• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Isu dan Krisis Hubungan Masyar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Isu dan Krisis Hubungan Masyar"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

Manajemen Isu Pelanggaran Etika

Ketua DPR RI Setya Novanto

Fachri Wahyudi

1406578893

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Komunikasi

Depok

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak beberapa minggu yang lalu rakyat Indonesia digegerkan dengan skandal kasus yang terkenal dengan sebutan ‘Papa Minta Saham’. Betapa tidak? Hal ini terkait erat dengan pimpinan lembaga legislative tertinggi Indonesia yang seharusnya menjadi wakil rakyat, Setya Novanto. Tidak hanya beliau, beberapa nama yang tidak asing juga terlibat dalam skandal ini, antara lain saudagar minyak Muhammad Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan bahkan Presiden RI, Bapak Joko Widodo dan Wakilnya, Bapak Jusuf Kalla juga beberapa kali disebutkan dalam rekaman suara berdurasi satu jam dua puluh menit. Hal ini dianggap melanggar etika. Rekaman suara tersebut bagaikan katalis yang membuat publik semakin panas dan geram. Rekaman tersebut dilaporkan oleh Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Majelis Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat (MKD) agar segera dipersidangkan secara terbuka.

(3)

Jika ingin menelisik lebih dalam, skandal ini bermula dari masalah perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang membuat Setya Novanto mengadakan pertemuan tidak formal dengan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan Saudagar minyak Muhammad Riza Chalid pada tanggal 8 Juni 2015. Hal ini diketahui dari rekaman percapakan berdurasi satu jam dua puluh menit. Dalam percakapan tersebut, Setya menyebutkan Presiden dan Wakil Presiden perlu diberi jatah saham agar perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu bisa memperpanjang kontrak operasi yang akan berakhir pada tahun 2021. Setya menyebutkan Presiden perlu diberi upeti sebesar 11% saham Freeport dan 9% untuk Wakil Presiden. Dalam rekaman percakapan tersebut terungkap juga Setya menghendaki 49% saham pembangkit listrik di Paniai, Papua, sebagai imbalan atas jasa memuluskan jalan Freeport.1

Atas dasar rekaman percakapan itu lah Setya Novanto dilaporkan oleh Sudirman Said ke Majelis Kehormatan Dewan. Sidang yang menghadirkan Setya-pun telah digelar, namun anehnya sidang ini digelar tertutup tidak seperti sidang-sidang sebelumnya yang digelar terbuka. Tertutupnya sidang tersebut mengundang kecaman dan prasangka publik bahwa telah terjadi kongkalikong dalam persidangan tersebut antara pimpinan DPR dan anggotanya yang tergabung dalam MKD.

Pada perkembangannya Setya Novanto mempermasalahkan jalannya sidang karena bukti rekaman percakapan berdurasi satu jam dua puluh menit yang digunakan sebagai bukti atas pengajuan sidang Sudirman Said tersebut tidak legal. Hal konyol yang kemudian terjadi adalah bukan hanya Setya Novanto yang mempermasalahkan hal ini namun juga sejumlah Majelis Kehormatan Dewan yang berada dalam sidang tersebut yang seharusnya pro atau membenarkan kebenaran bukti yang sudah jelas-jelas menceritakan alur percakapan karena pada saat sidang tersebut rekaman percakapan diputarkan secara penuh dan jelas. Sudirman dinilai tidak mempunyai hak untuk melakukan pelaporan kepada MKD. Hal ini dilandaskan pada Pasal 5 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang

(4)

Tata Beracara MKD. Di dalam Pasal 5 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 disebutkan mengenai pihak-pihak yang berhak melapor ke MKD.

Sudirman Said dianggap telah melakukan hal tidak terpuji karena menyadap percakapan mereka bertiga di Hotel Ritz-Carlton Jakarta. Sudirman dianggap bukan menjadi bagian dari pihak-pihak yang berhak menggugat karena statusnya sebagai pejabat eksekutif. Hal tersebut sungguh lucu dan terkesan sebagai alasan yang sangat mengada-ada untuk mencegah dipersidangkannya kasus ini. Meskipun bukan Ketua DPR atau Anggota DPR, Sudirman adalah masyarakat yang dimaksud dalam pasal tersebut. Berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara, syarat wajib untuk menjadi Menteri adalah harus Warga Negara Indonesia. Jadi apakah hanya karena Sudirman Said seorang menteri lalu dia dianggap bukan sebagai warga negara? Jelas tidak. Sudirman mengajukan laporan tersebut secara perseorangan sebagai masyarakat yang melihat adanya tindakan tidak etis yang dilakukan oleh Ketua DPR. Setya mengungkapkan "Bahwa seperti kita ketahui, sekalipun Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung, Kepolisian RI, bilamana hendak melakukan perekaman atau penyadapan tetap harus dilakukan sesuai dengan undang-undang yang berlaku." Setya-pun menganggap Maroef Sjamsoeddin sebagai seorang pegawai swasta perusahaan asing di Indonesia yang tak memiliki wewenang seperti penegak hukum untuk merekam atau menyadap pembicaraan.2

Setya jelas telah mengabaikan Kode Etik Dewan. Salah satu pasal dalam Kode Etik Dewan tahun 2015 mengatur bahwa seorang anggota Dewan harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibandingkan kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan. Dalam pasal lainnya dinyatakan pula bahwa anggota DPR dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan golongan. Dalam rekaman yang menjadi alat bukti jelas Setya melakukan pelanggaran-pelanggaran etika tersebut. Secara tersirat, Setya menyatakan bahwa dia mempunyai peran yang besar 2 “Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum Ilegal dan Tak Bisa Jadi Alat Bukti” diakses dari

(5)

untuk membantu memuluskan perpanjangan kontrak Freeport karena jabatannya di DPR dan meminta imbalan atas hal tersebut.3

Meskipun persidangan belum mencapai putusan yang final, tetapi dalih apapun tidak akan menghapus fakta bahwa Ketua DPR telah melakukan pengkhianatan terhadap negara dan orang ramai. Setya telah mencoreng kepercayaan publik –setidaknya pemilihnya dalam pemilu legislatif 2014- karena mengutamakan kepentingan diri sendiri dan kelompoknya. Dia juga telah mencoreng DPR secara institusi karena ulahnya bermintra dalam satu permufakatan korup dengan satu tujuan yaitu merampok negara. Anehnya, dengan bukti yang tak terbantahkan lagi MKD seakan-akan menutupi kebenaran yang ada dan melempar bola kesalahan justru pada pihak yang melapor. Perilaku MKD yang demikian justru semakin mengundang kemarahan publik. Taggar #MKDBobrok yang menjadi Trending Topic World Wide untuk waktu yang cukup lama menjadi salah satu bukti kemarahan publik terhadap diciderainya keadilan dalam kasus ini. Hasil survey Transparency International Indonesia (TII) di tahun 2013 menunjukkan bahwa DPR dinilai responden sebagai lembaga yang paling korup / bercitra paling buruk dengan presentase 89%.4 Jalan MKD untuk menjatuhkan sanksi bagi Setya Novanto memang tidak mudah. Sanksi berupa pencopotan jabatan dari Ketua DPR, apalagi pemecatan dari anggota Dewan, mensyaratkan antara lain adanya pelanggaran hukum. Di sisi lain, bola panas ini telah bergulir di Kejaksaaan Agung. Setya Novanto bisa dijerat dengan delik permufakatan jahat atau percobaan korupsi yang merugikan negara. Masalah ini akan tuntas jika dibawa ke ranah hukum.

BAB II

3 “Silang Sengkarut “Papa Minta Saham”: Setelah Etika, Terbit Pidana” yang ditulis oleh Muhammad Syaeful Mujab dalam Press Release Kajian Strategis BEM Universitas Indonesia 4 Hasil Survei Nasiona Indo Barometer menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap DPR berada dibawah 50%. Lebih lengkapnya kunjungi link berikut

(6)

PEMBAHASAN

Krisis diartikan sebagai bencana kesengsaraan atau marabahaya yang datang mendadak. Krisis dalam artian ini mengasumsikan bahwa sumber krisis berada diluar kekuatan manusia juga diluar sistem dan pada saat kemunculannya diluar perhitungan. Dalam pengertian ini, skandal pelanggaran etika Setya Novanto sebagai Ketua Umum adalah sebuah krisis bagi DPR RI karena kejadian ini diluar perkiraan DPR RI.

Ada empat tahap atau fase yang terjadi dalam krisis, yaitu: tahap prodormal, tahap akut, tahap kronis dan tahap resolusi (Ruslan, 1994 : 93-103). Sama halnya dengan krisis DPR RI atas skandal pelanggaran etika Setya Novanto ini juga mengalami keempat tahap atau fase tersebut secara berurutan.

Praktisi Public Relations sebagai yang berkewajiban dalam menangani krisis, dapat menggunakan strategi 3P, yaitu: Pencegahan, persiapan dan penanggulangan (Ruslan, 1994 : 104-106). Dalam konteks kasus Setya Novanto ini kasusnya sudah berada pada tahap penanggulangan.

Soemirat dan Ardianto menawarkan strategi penganggulangan krisis sebagai tindakan kuratif. Tindakan ini dilakukan jika krisis telah benar-benar terjadi dan tidak sempat atau tidak dapat mencegahnya. Strategi penaggulangan tersebut mencakup dua hal, yaitu kondisi akut dan kondisi kesembuhan. Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk menanggulangi krisis, penetapan strategi generik perlu dilakukan, antara lain: (Kasali, 1994 : 232)

(7)

b. Strategi adaptif, strategi ini bisa dilakukan dengan cara melakukan perubahan kebijakan, modifikasi operasional, kompromi dan meluruskan citra. Dari keempat strategi adaptif ini yang bisa coba dilakukan hanya meluruskan citra, namun hal itupun tidak akan memberikan dampak yang signifikan melihat kondisi publik yang sudah hampir tidak ada kepercayaan sama sekali terhadap DPR.

c. Strategi Dinamis, strategi ini lebih memberikan dampak yang makro bagi DPR RI jika dilakukan seperti merger dan akuisisi, investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru atau menarik produk lama, dan menggandeng penguasa. Namun jika kita cermati, strategi dinamis ini hanya cocok dalam konteks perusahaan karena tidak mungkin DPR RI melakukan akuisisi dan merger, menerima investasi dan menggandeng penguasa. Satu satunya yang bisa disamakan konteksnya adalah menarik produk lama dan mengganti dengan produk baru, dalam hal ini memberhentikan Setya Novanto dan menggantinya dengan Ketua yang baru.

d. Melemparkan isu baru untuk mengalihkan perhatian, strategi ini dirasa paling tepat digunakan oleh humas DPR RI karena sudah sulit mengatasi kasus dan menyebar ke sektor publik. Dan tampaknya strategi inilah yang memang pada kenyataannya dilakukan oleh humas DPR RI bekerja sama dengan media dengan menggulirkan isu ojek berbasis aplikasi yang dilarang di Indonesia.5

Menghadapi Media

Menghadapi media dalam mengatasi dan memanajemen krisis sangatlah sulit jika kita tidak memiliki relasi atau hubungan yang baik dengan media-media terkait. Akan semakin sulit lagi apabila sebuah kasus sudah terekspos dan semua media menampilkan berita yang sama seperti

5“Ojek dan Taksi Online Dilarang” diakses dari

http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3895/1/ojek.dan.taksi.online.dilarang?

(8)

kasus Setya Novanto ini. Media cetak seperti majalah Tempo bahkan menempatkan kasus ini pada dua edisi terakhir sebagai topik serta bahasan utama yang dibahas di kolom Opini 6dan surat kabar harian selalu menampilkan ulasan-ulasan menarik dan masuk di headline news dalam beberapa hari kemudian juga beberapa kali menjadi trending topic worldwide di sosial media Twitter dan beberapa media lain seperti BBC7

Jika ingin tidak terekspos media seperti ini seharusnya di tahap perkembangan humas DPR RI benar-benar menjaga kerahasiaan kasus, jangan sampai terbongkar dan terekspos oleh media, sidangnya jangan sampai diliput oleh media, tidak boleh ada wartawan. Namun hal itu hanya bisa dilakukan sebelum kasus terbongkar namun jika sudah dalam tahap ini, tidak ada jalan lain lagi selain berkata jujur dan mengakui bahwa memang demikian adanya. Membuat press release terkait isu tersebut, klarifikasi dan mengakui apa adanya bahwa sang Ketua Umum memang melakukan hal yang tidak semestinya dengan isi di dalamnya juga mengandung permohonan maaf kepada masyarakat karena tidak menjalankan tugas dengan baik.

Dalam hal ini media bisa dibilang menang, karena lebih berhasil membuat publik dan stakeholder DPR RI yang lain percaya. Maka hal yang paling benar dilakukan adalah mengakui dan bertindak jujur untuk selain memang demikian adanya, setidaknya publik bisa menilai bahwa DPR RI merupakan lembaga yang baik dengan meminta maaf ketika melakukan salah. Tidak hanya meminta maaf pastinya, namun juga menerima apapun konsekuensi yang terjadi akibat kasus ini.

Hal strategis yang bisa dilakukan untuk meredakan isu kemudian adalah seperti yang sudah dibahas sebelumnya, yaitu bekerja sama dengan media simpatisan kita untuk mengalihkan isu dengan membuat kasus baru yang nantinya akan menutupi kasus yang terjadi ini sehingga perhatian 6 Majalah Tempo Edisi Hajar! Yang Mulia tanggal 7-13 Desember 2015 dan Edisi Papa Minta Saham tanggal 13-19 Desember 2015

7 Simak frekuensi Tagar #MKDBobrok dalam tautan

(9)

publik akan Setya Novanto teralihkan dan berfokus pada kasus yang baru yang lebih aktual dan panas. Seperti misalnya isu larangan ojek berbasis aplikasi yang marak beberapa saat setelah kasus ini mencuat atau dengan berita jatuhnya Jet TNI AU yang jatuh di Yogyakarta yang kini tengah menjadi topik terhangat.8

Manajemen Publik Internal

Dengan kasus yang mencuat ini nama Setya Novanto sebagai Ketua Umum DPR RI sudah pasti kehilangan legitimasinya. Bagi publik internal DPR RI pasti hal ini sangat disayangkan dan banyak menimbulkan kekecewaan bagi publik internalnya sendiri. Hal ini bisa jadi akan berdampak pada menurunnya kualitas kinerja karyawan, staf dan seluruh khalayak internal DPR RI.

Langkah yang paling tepat dilakukan oleh humas DPR RI ketika sudah berada dalam situasi seperti ini adalah pertama segera memberhentikan Setya Novanto dari kursi jabatan Ketua Umum DPR RI untuk memperbaiki citra. Langkah selanjutnya tentu saja menjalin hubungan kembali dengan publik internal DPR RI dari unsur terbawah hingga yang paling atas. Yang perlu diperhatikan dalam mengambil kebijakan ini tentu saja memilih pengganti Setya Novanto yang akan menduduki kursi jabatan Ketua Umum adalah orang yang bertanggung jawab dan bisa dipercaya serta memiliki performa yang jauh lebih baik dari Setya Novanto dalam hal kepemimpinan.

8 “Pesawat TNI Jatuh di Sekitar Bandara Adisucipto” diakses dari

(10)

BAB III

PENUTUP

Segala bukti yang ada telah menunjukan bahwa Setya Novanto dan MKD melakukan hal yang tidak terpuji dengan segala manuver politiknya. Publik sendiripun juga bisa menilai siapa yang salah dengan hati nuraninya masing-masing. Dalam kasus yang sudah sampai ke tahap ini, humas yang baik hanya bisa meminta maaf kepada publik dan mengakui semua kesalahannya serta memperbaiki apa yang dirasa salah dan buruk sehingga di waktu yang akan datang tidak terulang kembali hal serupa dan akhirnya kepercayaan publik dan reputasi bisa dibangun kembali karena akan menjadi hal yang sewajarnya jika bagus dinilai bagus, dan buruk dinilai buruk adanya.

DAFTAR PUSTAKA

Majalah Tempo Edisi Hajar! Yang Mulia tanggal 7-13 Desember 2015

(11)

“Setya Novanto: Rekaman Maroef Melawan Hukum Ilegal dan Tak Bisa Jadi

Alat Bukti” diakses dari

http://nasional.kompas.com/read/2015/12/07/18024151/Setya.Novanto.Rekaman. Maroef.Melawan.Hukum.Ilega l pada tanggal 19 Desember 2015 pukul 20.09

“Silang Sengkarut “Papa Minta Saham”: Setelah Etika, Terbit Pidana” yang ditulis oleh Muhammad Syaeful Mujab dalam Press Release Kajian Strategis BEM Universitas Indonesia

“Ojek dan Taksi Online Dilarang” diakses dari

http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/3895/1/ojek.dan.taksi.online.dilarang? utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Ktpwp pada tanggal 20 Desember 2015 pukul 12.21

Referensi

Dokumen terkait

pilih tidak terdaftar dalam pemilu terdaftar dalam daftar pemilih

Penelitian umumnya mencakup dua tahap, yaitu penemuan masalah dan pemecahan masalah. Penemuan masalah dalam penelitian meliputi identifikasi bidang masalah, penentuan

Dengan bertanya juga akan membantu mendorong terciptanya lingkungan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-center learning environment). Strategi ini sangat efektif

pada mahasiswa FKIP Universitas Lampung angkatan 2014 yang berasal dari. luar Propinsi Lampung dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:

Perbincangan dimulakan dengan paparan demografi sampel kajian, diikuti dapatan deskriptif ciri program media yang boleh mempengaruhi tingkahlaku pelajar, punca pelajar

Perlu diingat bahwa unsur-unsur tubuh sedimen dasar yang ada dalam sistem ini sama dengan unsur-unsur tubuh sedimen yang ada di muara sungai

Salah satu varietas unggul kencur dengan ukuran rimpang besar adalah varietas unggul asal Bogor (Galesia-1) yang mempunyai ciri sangat spesifik dan berbeda dengan klon

Analisis spasial wilayah potensial PKL menghasilkan peta tingkat wilayah potensial yang tersebar sepanjang Jalan Dr.Radjiman berdasarkan aksesibilitas lokasi dan