertentu agar dapat terus membaca data digital yang terekam dalam berbagai format dari berbagai versi. Kelebihan strategi ini antara lain pertama, menjaga tampilan seperti pada dokumen aslinya. Kedua, merupakan strategi jangka panjang, sehingga tidak perlu campur tangan langsung dari staf perpustakaan. Ketiga, dapat diterapkan secara terpisah untuk seluruh koleksi digital. Sedangkan kelemahan strategi emulasi ini pertama, perangkat lunak emulasi (emulator) membutuhkan biaya yang cukup mahal. Kedua, dalam menciptakan spesifikasi emulator sangat kompleks sehingga dapat menyulitkan staf perpustakaan. Ketiga, informasi yang harus dilestarikan menjadi lebih banyak. Keempat, karena berbentuk perangkat lunak terdapat kemungkinan perangkat lunak tersebut akan mengalami ketertinggalan teknologi. 5. Digital Archeology. Menyelamatkan isi dokumen yang tersimpan dalam media

penyimpanan ataupun perangkat keras dan perangkat lunak yang sudah rusak, sehingga isi dokumen tersebut tetap dapat digunakan. Strategi ini merupakan strategi dengan biaya yang rendah tetapi memiliki resiko yang tinggi, karena dengan hanya memperbaharui media penyimpanannya terdapat kemungkinan data tersebut tidak akan terbaca ketika perpustakaan telah menggunakan teknologi yang baru.

6. Mengubah data digital menjadi analog. Materi digital yang sulit diselamatkan dengan semua cara yang disebutkan di atas. Berbeda dengan koleksi dalam bentuk analog yang lebih berusia panjang dan memiliki daya tahan lama, koleksi digital mempuyai kelemahan berupa sifat rapuh dan tidak tahan lama. Untuk mempertahankan koleksi digital agar dapat diakses oleh pengguna, koleksi digital dapat dialihbentukkan ke dalam media analog. Selain dialihkan ke dalam bentuk mikrofilm, strategi ini dapat dilakukan dengan membuat printout atau mencetak kembali dokumen yang telah didigitalisasi.

2.5Resiko yang Harus Dipertimbangkan dalam Preservasi Digital

Setiap kegiatan pelestarian digital harus mengandung tata cara dan mekanisme untuk menguji aspek ketahanan. Pada dasarnya, mekanisme dan seleksi ini juga memperhitungkan risiko kerusakan yang harus dihadapi setiap kegiatan pelestarian digital. Di dalam INFORM (Investigation of FOrmat based on Risk Management) menyebutkan 6 resiko yang harus dipertimbangkan dalam preservasi digital:

(8)

2. Resiko yang disebabkan karakter perangkat lunak untuk membaca objek digital, termasuk dalam hal ini sistem operasi, program aplikasi khusus, perangkat lunak khusus, program migrasi, dan sebagainya.

3. Resiko yang ditimbulkan oleh komponen perangkat keras, termasuk jenis medianya (CD, DVD, magnetic disk, tape, WORM), perangkat CPU, I/O cards,dan perangkat pendukung lainnya.

4. Resiko yang ditimbulkan oleh hubungan antara resiko-resiko yang disebutkan di atas dengan kelembagaan tertentu,misalnya pemilik objek digital, penjaja (vendor) perangkat lunak dank eras, komunitas, dan sebagainya.

5. Resiko yang muncul dari pangkalan data digital itu sendiri dari segi arsitektur, proses kerja, sistem pengorganisasian, dan sebagainya.

6. Resiko yang terjadi dalam proses migrasi atau transformasi objek digital, baik yang bersifat mekanis maupun administratif.

3. KONDISI PRESERVASI DIGITAL DI INDONESIA

Preservasi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia belum menjadi prioritas. Besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan preservasi sebagai bahan pertimbangan apakah perlu melakukan preservasi demi keberlangsungan suatu informasi. Perpustakaan dan badan arsip sebagai lembaga yang bertanggung jawab untuk pelestarian informasi, bagaimana manajemen informasi dikelola dan disimpan dengan mengutamakan isi dari informasi itu sendiri. Tujuan dari menyimpan informasi sendiri untuk berkelanjutan agar bisa diwariskan kepada generasi penerus dalam mengembangkan keilmuan. Pada penulisan karya ilmiah misalnya, selalu dibutuhkan teori pendukung dan penelitian sebelumnya untuk membangun sebuah tulisan. Tulisan yang baik harus dapat menggambarkan permasalahan yang ada dengan melihat masa lampau melalui penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan peneliti lain baik dalam bidang keilmuan yang berkorelasi maupun bidang keilmuan lain.

Pentingnya sebuah informasi dijadikan tolak ukur untuk melakukan preservasi. Perpustakaan yang menyimpan berbagai koleksi bahan pustaka maupun bahan digital sudah seharusnya mempertimbangkan pentingnya arti sebuah presevasi. Badan arsip sebagai lembaga yang bertanggungjawab terhadap tata kelola dokumen dalam sebuah institusi memiliki keharusan untuk mempertimbangkan retensi sebuah arsip. Ribuan informasi disimpan di dalamnya untuk disimpan, dikelola dengan manajemen yang baik. Terlebih pada lembaga kearsipan menekankan pentingnya preservasi untuk menyimpan dokumen seperti arsip inaktif seperti Surat Keputusan yang dalam sebuah institusi artinya tidak dapat dimusnahkan. Perpustakaan sebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dengan kearsipan sedikit banyak mengambil teori dari kearsipan untuk diimplementasikan di dalamnya. Preservasi dalam pemikiran pustakawan masih sekedar dalam arti bagaimana cara pemeliharaan koleksi fisik dalam bentuk bahan pustaka, sebagai upaya untuk menjadikan bahan pustaka tetap dapat diakses isi informasinya. Namun pustakawan lupa selain itu ada hal-hal yang ternyata lebih penting untuk dilakukan, tidak hanya melakukan preservasi pada bahan koleksi tercetak tetapi juga melakukan preservasi bahan koleksi digital, mengingat saat ini banyak karya ilmiah yang disimpan tidak hanya dalam bentuk tercetak namun juga dalam bentuk digital.

(9)

namun tidak ada pengguna yang mengakses informasi tersebut. Dewasa ini pengguna dari layanan perpustakaan memiliki kecenderungan lebih menyukai mencari informasi melalui media internet. Pola pencarian informasi mulai bergeser, dalam mencari informasi, pengguna lebih menyukai hal yang sederhana, cepat, akurat dan revelan terkait isi dari informasi itu sendiri. Keberadaan karya ilmiah dalam bentuk digital mulai dianggap lebih praktis dalam pengelolaan informasi. Namun citivitas akademika hanya berusaha untuk memproduksi informasi tanpa melakukan preservasi.

Adapun contoh beberapa lembaga yang diketahui melakukan preservasi digital adalah Arsip Nasional Republik Indonesia dan Universitas Wijaya Kusuma Surabay (UWKS).

1. Preservasi digital yang dilakukan di ANRI

Arsip asli dalam bentuk kertas dari abad ketujuh belas dan ke sembilan belas telah lama rusak dan masih terus digerogoti tinta, gerusana kadar asam, pengubahan warna kertas menjadi cokelat serta tulisan memudar. Di tahun 2012, sesudah satu tahun melakukan persiapan, ANRI dan Yayasan Corts membangun sebuah pemindaian menggunakan fasilitas teknologi tinggi dan mulai melakukan digitalisasi koleksi sejumlah besar arsip tulisan tangan tertua di ANRI. Melakukan digitalisasi tidaklah sama dengan memindai dokumen yang lazim dilakukan. Digitalisasi merupakan pelestarian karena tampilan digital pada waktunya nanti menggantikan naskah kertas yang asli.

Sesudah dilakukan digitalisasi. Arsip kertas tetap disimpan dalam depot tetapi masyarakat umum tidak dapat lagi mengaksesnya. Arsip kertas terus hanyut dalam proses kerusakan. Pelestarian digital dilakukan dengan spesifikasi dan perhitungan optikal yang obyektif, dan dikenal sebagai ‘melestarikan tampilan’ isi yang ditulis pada kertas yang rentan menjadi lapuk dan dialihkan melalui digitalisasi kepada piranti penyimpanan lain. Dengan demikian maka sebuah depot atau tempat penyimpanan digital dibuat untuk melestarikan isi dari arsip kertas yang asli. Digitalisasi adalah sebuah metode untuk melestarikan arsip.

Melestarikan tampilan memerlukan pendekatan yang canggih. Dapat dilakukan dengan menggunakan kamera foto digital atau alat pemindai buku. ANRI dan Yayasan Corts memilih alat pemindai Zeutsche OS 14000 A1 yang sering digunakan untuk memindai jilid-jilid tebal dengan baik. Alat ini diberi kalibrasi yang sempurna di pabrik Zeutschel di Tubingen, Jerman dan dengan alat ini diperoleh hasil pemindaian 3D berwarna yang berkualitas tinggi, bahkan sudah pada awal pemakaiannya. Dengan bantuan ahli-ahli dari Belanda, pemindaian dilakukan sesuai Petunjuk Metaformoze Preservation Imgaging Guidelines 1.0 (April 2012).

Melakukan digitalisasi sesuai standar mutu terbaik di dunia, perlu dilengkapi dengan menyiapkan sebuah tempat penyimpanan mumpuni untuk jangka panjang. Ribuan hasil pemindaian harus disimpan sedemikian rupa sehingga kaitannya dengan yang asli masih bisa dirunut dengan bantuan sistem manajemen arsip. Hasil pemindaian bermutu tinggi dari berjilid-jilid arsip asli dan membangun sebuah sistem manajemen arsip yang baik merupakan unsur-unsur krusial untuk pelestarian skala besar.

(10)

2. Preservasi yang dilakukan di UWK Surabaya

Di perpustakaan Universitas Wijaya Kusuma ini selain koleksi cetak, terdapat pula koleksi digital sebagai koleksi perpustakaan. Tentunya di masing-masing perpustakaan cara preservasi koleksi digital yang dilakukan ada yang sama ada pula yang tidak. Dan itu bergantung pada kesadaran masing-masing pustakawan dalam melestarikan dan menjaga koleksi yang dimiliki agar tetap bisa dimanfaatkan oleh user.

Koleksi digital yang dimiliki oleh perpustakaan UWK ini meliputi e-book dan e-journal yang dimiliki dan di langgan perpustakaan, serta skripsi dan tesis mahasiswa UWK sendiri yang telah dialihmediakan dalam bentuk digital yang berformat pdf.

Cara pengalihmediaannya yaitu dengan meminta pada fakultas-fakultas skripsi yang akan di jilid, kemudian di scan. Hal ini dilakukan sebelum skripsi tersebut dijilid agar pustakawan tidak merusak koleksi dan tidak bekerja dua kali untuk mengalihmediakan skripsi tersebut, karena masih berupa lembaran. Selain itu, mahasiswa juga diwajibkan untuk memberikan softfile skripsi ke dalam CD untuk diserahkan kepada perpustakaan. Namun sayangnya, keberadaan CD ini masih terbengkalai dikarenakan belum ada tindakan khusus mengenai perawatannya. Sehingga koleksi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh user.

Di perpustakaan UWK, terdapat 2 perangkat computer yang dikhususkan untuk mengakses koleksi digital. Hal ini tentunya berbeda dengan yang terdapat di perpustakaan Unair, yang memiliki beberapa perangkat computer yang bisa dipakai untuk mengakses koleksi digital yang dimiliki UNAIR. Tempat penyimpanan yang dipakai untuk menyimpan koleksi digital berupa hard disk, CD dan juga Flash disk. Mereka memiliki back-up data pada setiap koleksi digital yang dimiliki, tetapi masih belum maksimal dikarenakan mereka hanya menyimpan saja belum ada perlakuan khusus terhadap koleksi digital tersebut.

Untuk metode preservasi yang digunakan oleh perpustakaan UWK menyangkut dengan koleksi digitalnya, mereka hanya menggunakan metode Refresing. Yaitu dengan memindahkan file digital dari satu media penyimpanan ke media penyimpanan lain yang mempunyai tipe sama.

(11)

4.

KESIMPULAN

Kegiatan preservasi digital sebenarnya adalah memastikan informasi yang tersimpan dalam media digital tersebut tetap dapat diakses oleh siapapun yang memerlukannya baik di masa kini ataupun di masa yang akan datang. Perpustakaan yang telah mengambil keputusan untuk melakukan preservasi digital seharusnya mempertimbangkan resiko untuk setiap format digital yang hendak dilestarikan, sebab setiap format langsung berkaitan dengan perangkat lunak dan perangkat keras yang menjalankannya.

Namun, preservasi dalam sudut pandang masyarakat Indonesia belum menjadi prioritas. Hanya sedikit lembaga perpustakaan yang memiliki kesadaran untuk melakukan preservasi digital. Selain itu juga dikarenakan beberapa hambatan melingkupi kapabilitas pustakawan dalam bidang Information Technology dan pendanaan untuk mendukung program preservasi.

Melihat beberapa hambatan tersebut, maka strategi yang dapat dilakukan adalah menciptakan kesadaran masyarakat dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk warisan budaya generasi Indonesia di masa mendatang; membangun dan mengusulkan inisiatif preservasi digital secara signifikan secara berkelanjutan; membuat kebijakan preservasi digital pada perpustakaan; menjadikan preservasi digital sebagai salah satu prioritas dalam alokasi dana.

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Arsip Nasional Republik Indonesia. “Preservasi Digital”. 27 Mei 2017. https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/digital_preservation/

Feather, John. 1991. Preservation and the Management of Library Collections. London: The Library Association.

Hendarwati, Wira Puji. 2014. “Isu-Isu Preservasi Digital Dan Strategi Preservasi Sumber-Sumber Informasi Digital”. Yogyakarta: Visi Pustaka.

Lazinger SS. 2001. Digital Preservation and Metadata: History, Theory, Practice. Englewood, Colorado: Libraries Unlimited.

Pendit, Putu Laxman. 2008. Perpustakaan digital dari A sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri

(13)

Biografi Penulis

Fithria Rizka S, seorang mahasisiwi Pascasarjana minat studi Manajemen

Informasi dan Perpustakaan Universitas Gadjah Mada. Biasa dipanggil

Rizka. Lahir di sebuah kota di Provinsi Sumatea Utara yakni di kota

Tanjungbalai, pada tanggal 05 April 1994. Anak pertama dari tiga

bersaudara. Menamatkan Pendidikan S1 di Universitas Diponegoro,

Jurusan Ilmu Perpustakaan pada tahun 2015.

Penulis bisa dihubungi melalui:

Whats App/Tlp

: 081376101030

Email

:

Fithriarizkas@yahoo.co.id

Facebook

: Fithria Rizka

Referensi

Dokumen terkait

Di sekolah sendiri, Kepala Sekolah sudah meminta saya untuk dapat menularkan kepada rekan guru yang lainnnya.” kata Sobri, guru MIN Langon Cilegon yang menjadi peserta

Saat ini pemerintah akan menggunakan lima opsi dalam strategi pembiayaan APBN 2020 yaitu: (1) optimalisasi sumber internal pemerintah atau non-utang, (2) penarikan

[r]

Dengan mengemukakan bahwa manusia hanya sebagai debu tanah yang akan musnah kalau mati (kecuali yang menjadi SY yang akan masuk surga atau tinggal dalam langit dan bumi

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 96 ayat (4) dan Pasal 97 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6

KPB, Barang, Uang kembalian KPB, Barang, Uang kembalian, DHP, ID agen, Deposit, KPD, Struk transaksi, Uang, KPP, CP, CK Identitas agen, Uang, ID agen, Kode transfer deposit, Kode

jawaban Pustekom Kemendikbud dalam surat resminya kepada panitia agar memperlakukan sama/sejajar/setarap kepada calon penyedia barang/jasa dan hal tersebut tidak dilakukan

Aktivitas enzim selulase tertinggi ditunjukan oleh isolat S-16 sebesar 4x10"^ sedangkan dari isolat S-17 sebesar 33x10"^ U/mL dalam media produksi dengan sumber karbon ampas