BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan
1. Faktor Abiotik dan Biotik Zona Intertidal Pantai Ujung Genteng
Tabel 3.1 Faktor Klimatik dan Akuatik Zona Intertidal Pantai Ujung Genteng
2. Anatomi dan Morfologi Thalassia
Tabel 3.2 Anatomi dan Morfologi Thalassia Zona Intertidal Pantai Ujung Genteng
Kuadran
Morfologi dan Anatomi Thalassia
Kelimpaha n Absolut Panjang Daun (cm) Jarak Antar Nodus (cm) Diameter Aerenkim (mm) Volume Aerenki m (mm3)
1 4 2 0,98 196 57
2 5 0,8 0,64 51,2 63
3 5,3 3 1,56 468 42
4 5 5,5 2,34 1287 64
5 6,5 2,2 1,26 277 59
6 5 4 1,74 696 66
Rata-rata 5,13 2,917 1,42 495,87 58,5 Kuadran
Klimatik Akuatik
Intensitas cahaya (Lux)
Kelembaban
(%) Salinitas (%) Suhu (°C)
1 - 92 3 29,3
2 1257,6 92 3,1 30
3 - 92 3 29,6
4 1453 92 3,1 30
5 - 92 3,1 29,6
6 1440 92 3 30
B. Pembahasan
Thalassia merupakan salah salah satu genus dari familia Hidrocaritaceae yang tersebar luas di daerah zona intertidal pantai Ujung Genteng. Zona intertidal merupakan daerah yang berada di antara daerah pasang air laut tertinggi dan pasang air laut terendah. Daerah pasang surut air laut ini merupakan daerah yang perubahan lingkungannya sangat ekstrim, sehingga dimungkingkan berbagai organisme yang hidup di daerah ini termasuk Thalassia memiliki mekanisme adaptasi yang khusus untuk mempertahankan hidupnya di daerah tersebut.
Mekanisme tanaman untuk berdaptasi dengan lingkungannya dapat dilihat dari anatomi maupun fisiologinya. Sifat-sifat atau karakteristik anatomi dan fisiologi ini memberikan peluang keberhasilan dalam menyesuaikan kehidupan di habitat tertentu. Oleh karena itu, adaptasi anatomi dan fisiologi dapat dijadikan indikator terhadap perubahan lingkungan hidup tanaman (Soerodikusuma & Hartika, 1999). Namun, setiap tanaman yang berbeda dapat menunjukkan sensitifitas yang berbeda pula terhadap setiap perubahan lingkungan (Haryanti, dkk., 2009).
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, dapat dilihat pada tabel 3.2 bahwa panjang daun Thalassia pada kuadran 1 dan 2 lebih pendek daripada kuadran yang lainnya, hal ini disebabkan karena aktivitas hormon auksin. Pada kuadran 1 dan 2, jarak dari Thalassia terhadap permukaan airnya lebih dekat sehingga cahaya matahari akan terpapar secara langsung terhadap tanaman tersebut. Tingginya paparan cahanya matahari tersebut akan menyebabkan terhambatnya aktivitas hormon auksin yang berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan. Hal inilah yang menyebabkan tanaman Thalassia yang ditemukan pada kuadran 1 dan 2 ukurannya lebih kecil dari pada kuadran yang lainnya dan banyak sekali daun-daunnya yang berwarna kuning atau mati.
umumnya mempunyai ketersediaan unsur hara N dan P yang lebih tinggi. Untuk lamun yang tumbuh pada sedimen yang kaya akan kalsium karbonat (CaCO3) ketersediaan fosfat dapat menjadi faktor pembatas pertumbuhan karena fosfat kuat terikat pada partikel sedimen sehingga akan sulit diserap oleh akar lamun tersebut. Hal ini terbukti bahwa pada kuadran 5, panjang daunnya paling besar karena jenis substrat pada kuadran ini adalah lumpur berpasir.
Apabila dilihat dari parameter diameter aerenkimnya, semakin mendekati pesisir pantai, diameter aerekim dari batang Thalassia ini semakin besar. Besarnya diameter aereankim ini menunjukan bahwa Thalassia membutuhkan simpanan udara yang lebih besar karena lingkungannya sering mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen ini disebabkan karena jarak dari tanaman ke permukaan airnya semakin jauh, sehingga akan sulit mengikat oksigen yang berdifusi dari udara ke permukaan air. Menurut Fahn (1992) dalam Haryanti dkk. (2009) mengemukakan bahwa keadaan lingkungan kurang oksigen akan merangsang proses respirasi anaerob yang akan menghasilkan produk berupa asam. Produk dari respirasi anaerob ini akan menyebabkan peleburan parenkim membentuk aerenkim. Sel yang kuat akan tetap hidup sedang yang lemah akan kehilangan air akan plasmolisis dan mati.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanti, dkk.. 2009. Adaptasi Morfologi Fisiologi dan Anatomi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solm) di Berbagai Perairan Tercemar. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 30 – 40
Soerodikusumo dan Hartiko, H. l999. Biokimia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta