• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tiara Karina Nurullah Gunadi NIM 15 645

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tiara Karina Nurullah Gunadi NIM 15 645"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS

MATA KULIAH ETIKA DAN PROFESI

“ Cyber Law ”

Oleh:

Tiara Karina Nurullah Gunadi

NIM 15 645 081

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA

JURUSAN TEKNOLOGI INFORMASI

(2)

A. Pengertian CyberLaw

Cyberlaw adalah hukum yang digunakan di dunia cyber (dunia maya), yang umumnya diasosiasikan dengan Internet. Cyberlaw dibutuhkan karena dasar atau fondasi dari hukum di banyak negara adalah "ruang dan waktu". Sementara itu, Internet dan jaringan komputer mendobrak batas ruang dan waktu ini. Contoh permasalahan yang berhubungan dengan hilangnya ruang dan waktu antara lain:

a. Seorang penjahat komputer (cracker) yang berkebangsaan Indonesia, berada di Australia, mengobrak-abrik server di Amerika, yang ditempati (hosting) sebuah perusahaan Inggris. Hukum mana yang akan dipakai untuk mengadili kejahatan cracker tersebut? Contoh kasus yang mungkin berhubungan adalah adanya hacker Indonesia yang tertangkap di Singapura karena melakukan cracking terhadap sebuah server perusahaan di Singapura. Dia diadili dengan hukum Singapura karena kebetulan semuanya berada di Singapura.

b. Nama domain (. com, . net, . org, . id, . sg, dan seterusnya) pada mulanya tidak memiliki nilai apa-apa. Akan tetapi pada perkembangan Internet, nama domain adalah identitas dari perusahaan. Bahkan karena dominannya perusahaan Internet yang menggunakan domain ". com" sehingga perusahaan-perusahaan tersebut sering disebut perusahaan "dotcom". Pemilihan nama domain sering berbernturan dengan trademark, nama orang terkenal, dan seterusnya. Contoh kasus adalah pendaftaran domain JuliaRoberts. com oleh orang yagn bukan Julia Roberts. (Akhirnya pengadilan memutuskan Julia Roberts yang betulan yang menang. ) Adanya perdagangan global, WTO, WIPO, dan lain lain membuat permasalahan menjadi semakin keruh. Trademark menjadi global.

(3)

secara fisik dikirimkan secara konvensional dan melalui pabean, diusulkan tetap dikenakan pajak.

Secara yuridis, cyber law tidak sama lagi dengan ukuran dan kualifikasi hukum tradisional. Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

B. Topik Seputar Cyber law

Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:

a. Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.

b. On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.

c. Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.

d. Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.

e. Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum

C. Ruang Lingkup Cyber Law

Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :

a. Hak Cipta (Copy Right)

b. Hak Merk (Trademark)

c. Pencemaran nama baik (Defamation)

(4)

e. Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, Viruses, Illegal Access)

f. Pengaturan sumber daya internet seperti IP-Address, domain name

g. Kenyamanan Individu (Privacy)

h. Prinsip kehati-hatian (Duty care)

i. Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat Isu prosedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dan lain-lain.

j. Kontrak / transaksi elektronik dan tanda tangan digital

k. Perangkat Hukum Cyber Law

l. Pornografi

m. Pencurian melalui Internet

n. Perlindungan Konsumen

o. Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharianseperti commerce, government, e-education

D. Perangkat Cyberlaw

Pembentukan Cyberlaw tidak lepas dari sinergi pembuat kebijakan cyberlaw (pemerintah) dan pengguna dunia cyber dalam kaidah memenuhi etika dan kesepakatan bersama. Agar pembentukan perangkat perundangan tentang teknologi informasi mampu mengarahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati maka proses pembuatannya diupayakan dengan cara Menetapkan prinsip – prinsip dan pengembangan teknologi informasi yaitu antara lain :

1. Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, profesional).

2. Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip.

3. Memperhatikan keunikan dari dunia maya.

4. Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat internet yang global.

5. Menempatkan sektor swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industri dan perdagangan.

(5)

7. Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristik.

8. Melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di internet seperti : UU hak cipta, UU merk, UU perlindungan konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU Perpajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.

Cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek yurisdiksi hukum diabaikan. Karena pemetaan yang mengatur cyberspace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar negara, sehingga penetapan yuridiksi yang jelas mutlak diperlukan. Ada tiga yurisdiksi yang dapat diterapkan dalam dunia cyber :

1. Yurisdiksi legislatif di bidang pengaturan.

2. Yurisdiksi judicial, yakni kewenangan negara untuk mengadili atau menerapkan kewenangan hukumnya.

3. Yurisdiksi eksekutif untuk melaksanakan aturan yang dibuatnya.

E. Asas-asas Cyber Law

Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu :

1. Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.

2. Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.

3. Nationality, yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.

(6)

5. Protective Principle, yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah.

6. Universality, Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan.

Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.

Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online)

phenomena and physical location.

F. Perkembangan Cyberlaw di Indonesia

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.

(7)

adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HAKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Referensi

Dokumen terkait

17 Hal ini menuntut China tidak hanya memajukan pembangunan ekonomi, tapi juga pembangunan politik, budaya, sosial, dan ekologi; untuk mengkoordinasi dan memberi

Guru memindahkan skor murid ke dalam Borang Profil Psikometrik (Profil Individu dan Profil Umum).  Borang

Pembangkitan pertanyaan dari sekumpulan dokumen teks yang disediakan dapat dilakukan dengan mengekstrak kalimat dari dokumen kemudian melakukan pengklasifikasi

Fasilitas yang dapat digunakan untuk berbincang-bincang dalam bentuk teks secara langsung dengan pengguna internet di seluruh dunia yang sedang online pada saat bersamaan

PROGRAM- PROGRAM INI DITUJUKAN UNTUK MENGHASILKAN MASYARAKAT YANG MANDIRI DALAM MENINGKATKAN STANDAR KEHIDUPAN MEREKA DENGAN MEMANFAATKAN POTENSI EKONOMI YANG ADA...

Sub 赔enu Pemkimssn Unite bemisiksn inform赔ssi krde unite ysng hsnys digunsksn psds unite kemjs sesusi dengsn pilihsn unite psds ssste lrgin begiteu puls unteuk sub 赔enu Jumnsl dsn

EFEKTIVITAS METODE SOSIODRAMA DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN SEJARAH ISLAM KELAS VII.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode sosiodrama dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Sejarah Islam kelas VII..