• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI B

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI B"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA GURU DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

TUNAGRAHITA DENGAN MENGOPTIMALKAN PENGGUNAAN MEDIA YANG ADA DI LINGKUNGAN SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA SARONGGI

KABUPATEN SUMENEP

Iwan Kuswandi, Mafruhah

Prodi PGSD STKIP PGRI Sumenep

Email: iwankus@stkippgrisumenep.ac.id & eljannah89@gmail.com

Abstract

Media can improve the quality of learning process. At the time of teaching, teachers must know the preferences and interest of student to the media in accordance with the psychology of his students, especially mentally disabled students. This study aims to inventory the exist-ing learnexist-ing media in SDLB Saronggi Sumenep, and to know about the teacher’s efforts in improving the learning motivation of mentally disabled students by optimizing the use of ex-isting environment media in SDLB Saronggi, Sumenep. This research uses mixed methods, with research design using sequential explanatory. In SDLB Saronggi, learning media other than class, also has multipurpose room, video for learning, LCD projector, a shady schoolyard, shelves and creativity boards, fruits, props for learning, a set of traditional musical instru-ments Madura. The existence of various media can improve the motivation of learn mentally disabled students. Proven results using calculations Wilcoxon Scien R test earned value Zcountamount (-3,162), because of the score (-3,162) is a absolute score, greater than Ztable= 1,96 or (-3,162 > 1,96) then H0 rejected and Ha be accepted. It can be concluded that the environmental media around the school can improve motivation of learn mentally disabled students SDLB Saronggi.

Keywords: Motivation of learn, mentally disabled students, and media

Abstrak

Keberadaan media dapat meningkatkan mutu proses kegiatan belajar. Dalam mengajar, guru harus tahu kesukaan dan kecenderungan anak terhadap media yang sesuai dengan psikologi anak didiknya, terutama bagi anak tunagrahita. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisir media pembelajaran yang ada di lingkungan sekolah SDLB Saronggi Kabupaten Sumenep, serta mengetahui tentang upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa tunagrahita dengan mengoptimalkan penggunaan media yang ada di lingkungan sekolah SDLB Saronggi Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan metode kombinasi (mixed methods), dengan desain penelitian menggunakan sequential explanatory. Di Sekolah SDLB Saronggi, media pembelajaran di samping ruang kelas, di sekolah ini juga memiliki ruang multi guna, video pembelajaran, LCD proyektor, halaman sekolah yang rindang, rak dan papan kreativitas siswa, buah-buahan, peralatan peraga pembelajaran, satu set alat musik tradisional Madura. Keberadaan berbagai media tersebut dapat meningkatkan motivasi belajar siswa tunagrahita, hal ini terbukti dengan hasil perhitungan menggunakan Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitungsebesar (-3,162), karena skor (-3,162) merupakan skor mutlak, maka lebih besar dari Ztabel= 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan hasil demikian dapat disimpulkan bahwa media lingkungan sekitar dapat meningkatkan motivasi belajar anak tunagrahita SDLB Saronggi.

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat membina kepribadian dan mengembangkan kemampuannya baik jasmaniah maupun rohaniah yang berlangsung secara dinamis. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami oleh murid sebagai anak didik (Ahmadi, 2008: 125). Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah diharapkan dapat mencerminkan sumber daya manusia sesuai dengan bakat dan kemampuan serta kondisi peserta didik, tidak terkecuali bagi anak tunagrahita. Hakikatnya anak tunagrahita memerlukan layanan pendidikan khusus dan perhatian khusus. Pelayanan pendidikan secara khusus dapat mengoptimalkan perkembangan fisik, sosial dan psikis anak tunagrahita.

Siswa tunagrahita adalah siswa dengan tingkat kecerdasan (IQ) di bawah 70. Karakteristik siswa tunagrahita diantaranya, daya abstraknya rendah sehingga mengalami kesulitan mengingat materi pelajaran. Selain itu siswa memiliki kecenderungan pembosan sehingga terkesan tidak konsentrasi dan tidak serius dalam belajar. Kondisi ini menuntut adanya guru yang kreatif dan inovatif dalam mengemas pembelajaran. Guru harus memahami secara detail kondisi siswanya, kelebihan dan keterbatasannya harus diketahui agar dapat memberikan layanan yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya.

Secara tidak disadari banyak guru yang mengeluh dan merasakan kejenuhan mengajar karena siswanya tidak mau belajar atau pasif. Ada juga

yang mengatakan untuk apa berpikir terlalu serius dalam mengajar, kalau siswanya memang kondisinya sudah lemah. Pernyataan-pernyataan tersebut jika dicermati sebenarnya merupakan cerminan guru yang kurang kreatif dan cepat menyerah dengan kondisi yang dihadapi.

Siswa tunagrahita memiliki keterbatasan-keterbatasan, tentunya ini menuntut adanya guru yang bukan biasa-biasa saja melainkan guru yang bisa mengenali siswanya secara lebih detail, dan mencari langkah-langkah yang khusus guna mengembangkan potensi siswa yang memiliki kekhususan tersebut. Dengan demikian semestinya tidak ada guru yang jenuh mengajar karena keterbatasan siswanya, melainkan akan mencari cara-cara baru dalam mengajar agar siswanya memiliki motivasi dan semangat untuk belajar.

Mengingat keterbatan siswa tunagrahita yang utama adalah rendahdaya abstraknya dan mudah bosan, maka harus ada tehnik-tehnik khusus yang dapat membantu siswa mengatasi keterbatasan tersebut, sehingga potensi yang dimiliki dapat berkembang secara optimal. Guru yang mengajar siswa tunagrahita tidak cukup dengan menulis di papan tulis kemudian siswa menyalin, bercerita atau menjelaskan di depan kelas, karena hal itu akan membosankan bagi anak tunagrahita. Guru harus banyak menggunakan banyak tehnik mengajar dan harus menggunakan media atau alat peraga yang jumlahnya banyak dan menarik bagi siswa.

(3)

termotivasi mengikuti pelajaran dan akan belajar dengan perasaan senang. Melalui media atau alat peraga itulah materi pelajaran mudah diterima oleh siswa. Penggunaan media atau alat peraga yang menarik juga akan membantu siswa untuk belajar lebih lama. Sedangkan bagi gurunya dengan menggunakan banyak media atau alat peraga yang menarik akan membantu memudahkan menyampaikan materi. Jika siswa mengikuti pembelajaran dengan perasaan senang dan tidak mudah bosan, maka gurunya juga akan nyaman mengelola pembelajaran, dan materi juga lebih mudah tersampaikan atau mudah diterima siswa.

Kenyataan di lapangan banyak guru yang mengajar dengan minim media atau alat peraga, bahkan ada yang tanpa menggunakan alat peraga. Kondisi inilah yang memicu siswa tunagrahita tidak tertarik mengikuti pelajaran, dan berusaha keluar kelas mencari sesuatu yang menarik. Jika siswa sudah tidak nyaman mengikuti pelajaran maka hasilnya juga tidak optimal. Dampak negatif dengan tidak menggunakan media atau alat pembelajaran tidak saja dirasakan siswa, tetapi guru merasakan mengajar tidak nyaman dan tujuan yang sudah direncanakan juga tidak tercapai. Bahkan muncul kesimpulan-kesimpulan bahwa siswa tidak mampu, siswa lemah, dan pernyataan-pernyataan negatif lainnya.

Dari uraian di atas dapat ditemukan permasalahan bahwa banyak guru yang mengajar tanpa menggunakan media atau alat peraga, sehingga pembelajaran tidak menarik bagi siswa. Dampaknya siswa mengikuti pembelajaran tidak nyaman dan tidak bertahan lama. Guru juga menjadi tidak optimal dalam menyampaikan materi sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Jika hal ini berlanjut tanpa ada langkah-langkah perbaikan, maka akan

menyebabkan rendahnya prestasi belajar serta rendahnya mutu pendidikan.

Berangkat dari uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menginventarisir media pembelajaran yang ada di lingkungan sekolah SLB Saronggi Kabupaten Sumenep, serta mengetahui tentang upaya guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa tunagrahita dengan mengoptimalkan penggunaan media yang ada di lingkungan sekolah SLB Saronggi Kabupaten Sumenep.

Penelitian ini menggunakan metode kombinasi (mixed methods), dengan desain penelitian menggunakan

sequential explanatory. Dalam hal ini

peneliti melakukan pengumpulan data dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama, dan diikuti dengan pengumpulan dan analisis data kualitatif pada tahap kedua, guna memperkuat hasil penelitian kuantitatif yang dilakukan pada tahap pertama. Sebagai langkah awal dari penelitian ini, peneliti menyusun instrumen penelitian, dalam hal ini kemudian memberikan skala instrumen kepada subjek penelitian adalah siswa tunagrahita di SDLB Saronggi dari kelas 1 sampai dengan kelas 6. Instrumen penelitian dalam hal ini adalah skala motivasi, dalam skala tersebut hal yang akan diungkap adalah meliputi dari sisi instrinsrik yang meliputi keingintahuan, pemusatan perhatian, dan adanya cita-cita dan aspirasi. Sedangkan dari sisi ekstrinsik, meliputi hadiah, perhatian khusus, nilai/ bintang, dan penghargaan.

(4)

Motivasi memang berhubungan upaya memenuhi kebutuhan. Makin besar kebutuhan makin besar pula dorongan dalam diri seseorang untuk mau melakukan sesuatu. Karena itu peran motivasi untuk menunjang keberhasilan sangat penting. Menurut McDonald (dalam Sardiman, 2010: 73) mendefinisikan motivasi sebagai perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan efektif dan reaksi- reaksi mencapai tujuan. Motivasi merupakan masalah kompleks dalam organisasi, karena kebutuhan dan keinginan setiap anggota organisasi berbeda satu dengan yang lainnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah merupakan sejumlah proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dalam proses pembelajaran.

Suryabrata (2004: 142), ada beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar antara lain: a) Faktor Eksternal - Faktor dari luar individu yang terbagi menjadi dua: faktor sosial meliputi faktor manusia lain baik hadir secara langsung atau tidak langsung dan faktor non sosial meliputi keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu, tempat belajar, dan lain-lain. b) Faktor Internal - Faktor dari dalam diri individu yang terbagi menjadi dua: faktor fisiologis meliputi keadaan jasmani dan keadaan fungsi-fungsi fisiologis dan faktor psikologis meliputi minat, kecerdasan, dan persepsi.

Menurut Sardiman (2010: 74), ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, antara lain:

a) Memberi angka, yang merupakan simbol dari kegiatan belajar, banyak siswa yang belajar hanya untuk mendapatkan angka/nilai yang baik. Biasanya siswa yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai dalam raport. 

b) Hadiah, hadiah juga dapat digunakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian. Karena hadiah untuk pekerjaan mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat dalam pekerjaan tersebut.

c) Saingan/kompetisi, persaingan dapat juga digunakan sebagai motivasi, baik persaingan individual atau persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

d) Keterlibatan diri, keterlibatan diri ini menumbuhkan kesadaran pada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga kerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang sangat penting.   

e) Memberi ulangan, para siswa akan giat belajar apabila mengetahui akan adanya ulangan.

f) Mengetahui hasil, dengan mengetahui hasil apalagi terjadi kemajuan akan mendorong siswa untuk giat belajar. g) Pujian, sebagai hadiah yang positif

yang sekaligus memberikan motivasi yang baik.

h) Hukuman, sebagai hadiah yang negatif tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. 

i) Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar.

j) Minat, motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan motivasi yang pokok, proses belajar itu akan berjalan lancar apabila disertai dengan minat.

(5)

karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.

Anak yang mempunyai kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan luar biasa. Sebutan untuk Pendidikan Luar Biasa dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 telah diperluas menjadi Pendidikan Khusus (PK) dan Pendidikan Layanan Khusus (PLK). Salah satu anak berkelainan yang membutuhkan pelayanan pendidikan khusus adalah anak tunagrahita. Menurut Soemantri (dalam Pamuji, 2002: 35) mengemukakan, “Anak tunagrahita merupakan kondisi anak yang kecerdasannya di bawah rata-rata, ditandai dengan keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial”.

Tunagrahita adalah keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental

retardation). Retardasi mental adalah

kondisi sebelum usia 18 tahun yng ditandai dengan lemahnya kecerdasan (biasanya nilai IQ-nya di bawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari. Ciri utama retardasi mental adalah lemahnya fungsi intelektual. Selain intelegensinya rendah anak retardasi mental juga sulit menyesuaikan diri dan berkembang. Sebelum muncul tes formal untuk menilai kecerdasan, orang reterdasi mental di anggap sebagai orang yang tidak dapat menguasai keahlian yang sesuai dengan umurnya dan tidak merawat dirinya sendiri. Pengelompokkan tunagrahita berdasarkan IQ menurut WHO yang dikutip oleh Amin (1995: 21) yaitu: “tunagrahita ringan dengan IQ 50-70, tunagrahita sedang dengan IQ 30-50, dan tunagrahita yang berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30 “.

Dalam Sekolah Luar Biasa untuk tunagrahita, dengan retardasi mental dapat digolongkan  menjadi dua tipe, yaitu:

a. Educabel

Pada kategori ini anak-anak yang bersekolah adalah yang mampu didik atau yang disebut dengan anak-anak dengan retardasi mental ringan. Mereka dapat dididik sampai dengan kelas 5 atau 6 sekolah dasar dan dapat dimasukkan pada sekolah SLB-C.

b. Trainable

Kategori Trainable atau mampu latih dapat diberikan pada anak-anak dengan retardasi mental moderat, yang bisa dilatih merawat dirinya sendiri, pertahanan diri, cara makan, minum, dan mandi, dan dapat juga dilatih untuk berkerja agar dapat mencari nafkah sendiri nantinya. Sekolah Luar biasa untuk kategori ini adalah SLB-C1.

Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas di bawah rata-rata. Di samping itu, mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan (Amin, 1995: 11). Anak tunagrahita itu tahap perkembangan kognitifnya berada dalam tahapan konkrit dan semikonkrit. Dengan demikian, kebutuhan dalam pembelajaran untuk tunagrahita harus merupakan pembelajaran yang konkrit dan semikonkrit.

(6)

menyediakan media yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dituntut kreativitas guru dalam menciptakan atau memanfaatkan media pembelajaran. Karena pada dasarnya fungsi media pembelajaran adalah untuk mempermudah siswa dalam memahami informasi yang disampaikan oleh guru.

Menurut American Assosiation of Intellectual Develompental Disability

(AAIDD) dalam (Hallahan, 2009: 147),“By significant limitations both in intellectual functioning and in adaptive behavior as expressed in conceptual, sosial and

practical adaptive skills”. Fungsi

intelektual dan adaptif tingkah laku adalah dua aspek yang menghambat perkembangan mereka. Perkembangan di bidang mental tidak sejalan dengan perkembangan usia kronologisnya. Tunagrahita memiliki kesenjangan antara

mental age (untuk selanjutnya ditulis MA)

danchronological age (untuk selanjutnya

ditulis CA).

Kesenjangan antara MA dan CA tunagrahita ini berimplikasi pada pencapaian level kognitif tertingginya yang hanya sampai pada level operasional konkret. Pencapaian level operasional konkret tersebut dicapai pada usia kronologis yang lebih tua. Jika pada usia 11 tahun anak normal mencapai tahap operasional konkret, maka pada tunagrahita ketegori ringan mungkin dicapai pada usia 15-17 tahun (Mumpuniarti, 2007: 16). Berdasar pada pendapat tersebut, maka dapat dianalisa bahwa tunagrahita tingkat sekolah dasar usia kronologis 7-12 tahun pencapaian usia mentalnya masih berada pada tahap pra-operasional.

Tahap pemikiran pra-operasional dicirikan dengan adanya fungsi semiotik, yaitu penggunaan simbol atau tanda untuk menyatakan atau menjelaskan suatu objek yang saat itu tidak berada bersama

subjek (Paul Suparno, 2001: 49). Karakteristik tersebut membuat anak mengalami kesulitan untuk berpikir abstrak dan menggeneralisasikan suatu konsep. Meskipun demikian, keterbatasan tersebut masih dapat dikembangkan melalui belajar. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah memberikan pengalaman langsung dan konkret pada anak

Hasil penelitian Mumpuniarti (2010: 62-73) tentang “Pembentukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan dalam Penguasaan Konsep Pengukuran di Bidang Berhitung dari Ilmu Pengetahuan Alam” membuktikan bahwa pengorganisasian materi secara bertahap dan grouping sesuai cara berfikir tunagrahita kategori ringan efektif dalam menjembatani penyampaian konsep materi. Hal ini dikarenakan pengorganisasian materi secara bertahap dan grouping sesuai dengan cara berfikir anak tunagrahita sehingga penyampaian materi menjadi lebih mudah diterima anak.

(7)

pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber pelajaran.

Belajar tidak selamanya hanya bersentuhan dengan hal-hal yang kongkrit, baik dalam konsep maupun faktanya. Bahkan dalam realitasnya belajar seringkali bersentuhan dengan hal-hal yang bersifat kompleks, maya dan berada di balik realitas. Karena itu, media memiliki andil untuk menjelaskan hal-hal yang abstrak dan menunjukkan hal-hal yang tersembunyi. Ketidakjelasan atau kerumitan bahan ajar dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perantara. Bahkan dalam hal-hal terttentu media dapat mewakili kekurangan guru dalam mengkomunikasikan materi pelajaran (Fathurrohman dan Sutikno, 2010:65-66).

Menurut W ina Sanjaya (2010) secara umum media merupakan kata jamak dari medium, yang berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, seperti media dalam penyampaian pesan, media pengantar magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media juga digunakan dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran. Selanjutnya dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat membawa informasi dan pengetahuan dalam Interaksi yang berlangsung antara pendidik dan peserta didik (Fathurrohman dan Sutikno, 2010:65).

Menurut Azhar Arsyad (2002:81) salah satu ciri media pembelajaran adalah bahwa media mengandung dan membawa pesan atau informasi kepada penerima yaitu siswa. Sebagian media dapat mengolah pesan atau respons siswa sehingga media itu sering disebut media interaktif. Pesan dan informasi yang dibawa oleh media bisa berupa pesan

yang sederhana maupun sangan kompleks. Akan tetapi media itu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kemampuan siswa, serta siswa dapat aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

Dewasa ini, cukup banyak media yang telah dikenal, dari yang sederhana sampai yang berteknologi tinggi, yang mudah dan sudah ada secara natural sampai kepada media yang harus dirancang sendiri oleh guru. Wina Sanjaya (2010: 18-22), membagi klasifikasi dan macam-macam media pembelajaran, yaitu :

a. Berdasarkan sifatnya, media dapat dibagi ke dalam :

1) Media Auditif, yaitu Media yang hanya dapat didengar saja atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio dan rekaman suara

2) Media Visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Yang termasuk ke dalam media adalah film slide, foto, transparansi, lukisan, gambar, dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lainnya. Media berbasis visual

(image atau perumpamaan )

(8)

3) Media Audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang bisa dilihat, misalnya rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara, dan lain sebagainya. Kemampuan media ini dianggap lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.

b.Berdasarkan kemampuan

jangkauannya, media dapat dibagi: 1) Media yang memiliki daya liput yang

luas dan serentak seperti radio dan televisi. Melalui media ini siswa dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.

2) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video dan lain sebagainya.

c. Berdasarkan cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:

1) Media yang diproyeksikan seperti film, slide, film strip, transparansi dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film projector untuk memproyeksikan film, slide projector untuk memproyeksikan film slide, OHP untuk memroyeksikan transparansi. Tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini, maka media tidak akan berfungsi apa-apa. 2) Media yang diproyeksikan seperti

gambar, foto, lukisan, radio dan lain sebagainya.

Dan lebih lanjut fungsi penggunaan media dalam proses pembelajaran menurut (Fathurrohman dan Sutikno, 2010: 67) adalah sebagai berikut: 1)  Menarik perhatian siswa; 2) Membantu untuk mempercepat pemahaman dalam

proses pembelajaran; 3) Memperjelas penyajian pesan agar tidak bersifat verbalis; 4)  Mengatasi keterbatasan ruang; 5)  Pembelajaran lebih komunikatif dan produktif; 6) Waktu pembelajaran bisa dikondisikan; 7) Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar; 8) Meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari sesuatu/menimbulkan gairah belajar; 9)  Melayani gaya belajar siswa yang beraneka ragam; dan 10)  Meningkatkan kadar keaktifan/ keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Hasil Penelitian

Dari data yang diperoleh kemudian diuji dengan menggunakan uji normalitas

kolmogrov simirnov hal ini dilakukan

apakah data yang diperoleh normal atau tidak.

a Lilliefors Significance Correction Dari output hasil SPSS di atas dapat diketahui bahwa hasil signifikansi sebelum perlakuan = 0,001 < 0,05. Adapun setelah perlakuan 0,002 < 0,05. Kedua data tersebut tidak normal. Jadi untuk mengambil kesimpulan tentang normalitas data dapat digunakan skor signifikan. Bila angka signifikan lebih besar atau sama dengan 0.05 maka data tersebut berdistribusi normal. Sebaliknya jika kurang dari 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

(9)

hipotesis dengan menguji secara statistik dengan menggunakanUji Wilcoxon Scien R.

a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test Berdasarkan hasil analisis dengan

Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung

sebesar (-3,928), karena skor (-3,928) merupakan skor mutlak, maka lebih besar dari Ztabel= 1,96 atau (-3,928 > 1,96) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang jauh lebih kecil dibanding alpha 0,05.

a Based on positive ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test Berdasarkan hasil analisis dengan

Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung

sebesar (-,755), maka lebih kecil dari Ztabel = 1,96 atau (-,755 < 1,96) maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hal ini juga sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,450 yang jauh lebih besar dibanding alpha 0,05.

a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test

Berdasarkan hasil analisis dengan Uji

Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung

sebesar (-3,162), karena skor (-3,162) merupakan skor mutlak, maka lebih besar dari Ztabel= 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,002 yang jauh lebih kecil dibanding alpha 0,05. Pada perbandingan kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa media lingkungan sekitar dapat meningkatkan motivasi belajar anak tunagrahita SDLB Saronggi.

PEMBAHASAN

Setelah melakukan perbandingan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan

Uji Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung

sebesar (-3,162), karena skor (-3,162) merupakan skor mutlak, maka lebih besar dari Ztabel= 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,002 yang jauh lebih kecil dibanding alpha 0,05. Hal ini juga dapat dibuktikan dari skor nilai mean dari kelompok kontrol 1,5000. Sedangkan nilai mean dari kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa media yang ada di sekitar 2,0000 dapat disimpukan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok eksperimen. Pada perbandingan kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa media lingkungan sekitar dapat meningkatkan motivasi belajar anak tunagrahita SDLB Saronggi.

(10)

data kualitatif, yaitu dengan wawancara mendalam dan observasi. Menurut Bapak Guntur selaku Guru kelas di SDLB Saronggi, proses pembelajaran yang diterapkan lebih menitik beratkan pada kegiatan pembelajaran yang bersifat skill atau keterampilan dalam seni, sehingga apabila dipersentasekan 60% lebih menekankan pada skill dan sisanya 40% pembelajaran yang bersifat kognitif. Metode pengajaran yang dilaksanakan di SDLB Saronggi adalah lebih dominan dengan metode ceramah. Selain itu, guru juga sering mengajarkan dan menerangkan materi yang diajarkan dengan menggunakan kontak mata yang baik, isyarat, juga suara yang jelas, sehingga dengan begitu proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien. Tidak jarang juga melakukan tanya jawab dengan murid, dengan berbagai metode tersebut terbukti hal itu membawa dampak positif, sehingga murid lebih mampu untuk mengerti apa yang diajarkan.

Di samping menggunakan berbagai metode pengajaran. Tidak jarang bahkan terbilang sudah melekat kuat dalam pengajaran yang dilakukan oleh guru SDLB Saronggi, kalau mereka mengajar selalu menggunakan alat peraga untuk semua mata pelajaran, hal itu dilakukan menurut pengakuan beberapa guru, untuk merangsang motivasi belajar anak agar lebih tertarik untuk belajar, selain itu biasanya belajar dengan alat peraga membuat mereka mampu untuk mengingat lebih baik materi pembelajarannya. Walaupun tidak jarang, menurut Bapak Guntur Efendi, bahwa para guru menggunakan alat peraga atau benda yang kongkrit, seperti halnya buku braile, bahasa isyarat menggunakan tangan. Terpenting dalam pengajaran anak tunagrahita, pengajaran anak tunagrahita di SDLB Saronggi, terbagi

pada dua macam yaitu ringan dan berat. Untuk Tunagrahita ringan tidak dapat untuk mengulang-ulang pertanyaan yang membuat pikiran anak ABK panas (tidak kuat panas), sedangkan untuk tunagrahita berat, mereka tidak tanggap, membutuhkan penjelasan berulangkali, sehingga anak dapat paham.

Penggunaan media pembelajaran atau alat peraga bagi anak tunagrahita, harus langsung nyata, sebagaimana yang diutarakan oleh salah seorang guru, Agustin Nurhidayati. Menurut penuturannya, bahwa dalam pembelajaran pelajaran IPA misalnya, ini cabai, mereka itu tidak mengerti, cabai itu apa?, IQ-nya sudah lemah di bawah rata-rata. Nah kemudian guru yang mengajar memberikan contoh aslinya, dengan memberi contoh membawa cabai itu seperti apa aslinya. Kemudian ditunjukkan kepada siswa tentang cabai, diberikan satu persatu kepada anak yang tunagrahita. Bagaimana rasanya?, mereka tidak tahu, bagaimana caranya guru menerapkannya?, bagaimana anak ini supaya bisa tahu rasanya cabai adalah pedas. Guru memberikan contoh dengan menggigit dan memperagakan dengan mengeluarkan lidah. Lantas kalau sudah mereka menyatakan pedas setelah merasakan. Baru mereka akan tahu, bahwa cabai itu rasanya pedas.

(11)

yang menunjang pada kegiatan belajar mengajar, seperti LCD Proyektor yang dipergunakan menyetel video edukatif dan sejenisnya. Keberadaan rak-rak buku dan alat peraga di beberapa ruangan, bahkan juga tersedia rak untuk memajang serta dipergunakan untuk tempat koleksi hasil karya para siswa. Tidak hanya itu, di SDLB juga ada beberapa tempat bermain dengan lingkungan sekolah yang teduh dengan pepohonan rindang, bahkan sekolah memiliki koleksi alat tradisional Madura, alat seronenan khas Madura, yang bisa dimanfaatkan oleh siswa untuk belajar dalam hal seni, dan beberapa alat musik modern lainnya. Semua peralatan tersebut tersedia dan diletakkan di ruangan serbaguna, yang sifatnya multifungsi.

Sebagaimana hasil observasi, susunan kelas tempat duduk siswa di SDLB Saronggi dengan beranekaragam bentuk, adakalanya berbentuk lingkaran, persegi, atau bentuk U, dengan berbagai bentuk dan adanya perubahan itulah, sehingga dirasakan oleh anak didiknya suasana baru, tidak menoton, dan hal itu juga akan lebih mudah bagi guru pengajar untuk menjangkau murid-muridnya, sehingga guru lebih mudah mengetahui apa yang dilakukan murid dan mengetahui apakah murid sudah mengerti atau tidak. Klasifikasi kelas di jenjang SD di SLB Saronggi, tidak berbasis pada umur siswa. Menurut Ibu Agustin, apabila ada anak baru yang mendaftar, kalau misalnya masih setara dengan SD kelas satu, maka dimasukkan ke kelas satu. Kalau misalnya anak itu tua sudah umurnya, akan disesuaikan dengan kemampuan si anak tersebut. Di SDLB Saronggi tidak terpaku pada usia, kadang usianya tua, namun kemampuannya di bawah rata-rata, maka dimasukkan dulu minimalnya ke kelas tiga, agar dia tahu cara merawat tubuhnya sendiri bagaimana. Terkadang anak SD itu

susah, dia tidak tahu cara merawat dirinya sendiri, cara menyisir rambut itu bagaimana, caranya memasang baju itu bagaimana, mereka itu tidak tahu walaupun usianya tua. Disini peran guru benar-benar menjadi orang tua anak pada saat di lingkungan sekolah.

Ibu Agustin menjelaskan bahwa anak tunagrahita, kemampuan IQ-nya dibawa rata-rata. Mereka itu tidak tahu rasanya mau pipis itu seperti apa. Rasanya kenyang itu tidak tahu seperti apa. Anak tunagrahita itu kalau dikasih makanan, langsung dimakan. Dikasih lagi walaupun kenyang dimakan lagi, dikasih lagi dimakan lagi. Karena apa mereka tidak tahu rasanya kenyang itu seperti apa. Tidak tahu mereka. Kadang ada yang pipis di celananya karena mereka tidak tahu rasanya mau pipis itu seperti apa? Mereka tidak tahu.

Proses pembelajaran anak tunagrahita di SDLB Saronggi, para guru menggunakan pendekatan minat dan kesukaan masing-masing anak. Misalnya ada salah seorang anak yang sukanya ke buah-buahan, lalu gurunya mengajar dengan menyangkutpautkan dengan buah-buahan ke pembelajaran. Sebagaimana cerita ibu Agustin Nurhidayati, “Ayo ibu punya gambar buah, di sekolah tersebut juga ada flash card buah-buahan, ibu punya gambar buah ini buah apa? Misalnya buah jeruk, buah jeruknya ada berapa? Dihitung sudah masuk ke matematika, buah jeruk ini rasanya apa? Sudah masuk ke IPA, seperti itu kalau anak tunagrahita.

PENUTUP

(12)

Sumenep, selain gedung kelas sebagai ruang belajar, di sekolah tersebut juga terdapat ruang multi guna, video pembelajaran, LCD proyektor, halaman sekolah yang rindang, rak dan papan kreativitas siswa, buah-buahan, peralatan peraga pembelajaran, satu set alat musik tradisional sekolah. Kedua, setelah melakukan perbandingan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan menggunakan Uji

Wilcoxon Scien R diperoleh nilai Zhitung

sebesar (-3,162), karena skor (-3,162) merupakan skor mutlak, maka lebih besar dari Ztabel= 1,96 atau (-3,162 > 1,96) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini juga

sesuai dengan skor Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,002 yang jauh lebih kecil dibanding alpha 0,05. Hal ini juga dapat dibuktikan dari skor nilai mean dari kelompok kontrol 1,5000. Sedangkan nilai mean dari kelompok eksperimen yang diberi perlakuan berupa media yang ada di sekitar 2,0000 dapat disimpukan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan pada kelompok eksperimen. Pada perbandingan kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dari hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa media lingkungan sekitar dapat meningkatkan motivasi belajar anak tunagrahita SDLB Saronggi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rienika Cipta.

Anwar, Ali. 2009.Statistika Untuk Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya dengan SPSS

dan Excel. Kediri : IAIT Press.

Amin, M. 1995.Ortopedagogik Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud.

Arsyad, Azhar. 2002.Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Uno, B. H., dan Lamatenggo, N. 2010.Teknologi Informasi dan Informasi Pembelajaran.

Jakarta: Bumi Aksara.

Fathurrohman dan Sutikno. 2010.Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Refika Aditama. Hallahan, D.P., Kauffman, J.M. & Pullen, P.C. 2009.Exceptional Learners An Introduction

to Special Education. New York: Pearson.

Mumpuniarti. 2010.Pembentukan Peta Kognitif Tunagrahita Ringan Dalam Penguasaan

Konsep Pengukuran di Bidang Berhitung dan Ilmu Pengetahuan Alam. Jurnal

Pendidikan dan Kebudayaan (Vol. 16).

____. 2007. Pendekatan Pembelajaran Bagi Anak Hambatan Mental. Yogyakarta : Kanwa Publisher.

Pamuji. 2002. Peningkatan Keterampilan Berbicara Dengan Metode Reka Cerita Gambar Untuk Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa. Jurnal Rehabilitasi &

(13)

Sanjaya, Wina. 2010.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suparno, Paul. 2001.Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius. Suryabrata, Sumadi. 2005.Pengembangan Alat Ukur Psikologi.Jakarta: Raja Grafindo

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan topik informasi yang disampaikan dari 500 tweets teratas akun twitter @detikcom dapat dilihat dari diagram batang dan wordcloud diperoleh hasil bahwa term

perbincangan di atas, kajian ini merumuskan hipotesis berikut untuk mengkaji sama ada kualiti yang lebih tinggi daripada pembangunan pasaran saham diukur dengan tahap

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas, dapat memberikan suatu gambaran bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar Fisika

Penilaian hasil belajar anak dilakukan oleh guru untuk memantau proses, kemajuan, perkembangan hasil belajar anak sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang

meningkat satu satuan, sementara nilai variabel X2 bersifat tetap, maka variabel Y akan meningkat sebesar 2,4909 satuan.. • Nilai b2 =

Penelitian ini akan membantu memperbaiki sistem pembelajaran di Taman Kanak- kanak (TK) yang cenderung tidak menghargai potensi anak, membantu guru TK dalam mendeteksi dan

Dari beberapa pengertian tersebut, jadi yang dimaksud judul diatas adalah suatu penelitian untuk mengetahui tentang bagaimana sebenarnya peran aktif empat orang guru

Keserasian melibatkan fasilah adalah satu daripada jenis-jenis munasabat yang dikenalpasti dalam al-Qur'an. 794H) adalah, ilmu yang menjelaskan ikatan antara