Faktor-Faktor Kelembagaan yang Mempengaruhi Kinerja Perbankan Syariah remittance services, it is named as the intermediary function. By doing this intermediary, the bank aims to gain an advantage. The advantage of a bank will be reflected through a successful performance. In many areas of success, data and reality shows that none of the Islamic banks that get into the bank recapitalization program. This research attempted to find a different side of the institutional factors that affect directly the performance of the Bank, among others, through the institutional understanding of risk factors, bank intermediation and market share growth. This study uses various secondary data from 2000 to 2011. The purpose of this study is to examine and analyze the institutional influence on the performance and growth of Islamic banks. This research uses a model Tawhidi String Relation (TSR) which is based on Al Quran and Hadith, along with Circular Causation Analysis. The results showed that the institutional understanding of risk factors, bank intermediation and market share growth affect the increase and decline of Islamic Banking Performance in Indonesia .
Abstrak
Tujuan utama perbankan syariah adalah menerima uang, meminjamkan uang, dan membantu jasa pengiriman uang, hal ini dinamakan sebagai fungsi intermediasi. Dengan melakukan kegiatan intermediasi ini, bank bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Keuntungan suatu bank akan tercermin melalui sukses kinerjanya. Dalam kesuksesannya banyak kajian, data maupun kenyataan menunjukan bahwa tidak ada satu pun dari bank-bank syariah yang masuk ke dalam program rekapitalisasi perbankan. Riset ini berusaha mencari sisi yang berbeda terhadap faktor kelembagaan yang mempengaruhi secara langsung kinerja Bank antara lain melalui kelembagaan pemahaman faktor risiko, intermediasi bank dan pertumbuhan market share. Kajian ini menggunakan berbagai data sekunder dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Tujuan penelitian ini untuk meneliti dan menganalisis pengaruh kelembagaan tersebut terhadap kinerja dan pertumbuhan bank syariah. Riset ini menggunakan model Ta whidi String Rela tion (TSR) yang didasarkan pada Al Quran dan Hadits yang disertai dengan Circula r Ca usa tion Ana lysis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kelembagaan pemahaman faktor risiko, intermediasi bank dan pertumbuhan market share berpengaruh dalam peningkatan dan penurunan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia.
Keywords:
Ta whidi String Rela tion, P olity Ma r ket Intera ction, Institutions.
*)
I. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama perbankan adalah menerima uang, meminjamkan uang, dan
membantu jasa pengiriman uang, hal ini dinamakan sebagai fungsi intermediasi. Dengan melakukan kegiatan intermediasi ini, bank bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan. Keuntungan suatu bank akan tercermin melalui kinerjanya. Suatu bank dapat tumbuh dan berkembang apabila masyarakat mau menjadi nasabahnya dan bersedia menempatkan dananya pada bank tersebut, dan juga nasabah mau memakai
dana yang tersedia pada bank yang berbentuk pinjaman atau kerja sama untuk kegiatan usahanya ( Antonio dan Mahfudz, 2010).
Praktek bank konvensional dibangun dari konsep kapitalisme yang menganut paham liberalisme. Menurut paham liberalisme ini memiliki unsur-unsur seperti
lembaga kepemilikan pribadi, pencarian keuntungan yang sebesar-besarnya, pasar bebas, dan akumulasi modal sebagai motor penggeraknya, dengan menyampingkan unsur agama ( Antonio dan Mahfudz, 2010).
Selanjutnya, modal dimanfaatkan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, dan diinvestasikan kembali dalam usaha yang produktif yang menghasilkan
kekayaan yang lebih besar. Dalam manifestasinya, akumulasi modal melahirkan kelompok pemilik modal yang kemudian berkembang menjadi pasar uang dan modal. Dalam pasar uang dan modal, uang merupakan komoditi yang diperdagangkan dengan
hasil di wakili oleh suatu tingkat bunga atau interest (Stigler, J. 1960 dan Thoha, 2001). Dalam prakteknya sistem perbankan konvensional ini disamping bisa membantu
mengalami kesengsaraan karena sistem ini tidak memperhatikan kesulitan yang dialami nasabah, sistem ini dirasakan tidak adil karena resiko bisnis sepenuhnya
dipikul oleh nasabah sendiri (Thoha, 2001).
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia boleh
dikatakan terlambat berkaitan dengan perkembangan infrastruktur ekonomi Islam. Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, Indonesia sangat jauh ketinggalan. Pemerintah Indonesia dahulu tampaknya kurang merespon kepentingan kaum muslim
secara serius, termasuk dalam hal ini adalah aspirasi mereka untuk mendirikan sebuah bank yang diatur secara Islam (Effendy, 2009:209-210).
Di Indonesia perbankan syariah baru muncul pertama pada tahun 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (selanjutnya disebut Bank Muamalat) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari
Cendekiawan Muslim Indonesia dan beberapa pengusaha muslim. Pada awal pendirian Bank Muamalat, keberadaan bank syariah ini belum mendapat perhatian
yang optimal dalam tatanan landasan perbankan nasional. Landasan hukum bank syariah pada saat itu hanyalah UU No. 7 tahun 1992, dimana operasi bank yang
menggunakan sistem syariah tersebut dikategorikan sebagai bank dengan sistem bagi hasil. Dalam Undang-Undang No. 7 tersebut tidak terdapat hukum syariah secara terinci serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Perkembangan bank syariah baru dirasakan mulai dengan adanya UU No. 10 tahun 1998. Dalam Undang-Undang ini mulai diatur dengan rinci landasan hukum
konvensional untuk membuka unit syariah atau mengkonversi bank konvensional secara total menjadi bank syariah. Hal ini disambut antusias oleh masyarakat
perbankan. Pada tahun 1999, Bank Mandiri mengkonversikan bank konvensional Bank Susila Bhakti menjadi bank syariah kedua bernama Bank Syariah Mandiri.
Pada saat Indonesia dilanda krisis keuangan pada tahun 1997, banyak bank yang mengalami kesulitan bahkan terpaksa ditutup. Bank Muamalat sempat terimbas oleh krisis tersebut, namun bisa bertahan meskipun ikut mengalami kerugian. Kemudian,
IDB memberikan suntikan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat bangkit menjadi sehat dan kembali menghasilkan laba. Pada krisis keuangan yang menimpa
dunia perbankan tersebut banyak perusahaan yang tidak mampu membayar kewajiban hutangnya pada bank-bank sehingga berdampak pada cash flow atau likuiditas dari bank yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya kredit macet.
Saat ini, perjalanan perbankan syariah di Indonesia sudah mencapai dua dasawarsa. Secara institusional, bank-bank Islam di Indonesia mengalami
perkembangan yang signifikan, terutama dalam 5 tahun terakhir ini pertumbuhannya mencapai ± 40% per tahun. Namun secara nasional, pangsa pasar bank syariah ini
masih kecil, dan setelah berkiprah selama 20 tahun, pangsa pasarnya secara nasional belum mencapai 5%.
Dalam fungsinya menerima penitipan uang, dari tahun ke tahun bank syariah telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan hal ini dapat dilihat dari total dana
konvensional jumlah tersebut masih jauh berada dibawahnya. Namun dari grafiknya DPK bank syariah mengalami lonjakan yang positif. Secara detail pertumbuhan DPK
bank syariah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1. DPK, Perbandingan Jumlah DPK Bank Konvensional dan Bank Syariah 2005-2011
Keterangan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank
Konvensional
1,127,937 1,287,102 1,510,834 1,753,292 1,973,042 2.338.824 2.784.912
Bank Syariah 15,584 20,672 28,012 36,852 52,271 76,036 101,804
Market Share 1,38% 1,50% 1,85% 2,10% 2,68% 3,25% 3,84%
Data BI, 2011 (diolah)
Dalam hal penyaluran dana atau pemberian pembiayaan kepada masyarakat, bank
syariah mampu menyalurkannya dana secara penuh dan optimal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mencapai rata-rata
89%-103%. Yang hal ini berarti bahwa bank syariah telah mampu memenuhi standart yang di tetapkan oleh BI dalam penyaluran dananya untuk pembiayaan. Untuk total
pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah dapat dilihat pada tabel berikut; Tabel 1.2. Pembiayaan, Perbandingan Penyaluran dana kepada Masyarakat. (Satuan
dalam Milliar)
Pembiayaan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank Konvensional 132,979 149,680 185,071 256,212 297,486 347,627 435,407
Bank Syariah 15,232 20,445 27,944 38,195 46,886 68,181 96,805
Market Share Bank Syariah 1,78% 2,03% 2,07% 2,00% 2,40% 3,86% 4,47%
Data BI, 2011 (diolah)
Dengan demikian, secara umum kualitas kinerja bank syariah dapat dikatakan lebih
baik dari pada bank-bank konvensional. Hal ini dapat terlihat pada nilai Financing to
sedangkan LDR bank konvensional dalam angka 74,75% pada tahun 2011. Ini artinya bahwa dana yang terhimpun oleh bank syariah tidak bersifat iddle, namun
kesemuanya disalurkan ke masyarakat di sektor riil. Bahkan jumlah FDR yang di atas angka 100% tersebut menandakan bahwa seluruh DPK yang terhimpun dapat
disalurkan kembali.
Tabel 1.3. Financing to Deposit Ratio (FDR) bank syariah dan Lending to Deposit Ratio (LDR) di bank konvensional
FDR/LDR 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank Konvensional 51% 59,93% 62,37% 70,27% 69,55% 71,54% 74,75%
Bank Syariah 97,75% 98,90% 99,76% 103,65% 89,70% 89,67% 94,88%
Data BI, 2011 (diolah)
Nilai Non-performing Financing (NPF) atau risiko kredit macet bank syariah yang lebih stabil yaitu berkisar antara 3%-4%, dibandingkan dengan nilai NPL bank
konvensional yang fluktuatif, dimana di tahun 2005 nilai Non-performing Loan (NPL) bank-bank konvensional mencapai prosentasi cukup tinggi yaitu 7,56%. Baru 4 tahun
terakhir bank konvensional mampu menekan nilai NPL-nya pada kisaran 2%-3%. Kestabilan angka NPF bank syariah tersebut merupakan indikator bahwa pendanaan yang disalurkan oleh bank syariah relatif lebih lancar, sehingga sirkulasi dana dapat
Tabel 1.4. Nilai Non-performing Financing (NPF) pada Bank Syariah dan nilai Non-performing Loan (NPL) pada Bank Umum
NPL 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Bank UMUM 7,56% 6,07% 4,07% 3,20% 3,31% 2,56% 2,17%
Bank Syariah 2,82% 4,75% 4,05% 3,95% 4,01% 3,02% 3,12%
Data BI, 2011 (diolah)
Melihat hal tersebut, menunjukan bahwa tidak ada satu pun dari bank-bank
syariah yang masuk ke dalam program rekapitalisasi perbankan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kinerja perbankan syariah di Indonesia termasuk bank yang sehat. Melihat sukses kinerja tersebut maka perlu mencari sisi yang berbeda (second
window opinion) terhadap faktor yang mempengaruhi secara langsung kinerja Bank antara lain melalui Pemahaman Faktor Risiko, pengetahuan masyarakat, Intermediasi
Bank. Selain dari itu faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung kinerja Bank antara lain kepercayaan masyarakat, peranan teknologi, serta juga peranan Sumber Daya Insani (SDI). Dalam ruang lingkup tersebut, yang menjadi pusat perhatian
dibatasi pada faktor tertentu, yang mempengaruhi kinerja bank syariah dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011.
Tujuan penelitian ini untuk meneliti dan menganalisis pengaruh kelembagaan pemahaman faktor risiko, intermediasi bank dan pertumbuhan market share terhadap kinerja dan pertumbuhan bank syariah.
II. Metoda Penelitian
Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan The Structural
memiliki/menggunakan banyak struktur variable hipotetis dan proxy. SEM memiliki kemampuan mengukur variabel laten yang tidak secara langsung dapat diukur tetapi
melalui estimasi indikator atau parameternya (Raykof, 2010). Menurut Kusnendi (2008) SEM adalah pengembangan suatu model yang mempunyai justifikasi teoritis
yang kuat. SEM bukanlah untuk menghasilkan kausalitas, tetapi untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji empirik.
Choudhury (1999), Choudhury (2002) dan Budhijana(2010) menyatakan
bahwa dengan berlandaskan Al Quran dan Hadits kehadiran moral etika akan memunculkan sifat saling melengkapi (pervasive complementary), berpasangan
(pairness), mutualisme (codetermination), oleh karena itu pendekatan ekonomi syariah memiliki prinsip universal saling melengkapi yang berlawanan dengan dalil substitusi marjinal yang menciptakan kompetisi (competition) yang terus menerus,
kelangkaan (scarcity) dan opportunity cost. Dalil substitusi marjinal telah menanamkan dan memuaskan axioma pilihan rational dalam bentuk optimalitas baik
kondisi minimizing dan maximizing.
Menurut Choudhury (2002) bagi analisis ekonomi syariah metode simulasi
secara efektif menggantikan metode optimalitas, dan penggunaan berurutan berhubungan antara runtun sebab dan bentuk-bentuk akibat (circular causation). Riset ini menggunakan model Ta whidi Str ing Rela tion yang didasarkan pada Al Quran
dan Hadits. Model yang memadai untuk analisa ini menggunakan Socia l
[φ], IB [φ], M S[φ]}; Dimana: FR= Kelembagaan Pemahaman Faktor Risiko; IB=
Kelembagaan Intermediasi Bank; MS= Kelembagaan Penumbuhan Market share; K=
Kinerja Bank Syariah; dan [φ]= Moral dan Etika. Dengan simulasi terbentuk fungsi-fungsi saling keterikatan (circula r ca usa tion) adalah sebagai berikut: FR
[φ]= { IB[φ], MS [φ ], K [φ]}; IB [φ] = {MS[φ], FR [φ], K [φ]}; MS [φ]= { FR[φ], IB [φ], K [φ]}; dan K [φ]= {MS[φ], IB[φ], FR [φ]}.
Berdasarkan circular causation ini maka perhitungan simulasi ini akan
memunculkan pasangan variable/unsur (pairness) sebagaimana tersurat dalam Az Zukhruf (43): 12 dan Yassin (36): 33-36. Dalam pendekatan ini fungsi kinerja
perbankan syariah akan memiliki kemampuan pengembangan dengan dasar saling melengkapi (pervasive complementarities).
III. PEMBAHASAN
Dari hasil estimasi SEM pada model dalam penelitian ini menunjukkan bahwa data yang digunakan didukung oleh indikator convergent validity, goodness of fit,
hypothesis testing dan variabel yang digunakan dalam model yakni FR, IB, dan MS memiliki direct effect dan berpengaruh langsung terhadap variabel K. Dalam estimasi
SEM menghasilkan persamaan sebagai berikut:
K = 0.43 FR + 0.78 IB + 0.92 MS
Hasil estimasi SEM di atas dapat menyatakan bahwa kinerja perbankan syariah
dipengaruhi oleh Pemahaman Faktor Risiko, Intermediasi Bank dan Pertumbuhan Market share. Kelembagaan yang mempengaruhi peningkatan Kinerja Bank
Bank dan Pertumbuhan Market share berpengaruh secara signifikan terhadap Kinerja Perbankan Nasional. Hasil ini menunjukan bahwa perbankan syariah perlu
mengedukasi pemahaman faktor risiko dalam intermediasi jasa bank dan menggiatkan penggunaan akad musyarakah dan mudharabah karena kedua akad
ini dinilai lebih mendekati tuntunan syariah. Selain itu, pembiayaan berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah membuka peluang pembagian risiko antara pihak perbankan dan nasabah pemb iayaan dapat didistribusikan
secara lebih adil. Salah satu langkah yang perlu diambil berkaitan dengan ini adalah meningkatkan kuantitas dan kualitas sumberdaya insani perbankan
syariah. Selain hal tersebut hasil ini menu njukan bahwa Pemahaman Faktor Risiko; Intermediasi Bank dan Pengetahuan Masyarakat perbankan syariah perlu didorong untuk lebih mengarahkan pembiayaannya kepada peningkatan modal
kerja dan investasi. Pihak perbankan syariah diharapkan untuk lebih berani menanggung risiko, sehingga tidak selalu bermain di level aman. Hal ini
sangat diperlukan untuk mempercepat pertumbuhan sektor riil dan perluasan kesempatan kerja.
3.4.1. Analisa Circular Causation
Dalam Choudhury (1999); Budhijana (2010) dan Raykov (2010) analisis korelasi dapat digunakan untuk menunjukan keterhubungan (interelational) antar
variabel yang ada dalam model. Dalam circular causation keterhubungan
kelangkaan (scarcity) kemudian menghadirkan pervasive complementarity antar variabel yang terlibat.
3.4.1.1 Analisa dan kajian terhadap Polity Market Interaction(PMI)
Dalam analisis ini menyiratkan bahwa dalam rangka pandangan pembangunan, pengembangan dan pertumbuhan Bank Syariah yang terintegrasi ini akan sarat dengan
suatu proses berbasis pengetahuan (induced knowledge based) yaitu menyatukan sistem evolusi institusi dengan semua parameter pengetahuan dengan sebagai suatu target yang direncanakan. Dalam North (1991) dan Steven (1993) dalam Budhijana
(2011) konvergensi interelational/ interconnectedness antar institusi disebut sebagai
polity interaction (PI). Selanjutnya konvergensi interaksi antar institusi yang berada pada suatu lingkungan sosial ekonomi yang demokrasi dan berproses evolusi berbasis pengetahuan akan menghadirkan interaksi disebut sebagai polity-market
interaction/PMI. Dikaitkan dengan perbankan, maka interaksi ini akan mengarah pada penyatuan (unity, interaction, integration and evolution) semua bentuk pandangan pembangunan perbankan secara keseluruhan (Choudhury, 1992 dan 2003;
Budhijana, 2011; Myrdal, 1957; Stigler, 1960). Dalam teori keuangan telah menjelaskan bahwa pasar kredit/pembiayaan yang ditandai oleh asimetrik informasi
yang tinggi, terjadinya moral hazard, atau masalah adverse selection akan mengarah pada penyimpangan dan bahkan kehancuran pasar kredit formal. Kontrak pembiayaan tidak akan disepakati dalam kondisi seperti itu. Akibatnya, barang dan jasa tidak akan
dihasilkan dan dikonsumsi secara optimal (under-produced dan under-consumed). Kontrak antar peminjam dan pemilik dana hanya akan terjadi apabila elemen
tergantung pada dua elemen kunci yaitu reputasi peminjam dan ketersediaan aset yang cukup untuk jaminan jika terjadi gagal bayar ( Budhijana, 2012 dan
Dusuki, 2008).
Tabel 3.1. Polity-market Interaction (PMI) untuk Circular Causation FR= f { K, IB, MS}
Koefisien PMI K MS IB (i)
K 1.0000 0.1785 -0.0493 1.1292
MS 0.0350 0.9200 -0.1009 0.8541 IB -0.0640 -0.6681 1.0000 0.0379
Dalam tabel 3.1. ketergantungan pada institusi Pemahaman Faktor Risiko (FR) diperkirakan akan memiliki hubungan dalam pelemahan dan penguatan peranan
faktor kelembagaan Intermediasi Perbankan (IB), Pertumbuhan Market share (MS) dan Kinerja Bank (K). Pada table 3.1 masing-masing lembaga tersebut memiliki nilai
interconnectedness (i) terlemah 0.0379 dan yang terkuat 1.1292. Dari hasil penelitian ini justru telah dapat menunjukan bahwa Intermediasi Perbankan Syariah telah
memiliki kemajuan yang berarti dibandingkan beberapa tahun silam. Menurut penelitian Hamidi et al. (2010) mendukung hasil ini yang menyatakan bahwa bagi masyarakat baik nasabah maupun bukan nasabah bank syariah, adalah positif terhadap
bank syariah.
Berkaitan dengan Pemahaman Faktor Risiko upaya sosialisasi tentang perbankan
syariah perlu ditingkatkan, terutama untuk menjangkau kalangan masyarakat bawah. Sosialisasi dapat dilakukan secara langsung sebelum nasabah diterima manjadi nasabah. Disamping itu, sosialisasi juga perlu dilakukan secara luas
radio, surat kabar, dan majalah. Kegiatan sosialisasi tersebut perlu melibatkan segenap pemangku kepentingan seperti pemerintah, Bank Indonesia,
akademisi, tokoh agama, dan pihak perbankan sendiri. Selain hal tersebut dapat dikatakan juga bahwa berbagai pihak yang berkepentingan (sta keholder)
seperti manajemen perbankan syariah, lembaga diklat, lembaga riset dan perguruan tinggi perlu membina nasabah yang dibiayai agar usahanya da pat berjalan dengan lancar dan mampu berkembang dengan cepat. Kegiatan
pembinaan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu kegiatan CSR dari pihak yang bersangkutan. Beberapa Bank Syariah memanfaatkan alokasi
pendanaan CSRnya kearah pengembangan peran serta/ pemberdayaan bisnis masyarakat, promosi kegiatan, program sosial, sampai pada penerbitan dan penyebaran brosur di counter meja kantor untuk memudahkan calon nasabah
memahaminya. Brosur tersebut hanya memuat dalam tabel jumlah pembiayaan, jangka waktu pengembalian dan jumlah angsuran yang harus
dibayarkan dengan persyaratan pembiayaan yang harus dipenuhi nasabah (Budhijana, 2012)
Tabel 3.2. Polity-market Interaction (PMI) untuk Circular Causation IB= f { FR, MS, K}
Koefisien PMI MS FR K (i)
MS 0.4300 -0.3468 0.0730 0.1562 FR -0.0299 0.9200 0.0210 0.9111
K -0.3212 0.1071 1.0000 0.7859
Faktor Risiko (FR), Pertumbuhan Market share (MS) dan Kinerja Bank (K). Pada table 3.2 masing-masing lembaga tersebut memiliki nilai interconnectedness (i)
terlemah 0.1562 dan yang terkuat 0.9111. Hasil ini Intermediasi Perbankan masih memiliki peluang pengembangan jasa Bank Syariah; juga bank syariah sebagai bagian
dari kelompok lembaga keuangan memiliki pemasok dana dari berbagai sumber dan harus memampukan satu sama lain (anggota kelompoknya) yang bersifat pervasive
complementarities. Melihat dari Funding/Financing Deposit Ratio (FDR) yang tinggi pada bank-bank syariah maka perlu diantisipasi secara cermat dan juga terlihat pemasokan dana perlu segera diperkuat, karena banyaknya alternatif pengganti dari
sumber dana konvensional yang selama berkembang dengan insentif bunga. Menurut Hasan (2011) dalam risetnya menunjukan bahwa bagi industri financing, Aset perbankan syariah masih sangat kecil (kurang dari 5% aset`perbankan nasional),
sehingga daya tawar perbankan syariah masih relatif kecil.
Berdasarkan Analisis Circular Causaution ini menunjukan bahwa nilai
interconnectedness secara keseluruhan institusi adalah positive 0.1562-0.9111. Dari hasil ini dapat diintepretasikan bahwa dari kelembagaan yang ada memiliki kemajuan
pengembangan yang amat baik dan juga masih memiliki kemungkinan pengembangan dan potensi yang luas. Keberadaan perbankan syariah semakin penting dengan prospek masa depannya yang cerah dan membutuhkan dukungan pemerintah untuk
mengembangkan perbankan syariah ini. Dalam Intermediasi Bank ini, menunjukan bahwa akad yang digunakan tercatat adanya berbagai kelemahan
sumberdaya manusia yang dimiliki untuk menjalankan akad mudhor oba h dan
musha r oka h yang memiliki faktor resiko yang lebih besar.
Tabel 3.3. Polity-market Interaction (PMI) untuk Circular Causation MS= f { IB, K, FR}
Koefisien
PMI IB K FR (i)
IB 0.7800 -0.0670 -0.0440 0.6690
K -0.0516 1.000 0.0356 0.9840
FR -0.0470 0.0810 0.4300 0.4640
Dalam tabel 3.3. ketergantungan pada institusi Pertumbuhan Market share (MS) diperkirakan akan memiliki hubungan dalam pelemahan dan penguatan peranan faktor kelembagaan Intermediasi Perbankan (IB), Pemahaman Faktor Risiko (FR) dan
Kinerja Bank (K). Pada table tersebut masing-masing lembaga tersebut memiliki nilai interconnectedness (i) terlemah 0.4640 dan yang terkuat 0.9840. Berdasarkan
penelitian ini, meski Pemahaman Faktor Risiko memiliki interconnectedness terlemah namun pelanggan terlihat memiliki niat untuk komit dan yakin dalam membangun relationship dengan bank. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen
merupakan hal penting bagi pengembangan pemasaran relasional jangka panjang dan komitmen hanya ada ketika relationship dipertimbangkan sebagai hal yang utama.
Pihak yang komit yakin bahwa relationship adalah kegiatan yang menguntungkan (menghilangkan risiko operasional dan risiko pasar) dalam jangka panjang dan komitmen merupakan faktor penting bagi pengembangan dan keberadaan relasional
masyarakat belum memahami konsep dan akad -akad yang dipraktikkan dalam risiko pembiayaan. Disamping itu, nampaknya masyarakat juga tidak begitu
peduli dengan aturan-aturan binis tersebut. Pada umumnya mereka masih memandang sama saja pola syariah dengan pola bunga yang diterapkan
perbankan konvensional. Hal ini antara lain disebabkan ol eh terbatasnya pengetahuan nasabah tentang ekonomi syariah dan kurangnya penjelasan oleh pihak perbankan syariah kepada nasabah pembiayaan. Dengan demikian,
semakin jelas bahwa sosialisasi tentang pemahaman risiko perbankan syariah memang belum mampu menjangkau segenap lapisan masyarakat.
Dalam kaitan dengan bagi hasil, kualitas pembiayaan perbankan syariah secara umum dapat dinilai dari Non Performing Financing (NPF). NPF perbankan syariah mengalami peningkatan pada pembiayaan yang disalurkan.
Sejalan dengan hal tersebut, kualitas pembiayaan perbankan syariah berdasarkan penilaian nasabah pembiayaan cukup beragam. Nasabah menilai
pembiayaan yang dijalankan bank tersebut sudah cukup baik karena prosedur pengurusan dibuat jelas semua (transparan), serta biaya telah ditentukan
diawal dan semuanya resmi, serta terbinanya hubungan baik dengan staf urusan pembiayaan. Sementara itu, nasabah juga menilai adanya kemudahan dan kecepatan dalam pengurusan pembiayaan. Selain itu menurut nasabah
IV. KESIMPULAN
Penelitian ini menjawab factor-faktor kelembagaan yang berperan dalam
peningkatan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia. Kelembagaan Pemahaman Faktor Risiko, Intermediasi Bank, dan Pertumbuhan Market share berpengaruh dalam
peningkatan dan penurunan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia. Bagi kelembagaan-kelembagaan tersebut berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan dan penurunan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia.
Keterpaduan dan kerjasama antar kelembagaan yang ada dengan berbasis pengetahuan Syariah akan menyatukan evolusi institusi kearah yang lebih
berkembang, lebih kuat, saling melengkapi dan secara perlahan menghapuskan biaya spekulasi dan biaya opportunity. Kelembagaan dengan berbasis pengetahuan ini dapat mendorong daya guna sumber-sumber yang menghasilkan produktivitas dan
pertumbuhan BUS diantaranya adalah sumber pendanaannya yang bebas dari riba.
DAFTAR PUSTAKA
Aiyub. 2007. Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung Dan Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe Aceh Darussalam Jurnal E-Mabis Fe-Unimal, Volume 8, Nomor 1, Januari 2007 Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh.
Antonio, Muhammad Syafii Antonio dan Mahfudz Shaifurrokhman. 2010. Peluang dan Tantangan Industri Syariah di Indonesia (Diunduh dari
http://www. syafiiantonio.com/index.php?content=artikeldeta
it&&nid=17)
Bank Indonesia dan Undip. 2000. Penelitian Potensi, Preferensi Dan Perilaku Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Wilayah Jawa Tengah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat Penelitian Kajian Pembangunan. Lemlit Undip.
Bank Indonesia dan Institut Pertanian Bogor 2004. Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat Bank terhadap Syariah di Wilayah Kalimantan Selatan. Kerjasama Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia dengan Institut Pertanian Bogor
Bank Indonesia, 2011. Statistik Perbankan Syariah, Oktober 2011 Bank Indonesia, 2000-2010. Statistik Perbankan Syariah, 2000-2010 Bank Muamalat, 2009. Laporan Tahunan 2009.
Bank Indonesia, 2010. Krisis Global dan Penyelamatan Perbankan Indonesia.
http://www.bi.go. id/NR/rdonlyres/24C9500A-COCF-4BB 3-
954D-D2997AD865B3/186
59/krisisglobaldanpenyelamatansistemperbankan indonesia.pdf
Budhijana.R.Bambang. 2010. Tawhidi String Relation (TSR) sebagai Solusi Penelitian Ekonomi Syariah. Universitas Azzahra, Program MEi, Jakarta.
__________________ . 2011. Economics Analysis on Impact of the Existing Shariah and Estate Crops Export as a Part of Real Economy. Jurnal Ekonomi. Universitas Tarumanegara. Jakarta.
__________________ . 2012. Mendorong Perbaikan dan Penerapan Akuntansi Sosial Ekonomi Islam Di Indonesia. Universitas Tarumanegara. Jakarta.
Choudhury, Masudul Alam, 1999. Contributions to Islamic Economic Theory. A Study in Social Economics. New York, St. Martin's Press.
______________________, 1992. Comparative DeveloMSent Studies. Saint Martin’s Press Inc. NY USA
______________________.1999. Comparative Economic Theory Occidental and
Islamic Perspectives. Kluwer Academic Publisher.
Boston/Dordrecht/London
Choudhury, M.A., and Harahap, S.S. (2004), "Social accounting in Islamic political economy", Harmonising DeveloMSent and Financial Instruments by Shariah Rules for Ummatic Integration, International Islamic University, Chittagong
Direktorat Perbankan Syariah - Bank Indonesia dan Institut Pertanian Bogor. 2004. Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di
Wilayah Kalimantan Selatan. (Diunduh dari
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/ODF09BE2-9FDE-49F0- 88AE-248B7B0856DD /13436/ringkasan Eks kalsel.pdf pada Desember 2010)
Dusuki, Asyraf Wajdi, 2008. "Banking for the poor: the role of Islamic banking in microfinance initiatives". Humanomics, Vol. 24 No. 1, 2008, pp. 49-66. Effendi, Ebrinda Daisy Gustiani, Ascarya, Jaenal Effendi. 2009;2010. Analisis Pengaruh Social Values Terhadap Jumlah Permintaan Uang Islam Di Indonesia. BI dan UI. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, April 2010
Hamidi, Jazim, Siti Hamidah, Sukarmi,Sihabuddin, Lucky Hendrawati, Adi Kusumaningrum, (2010) Persepsi Dan Sikap Masyarakat Santri Jawa Timur Terhadap Bank Syariah. FEUB.
Kusnendi. 2008. Model-Model Persamaan Struktural. Alfa Beta. Bandung.
Mahfudz, Ahmad Affandi dan Yulizar Djamaluddin Sandrego, 2010, "Performance Evaluation of Islamic Commercial Banks in Indonesia After the Financial Crisis", Makalah dalam The Third International Conference on Islamic Banking and Finance: Risk Management, Regulation and Supervision, Jakarta: PEBS FE UI, Bank Indonesia dan IRTI Islamic DeveloMSent Bank.
Hasan. 2011. "Membangun Sinergi Perbankan Syariah" (http://www.niriah.com /opini/2id942.htm1)
Myrdal, Gunnar. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Regions (London Harper and Row).
Raykov, Tenko. 2010. Evaluation of Convergen and Validity with Multitrait-Multimethod Correlations. British Journal of Mathematical and Statistical Psychology. raykov@msu.edu
Stigler,G.J.1960. The Influence of Events and Policies on Economic Theory. American Economic Review. (May 1960)
Stevens, Joe B. 1993. The Economics of Collective Choice. Public Choice Series. Oregon State University. Westview Press. Colorado.