BAB II
LANDASAN TEORI DAN HASIL PENELITIAN
A. Peran Kepolisian Republik Indonesia
Kedudukan kepolisian dalam sebuah Negara selalu menjadi
kepentingan banyak pihak untuk duduk dan berada dibawah
kekuasan.Pada masa pemerintahan Orde Baru Kepolisian RI
dibenamkan dalam sebuah satuan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ABRI) yang bergerak dalam pengaruh budaya militer.
Militeristik begitu mengikat karena masa lebih dari 30 tahun
kepolisian di balut dengan budaya militer tersebut.9Tahun 1998
tuntutan masyarakat bgitu kuat dalam upaya membangun sebuah
pemerintahan yang bersih dan mempunyai keberpihakan terhadap
kepentingan masyarakat.
Maka selanjutnya Tap MPR No.VI/2000 dikeluarkan dan
menyatakan bahwa salah satu tuntutan Reformasi dan tantangan
masa depan adalah dilakukannya demokratisasi, maka diperlukan
reposisi dan restrukturisasi ABRI. Bahwa akibat dari penggabungan
terjadi kerancuan dan tumpang tindih peran dan fungsi TNI sebagai
kekuatan pertahanan dan Polri sebagai kekuatan Kamtibmas.Maka
Polri adalah alat Negara yang berperan dalam memelihara
9
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,2012,
keamanan. Oleh karena itu Polri kembali dibawah Presiden setelah
32 tahun dibawah Menhankam/Panglima ABRI, Berdasarkan
Undang-Undang No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia menyebutkan bahwa (1) Polri merupakan alat
Negara yang berperan dalam pemeliharaan kamtibmas, gakkum,
serta memberikan perlindungan,pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya Kamdagri. Karena dalam
Bab II Tap MPR No. VII/2000 menyebutkan bahwa: (1) Polri
merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara
Kamtibmas,, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat. (2) Dalam menjalankan perannya,
Polri wajib memiliki keahlian dan ketrampilan secara professional.
Artinya Polri bukan suatu lembaga / badan non departemen tapi di
bawah Presiden dan Presiden sebagai Kepala Negara bukan Kepala
Pemerintahan.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kepolisian, perlu ditata
dahulu rumusan tugas pokok, wewenang 10Kepolisian RI dalam
Undang-undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Peran dan Fungsi Kepolisian Negara Republik
Indonesia
10
Fungsi Kepolisian menurut Pasal 2 ” Fungsi Kepolisian
adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum,
perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat”. Sedangkan
Pasal 3: “(1) Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh : a. kepolisian khusus,
b. pegawai negri sipil dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa. (2) Pengemban fungsi Kepolisian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a,b, dan c, melaksanakan fungsi Kepolisian
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
hukum masing-masing.
Pasal 13: Tugas Pokok Kepolisian Negara Rrepublik
Indonesia dalam UU No.2 tahun 20002 adalah sebagai berikut
:Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Menegakkan
hukum, Memberikan perlindungan,pengayoman dan pelayanan
kepada masyarakat. “, penjabaran tugas Kepolisian di jelaskan lagi
apada Pasal 14 UU Kepolisian RI.
Pada Pasal 15 dan 16 UU Kepolisian RI adalah perincian
mengenai tugas dan wewenang Kepolisian RI, sedangkan Pasal 18
berisi tentang diskresi Kepolisian yang didasarkan kepada Kode Etik
weweang Polri sebagaimana diatur dalam UU No. 2 tahun 2002,
maka dapat dikatakan fungsi utama kepolisian meliputi :
Tugas Pembinaan masyarakat (Pre-emtif)
Segala usaha dan kegiatan pembinaan masyarakat untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan
peraturan perundang-undangan. Tugas Polri dalam bidang ini
adalah Community Policing, dengan melakukan pendekatan
kepada masyarakat secara sosial dan hubungan mutualisme,
maka akan tercapai tujuan dari community policing tersebut.
Namun, konsep dari Community Policing itu sendiri saat ini
sudah bisa dengan pelaksanaannya di Polres-polres.Sebenarnya
seperti yang disebutkan diatas, dalam mengadakan perbandingan
sistem kepolisian Negara luar, selain harus dilihat dari
administrasi pemerintahannya, sistem kepolisian juga terkait
dengan karakter sosial masyarakatnya.
Konsep Community Policing sudah ada sesuai karakter
dan budaya Indonesia (Jawa) dengan melakukan sistem
keamanan lingkungan (siskamling) dalam komunitas-komunitas
desa dan kampung, secara bergantian masyarakat merasa
bertangggung jawab atas keamanan wilayahnya
masing-masing.11Hal ini juga ditunjang oleh Kegiatan babinkamtibmas
yang setiap saat harus selalu mengawasi daerahnya untuk
melaksanakan kegiatan -kegiatan khusus.
a. Tugas di bidang Preventif
Segala usaha dan kegiatan di bidang kepolisian preventif untuk
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, memelihara
keselematan orang, benda dan barang termasuk memberikan
perlindungan dan pertolongan , khususnya mencegah terjadinya
pelanggaran hukum. Dalam melaksanakan tugas ini diperlukan
kemampuan professional tekhnik tersendiri seperti patrolil,
penjagaan pengawalan dan pengaturan.
b. Tugas di bidang Represif
Di bidang represif terdapat 2 (dua) jenis Peran dan Fungsi
Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu represif justisiil dan
non justisiil. UU No. 2 tahun 2002 memberi peran Polri untuk
melakukan tindakan-tindakan represif non Justisiil terkait dengan
Pasal 18 ayat 1(1) , yaitu wewenang ” diskresi kepolisian” yang
umumnya menyangkut kasus ringan.
KUHAP memberi peran Polri dalam melaksanakan tugas represif
justisil dengan menggunakan azas legalitas bersama unsur
Criminal Justicesistem lainnya. Tugas ini memuat substansi
tentang cara penyidikan dan penyelidikan sesuai dengan hukum
12
UU No. 2 tahun 2002
13
acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Bilaterjadi tindak pidana, penyidik melakukan kegiatan berupa:
a) Mencari dan menemukan suatu peristiwa Yang dianggap
sebagai tindak pidana;
b) Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan
c) Mencari serta mengumpulkan bukti
d) Membuat terang tindak pidana yang terjadi;
e) Menemukan tersangka pelaku tindak pidana.
B. Pungutan Liar
Pungutan liar adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara dengan cara
meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak
berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.
Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan, penipuan
atau korupsi.14
Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai akibat
adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan menjadi
penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang menyerah ketika
berhadapan dengan pelayanan publik yang korupsi. Hal ini
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat
14
cenderung semakin toleran terhadap praktik pungutan liar dalam
penyelenggaraan pelayanan publik
Pungutan liar merupakan perbuatan-perbuatan yang disebut
sebagai perbuatan pungli sebenarnya merupakan suatu gejala sosial
yang telah ada di Indonesia, sejak Indonesia masih dalam masa
penjajahan dan bahkan jauh sebelum itu.15 Namun penamaan
perbuatan itu sebagai perbuatan pungli, secara nasional baru
diperkenalkan pada bulan September 1977, yaitu saat Kaskopkamtib
yang bertindak selaku Kepala Operasi Tertib bersama Menpan
dengan gencar melancarkan Operasi Tertib (OPSTIB), yang sasaran
utamanya adalah pungli.
Pada masa Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikeluarkan Instruksi
Presiden No. 9 tahun 1977 tentang Operasi Penertiban (1977-1981),
dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban uang siluman,
penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk memperlancar dan
mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini ditugaskan kepada
Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara, untuk mengkoordinir
pelaksanaannya dan Pangkopkamtib untuk membantu
Departemen/Lembaga pelaksanaanya secara operasional .
15
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,
16
Pungutan liar juga termasuk dalam kategori kejahatan
jabatan, di mana dalam konsep kejahatan jabatan di jabarkan bahwa
pejabat demi menguntungkan diri sendiri atau orang lain,
menyalahgunakan kekuasaannya untuk memaksa seseorang untuk
memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran
dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
sendiri.
Dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU No. 20
Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal
12 UU No.31 Tahun 1999 sebagai tindak pidana korupsi, yang
kemudian dirumuskan ulang pada UU No.20 Tahun 2001 (Tindak
Pidana Korupsi), menjelaskan definisi pungutan liar adalah suatu
perbuatan yang dilakukan pegawai negeri atau penyelenggara yang
dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima
pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi
dirinya sendiri.
Istilah lain yang dipergunakan oleh masyarakat mengenai
pungutan liar atau pungli adalah uang sogokan, uang pelicin, salam
antara petugas dengan masyarakat yang didorong oleh berbagai
kepentingan pribadi.17
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
melakukan pungutan liar, yaitu:
a. Penyalahgunaan wewenang. Jabatan atau kewenangan seseorang
dapat melakukan pelanggaran disiplin oleh oknum yang melakukan
pungutan liar.
b. Faktor mental. Karakter atau kelakuan dari pada seseorang dalam
bertindak dan mengontrol dirinya sendiri.
c. Faktor ekonomi. Penghasilan yang bisa dikatakan tidak mencukupi
kebutuhan hidup tidak sebanding dengan tugas/jabatan yang
diemban membuat seseorang terdorong untuk melakukan pungli.
d. Faktor kultural & Budaya Organisasi. Budaya yang terbentuk di
suatu lembaga yang berjalan terus menerus terhadap pungutan liar
dan penyuapan dapat menyebabkan pungutan liar sebagai hal biasa.
e. Terbatasnya sumber daya manusia.
f. Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan.
Tindak Pidana Pungutan Liar
Dalam kasus tindak pidana pungutan liar tidak terdapat secara pasti dalam
KUHP, namun demikian pungutan liar dapat disamakan dengan perbuatan
17
pidana penipuan, pemerasan dan korupsi yang diatur dalam KUHP sebagai
berikut:
1. Pasal 368 KUHP: "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian
adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun
menghapus piutang, diancam, karena pemerasan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun".
2. Pasal 415 KUHP: "Seorang pegawai negeri atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau
untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat-surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau
membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan
oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan
perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun".
3. Pasal 418 KUHP: "Seorang pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya,
bahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
18
Pasal 368 KUHP
19
Pasal 415 KUHP
20
Pasal 418 KUHP
menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada
hubungan dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah".
4. Pasal 423 KUHP: "Pegawai negeri yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa orang lain untuk
menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, melakukan
pemotongan terhadap suatu pembayaran atau melakukan suatu
pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya enam tahun".
Berdasarkan ketentuan pidana tersebut di atas, kejahatan pungutan liar dapat
dijerat dengan tindak pidana di bawah ini:
a. Tindak pidana penipuan
Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat
unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
dengan rangkaian kebohongan untuk atau agar orang lain menyerahkan
b. Tindak pidana pemerasan
Penipuan dan pungutan liar adalah tindak pidana yang mana terdapat
unsur-unsur yang sama dan saling berhubungan, antara lain untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
dengan rangkaian kekerasan atau dengan ancaman agar orang lain
menyerahkan barang atau sesuatu kepadanya
c. Tindak pidana korupsi
Tindak pidana korupsi yang sangat erat kaitannya dengan kajahatan
jabatan ini, karena rumusan pada pasal 415 pasal penggelapan dalam
KUHP diadopsi oleh UU No. 31 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki
oleh UU No. 20 tahun 2001, yang dimuat dalam pasal 8.
C. Pembahasan
1. Sejarah Pungutan Liar di Indonesia
Tingginya tingkat ketidakpastian pelayanan sebagai
akibat adanya prosedur pelayanan yang panjang dan melelahkan
menjadi penyebab dari semakin banyaknya masyarakat yang
menyerah ketika berhadapan dengan pelayanan publicyang
korupsi.Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
masyarakat cenderung semakin toleran terhadap praktik
Pada awalnya, tindakan kolutif dari masyarakat lebih
banyak karenaketerpaksaan, yaitu sebagai bentuk respons
mereka terhadap kerumitan, pemaksaandan ketidak pastian
pelayanan public. Namun, apabila pada perkembangannya
masyarakat pengguna layanan justru banyak yang merasa lega
ketika melakukan hal itu, atau bahkan mengharapkannya karena
beranggapan hal itu dapat mempercepat urusannya, dan tidak
menganggapnya sebagai praktiknegatif yang merugikan berarti
masyarakat kita telah ikut melembagakan praktik pungutan liar.
Pada masa Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dikeluarkan Instruksi
Presiden No. 9 tahun 1977 tentang Operasi Penertiban
(1977-1981), dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban
uang siluman, penertiban aparat pemda dan departemen. Untuk
memperlancar dan mengefektifkan pelaksanaan penertiban ini
ditugaskan kepada Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara,
untuk mengkoordinir pelaksanaannya dan Pangkopkamtib untuk
membantu Departemen/Lembaga pelaksanaanya secara
operasional.Pemberantasan pungutan liaryang dipimpin oleh
Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban
Pangkopkamtib pada masa orde-baru merupakan institusi super
bodybidang politik, hukum dan keamanan. Militer, dan seluruh
institusi penegak hukum dibawah kendali Pangkopkamtib.
Pungutan liar di jembatan timbang dijadikan simbol
pemberantasan pungutan liar.Karena “kebiasaan” di jembatan
timbang, telah terjadi puluhan tahun.Begitu pula dengan institusi
perizinan juga dituding sebagai sarang pungutan liar.
Prioritas penindakan Operasi Tertib adalah "pungutan
liar" dalam segala bentuknya.Khususnya pungutan liar yang
menyangkut kepentingan masyarakat luas, seperti pungutan liar
di jembatan timbang, pungutan liar oleh penegak hukum di
semua instansi (hakim, jaksa, polisi), per-caloan kreta
api/pesawat/kapal laut, pungutan liar pada pengurusan Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan lain sebagainya.
Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1977 Tentang Operasi Tertib bertujuan untuk
menghilangkan praktek-praktek yang dilakukan oleh
oknumoknum dalam aparatur Pemerintah yang tidak berdasarkan
peraturan seperti pungutan liar dalam berbagai bentuknya dan
untuk memperbaiki serta meningkatkan dayaguna dan hasilguna
penertiban secara menyeluruh dan terus menerus di dalam tubuh
aparatur Pemerintah.
Pada awalnya Operasi Tertib dibentuk untuk
pembersihan pungutan liar di jalan-jalan, penertiban uang
siluman di pelabuhan, baik pungutan tidak resmi maupun resmi,
tetapi tidak sah menurut hukum.Namun, pada tahun 1977 sasaran
penertibannya diperluas, beralih dari jalan-jalan ke aparat
departemen dan daerah.
Terbentuknya Operasi Tertib adalah juga pengakuan
bahwa masih banyak yang tidak tertib dalam administrasi
pemerintahan sehingga menciptakan pungutan liar. Adanya
Operasi Tertib di lain pihak juga menyajikan harapan kepada
masyarakat yang tahu bahwa tidak bersihnya aparatur negara
sudah pada titik yang menimbulkan putus asa.
Dengan undang-undang dan lembagalembaga penegak
hukum yang seharusnya menindak koruptor, pemerintah tetap
merasa perlu mengerahkan Kopkamtib dan Laksusda (Pelaksana
Khusus Kopkamtib Daerah yaitu Kodam) untuk melaksanakan
"Operasi Tertib" memberantas korupsi, manipulasi dan pungutan
liar. Operasi Tertib bergerak dengan jaringan Satgas Intel
ditempatkan inspektur Operasi Tertibuntuk "mendinamisir"
pengawasan.
Meskipun Operasi Tertib pada saat itu telah
menyelamatkan uang negara sebesar Rp.200 milyar dan
menindak 6.000 pegawai selama tahun 1977-1981, dan setiap
selambatnya tiga bulan melaporkan kepada Presiden tentang
penertiban di departemen dan jawatan pemerintah, Ketua BPK
menyatakan bahwa "tidak ada satu pun departemen yang bersih
dari korupsi". Sebulan kemudian, November 1981, Wakil
Presiden Adam Malik menimpali bahwa"korupsi sudah
epidemic.Memangkas biaya pungutan liar juga bertujuan untuk
meringankan beban pengusaha, dan mengalihkanbiaya tersebut
untuk kepentingan buruh. Pemerintah tak perlu menempuh
kebijakan populis yang seolah membela tapi sebenarnya
dalamangka panjang merugikan buruh.
Berhasil tidaknya Operasi Tertib ini juga tergantung dari
aparatur negara.Ada kesan bahwa atasan itu cenderung
melindungi bawahan. Satu dan lain hal disebabkan karena
pungutan liar memang terjadi dari atas sampai ke bawah. Bahkan
bawah.Beberapa contoh tentang bentuk penyelewengan tersebut
antara lain:
a. Pungutan atas gaji/pensiun Pegawai Negeri oleh
oknum instansi yang bersangkutan;
b. Pungutan atas pengangkatan Pegawai Negeri oleh
instansi yang bersangkutan;
c. Pungutan atas biaya-biaya perjalanan pegawai oknum
instansi yang bersangkutan;
d. Pungutan oleh oknum-oknum instansi atas pembelian
Departemenatau instansi, sehingga meningkatkan
harga di luar kewajaran (dalam hal tender misalnya);
e. Pungutan atas pemberian izin-izin seperti izin usaha,
izin dagang, izin bangunan, izin kerja, paspor dan
sebagainya oleh oknum instansi yang bersangkutan
dalam hal melakukan pelayanan kepada masyarkat
dan hal-hal semacam ini terjadi di hampir setiap
instansi yang mengeluarkan, perizinan-perizinan
tersebut;
f. Pungutan-pungutan oleh oknum-oknum KPN atas
penguangan SKO untuk belanja rutin maupun belanja
g. Pungutan-pungutan yang terjadi dalam hal penyetoran
pajak, sehingga besarnya pajak yang masuk ke
Negara relatif kecil dibandingkan yang masuk ke
oknum petugas pajak yang bersangkutan;
h. Pungutan-pungutan resmi yang tidak didasarkan atas
peraturan perundang-undangan yang sah baik di
Departemen maupun di Pemerintah Daerah;
i. Pungutan-pungutan yang berhubungan dengan
pemberian kredit oleh perbankan yang biasanya
disebut "uang hangus".
Pimpinan Instansi bersangkutan yang diawasi
memberikan bantuan pada pelaksanaan pengawasan baik
yang dilakukan oleh Inspektur Jenderal atau Instansi
Pengawasan lainnya, seperti Direktorat Jenderal
Pengawasan Keuangan Departemen Keuangan.
Pengawasan yang dilakukan oleh atasan ataupun Instansi
pengawas hendaknya tidak hanya berdasarkan formalitas
saja (yaitu kelengkapan laporan saja) tapi harus lebih
dipentingkan adanya pengawasan materiil dengan
memeriksa keadaan sesungguhnya. Apabila dalam
buktibukti adanya pelanggaran hukum pidana, maka
harus segera dilaporkan kepada alat-alat penegak hukum
yang berwenang (polisi atau jaksa). Peningkatan
pelaksanaan pengawasan dan penertiban di lingkungan
Departemen/Lembaga dan di lingkungan aparatur
Pemerintah Daerah telah dilaksanakan dengan
dilancarkannya Operasi Tertib terhadap penyalahgunaan
jabatan, komersialisasi jabatan, korupsi,
pemborosan-pemborosan, pungutan liar dan perbuatan tercela lain.
Operasi Tertib dimaksudkan untuk mendinamisasikan
fungsi aparatur pengawasan Pemerintah dalam
peningkatan tertib organisasi, kepegawaian, keuangan
dan ketatalaksanaan dalam lingkungan
Departemen/Lembaga dan Pemerintah Daerah
SelainOperasi Tertib yang dilaksanakan secara
fungsional dan secara operasional oleh atasan langsung
kepada bawahan dalam beberapa tahun berikutnya,
dilaksanakan pula penertiban-penertiban yang dilakukan
secara khusus, seperti Operasi Bersih dan Berwibawa
Pada tahun ketiga Repelita III telah dilaksanakan
operasi penertiban yang diberi nama"Operasi Bersih dan
Berwibawa" sebagai operasi untuk menangani adanya
penyimpangan dalam pengangkatan pegawai honorer
daerah dan pengangkatan lurah dan perangkat kelurahan
menjadi pegawai negeri.Desakan publik yang kuat bagi
pemerintahan baru untuk memberantas korupsi telah
melahirkan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggantikan
Undang No. 3 tahun 1971, karena
Undang-Undang No. 3 tahun 1971 dipandang oleh berbagai
kalangan mempunyai banyak kelemahan, sehingga
banyak koruptor yang lolos dari jerat hukum.
Dalam pemikiran hukum, tidak ada pemisahan
antara hukum alam dengan moral. Penganut hukum alam
mengangap bahwa hukum alam dan moral sebagai
cerminan dari pengaturan secara internal dan eksternal
kehidupan manusia dan berhubungan dengan sesama
manusia.22 Pada tahun 2004, pemerintah mengeluarkan
Instruksi Presiden Nomor5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi, terdapat 12 (dua
22
belas) instruksikepada para pimpinan birokrasi.
Diantaranya adalah instruksiuntuk meningkatkan kualitas
pelayanan kepada publik, baik dalam bentuk jasa ataupun
perizinan melalui transparansi dan standardisasi
pelayanan yang meliputi persayaratan-persyaratan, target
waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar
oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan tersebut
sesuai peraturan perundang-undangan dan menghapuskan
pungutan-pungutan liar.Dalam Instruksi Presidentersebut,
Presiden antara lain secara khusus menginstruksikan
kepadaMenteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
untuk menyiapkan rumusan kebijakan dalam upaya
peningkatan kualitas pelayanan publik.Presiden juga
menginstruksikan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota
agar meningkatkan pelayanan publik dan meniadakan
pungutan liar dalam pelaksanaannya.Inpres itu sendiri
hanyalah instruksi yang bersifat umum dan bukan bersifat
teknis. Oleh karena itu, Instruksi PresidenNomor 5 Tahun
2004 perlu diterjemahkan masing-masing pimpinan
birokrasi dengan mengeluarkan rumusan-rumusan
dalam pelayanan publik, sehingga pelayanan yang
diberikan aparat birokrasi sesuai dengan harapan inpres
tersebut, yakni pelayanan berkualitas dan bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Sektor pelayanan publik yang dikelola
pemerintah, baik departemen, lembaga pemerintah non
departemen, maupun pemerintah daerah, seperti
pelayanan pajak, perizinan, investasi, pembuatan KTP,
SIM, STNK, IMB,transportasi, akta, sertifikat tanah,
listrik, air, telepondan sebagainyamerupakan sektor yang
rentan terjadinya pungutan liar, karena berkaitan
langsung dengan kepentingan masyarakat. Di sektor
pelayananpublik terjadi hubungan antar domain, yakni
pemerintah atau birokrasi sebagai penyelenggara
pemerintahan, sektor usaha, dan masyarakat umum.
Pada hakikatnya korupsiseperti tawar menawar
biaya, pungutan liar,kolusi, penjualan pengaruh,
nepotisme, kuitansi fiktif, manipulasi laporan keuangan,
transfer komisi, mark up, pemerasan, penyuapan (sogok)
yang disamarkan sebagai hibah, hadiah atau uang
dipertanggungjawabkan yang kesemuanya menimbulkan
ekonomi biaya tinggi (high cost economy).
Pada tahun 2012, Pemerintah meluncurkan
Instruksi Presiden (Inpres) nomor 17 tahun 2011 tentang
aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun
2012Inpres tersebut melakukan lanjutan dari Inpres
nomor 9 tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi Tahun 2011 yang diluncurkan
pada Mei 2011 lalu. Pencegahan dan pemberantasan
korupsi akan selalu menjadi permasalahan yang menjadi
prioritas. Hal yang dibahas adalah yang sudah dilakukan
dilihat dari segi penataan dari berbagai tata kerja, maupun
dari segi prosedur dan lain-lain. Beberapa hal menonjol
yang mulai diterapkan pada tahun 2011, disebutkan,
seperti diterapkannya sistem yang transparan di
lembaga-lembaga kepolisian dan kejaksaan.Termasuk juga
berbagai macam perbaikan yang berlangsung di
Kemkumham.Tapi, yang menonjol adalah sistem whistle
blower dan justice collaborator.
Instruksi Presiden No.17 tahun 2011 terdiri dari
bidang pencegahan, 6 aksi bidang penegakan hukum, 5
aksi bidang penyusunan peraturan perundang-undangan,
7 aksi bidang kerja sama internasional dan penyelamatan
aset, 4 aksi bidang pendidikan dan penyebaran budaya
antikorupsi, serta 2 aksi bidang pelaporan. UKP4 yang
akan memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan Inpres
tersebut. Pada Bulan Januari 2012, Menteri Hukum dan
HAM mengukuhkan sebanyak 293 satuan kerja sebagai
wilayah bebas korupsi. Dengan pengukuhan ini, di 239
satuan kerja itu tidak lagi terdapat pungutan liar, suap,
atau praktik korupsi lainnya. 293 satuan kerja tersebut, di
antaranya adalah, 10 kantor wilayah, 65 lembaga
permasyarakatan dan 58 rumah tahanan negara.
Membersihkan instansi-instansi pemerintah dari
sarang korupsi dan pungutan liar, sebagaimana tertuang
dalam Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011tentang
Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun
2012, juga menyentuh kantor Badan Pertanahan Negara
(BPN). BPN ditargetkan bisa menyelenggarakan
pelayanan pertanahan yang cepat, non diskriminatif,
transparan dan akuntabel, serta bebas pungutan liar,
23
setidaknya pada akhir 2012 mendatang.Presiden juga
meminta Kepala BPN agar meningkatkan perlindungan
whistle blower, dengan menyusun mekanisme (SOP)
perlindungan bagi aparat/petugas di Kantor
Pertanahan/BPN, dan mendorong pengungkapan
penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan yang
dilakukan aparat Kantor Pertanahan(BPN).Indonesia
Corruption Watch (ICW) juga membuka 42 pos
pengaduan pengutan liar dalam Penerimaan Siswa Baru
tahun 2012/2013, hingga Oktober 2012.Laporan itu
menyusul temuan berbagai modus pungutan liar di
sejumlah sekolah mulai tingkat Sekolah Dasar hingga
Sekolah Menengah Pertama.
Pungutan yang diberlakukan pihak sekolah antara
lain untuk keperluan seragam, operasional, bangunan,
buku, dana koordinasi, internet, koperasi, amal jariyah,
formulir pendaftaran, perpisahan guru, praktek, SPP,
administrasi rapor, ekstrakurikuler, sumbangan
pengembangan institusi, uang pangkal dan pungutan
liarlainnya. Selain pungutanliar, masyarakat juga
siswa baru yang tidak tersosialisasi dengan baik. Mereka
mengeluhkan kurangnya informasi tentang
persyaratandan jangka waktu pelaksanaan PSB. Selain
itu, mereka juga mengeluhkan mengenai PSB Online
yang tidak transparan, proses seleksi diskriminatif,
adanya titipan anak pejabat.Pada saat ini, paradigma
mempersulit harus berhadapan dengan Komisi Pelayanan
Publik (KPP) yang telah didirikan di berbagai daerah.
Sehingga masyarakat pengguna layanan P2T maupun
perizinan lain yang kecewa dapat mengajukan
pengaduan. Terdapat standar (waktu dan harga) serta
kepatutan dalam segala urusan publik.
Berkurangnya ruang untuk menyalahgunakan
kekuasaan serta mempersulit birokrasi akan mengurangi
pungutan liar. Dengan memperbesar kemungkinan atau
bahkan jaminan terbongkarnya praktik pungutan liar
berjamaah tentu akan menurunkan keinginan untuk
melakukan korupsi. Apalagi ketika mekanisme
pengawasan dalam birokrasi menjadi semakin efektif
dengan mekanisme pengawasan yang bersifat
pengawasan seperti ini akan membuat semua aparatur
dalam birokrasi khususnya pelayanan publikakan
semakin sulit untuk melakukan pungutan liar.
Pengaturan Pungutan Liar Dalam
KUHPPungutan liar merupakan perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau
Pejabat Negara dengan cara meminta pembayaran
sejumlah uang yang tidak sesuai atau tidak berdasarkan
peraturan yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.
Hal ini sering disamakan dengan perbuatan pemerasan.
Meskipun menurut pendapat Penulis, pemerasan
merupakan perbuatan awal, yang pada akhirnya bersama
serangkaian perbuatan yang lain menghasilkan pungutan
liar.
Pasal 12 huruf e menunjuk pada Pasal 423, Pasal
12 huruf f, rumusannya mengambil dari Pasal 425 ayat
(1). Termasuk pada golongan ini adalah perbuatan yang
kerap dilakukan yaitu perbuatan pungutan liar yang
dilakukan oleh seorang pegawai negeri.Sedangkan pasal
368 merupakan perbuatan pemerasan yang dilakukan
dikenal dengan “pemalakan”.Perbuatan pidana yang
berkaitan dengan premanisme merupakan
perbuatan-perbuatan yang lebih sederhana pembuktiannya
dibandingkan dengan kasus korupsi. Perbuatan
premanisme yang berkaitan dengan Pasal 368 tidak
memiliki unsur penyalahgunaan wewenang sehingga
menjadikan Pasal 368 tidakdikonversi ke dalam
UUPTPK.Adapun penjelasan beberapa Pasal di dalam
KUHP yang dapat mengakomodir perbuatan pungutan
liar adalah sebagai berikut:
a. Pasal 368 KUHP
Pasal 368 KUHP tindak pidana pemerasan
dirumuskan dengan rumusan sebagai berikut :Barang
siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secaramelawan hukum,
memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan, untuk memberikan sesuatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain,
atau supaya memberikan hutang maupun menghapus
penjara paling lama sembilan tahun. Beberapa
penjelasan unsur-unsur adalah sebagai berikut :
1) untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
Pengertian "menguntungkan diri sendiri atau
orang lain" adalah menambah baik bagi dirinya
sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan
semula. Menambah kekayaan disini tidak perlu
benar-benar telah terjadi, tetapi cukup apabila
dapat dibuktikan, bahwa maksud pelaku adalah
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Sedangkan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain sebagai tujuan terdekat. Adanya
penyerahan sesuatu dari korban kepada pembuat
merupakan suatu keharusan dalam delik ini.
Keuntungan yang diperoleh haruslah secara
langsung, artinya mtidak diperlukan tahap-tahap
tertentu untuk mencapainya.
2) melawan hukum
Melawan hukum di sini merupakan tujuan untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Jadi,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dilakukan secara melawan hukum. Maksud di sini
merupakan sesuatu yang subyektif.
3) memaksa orang lain dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan
Pengertian "memaksa" dimaksudkan adalah
melakukan tekanan pada orang, sehingga orang
itu melakukan sesuatu yang berlawanan dengan
kehendaknya sendiri. Menurut Van Bemmelen,
bila ada seorang pemiutang memaksa dengan
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
seorang untuk membayarnya, yang memang dia
berutang dan harus membayarnya, maka bukan
perbuatan yang diatur dalam Pasal 368 KUHP.
4) memberikan atau menyerahkan sesuatu barang.
Berkaitan dengan unsur itu, maka
persoalan-persoalan yang muncul adalahkapan dikatakan
ada penyerahan suatu barang.Penyerahan suatu
barang dianggap telah ada apabila barang yang
diminta oleh pemeras tersebut telah dilepaskan
apakah barang tersebut sudah benar - benar
dikuasai oleh orang yang memeras atau
belum.Pemerasan dianggap telah terjadi, apabila
orang yang diperas itu telah menyerahkan
barang/benda yang Delik dalam pasal 468 KUHP
erat hubungannya dengan delik pencurian dengan
kekerasan atau perampokan dalam Pasal 365
KUHP. Karena keduanya mengenai pengambilan
barang orang lain. Perbedaannya ialah pada delik
pemerasan ada semacam “kerjasama” antara yang
meminta dan diminta, yang menyerahkan barang
itu dengan terpaksa (dengan ancaman),
sedangkan pada delik pencurian dengan
kekerasan tidaklah demikian.dimaksudkan si
pemeras sebagai akibat pemerasan terhadap
dirinya.Penyerahan barang tersebut tidak harus
dilakukan sendiri oleh orang yang diperas
kepadapemeras. Penyerahan barang tersebut
dapat saja terjadi dan dilakukan oleh orang lain
selain dari orang yang diperas.
Berkaitan dengan pengertian "memberi hutang"
dalam rumusan pasal ini perlu kiranya
mendapatkan pemahaman yanag benar. Memberi
hutang di sini mempunyai pengertian, bahwa si
pemeras memaksa orang yang diperas untuk
membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian
yang menyebabkan orang yang diperas harus
membayar sejumlah uang tertentu. Jadi, yang
dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini
bukanlah berarti dimaksudkan untuk
mendapatkan uang (pinjaman) dari orang
yangdiperas, tetapi untuk membuat suatu
perikatan yang kewajiban bagi orang yang
diperas untuk membayar sejumlah uang kepada
pemeras atau orang lain yang Unsur "untuk
menghapus utang". dikehendaki.
6) Menghapuskan piutang yang dimaksudkan adalah
menghapus atau meniadakan perikatan yang
Pasal ini merupakan pasal yang digunakan oleh
aparat penegak hukum untuk menjerat
dilakukan oleh “debt collector”.sudah ada dari
orang yang diperas kepada pemeras atau orang
tertentu yang dikehendaki oleh pemeras.
Penghapusan utang misalnya dengan paksaan
seorang menandatangani kuitansi lunas padahal
sebenarnya utang tersebut belum dibayar. Hal itu
depat dilakukan dengan acaman maupun
kekerasan.
b. Pasal 423 KUHP
Kejahatan dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang secara melawan hukum, dengan
menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang lain
penggolongan preman sebagai target operasi
berdasarkan Komisi Kepolisian Nasional:
1) preman yang mengganggu ketenteraman dan
ketertiban (mabuk-mabukan, mengganggu lalu
lintas, ribut-ribut dl tempat umum).
2) preman yang memalak (meminta dengan paksa) di
lokasi umum (misalnya menjual majalah secara
paksa, mengemis dengan gertakan, mendorong
masyarakat / perseorangan yang menaikkan dan
menurunkan bahan bangunan dl pabrik / industri /
komplek perumahan, parkir liar dengan meminta
uang secara paksa, dan lain-lain sejenis).
3) preman debt collector (penagih utang dengan
memaksa / mengancam nasabah, menyita dengan
paksa, menyandera).
4) preman tanah (menguasai / menduduki lahan /
poperty secara illegal yang sedang dalam sengketa
dengan memaksakan kehendak satu pihak).
5) preman berkedok organisasi (organisasi jasa
keamanan, preman tender proyek dan organisasi
massa anarkis)menyerahkan sesuatu, melakukan
suatu pembayaran atau melakukan suatu
pekerjaanuntuk pribadi sendiri oleh seorang
pegawai negeri seperti yang dimaksudkan dalam
Pasal 423 KUHP itu, termasuk dalam golongan
kejahatan jabatan. Pasal 423 KUHP itu berbunyi:
Pegawai negeri yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
kekuasaannya memaksa orang lain untuk
menyerahkan sesuatu, melakukan suatu
pembayaran, melakukan pemotongan terhadap
suatu pembayaran atau melakukan suatu pekerjaan
untuk pribadi sendiri, dipidana dengan pidana
penjara selama-lamanya enam tahun. Menurut
ketentuan yang diatur dalam Pasal 12
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan
yang diatur dalam Pasal 423 KUHP merupakan
tindak pidana korupsi, sehingga sesuai dengan
ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf
e dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999, pelakunya dapat dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau dengan
pidanapenjara paling singkat empat tahun dan
paling lama dua puluh tahun dan pidana denda
paling sedikit dua puluh juta rupiah dan paling
Pungutan liar atau pungli adalah pengenaan biaya di
tempat yang tidak seharusnya biaya dikenakan atau dipungut.
Kegiatan pungutan liar (selanjutnya disebut pungli) bukanlah
hal baru. Pungli berasal dari frasa pungutan liar yang secara
etimologis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
memungut bayaran/meminta uang secara paksa. Jadi pungli
merupakan praktek kejahatan.Istilah pungli ini juga terdapat
dalam kamus bahasa China. Li artinya keuntungan dan Pung
artinya persembahan, jadi Pungli diucapkan Pung Li, artinya
adalah mempersembahkan keuntungan.
Pungutan liar merupakan perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat Negara
dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak
sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan
dengan pembayaran tersebut. Hal ini sering disamakan
dengan perbuatan pemerasan.
Berdasarkan catatan dari Dokumen Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tentang Upaya Pemberantasan Korupsi,
pungutan liar merupakan pungutan tidak resmi, permintaan,
penerimaan segala pembayaran, hadiah atau keuntungan
publik atau wakil yang dipilih dari suatu negara dari
perusahaan swasta atau publik termasuk perusahaan
transnasional atau individu dari negara lain yang dikaitkan
dengan maksud untuk melakukan atau tidak melakukan suatu
tugas yang berkaitan dengan suatu transaksi komersial
internasional. Pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan
baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan
pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau
orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat,
serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pungutan Liar (Pungli) yang saat ini tengah fokus diberantas pemerintah, terjadi di hampir seluruh wilayah
Indonesia.Untuk memberantas pungutan liar, tidak bisa
hanya dipercayakan ke kepolisian khususnya anggota
Reskrim Polres Temanggung dalam menjalankan tugasnya
harus mampu mengendalikan dan meminimalisir
kendala-kendala dalam yang ada baik faktor internal maupun faktor
eksternal. Hal ini bertujuan agar kejadian pungutan liar dapat
dihindari dan diberantas, sehingga menekan angka kejadian
kejahatan atau pidana. Adapun peran masyarakat dalam
membantu tugas kepolisian juga menjadi faktor penentu
untuk keberhasilan tugas polisi, masyarakat sebagai warga
Negara yang baik harus bersikap aktif dalam membantu
kinerja kepolisian, apabila terjadi suatu tindak pidana harus
berani menindak pelaku dan berperan aktif menjadi saksi
dalam proses penyidikan karena saksi dan korban memiliki
peranan yang penting dalam proses penyidikan pada tahap
pertama proses peradilan pidana.
2. Peran Kepolisian dalam memberantas pungutan liar tidak dapat dilakukan secara independent. Karena bawasaannya hal
ini seperti yang sudah dibahas dalam Bab II, pungutan liar
melibatkan banyak pihak, sehingga jika polisi hanya bekerja
sendiri tanpa mengkoordinasi pihak – pihak yang
bersangkutan, maka mustahil untuk dapat diberantas.
Pungutan liar yang dalam hal ini terjadi di temanggung sudah
lama menyita perhatian dari Polres Temanggung. Untuk itu
saat ini mulai disiapkan upaya nyata dari Polres yang
berkerja sama dengan orang terkait supaya pungutan liar
dapat diatasi atau diberantas.
B. Saran
1. Pungutan Liar (pungli) adalah fakta yang praktiknya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki kewenangan atau
kekuasaan atas kepentingan publik, dan masyarakat sangat
bergantung pada mereka.Masyarakat ada dalam posisi
membutuhkan dan merasa dirinya ada dalam posisi
”memohon” yang harus tunduk pada ”syarat-syarat” yang
pemberantasan pungli sebagai bagian reformasi hukum bisa
dibenarkan. Masyarakat harus mulai berani melaporkan
praktik- praktik pungli.Masyarakat tidak perlu merasa dirinya
sebagai objek yang dapat diperlakukan sewenangwenang
melalui praktik pungli karena secara yuridis justru
masyarakat berhak mendapatkan pelayanan baik dari negara
sesuai denan peraturan hukum yang berlaku.
2. Namun upaya pemerintah untuk memberantas pungli yang
sangat masif itu bukan hal yang mudah dilaksanakan di
tingkat lapangan.Jadi pungli menjadi semakin masif karena
ada sinergi kepentingan pemegang kewenangan publik
dengan masyarakat (publik) selaku pihak yang
membutuhkan. Praktik pungli dengan demikian, harus
ditindak tegas oleh negara. Oleh karena itu langkah
pemberantasan praktik pungli, melalui Perpres Nomor 87
Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli harus
dibuktikan di lapangan, dan masyarakat pun harus berani ikut
DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 2011. dalam repository.usu.ac.id
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta,2012
Andizaenal.2005. Asas-Asas Hukum Pidana (BagianPertama), Bandung
Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007)
Koencaraningrat, Bunga Rampai Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan Jakarta, PT. Gramedia, 1974,
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2008
Momo Kelana dalam www. hukumonline.co.id
Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidan
Soedjono D. SH., Pungli analisa hukum & Kriminologi, Penerbit Sinar Baru Bandung, Cet.II, Maret 1983
Teguh Prasetyo. 2011. Hukum Pidana:Raja Grafindo Persada
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia
Peraturan
Undang-Undang No. 3 Tahun 1971
Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011
Pasal 368 KUHP
Pasal 415 KUHP
Pasal 418 KUHP
Pasal 421 KUHP
UU No. 2 tahun 2002