KURIKULUM 2013 DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Oleh : KHAIRUL AKBAR, ST.
Guru Matematika di SMP Negeri 2 Praya Barat Daya, Kab. Lombok tengah, NTB Email : khairulakbar.st@gmail.com
Disajikan dalam E-Training Terstruktur P4TK Matematika 2015
ABSTRAK
Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah
menjadi keniscayaan dalam kurikulum 2013. Lalu, bagaimana langkah –
langkah pembelajaran berdasarkan pendekatan scientific yang mencakup
lima langkah utama yaitu : Mengamati, Menanya, Mengumpulkan
informasi, Menalar/Mengasosiasi , dan Mengomunikasikan, diterapkan
dalam pembelajaran khususnya pembelajaran Matematika SMP dan apakah
kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific dalam pembelajaran
Matematika?. Semua akan dijabarkan dan dipaparkan dalam makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan
proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus, yang
diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara
Indonesia sepanjang zaman
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu
unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses
berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa
kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai
instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu
dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis,bertanggung jawab.
Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013
merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah
dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan,
dan keterampilan secara terpadu.
Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan
kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan matematika yang dituntut
dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan
tentang metode-metode matematika, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu
permasalahan secara matematis dan menyelesaikannya, dan bermuara pada pembentukan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil
adalah sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan scientific?
2. Bagaimanakah karakteristik pendekatan scientific?
3. Bagaimanakah langkah-langkah pendekatan scientific?
4. Bagaimanakah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika?
5. Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah yaitu :
1. Mengetahui pendekatan scientific.
2. Mengetahui karakteristik pendekatan scientific.
3. Mengetahui langkah-langkah pendekatan scientific.
4. Mengetahui penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Scientific
Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu
Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dalam
pembelajaran. Pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik.
Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih
mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran
deduktif (deductivereasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian
menarik simpulan yang spesifik.Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau
situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan.Sejatinya, penalaran
induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode
ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk
kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik
investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru,
atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah,
metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat
diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu,
metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi
atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan
menguji hipotesis.
Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah
saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang
diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecapakan berpikir sains,
terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa(Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah mampu menghasilkan kemampuan untuk
dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap
itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000 & Semiawan, 1998).
Pembelajaran scientific tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir,
namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran
scientific menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan
keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan
proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini
menekankan pada proses pencarian pengetahuan daripada transfer pengetahuan, peserta didik
dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses
pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan
kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian
pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains
sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah
(Nur, 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai
fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus
proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam
memproseskan pengetahuan, menemukan, dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan
nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan, 1992).
Model ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide
atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan
melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada
kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan
atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih
memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpirkir tingkat tinggi
(Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar
yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru
lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.
Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun
kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap
ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada
yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri
(Chain dan Evans, 1990).
Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran
untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur
yang didasarkan pada suatu metode ilmiah (Kemdikbud, 2013).
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan
ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu
tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi
substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah
peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft
skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak
(hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran,
yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam
pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan,
bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau
informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan
mencipta.
B. Kriteria Pembelajaran Pendekatan Scientific
Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan scientific (pendekatan ilmiah) harus
dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan
dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu
kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu
nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi
1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan,
legenda, atau dongeng semata.
2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas
dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang
dari alur berpikir logis.
3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
substansi atau materi pembelajaran.
4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi
pembelajaran.
5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau
materi pembelajaran.
6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya.
C. Langkah-langkah Pendekatan Scientific
Menurut Permendikbud no. 81 A Tahun 2013 lampiran IV tentang Pedoman Umum
Pembelajaran dinyatakan bahwa Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar
pokok yaitu:
1. Mengamati
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah: membaca,
mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang
dikembangkan adalah: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan
jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang
dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah seperti berikut ini.
a. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c. Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun
sekunder
d. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan
data agar berjalan mudah dan lancar
f. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis
lainnya.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan
guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti (1)
tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau
kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara
audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi,
dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal
(anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek
dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor
yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena
dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau
objek yang diobservasi.
2. Menanya
Kegiatan belajar menanya dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang
informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke
pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah
mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk
membentuk pikiran kritis yang perluuntuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga
dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal.
Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan,
misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimay efektif!
3. Mengumpulkan informasi/ Eksperimen (Mencoba)
Mengumpulkan informasi/ eksperimen kegiatan pembelajarannya antara lain:
a. melakukan eksperimen;
b. membaca sumber lain selain buku teks;
c. mengamati objek/ kejadian/aktivitas; dan
d. wawancara dengan narasumber.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/
eksperimen adalah Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang
lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi
melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar
sepanjang hayat.
Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus
mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai.
Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan
pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar (1) Guru hendaknya
merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid, (2) Guru bersama murid
mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) Perlu memperhitungkan tempat
dan waktu, (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid, (5)
Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen, (6) Membagi
kertas kerja kepada murid, (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru,
dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu
didiskusikan secara klasikal.
4. Mengasosiasi/ Mengolah informasi
Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi / mengolah informasi
sebagai berikut.
a. mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan
mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan
mengumpulkan informasi.
b. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan
kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari
berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang
bertentangan.
Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/ mengolah inofrmasi
adalah Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan
menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam
menyimpulkan.
Dalam kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi terdapat kegiatan menalar.
Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang
dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik
merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik
harus lebih aktif daripada guru.Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis
atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa
Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak
selalu tidak bermanfaat.Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating;
bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar
atau penalaran.Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada
Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi
atau pembelajaran asosiatif.Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan
mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian
memasukannya menjadi penggalan memori.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan
aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan
dengan cara berikut ini.
1) Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
2) Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama
guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik
dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang
sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
5) Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan atau pelaziman.
7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
8) Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan
tindakan pembelajaran perbaikan.
5. Mengomunikasikan
Kegiatan belajar mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan,
kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.
Kompetesi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah
mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan
berbahasa yang baik dan benar.
Dalam kegiatan mengkomunikasikan dapat dilakukan pembelajaran
kolaboratif.Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari
sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan
filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerja sama
sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk
memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru dan fungsi guru lebih bersifat
direktif atau manajer belajar.Sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif.Jika
pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, ia menyentuh tentang
identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang
lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati,
saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan
cara semacam ini akan tumbuh rasa aman sehingga memungkin peserta didik
menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.
D. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika
Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika pada materi Pola
Bilangan adalah sebagai berikut :
1. Mengamati
• Mencermati permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan pola bilangan. seperti menentukan pola selanjutnya dari deretan bola, kursi, stik, atau pola visual lainnya.
2. Menanya
• Menanya tentang penggunaan pola dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengumpulkan informasi
• Menggali informasi tentang penggunaan pola dalam kehidupan sehari-hari • Menggali informasi tentang pola bilangan, pola geometris berdasarkan data yang
disediakan
• Menggali informasi aturan dari barisan bilangan dan barisan geometris berdasarkan data yang disediakan
4. Menalar/Mengasosiasi
• Menganalisis penggunaan pola bilangan dalam permasalahan sehari-hari • Mengganalisis generalisasi pola untuk menyelesaikan masalah
• Menganalisis pola bilangan, barisan dan jumlah barisan berdasarkan hasil pengamatan
• Menganalisis aturan dan kriteria suatu barisan • Menganalisis bentuk umum suatu pola ke-n
• Menganalisis bentuk umum penjumlahan hingga pola ke-n
5. Mengomunikasikan
• Menyajikan secara tertulis atau lisan hasil pembelajaran, apa yang telah dipelajari, keterampilan atau materi yang masih perlu ditingkatkan, atau strategi atau konsep
baru yang ditemukan berdasarkan apa yang dipelajari mengenai pola bilangan
• Memberikan tanggapan hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, sanggahan dan alasan, memberikan tambahan informasi atau melengkapi informasi
ataupun tanggapan lainnya
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran
untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan
prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah.
2. Kriteria pembelajaran ilmiah yaitu :
a) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat
dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.
b) Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik
terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang
menyimpang dari alur berpikir logis.
c) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
substansi atau materi pembelajaran.
d) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat
perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi
pembelajaran.
e) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan
mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi
atau materi pembelajaran.
f) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
g) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem
penyajiannya.
3. Langkah-langkah pendekatan scientific adalah sebagai berikut :
a) Mengamati
b) Menanya
e) Mengomunikasikan.
.
4. Kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific yaitu :
Komponen Kekuatan Kelemahan
Mengamati - Peserta didik senang dan
tertantang,
- Memfasilitasis peserta didik
bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik, dan peserta didik
dapat menemukan fakta bahwa
ada hubungan antara obyek
yang dianalisis dengan materi
pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
- Peserta didik diharapkan dapat
menyajikan media obyek secara
- Jika tidak terkendali akan
mengaburkan makna serta
tujuan pembelajaran.
Menanya - Bertanya, membuat peserta
didik proaktif dalam mencari
pembuktian atas penalarannya.
Hal ini memicu mereka untuk
bertindak lebih jauh ke arah
positif seperti keinginan yang
tinggi untuk membuktikan
jawaban atas pertanyaannya.
- Membangkitkan rasa ingin tahu,
minat, dan perhatian peserta
didik tentang suatu tema atau
Komponen Kekuatan Kelemahan peserta didik untuk aktif belajar,
serta mengembangkan
bahasa yang baik dan benar.
- Mendorong partisipasi peserta
- Tidak semua peserta didik
Komponen Kekuatan Kelemahan
berpikir spontan dan cepat, serta
sigap dalam merespon persoalan
berbagai sumber yang ada yang
berkaitan dengan masalah/materi
- Peserta didik terkadang
menemukan informasi
- Melatih siswa untuk
mengkaitkan hubungan
sebab-akibat
- Peserta didik terkadang
malas untuk menalar
Komponen Kekuatan Kelemahan - Merangsang peserta didik untuk
berfikir tentang kemungkinan
kebenaran dari sebuah teori.
terbiasa mendapatkan
informasi langsung oleh
guru.
Mengkomuni
kasikan
- Peserta didik dilatih untuk dapat
bertanggung jawab atas hasil
temuannya.
- Peserta didik diharuskan
membuat/menyusun ide
gagasannya secara terstruktur
agar mudah disampaikan
- Tidak semua peserta didik
berani menyampaikan ide
gagasan atau hasil
penemuannya
- Tidak semua peserta didik
pandai dalam
menyampaikan informasi
B. Saran
Dengan dilaksanakannya Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan scientific
dalam pembelajaran, guru diharapkan mampu melaksanakan pendekatan scientific dengan
maksimal agar hasil pembelajaran meningkat secara optimal.
Pendekatan scientific merupakan hal yang baru dan menjadi keunggulan Kurikulum
2013, akan tetapi tidak menjamin Kurikulum 2013 dapat memunculkan generasi brilian
dan berakhlak baik karena, kunci keberhasilan Kurikulum 2013 adalah guru. Gurulah yang
nantinya akan mementukan apakah dapat menerapkan pendekatan tersebut atau hanya
mengulang pendekatan tradisional yang sudah dijalaninya bertahun-tahun, maka
diharapkan agar guru benar-benar menerapkan pendekatan scientific bukan hanya tertulis
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, Yanuar (2015). Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Scientifik, didapat dari
http://yanuarasmara.blogspot.com/2015/01/kekuatan-dan-kelemahan-pendekatan.html
Atsnan, M.F. & Gazali, R.Y. (2013) . Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran matematika
SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan), didapat dari
http://eprints.uny.ac.id/10777/
Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Iowa:WBC
Chambers, Paul. (2007). Teaching Mathematics: Developing as A Reflective Secondary
Teacher. Thousand Oaks, CA: Sage Publication Inc.
Kemdikbud. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi
Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud
Kemdikbud. (2013). Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs. Jakarta :Kemdikbud
Kemdikbud. (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika
(Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta: Kemdikbud
Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:
Pusbangprodik
Kemdikbud. (2014). Materi Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015
Mata Pelajaran Matematika SMP. Jakarta: Kemdikbud
Kemdikbud. (2014). Permendikbud nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs.
Jakarta: Kemdikbud
Khasanah, Umi (2014) , Penerapan Pendekatan Scientifik dalam Pembelajaran didapat dari
http://umikhasanah49.blogspot.com/2014/05/bab-i-pendahuluan-1.html
Wadsworth, Barry J., (1984).Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development (3rd
edition). NY: Longman Inc.
Yusuf. (2014). Keunggulan Kurikulum 2013: Konsep Pendekatan Scientific, didapat dari