SUKABUMI, JAWA BARAT
WIDI ASTUTI
SKRIPSI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
© Hak cipta milik Widi Astuti, tahun 2008 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYUR DI PERAIRAN PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Ada pun semua sumber data dan informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan sebelumnya mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2008
Judul Penelitian : Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat
Nama Mahasiswa : Widi Astuti
NRP : C54104016
Program Studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Disetujui ,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. Ir. Diniah, M.Si.
NIP. 131 578 826 NIP. 131 587 198
Diketahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.
NIP. 131 578 799
SUKABUMI, JAWA BARAT
Oleh : WIDI ASTUTI
C54104016
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 02 Juni
1986, dari orang tua bernama Badarudin dan Suratinah. Penulis
adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
yang pernah dilalui penulis yaitu SMA N 1 Belitang dan lulus
pada tahun 2004.
Pada tahun 2004, penulis melanjutkan studi di Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di beberapa organisasi
kemahasiswaan, antara lain anggota UKM Merpati Putih, anggota Masyarakat
Pasir dan anggota Bidang Keskretariatan HIMAFARIN.
Dalam rangka menyelesaikan studi di Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat”. Penulis dibimbing oleh Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S. dan Ir. Diniah, M.Si. Penulis dinyatakan lulus dalam sidang akhir skripsi yang
diselenggarakan oleh Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, pada tanggal 31
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga
penulis dapat menyusun skripsi ini yang berjudul “Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat”.
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober 2007
di Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan pengaruh aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan layur terhadap nilai
produksi, tingkat effort dan rente sumberdaya pada kondisi aktual, lestari, open access, optimal (Maximum Economic Yield) dan dinamis, menentukan tingkat keuntungan usaha perikanan pancing layur dan menentukan tingkat kelayakan
investasi pada usaha perikanan pancing layur.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S.,
dan Ir. Diniah, M.Si., selaku pembimbing yang telah membantu penulis hingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua pihak yamg
memerlukannya.
Bogor, Januari 2008
Pada kesempatan ini penulis mengucakan terima kasih kepada :
1) Kedua orang tua dan semua adik penulis yang telah memberikan dorongan
moril maupun materil;
2) Ir. Moch. Prihatna Sobari, M.S., dan Ir. Diniah, M.Si., sebagai komisi
pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan, serta
dukungan dan perhatiannya selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini;
3) Bapak Hendra dan Bapak Rudi dari Balai Pusat Statistik PPN Palabuhanratu
yang telah membantu dalam pengumpulan data;
4) Kang Wahyu yang telah membantu mencarikan kapal untuk mengikuti operasi
penangkapan pancing layur;
5) Bapak Bandung yang telah mengizinkan untuk mengikuti operasi
penangkapan pancing layur;
6) Keluarga Ibu Nik yang telah mengizinkan untuk tinggal di rumahnya selama
penelitian berlangsung;
7) Nelayan responden atas data dan informasinya;
8) BAPPEDA Kabupaten Sukabumi atas informasi yang telah diberikan;
9) BPS Kabupaten Sukabumi atas penangkapan pancing layur;
10) Teman-teman seperjuangan di PSP 41, tetap semangat dan jangan menyerah;
11) Berbagai pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pihak-pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Januari 2008
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh MOCH. PRIHATNA SOBARI dan DINIAH.
Permintaan pasar luar negeri terhadap ikan layur terus meningkat, sehingga terjadi peningkatan upaya yang dilakukan oleh nelayan untuk meningkatkan produksinya. Apabila hal tersebut berlangsung terus menerus dikhawatirkan akan terjadi pemanfaatan yang tidak rasional terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan layur di sekitar perairan Palabuhanratu. Upaya pengelolaan yang optimal terhadap pemanfaatan sumberdaya ikan layur dapat didekati menggunakan model bionomi agar tidak terjadi kondisi lebih tangkap. Hasil analisis CYP diperoleh dugaan parameter biologi untuk laju pertumbuhan interinsik (r) sumberdaya ikan layur di Perairan Palabuhanratu sebesar 14,0015 ton per tahun, koefisien kemampuan alat tangkap (q) sebesar 0,0048 ton per tahun dan carrying capacity (K) sebesar 58,9347 ton per tahun. Berdasarkan parameter tersebut, maka rezim pengelolaan pada saat MSY diperoleh effort sebesar 1.464 trip per tahun dengan produksi 206,29 ton dan rente ekonomi Rp1.022.031.605,20.Produksi pada open acces sebesar 47,10 ton per tahun dengan effort 2.749 trip per tahun dan rente ekonomi Rp 0. Pada kondisi MEY diperoleh effort sebesar 1.375 trip per tahun dengan produksi 205,53 ton dan rente ekonomi Rp1.026.327.929,07. Pada kondisi aktual, diperoleh effort sebesar 8.449 trip per tahun dengan produksi 140,660 ton per tahun dan rente ekonomi (Rp23.061.452,70). Hasil analisis dinamik pada tingkat discount rate sebesar 18,2 % diperoleh kondisi optimal terhadap effort sebesar 1.391 trip per tahun dengan produksi 205,79 ton dan rente ekonomi Rp 5.633.686.922,04. Hasil analisis dengan CYP menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan layur di Perairan Teluk Palabuhanratu pada tahun 2006 telah mengalami economical overfishing dan biological overfishing. Berdasarkan analisis usaha diperoleh pendapatan usaha sebesar Rp 5.831.466,67, analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio) sebesar 1,14, Payback period sebesar 2,24 dan return of investment sebesar 45 %. Dari analisis kriteria investasi, baik dengan pembiayaan maupun tanpa pembiayaan diperoleh nilai NPV > 0, Net B/C > 1 dan IRR > tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga dapat dikatakan bahwa usaha penangkapan dengan menggunakan pancing layur masih layak untuk dikembangkan.
DAFTAR GAMBAR... ..vi
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR LAMPIRAN ...viii
1 PENDAHULUAN ………..1
1.1 Latar Belakang ……….…..1
1.2 Perumusan Masalah ………...3
1.3 Tujuan ………....3
1.4 Manfaat ……….….4
2 TINJAUAN PUSTAKA ………....….5
2.1 Ikan Layur ………...…5
2.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Ikan Layur ……….….5
2.1.2 Tingkah Laku Ikan Layur ……….6
2.1.3 Penyebaran dan Musim Ikan Layur ………...7
2.2 Unit Penangkapan Ikan Layur ………...9
2.2.1 Alat Penangkap Ikan Layur ………..9
2.2.2 Kapal ………...…11
2.2.3 Nelayan ………...12
2.3 Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan ……….….13
2.4 Model Surplus Produksi ……….….14
2.5 Model Bio-ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan ………..20
2.6 Model Pengelolaan Optimal Dinamik ...24
2.7 Laju Degradasi...25
2.8 Analisis Finansial ………...25
2.9 Analisis Sensitivitas ………...…26
3 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI ………...…..….28
4 METODOLOGI ...31
4.1 Waktu dan Tempat ………..….31
4.2 Peralatan Penelitian………..30
4.3 Metode Penelitian ………....31
4.4 Sumber Data ………....32
4.5 Metode Pengambilan Sampel ………..…33
4.6 Analisis Data ………..……...33
4.6.1 Hasil Tangkapan per Upaya Penangkapan (Catch per Unit Effort)….33 4.6.2 Analisis Bio-Teknik ………....34
4.6.3 Analisis Bio-Ekonomi ………....36
4.6.4 Optimal Dinamik...38
4.6.5 Laju Degradasi...39
4.7.1 Batasan Penelitian ………..……...44
4.7.2 Asumsi Penelitian ………..….45
5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN...46
5.1 Letak Geografis dan Topografi...46
5.2 Kondisi Geomorfologis...46
5.3 Kondisi Oseanografis...47
5.4 Kondisi Iklim dan Musim...47
5.5 Unit Penangkapan Ikan...48
5.5.1 Kapal...48
5.5.2 Alat Tangkap...49
5.5.3 Nelayan...50
5.6 Musim dan Daerah Penangkapan Ikan...50
5.7 Kondisi Umum Perikanan Layur di Palabuhanratu...51
6 HASIL DAN PEMBAHASAN...53
6.1 Analisis Teknik...53
6.1.1 Deskripsi Unit Penangkapan Pancing Layur...53
6.1.2 Metode Pengoperasian Pancing Layur...58
6.1.3 Daerah Penangkapan dan Musim Ikan Layur...59
6.2 Analisis Bio-Teknik...59
6.2.1 Upaya Penangkapan Pancing Layur...59
6.2.2 Hasil Tangkapan Per Unit Penangkapan (CPUE)...60
6.2.3 Hubungan Effort dengan CPUE...62
6.3 Analisis Bio-Ekonomi...67
6.3.1 Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layur Model Logistik ...67
6.3.2 Pengelolaan Optimal Dinamik...71
6.3.3 Laju Degradasi...73
6.4 Analisis Finansial...74
6.5 Pengembangan Unit Penangkapan Ikan Layur di Palabuhanratu...80
7 KESIMPULAN DAN SARAN...82
7.1 Kesimpulan ... 82
7.2 Saran... 83
DAFTAR PUSTAKA...84
LAMPIRAN ………....89
Halaman
1. Gambar Ikan Layur...6
2. Kurva Pertumbuhan Logistik (Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)...15
3. Kurva Pengaruh Tangkapan terhadap Stok (biomass)...17
4. Kurva Produksi Lestari Upaya (Yield Effort Curve) (Schaefer 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)………..18
5. Kurva Perikanan Bebas Tangkap (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)………...22
6. Kurva Keseimbangan Bio-Ekonomi dari sisi Penerimaan Rata-Rata (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)...23
7. Diagram Alir Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur...30
8. Desain Kapal Congkreng di Perairan Palabuhanratu...54
9. Kapal Congkreng yang Digunakan di Perairan Palabuhanratu...55
10. Alat Tangkap Pancing Layur...56
11. Perkembangan Upaya Penangkapan Ikan Layur periode 2000-2006...60
12. Perkembangan Produksi Ikan Layur di Perairan Teluk Palabuhanratu Periode 2000-2006...61
13. Perkembangan CPUE Unit Penangkapan Ikan Layur periode 2000-2006...62
14. Hubungan antara Effort dengan CPUE Penangkapan Ikan Layur...63
15. Hubungan antara Hasil Tangkapan Ikan Layur pada Kondisi Lestari dengan Effort Lestari dengan Model CYP...65
16. Kurva Produksi Aktual dan Produksi Lestari...66
17. Hubungan Total Penerimaan, Total Biaya, Rente Ekonomi dan Effort pada Berbagai Kondisi Pengusahaan (MSY, MEY dan Open acces)…………...70
1. Formula Perhitungan Pengelolaan Ikan Layur dengan Pendekatan
Model CYP...37
2. Perkembangan Jumlah Kapal yang Menggunakan PPN Palabuhanratu sebagai Fishing Base...48
3. Perkembangan Jumlah Alat Tangkap yang Beroperasi di Perairan Teluk Palabuhanratu...49
4. Perkembangan Jumlah Nelayan di Perairan Teluk Palabuhanratu Periode 2000-2006...50
5. Jumlah Alat Tangkap Pancing yang Beroperasi di Perairan Teluk Palabuhanratu...51
6. Perkembangan Produksi Ikan Layur yang Didaratkan di PPN Palabuhanratu Periode 2000-2006...52
7. Spesifikasi dari Alat Tangkap Pancing Layur yang Diopersikan di Perairan Palabuhanratu...57
8. Length at first maturity dan Rata-rata Panjang Ikan Layur yang Tertangkap di Perairan Palabuhanratu ...61
9. Hasil Regresi dengan Menggunakan CYP...64
10. Nilai Dugaan Parameter Bio-teknik...65
11. Hasil Estimasi Parameter Ekonomi...68
12. Hasil Perhitungan Pengelolaan Ikan Layur dengan Pendekatan Model CYP...72
13. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Teluk Palabuhanratu...73
14. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi dengan Menggunakan Pembiayaan dan Tanpa Pembiayaan...77
15. Perbandingan Nilai Kriteria Investasi Akibat Kenaikan Harga Bensin Sebesar 36,17 % pada Skenario dengan Pembiayaan...79
1. Peta Daerah Penangkapan Ikan Layur di Perairan Palabuhanratu...90
2. Perhitungan Catch Per Unit Effort (CPUE)...91 3. Hasil Regresi dengan Menggunakan CYP…………..……..………92 4. Hasil Estimasi Harga Ikan Layur dan Biaya Operasional Pancing Layur per Trip ...94
5. Hasil Perhitungan Pengelolaan Ikan Layur dengan Pendekatan Model CYP...95 6. Hasil Perhitungan Pengelolaan Ikan Layur dengan Pendekatan Model
CYP Menggunakan Software Maple 10 ...96 7. Perhitungan Discount Rate…………...………...100 8. Hasil Analisis Koefisien Laju Degradasi Sumberdaya Ikan Layur di Perairan Teluk Palabuhanratu ...101
9. Analisis Finansial……...………...………....102
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan sebagai salah satu sektor dalam kegiatan ekonomi, tidak hanya
berperan dalam upaya peningkatan pendapatan negara, tetapi juga berperan dalam
memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, penyerapan tenaga kerja,
pendapatan nelayan serta turut mendorong pembangunan secara keseluruhan
(Dwiponggo et al. 1987). Untuk pemenuhan tersebut salah satunya dilakukan melalui kegiatan penangkapan ikan. Pengembangan produksi perikanan laut
dengan usaha penangkapan diarahkan pada pencapaian tingkat pengusahaan
sumberdaya perikanan secara rasional. Rasionalisasi penangkapan berarti usaha
penataan kembali kegiatan penangkapan di laut yang tidak melampaui daya
dukung potensi lestari sumberdaya perikanan.
Salah satu jenis ikan yang populer di masyarakat dan keberadaannya hampir
tersebar di seluruh perairan Indonesia adalah ikan layur (Trichiurus sp.). Ikan layur merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, hal ini terbukti
dengan semakin meningkatnya permintaan ekspor ikan layur ke beberapa negara
Asia seperti Cina, Taiwan, Jepang dan Korea. Menurut Dwiponggo et al. (1991)
diacu dalam Nurhayati Y (2006), layur merupakan ikan demersal yang termasuk ke dalam kelompok ikan komersial kedua terbesar di seluruh perairan pantai
Indonesia.
Peningkatan permintaan ikan layur untuk tujuan ekspor memungkinkan
diperlukannya pengembangan metode dan teknik penangkapan yang menunjang
keberhasilan operasi penangkapan ikan layur. Operasi penangkapan ikan tersebut
akan mempengaruhi pengelolaan dan usaha pemanfaatan potensi sumberdaya ikan
yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan (stok)
sumberdaya ikan di suatu perairan.
Perairan Selatan Jawa merupakan perairan yang potensial untuk perikanan
layur, diantaranya Perairan Palabuhanratu. Perairan Palabuhanratu terletak di
kawasan Samudera Hindia pada posisi 6057’-7007’ LS dan 106022’-106033’ BT, merupakan perairan yang mempunyai potensi besar dalam hal penyediaan ikan
yang penting di Indonesia. Alat penangkap ikan layur yang dioperasikan di
Perairan Palabuhanratu adalah pancing, yaitu pancing ulur dan pancing layur,
namun saat ini yang lebih banyak digunakan adalah pancing layur atau biasa
disebut rawai layur.
Produksi perikanan layur di Palabuhanratu cenderung mengalami
peningkatan pada setiap tahunnya. Pada tahun 2006 produksi mencapai 222.642
kg dengan total nilai produksi Rp 1.304.287.500,00. Produksi ikan layur tersebut
mengalami peningkatan sebesar 17,80 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan
produksi ikan layur tersebut diimbangi pula dengan peningkatan jumlah alat
tangkap yang digunakan.
Sumberdaya ikan pada umumnya bersifat open access, yang menyebabkan setiap orang dapat berpartisipasi dan tidak ada batasan mengenai besarnya upaya
penangkapan yang dikerahkan atau sumberdaya ikan yang boleh ditangkap.
Apabila hal tersebut berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan
terkurasnya sumberdaya hayati laut dan usaha penangkapan ikan menjadi tidak
efisien baik secara ekonomi mau pun biologi. Untuk itu diperlukan suatu tindakan
pengelolaan dengan melakukan penataan dan pengontrolan terhadap pengusahaan
penangkapan ikan layur dengan memperhatikan aspek biologi, teknik dan
ekonomi.
Pengelolaan terhadap pengusahaan penangkapan ikan layur, menggunakan
suatu model yang disebut dengan model bionomi. Model bionomi atau
bio-ekonomi merupakan perpaduan antara dinamika biologi sumberdaya perikanan
dan faktor ekonomi yang mempengaruhi perikanan tangkap, sedangkan untuk
aspek tekniknya berupa penyesuaian ukuran alat tangkap dan teknologi yang
digunakan dengan ukuran ikan layur yang akan ditangkap dan bagaimana metode
pengoperasian yang dilakukan. Apabila hal tersebut berhasil dilakukan, maka
kerusakan sumberdaya ikan dapat dicegah dan mendorong terciptanya operasi
penangkapan ikan dengan keberhasilan yang tinggi tanpa merusak kelestarian
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang umum dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya ikan
adalah permasalahan biologi dan permasalahan ekonomi. Permasalahan biologi
mencakup terancamnya kelestarian stok sumberdaya ikan dan permasalahan
ekonomi yaitu usaha penangkapan belum memberikan keuntungan yang
maksimum bagi sebagian besar nelayan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
maka salah satu cara yang digunakan oleh para ahli biologi perikanan, yaitu
melakukan pengendalian intensitas pengusahaan, sehingga dapat dicapai produksi
maksimum lestari. Pengusahaan tersebut harus memberikan manfaat ekonomi
yang maksimum bagi nelayan.
Dalam pengusahaan penangkapan ikan layur, saat ini nelayan Palabuhanratu
dominan menggunakan pancing layur. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian
tentang pengelolaan terhadap pengusahaan penangkapan ikan layur agar diperoleh
hasil tangkapan yang maksimum dengan memperhatikan aspek biologi, teknik dan
ekonomi. Berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang akan dipecahkan
adalah
a) Apakah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan layur dengan
menggunakan pancing layur sudah optimal?
b) Apakah pengoperasian pancing layur telah memberikan keuntungan bagi
nelayan yang mengusahakannya?
c) Bagaimana kelayakan investasi dari usaha pancing layur dimasa yang akan
datang?
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1) Menentukan pengaruh aktivitas pemanfaatan sumberdaya ikan layur terhadap
nilai produksi, tingkat effort dan rente sumberdaya pada kondisi aktual, lestari,
open access, optimal (Maximum Economic Yield) dan dinamis; 2) Menentukan tingkat keuntungan usaha perikanan pancing layur; dan
3) Menentukan tingkat kelayakan investasi pada usaha perikanan pancing layur.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai potensi
ekonomi maksimum dan hasil tangkapan yang optimum untuk pengusahaan ikan
layur, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi bagi nelayan,
pemerintah daerah dan pihak-pihak yang berwenang dalam pengembangan
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Layur
2.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Ikan Layur
Menurut Saanin H (1984), ikan layur merupakan jenis ikan yang memiliki
rangka terdiri atas tulang benar dan bertutup insang. Ikan layur memiliki dua sirip
punggung, yang pertama berjari-jari mengeras dan yang kedua mempunyai bagian
yang berjari-jari lemah, serta tidak memiliki sirip perut. Kadang-kadang ada
lembaran seperti sirip kecil di belakang sirip punggung kedua dan di belakang
sirip dubur. Tubuh ikan layur sangat panjang dan gepeng seperti pipa.
Taksonomi ikan layur diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin H 1984) :
Phyllum : Pisces
Class : Teleostei
Ordo : Percomorphii
Subordo : Scombroidea
Family : Trichiuridae
Genus : Trichiurus
Spesies : Trichiurus spp. Nama Indonesia : Layur
Ikan layur jenis bedog (Trichiurus savala) memiliki jari-jari keras pertama sirip dubur lebih panjang dari setengah mata. Jarak terkecil antara garis rusuk dan
dubur lebih dari setengah jarak antara garis rusuk dan dasar sirip punggung. Ikan
layur jenis ini memiliki panjang lebih kecil dibandingkan dengan jenis ikan layur
lainnya dan menyukai hidup pada kedalaman sekitar 20 m pada kondisi dasar
berlumpur (Saanin H 1984).
Ikan layur jenis meleu (Trichiurus haumela) memiliki panjang 13-15,8 kali tingginya. Layur ini memiliki warna putih keperakan yang lebih bersih dan
cemerlang dibandingkan dengan jenis ikan layur lainnya (Saanin H 1984) .
Salah satu jenis layur yang terdapat di perairan selatan Jepang adalah
punggung kuning dengan pinggiran kehitaman dan dapat mencapai ukuran 120
cm. Tersebar luas di perairan beriklim tropis dan sedang, terdapat di perairan
pantai dengan dasar pasir serta membentuk gerombolan besar
(http://research.kahaku.go.jp/zoology/Fisheries_of_Bitung/data/p209_02b.html).
Deskripsi Trichurus lepturus dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Trichurus lepturus
Sumber : http://commons.wikimedia.org/wiki/Image:Trichiurus_lepturus.jpg
Bentuk morfologi ikan layur sebagai berikut : badan panjang dan gepeng,
ekornya panjang bagai cemeti. Oleh karenanya dalam bahasa Inggris disebut
hairtail atau ekor rambut. Kulitnya tidak bersisik, warnanya putih seperti perak sedikit kekuning-kuningan (Nontji M 2005). Mulut lebar dilengkapi dengan gigi
yang kuat dan tajam, rahang bawah lebih besar dari rahang atasnya. Sirip
punggung panjang sekali mulai dari atas kepala sampai akhir badan dan
berjari-jari lemah 105-134. Sirip dubur tumbuh kurang sempurna dan berberjari-jari-berjari-jari lemah
72-80 berupa deretan duri-duri kecil, tidak terdapat sirip perut dan garis rusuk
terlihat jauh di bagian bawah badan. Ikan layur dalam keadaan hidup berwarna
biru maya kegelapan, sedangkan dalam keadaan mati berwarna perak keabuan
atau sedikit keunguan. Bagian atas kepala berwarna ungu agak gelap.
Sirip-siripnya sedikit kekuningan atau kuning dengan pinggiran gelap. Dapat mencapai
panjang 100 cm, tetapi umumnya 70-80 cm (Direktorat Jenderal Perikanan 1998).
2.1.2 Tingkah Laku Ikan Layur
Ikan layur umumnya hidup di perairan yang dalam dengan dasar lumpur,
meski pun tergolong ikan demersal, umumnya ikan layur muncul ke permukaan
pada waktu senja (Direktorat Jenderal Perikanan 1998). Ikan layur berada pada
dangkal hingga memasuki daerah estuaria bahkan di perairan yang sangat dangkal
sekalipun. Badrudin dan Wudianto (2004) menyebutkan bahwa habitat layur
meliputi perairan laut, estuari (muara sungai), rawa pantai, mangrove sampai
perairan payau. Populasi ikan layur lebih banyak tertangkap di perairan pantai
yang dangkal di sekitar muara-muara sungai.
Layur umumnya berenang dengan posisi vertikal dengan kepala berada di
sebelah atas. Layur termasuk ikan buas, hal ini terlihat dari susunan gigi yang
tajam dan makanannya seperti udang-udangan, cumi-cumi dan ikan kecil,
sehingga layur tergolong ikan karnivora (Direktorat Jenderal Perikanan 1998).
Ikan layur adalah ikan predator yang makanannya adalah hewan-hewan berukuran
kecil seperti euphasid (udang-udang berukuran kecil seperti ikan teri, sardine,
myctophids, bregmacerotids, carangoids, sphyraenids dan larva ikan layur). Perilaku makan ikan layur dewasa dan layur muda (anak) berhubungan erat
dengan kebiasaan migrasi vertikal yang memiliki sifat berlawanan. Pada siang
hari, ikan layur dewasa biasanya bermigrasi vertikal ke dekat permukaan untuk
mencari makan dan kembali bermigrasi ke dasar perairan pada malam hari. Ikan
layur muda (anak) yang berukuran kecil akan membentuk gerombolan (schooling) mulai dari dasar sampai ke dekat permukaan pada siang hari dan pada malam hari
menyebar dan mengelompok untuk mencari makan sampai ke dekat permukaan.
Belum banyak diketahui masa pemijahannya, hanya saja untuk ikan layur yang
ada di selatan Jepang (T. lepturus) diketahui bahwa jenis ikan ini memijah dan telurnya menetas pada musim semi, yaitu pada saat suhu berangsur mengarah
hangat (Badrudin dan Wudianto 2004).
2.1.3 Penyebaran dan Musim Ikan Layur
Menurut Nontji M (2005), ikan layur tersebar luas pada semua perairan
tropis dan subtropis di dunia. Di Indonesia, ikan layur menyebar dan dijumpai
pada semua perairan pantai Indonesia. Terdapat enam jenis layur di Perairan
Indonesia. Jenis layur yang banyak terdapat di perairan pantai Pulau Jawa adalah
dari jenis Trichiurus haumela. Selain itu, di beberapa muara sungai di Sumatera dijumpai jenis layur yang berukuran lebih kecil, yaitu Trichiurus savala dan
Daerah penyebaran ikan layur meliputi hampir seluruh perairan pantai
Indonesia, seperti Tuban, Lawang, Jampang, Palabuhanratu, Cibanteng, Ujung
Genteng dan Sukawayana. Selain itu ikan layur juga terdapat di Perairan Jepang,
Filipina, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang Laut Cina Selatan hingga pantai
utara Australia, juga tersebar luas di perairan dangkal di Afrika Selatan
(Direktorat Jenderal Perikanan 1998).
Menurut Dwiponggo et al. (1991) diacu dalam Nurhayati Y (2006), ikan layur digolongkan ke dalam sumberdaya ikan demersal. Pengelompokan
sumberdaya ikan demersal dalam rangka menggambarkan penyebaran dan
komposisi menurut nilai ekonomi sebagai berikut :
1) Kelompok komersial utama, terdiri atas kerapu (Serranidae), bambangan
(Lutjanus spp.), bawal putih (Pampus spp.), kakap (Lates carcarifer), manyung (Arridae), jenaha (Lutjanus johni), kuwe (Carangoides spp.) dan nuwel (Harpodontidae).
2) Kelompok komersial nomor dua, terdiri atas layur (Trichiurus sp.), gerot-gerot (Pomadasys spp.), bawal hitam (Formio niger), kurisi (Nemipterus spp.), kuro (Therapon spp.), ketang-ketang (Drepanidae), baronang (Siganus spp.), pari (Dasyatis spp.) dan cucut (Carcharias sp.).
3) Kelompok ikan campuran, yaitu jenis serinding (Apogonidae), lidah
(Cynoglossidae), ikan sebelah (Psettoidae), kapas-kapas (Gerreidae), swanggi
batu (Holocentrus spp.) dan beberapa jenis ikan lain dengan kontribusi hasil tangkapan yang relatif rendah.
Menurut Sasmita VS (1995), musim penangkapan ikan layur di
Palabuhanratu terjadi satu kali setahun, yaitu antara Bulan Oktober-Januari.
Musim puncak terjadi pada Bulan November dan musim terendah pada Bulan
Mei. Kelimpahan tertinggi terjadi pada Bulan Oktober-Januari bertepatan dengan
awal musim barat. Pada saat musim barat kelimpahan ikan layur mengalami
peningkatan, hal ini terkait dengan habitatnya yang cenderung hidup di dasar
2.2 Unit Penangkapan Ikan Layur 2.2.1 Alat Penangkap Ikan Layur
Menurut Fauzi A et al. (1989), ikan layur dapat ditangkap dengan alat tangkap trawl, jaring insang, purse seine mini dan lampara dasar. Berdasarkan data statistika PPN Palabuhanratu tahun 2005, ikan layur dapat ditangkap
menggunakan pancing ulur, payang, gillnet, bagan dan rawai, namun secara
umum ikan layur ditangkap menggunakan pancing ulur dan rawai, dan saat ini
dominan ikan layur tertangkap menggunakan pancing layur atau rawai.
a) Pancing Ulur (Handline)
Satu unit pancing terdiri atas line (tali) dan hook (mata pancing). Tali pancing umumnya terbuat dari bahan benang katun, nylon, polyethylene dan senar. Mata pancing terbuat dari baja, kuningan atau bahan lain yang tahan karat (Subani
W dan HR Barus 1989).
Handline merupakan alat tangkap yang sederhana dan telah dikenal oleh masyarakat luas terutama nelayan. Alat tersebut dapat dioperasikan oleh nelayan
kecil, karena hanya membutuhkan modal yang kecil dan tidak memerlukan kapal
khusus (von Brandt A 1984). Menurut Monintja DR dan S Martasuganda (1991),
perikanan pancing dapat dioperasikan dimana saja, dimana alat tangkap lain tidak
dapat beroperasi, seperti di perairan dalam dan kondisi berarus kuat. Alat tangkap
pancing dapat dioperasikan oleh siapa saja, namun diperlukan keahlian dalam
pengoperasian dan pengetahuan tentang sifat dari jenis ikan sasaran penangkapan,
sehingga dapat diperoleh hasil tangkapan yang diharapkan.
Menurut Ayodhyoa AU (1981), dibandingkan dengan alat tangkap lain
keunggulan dari penggunaan pancing sebagai berikut :
(1) Struktur alat pancing tidak rumit dan penggunaannya mudah;
(2) Organisasi usahanya kecil sehingga tidak banyak membutuhkan modal dan
SDM;
(3) Syarat fishing ground sedikit sehingga lebih bebas memilih; (4) Pengaruh cuaca dan suasana alam relatif kecil;
(5) Kesegaran hasil tangkap terjamin.
Kelemahan alat tangkap pancing ulur diantaranya :
(2) Memerlukan umpan;
(3) Diperlukan keahlian memancing perseorangan;
(4) Karena merupakan alat tangkap yang pasif maka tertangkapnya ikan sangat
ditentukan oleh ketertarikan pada umpan.
Cara pengoperasian handline yaitu dengan mengulurkan pancing secara vertikal ke bawah. Ujung tali yang satu berada di tangan nelayan dan ujung tali
lainnya yang terdapat mata pancing diulur sampai ke kedalaman tertentu yang
diduga merupakan tempat berkumpulnya ikan. Apabila umpan yang melekat pada
mata pancing dimakan oleh ikan, maka tali pancing ditarik dengan cepat ke
permukaan dan ikan yang tertangkap akan diambil dan dimasukkan ke dalam
palkah. Selanjutnya dilakukan pemasangan umpan dan siap dilakukan setting
kembali (Kayadoe ME 1983).
b) Rawai
Menurut Sadhori S (1984), rawai (longline) merupakan alat tangkap yang berbentuk rangkaian tali temali yang dihubungkan satu dengan yang lainnya
dengan teratur, memanjang dan membentang di perairan dengan kedalaman yang
sesuai dengan jumlah ikan yang akan ditangkap. Tali cabang dihubungkan dengan
mata pancing dan umpan digantung pada setiap bentangan tali utama, dengan
tujuan memancing berbagai jenis ikan pelagis terutama tuna, layaran, cucut dan
ikan pedang.
Pancing rawai terdiri atas beberapa jenis (Sadhori S 1984):
(1) Berdasarkan letak pemasangan di perairan, dibagi menjadi rawai permukaan,
rawai tengah dan rawai dasar;
(2) Berdasarkan susunan mata pancing pada tali utama, dibagi menjadi rawai
tegak dan rawai datar;
(3)Berdasarkan ikan yang tertangkap pada setiap operasi dibagi menjadi rawai
tuna, rawai layur , rawai cucut dan sebagainya.
Cara pengoperasian rawai secara umum menurut Sadhori S (1984), yaitu:
(1) Penurunan rawai (setting)
Setting dilakukan setelah kapal sampai di daerah penangkapan ikan yang dituju, alat-alat yang dipersiapkan meliputi pancing, basket, pelampung dan
bendera, kemudian tali pelampung, tali utama dan tali cabang yang telah diberi
umpan. Penurunan alat ke dalam perairan harus diperhatikan agar unit pancing
rawai memotong arus. Hal ini disebabkan karena ikan mempunyai kebiasaan
berenang menentang arus, sehingga dengan posisi alat menentang arus berarti
akan memperluas areal penangkapan.
(2) Penarikan rawai (hauling)
Pada saat melakukan hauling, yang pertama dilakukan adalah mengangkat pelampung yang terpasang pada tali utama ke atas kapal. Setelah tali
pelampung tanda dilepas, kemudian tali utama dimasukkan ke dalam
penggulung. Tali utama yang tidak bisa masuk ke dalam penggulung biasanya
ditampung dalam keranjang, kemudian tali cabang disusun di sepanjang tali
utama dan yang terakhir ditumpukkan dalam tali pelampung.
Menurut Sadhori S (1984), pancing rawai termasuk ke dalam kelompok
rawai pertengahan (midwater longline) dan rawai dasar (horizontal longline). Pancing rawai dasar adalah tipe rawai yang dipakai untuk menangkap ikan yang
hidup di dasar perairan. Bentuk pancing ini agak berbeda dengan rawai tuna yang
fungsinya untuk menangkap ikan dasar, disamping itu bahan yang digunakan agak
berbeda, demikian pula cara pengoperasiannya (Subani W dan HR Barus 1989).
2.2.2 Kapal
Menurut Undang-Undang Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, kapal
perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung yang dipergunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan,
pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan-pelatihan
perikanan dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kapal merupakan salah satu
sarana di laut untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Kapal adalah alat
khusus yang sengaja dibentuk untuk menjalankan tugas tertentu, ukuran,
perlengkapan, dek, kapasitas daya angkut, akomodasi, mesin dan semua
perlengkapan dihubungkan dalam melaksanakan operasi penangkapan (Fyson J
1985).
Umumnya kapal ikan yang digunakan untuk menangkap ikan layur adalah
jenis perahu kecil yang disebut congkreng. Perahu ini dibuat dari kayu seperti
dilengkapi dengan penyeimbang yang terbuat dari kayu atau bambu yang biasa
disebut kincang, terletak di samping kanan dan kiri perahu. Kincang berguna
untuk menjaga keseimbangan perahu. Panjang dari perahu berkisar 6-13 m dengan
lebar 1-3 m dan kedalaman 0,8-3 m. Sebagai alat penggerak, perahu ini dilengkapi
oleh motor tempel dengan kekuatan sekitar 15-30 GT. Agar perahu berjalan
lancar, perahu dilengkapi dengan jangkar kayu, serok dan petromak (PPN
Palabuhanratu 2005).
2.2.3 Nelayan
Dalam Undang-Undang RI Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan,
nelayan diklasifikasikan berdasarkan waktu yang digunakannya untuk melakukan
operasi penangkapan ikan, yaitu sebagai berikut :
1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk
melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman
air.
2) Nelayan sambilan utama, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air. Disamping melakukan pekerjaan penangkapan nelayan
kategori ini dapat mempunyai pekerjaan lain.
3) Nelayan sambilan tambahan, yaitu nelayan yang sebagian kecil waktunya
digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.
Nelayan yang mengoperasikan perahu congkreng ini berkisar 1-4 orang per
unit. Pembagian tugas nelayan antara lain, seorang sebagai pengemudi untuk
mengatur jalannya perahu sekaligus sebagai pemancing. Nelayan lainnya sebagai
pemancing dan melakukan persiapan sebelum operasi penangkapan ikan
berlangsung, seperti menyiapkan umpan dan menyalakan petromak. Setiap
nelayan dapat mengoperasikan 1-4 buah pancing bergantung pada pengalaman
dan kemahiran perseorangan (Nurhayati Y 2006).
2.3 Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan
Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat
(abudance) bahkan kemusnahan (collapse) jika dibiarkan dalam keadaan nir-kelola (Widodo J 2002).
Pengkajian stok ditujukan untuk membuat prediksi kuantitatif tentang reaksi
dari populasi ikan yang bersifat dinamis terhadap sejumlah alternatif pengelolaan
dengan menggunakan sejumlah metode dan penghitungan statistik serta
matematik. Prediksi kuantitatif misalnya terhadap batas produksi yang
diperbolehkan, resiko yang dapat ditimbulkan oleh penangkapan yang berlebihan
(overfishing) atas sejumlah populasi yang tengah memijah (spawning) dan perlunya memberikan kesempatan ikan untuk tumbuh mencapai ukuran tertentu
yang diinginkan sebelum dieksploitasi (Widodo J 2002).
Stok dapat diartikan sebagai sub gugus dari satu spesies yang mempunyai
parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama, serta menghuni suatu wilayah
geografis yang sama. Untuk spesies yang kebiasaan ruayanya dekat (terutama
spesies demersal), lebih mudah untuk menentukan sebagai suatu stok dari pada
spesies yang ruayanya jauh seperti tuna (Sparre P and SC Venema 1999).
Menurut Gulland JA (1983), definisi suatu stok merupakan masalah
operasional yaitu suatu subkelompok dari satu spesies dapat diperlakukan sebagai
satu stok jika perbedaan-perbedaan dalam kelompok tersebut dan percampuran
dengan kelompok lain dapat diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak
absah.
Konsep stok berkaitan erat dengan konsep parameter pertumbuhan dan
mortalitas. Parameter pertumbuhan merupakan nilai numerik dalam persamaan
dimana dapat diprediksi ukuran badan ikan setelah mencapai umur tertentu.
Parameter mortalitas mencerminkan suatu laju kematian hewan, yakni jumlah
kematian per unit waktu. Parameter mortalitas yang dimaksud adalah mortalitas
penangkapan yang mencerminkan kematian karena penangkapan dan mortalitas
alami yang merupakan kematian karena sebab-sebab lain (pemangsaan, penyakit
dan lain-lain) (Sparre P and SC Venema 1999).
Ketersediaan stok ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
pertumbuhan dan kematian. Pertumbuhan pada tingkat individu dapat dirumuskan
sebagai pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu periode tertentu,
Faktor-faktor yang paling banyak mempengaruhi pertumbuhan adalah jumlah dan ukuran
pakan yang tersedia, jumlah individu yang menggunakan pakan yang tersedia,
kualitas air terutama suhu, oksigen terlarut, umur, ukuran ikan serta kematangan
gonad (Effendi MI 1997).
2.4 Model Surplus Produksi
Pendugaan stok ikan dipermudah menggunakan suatu model yang dikenal
dengan model surplus produksi. Model ini diperkenalkan oleh Graham tahun
1935, tetapi lebih sering disebut sebagai model Schaefer (Sparre P and SC Venema 1999). Tujuan penggunaan model ini adalah untuk menentukan tingkat
upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan
maksimum yang lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka
panjang, dan biasa disebut hasil tangkapan maksimum lestari (maksimum sustainable yield). Model Schaefer ini lebih sederhana karena hanya memerlukan data yang sedikit, sehingga sering digunakan dalam estimasi stok ikan di perairan
tropis. Model Schaefer dapat diterapkan apabila tersedia data hasil tangkapan total
(berdasarkaan spesies) dan CPUE (Catch Per Unit Effort) per spesies serta CPUE
berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Sparre P
and SC Venema 1999).
Pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu di suatu wilayah perairan merupakan parameter populasi yang disebut produksi. Biomassa
yang diproduksi diharapkan dapat menggantikan biomassa yang hilang akibat
kematian, penangkapan maupun faktor alami. Apabila kuantitas biomassa yang diambil sama dengan yang diproduksi maka perikanan tersebut berada dalam
keadaan seimbang (equilibrium) (Azis KA 1989).
Menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam Fauzi A (2006), laju pertumbuhan populasi merupakan fungsi dari pertumbuhan biomassa (stok) yang dipengaruhi oleh ukuran kelimpahan stok (x), daya dukung alam (K) dan laju pertumbuhan intrinsik (r). Laju pertumbuhan alami stok ikan yang tidak dieksploitasi atau disebut sebagai fungsi pertumbuhan density dependent growth
dt dx
= f(x)
= ⎟
⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −
K x r
x. 1 ………...….(1)
Keterangan :
dt dx
= laju pertumbuhan biomassa (stok)
f(x) = fungsi pertumbuhan populasi biomassa (stok)
x = ukuran kelimpahan biomassa (stok)
r = laju pertumbuhan alami (intrinsik)
K = daya dukung alam (carrying capacity)
Persamaan (1) dalam literatur perikanan dikenal dengan pertumbuhan
logistik (logistic growth model) yang pertama kali dikemukakan oleh Verhulst tahun 1889. Persamaan tersebut dapat digambarkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Pertumbuhan Logistik (Schaefer MB 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)
Menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam Fauzi A (2006), kurva pertumbuhan logistik tersebut (Gambar 2) menggambarkan kondisi perikanan
yang tidak mengalami eksploitasi. Untuk mengeksploitasi suatu perairan
diperlukan berbagai sarana yang merupakan faktor masukan dan disebut sebagai
effort dalam perikanan. Effort merupakan indeks dari berbagai input seperti tenaga kerja, kapal, jaring, alat tangkap serta lain-lain yang dibutuhkan pada saat
penangkapan ikan.
f(x)
MSY
Hasil tangkapan yang diperoleh nelayan bergantung pada tingkat upaya
penangkapannya (effort). Upaya penangkapan (effort) dibedakan menjadi dua berdasarkan satuan pengukurnya, yaitu upaya penangkapan nominal dan upaya
penangkapan efektif. Upaya penangkapan nominal diukur berdasarkan jumlah
nominalnya meliputi, satuan jumlah kapal, alat tangkap atau jumlah trip yang
telah distandardisasikan, sedangkan upaya penangkapan ditentukan berdasarkan
besarnya dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penangkapan terhadap
kelimpahan stok ikan. Hubungan antara kedua upaya tersebut dapat digambarkan
melalui persamaan berikut :
h = q.E ……….…...(2) dimana q merupakan koefisien penangkapan (catchability).
Perolehan hasil tangkapan (h) ditentukan oleh ukuran kelimpahan stok (x), tingkat upaya penangkapan (E) dan koefisien penangkapan (q). Persamaan dari ketiga variabel tersebut sebagai berikut :
h = q.E.x ………..……...(3)
Kegiatan penangkapan menyebabkan terjadinya pengurangan stok
(biomassa) populasi ikan yang pada akhirnya merangsang populasi untuk meningkatkan pertumbuhan, survival atau rekruitmen. Perubahan populasi
tersebut merupakan selisih antara laju pertumbuhan biomassa dengan perolehan hasil tangkapan. Hubungan tersebut menurut Schaefer MB (1954) diacu dalam
Fauzi A (2006), dapat digambarkan sebagai berikut :
dt
Pengaruh introduksi penangkapan ikan terhadap fungsi pertumbuhan biologi
stok ikan dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut terlihat beberapa hal
yang menyangkut dampak dari aktivitas penangkapan terhadap stok. Pertama,
pada saat tingkat upaya sebesar E1 diberlakukan, maka akan diperoleh jumlah
tangkapan sebesar h1 (garis vertikal). Jika upaya penangkapan dinaikkan sebesar
E2, dimana E2 > E1, maka hasil tangkapan akan meningkat sebesar h2 (h2 > h1).
bahwa untuk tingkat upaya dimana E3 > E2 ternyata tidak menghasilkan
tangkapan yang lebih besar (h3 < h2). Dari Gambar 3 tersebut dapat disimpulkan
bahwa tingkat eksploitasi tersebut tidak efisien secara ekonomi karena tingkat
produksi yang lebih sedikit harus dilakukan dengan tingkat upaya yang lebih
besar.
Gambar 3. Pengaruh Tangkapan terhadap Stok (biomass) (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)
Pada saat populasi berada pada kondisi seimbang jangka panjang maka
besarnya perubahan stok (biomassa) sama dengan nol (dx/dt = 0), maka persamaannya :
dt dx
= f(x) - h
h = f(x) ……….... (5)
Berdasarkan persamaan (1) dan (3), maka dapat dinyatakan sebagai berikut :
q.E.x ⎟
Apabila persamaan (7) disubstitusikan ke persamaan (3), maka akan
diperoleh persamaan yang menggambarkan fungsi produksi lestari perikanan
h = q.K.E- ⎟⎟
⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛
r k q2.
. E2 ...………....…....(8)
Persamaan (8) merupakan persamaan kuadratik dan dapat digambarkan pada
Gambar 4.
Gambar 4. Kurva Produksi Lestari Upaya (Yield Effort Curve) (Schaefer MB 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)
Dari Gambar 4 tersebut dapat dilihat apabila tidak ada aktivitas
penangkapan (E = 0), maka hasil tangkapan juga nol. Effort akan mencapai titik maksimum pada EMSY yang berhubungan dengan tangkapan maksimum lestari (hMSY). Karena sifat dari kurva produksi lestari upaya berbentuk kuadratik, maka peningkatan effort yang terus-menerus setelah melewati titik maksimum tidak akan menyebabkan peningkatan produksi lestari. Produk akan turun kembali,
bahkan mencapai nol, pada titik effort maksimum (Emax) (Schaefer MB 1954
diacu dalam Fauzi A 2006).
Menurut Gulland JA (1983), asumsi yang digunakan dalam model surplus
produksi adalah
(1) Kelimpahan populasi merupakan faktor yang hanya menyebabkan
perbedaan dalam laju pertumbuhan populasi alami.
(2) Seluruh parameter populasi yang pokok dapat dikombinasikan untuk
menghasilkan fungsi sederhana yang ada hubungannya dengan laju
pertumbuhan stok.
(3) Laju mortalitas penangkapan seketika sama dengan upaya penangkapan.
h(E)
hMSY
(4) Hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE) sepadan dengan ukuran stok ikan.
(5) Lama antara pemijahan dan rekruitmen tidak berpengaruh terhadap
populasi.
(6) Ada hubungan antar hasil tangkapan dengan upaya penangkapan.
Dengan membagi kedua sisi dari fungsi produksi lestari dengan effort (E), maka akan diperoleh persamaan berikut :
E
sehingga akan diperoleh persamaan berikut :
EMSY =
Menurut Fauzi A (2006), model fungsi produksi lestari dari Schaefer
memiliki kelemahan secara metodologi dan analisis, karena parameter r, q dan K
tersembunyi dalam nilai a dan b. Oleh karena itu model Gordon-Schaefer perlu dilakukan modifikasi dengan menggunakan teknik estimasi parameter biologi (r, q
dan K) yang dikembangkan oleh Clark, Yoshimoto dan Pooley atau sering dikenal dengan sebutan metode CYP. Parameter biologi (r, q dan K) tersebut diperoleh dengan meregresikan persamaan berikut :
Dengan meregresikan hasil tangkapan per unit effort (CPUE) yang disimbolkan dengan U pada periode t+1, dan U pada periode t serta penjumlahan effort pada periode t dan t+1 akan diperoleh koefisien r, q dan K secara terpisah.
2.5 Model Bio-ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan
Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya
perikanan, dan belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan
dan tingkat pengusahaan maksimum bagi masyarakat. Teori ekonomi perikanan
yang didasarkan atas sifat dasar biologis populasi ikan ditujukan untuk memahami
perilaku ekonomi dari industri penangkapan ikan. Pendekatan yang memadukan
kekuatan ekonomi yang mempengaruhi industri penangkapan dan faktor biologi
yang menentukan produksi dan suplai ikan disebut sebagai pendekatan
bioekonomi (Clark CW 1985).
Pendekatan bioekonomi model statik pertama kali dikenalkan oleh Gordon
pada tahun 1954 dengan dasar fungsi produksi biologis Schaefer, sehingga disebut
model Gordon-Schaefer. Model ini disusun dari model fungsi produksi Schaefer,
biaya penangkapan dan harga ikan. Asumsi yang mendasari pengembangan model
Gordon-Schaefer (Fauzi A 2006) antara lain :
(1) Harga persatuan out put (Rp per kg) diasumsikan konstan atau kurva
permintaan elastis sempurna;
(2) Biaya penangkapan per satuan upaya penangkapan dianggap konstan;
(3) Spesies sumberdaya ikan dianggap tunggal (single spesies); (3) Struktur pasar bersifat kompetitif; dan
(4) Hanya faktor penangkapan langsung yang diperhitungkan (tidak memasukkan
faktor pasca panen dan lain sebagainya).
Dengan menggunakan asumsi di atas, maka penerimaan total yang diterima
oleh nelayan adalah :
Keterangan :
TR = penerimaan total
p = harga rata-rata ikan layur
h = hasil tangkapan
Biaya total upaya penangkapan dinyatakan dengan persamaan :
TC = c.E ………..…………..…..(14) Keterangan :
TC = total biaya penangkapan ikan persatuan upaya
c = biaya penangkapan ikan persatuan upaya
E = upaya penangkapan
Maka keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut adalah :
π = TR – TC
π = keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya
Sumberdaya perikanan umumnya bersifat akses terbuka (open acces), sehingga siapa saja dapat berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya
perikanan tersebut. Dalam kondisi perikanan bebas tangkap tersebut, terdapat
kebebasan bagi nelayan untuk turut serta menangkap ikan sehingga terjadi
kecenderungan pada nelayan untuk menangkap ikan sebanyak mungkin sebelum
didahului oleh nelayan yang lain (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006). Titik keseimbangan suatu perikanan dalam kondisi open acces akan di capai pada tingkat effort EOA, dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC) sehingga keuntungan yang diperoleh dari usaha penangkapan ikan sama dengan nol (π = 0). Pelaku perikanan hanya menerima biaya opportunitas dan rente ekonomi sumberdaya atau profit tidak ada. Tingkat effort pada posisi ini adalah tingkat effort keseimbangan yang oleh Gordon disebut sebagai “bioeconomic equilibrium of open acces fishery” atau keseimbangan bionomik dalam kondisi akses terbuka (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).
Keseimbangan bioekonomi merupakan kondisi dimana pada setiap effort
perikanan (nelayan) akan lebih banyak tertarik (entry) untuk melakukan penangkapan ikan. Sebaliknya pada kondisi effort diatas EOA, biaya total akan melebihi penerimaan total sehingga banyak pelaku perikanan yang akan keluar
(exit) dari usaha penangkapan ikan. Dengan demikian, hanya pada tingkat effort EOA keseimbangan akan tercapai sehingga proses entry dan exit tidak akan terjadi. Dengan kata lain, keseimbangan open acces akan terjadi jika seluruh rente ekonomi telah terkuras habis (drive to zero), sehingga tidak ada lagi insentif untuk
entry maupun exit, serta tidak ada perubahan pada tingkat upaya yang sudah ada (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).
Gambar 5. Kurva Perikanan Bebas Tangkap (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)
Menurut Fauzi A (2006), cara lain untuk melihat keseimbangan bioekonomi
open acces adalah dari sisi penerimaan rata-rata, penerimaan marginal dan biaya marginal. Hal ini dapat diturunkan dari persamaan penerimaan total dan biaya
total. Dengan menggunakan fungsi permintaan yang linear, dimana harga tidak
lagi konstan tetapi linear terhadap hasil tangkapan p(h) maka kurva penerimaan rata-rata dapat diturunkan dari kurva penerimaan total dibagi dengan hasil
tangkapan (h). TR = p(h).h
AR =
h h h p( ).
= p(h) ………(16)
Cost, Revenue
MEY B MSY TC = c.E
πmax
C
TR = p.h
Kurva penerimaan marginal diperoleh dengan menurunkan penerimaan total
Kurva biaya marginal merupakan turunan pertama (kemiringan/slope) dari biaya
total yang merupakan konstanta.
E
Gambar 6. Kurva Keseimbangan Bioekonomi dari sisi Penerimaan Rata-Rata (Gordon 1954 diacu dalam Fauzi A 2006)
Keuntungan lestari diperoleh secara maksimum (sustainable profit) pada tingkat upaya EMEY karena memiliki jarak vertikal terbesar antara penerimaan dan biaya (garis BC). Hal ini disebut sebagai produksi yang maksimum secara
ekonomi atau maximum economic yield (MEY). Produksi yang maksimum secara ekonomi merupakan tingkat upaya penangkapan yang optimal secara sosial
(social optimum). Jika dibandingkan antara tingkat upaya pada saat keseimbangan
open acces dengan tingkat upaya optimal secara sosial, maka akan terlihat bahwa pada kondisi open acces tingkat upaya yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari pada yang semestinya untuk mencapai keuntungan optimal yang lestari.
Dari sudut pandang ilmu ekonomi, keseimbangan open acces menjadikan timbulnya alokasi yang tidak tepat (misalocation) dari sumberdaya, karena
Revenue/Cost
MR AR
C = MC = AC
kelebihan sumberdaya yang dibutuhkan seperti, modal dan tenaga kerja dapat
dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya. Ini merupakan inti dari prediksi
Gordon bahwa pada kondisi open acces akan menimbulkan kondisi economic overfishing (Gordon HS 1954 diacu dalam Fauzi A 2006).
Tingkat upaya yang dibutuhkan untuk mencapai titik optimal secara sosial
jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk mencapai titik MSY (EMSY). Tingkat upaya EMEY terlihat lebih bersahabat (conservative minded) dibandingkan dengan tingkat upaya EMSY (Hannesson R 1993 diacu dalam Fauzi A 2006).
2.6 Model Pengelolaan Optimal Dinamik
Model optimal dinamik merupakan model pengelolaan sumberdaya ikan
yang digunakan untuk memahami aspek ekonomi sumberdaya secara menyeluruh
dengan memperhitungkan faktor waktu. Menurut Clark dan Munro (1975) diacu
dalam Fauzi A (2006), dalam pendekatan kapital, sumberdaya ikan dianggap
sebagai stok kapital dengan fitur tambahan bahwa stok ikan dapat tumbuh melalui
proses reproduksi alamiah. Dalam model dinamik, stok ikan dianggap memiliki
dua manfaat, yaitu manfaat masa sekarang (current revenue) dan manfaat masa mendatang yang dianggap sebagai investasi.
Model pengelolaan optimal dinamik digunakan untuk menentukan cara
memanfaatkan ikan sebaik mungkin dengan tetap memperhatikan aspek
intertemporal. Aspek ini dijembatani dengan adanya penggunaan dicount rate. Pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal dalam konteks dinamik diartikan
sebagai perhitungan tingkat upaya dan panen yang optimal yang menghasilkan
discount peresent value (DPV) surplus sosial yang paling maksimum. Surplus sosial ini diwakili oleh rente ekonomi dari sumberdaya (resource rent) (Fauzi A 2006).
Dalam model dinamik, sumberdaya ikan diasumsikan dikelola secara privat
(pemerintah mau pun komunal atau individual) yang bertujuan untuk
2.7 Laju Degradasi
Laju degradasi digunakan untuk menentukan langkah-langkah lebih jauh
tentang pengelolaan, dalam bentuk pengurangan laju ekstraksi atau penutupan
berbagai kegiatan ekstraksi sumberdaya alam tersebut. Informasi mengenai laju
degradasi sumberdaya alam dapat dijadikan titik referensi (reference point) maupun early warning signal untuk mengetahui apakah ekstraksi sumberdaya alam sudah melampaui kemampuan daya dukungnya (Fauzi A dan S Anna 2005).
Degradasi merupakan penurunan kualitas mau pun kuantitas dari suatu
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Kemampuan alami sumberdaya alam
untuk dapat beregenerasi sesuai kapasitas produksinya yang telah berkurang
(Fauzi A dan S Anna 2005).
2.8 Analisis Finansial
Pada hakikatnya studi kelayakan merupakan suatu metode penjajakan dari
suatu gagasan usaha tentang kemungkinan layak atau tidaknya gagasan usaha
tersebut dilaksanakan. Dalam membuat studi kelayakan (feasibility study) salah satu aspek yang harus diperhatikan untuk dapat menetapkan layak tidaknya suatu
gagasan usaha adalah aspek teknik. Aspek teknik meliputi faktor-faktor produksi
langsung yang pada umumnya berwujud fisik yaitu teknologi, tenaga kerja, bahan
baku, sarana dan faktor alam (Kadariah, L Karlina dan C Gray 1999).
Kelayakan suatu usaha perlu diuji dengan menggunakan analisis finansial.
Analisis finansial digunakan untuk menentukan kelayakan usaha dilihat dari sudut
pandang badan atau orang yang menanamkan modalnya atau yang berkepentingan
langsung pada suatu kegiatan usaha. Menurut Kadariah et al. (1999), analisis finansial dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :
1) Analisis usaha
Menurut Hernanto F (1989), analisis usaha dimaksudkan untuk mengetahui
kekuatan pengelolaan secara menyeluruh dalam mengelola kekayaan perusahaan.
Analisis usaha yang dilakukan antara lain, analisis pendapatan usaha, analisis
2) Analisis kriteria investasi
Dalam rangka mencari suatu gagasan menyeluruh tentang baik tidaknya
suatu usaha telah dikembangkan berbagai indeks, yang disebut Investment Criteria. Analisis kriteria investasi meliputi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate of Return (IRR). Kegiatan usaha dikatakan layak untuk dikembangkan apabila dalam perhitungannya diperoleh NPV > 0, IRR
> discount rate dan Net B/C > 1 (Kadariah et al. 1999).
Setiap indeks tersebut menggunakan present value yang telah di-discount
dari arus benefit dan biaya selama umur suatu usaha. Pada hakikatnya semua
kriteria tersebut mengukur hubungan antara manfaat dan biaya dari suatu usaha.
Setiap kriteria mempunyai kelemahan dan kelebihan, sehingga dalam menilai
kelayakan suatu usaha sering digunakan lebih dari satu kriteria (Kadariah et al. 1999).
2.9 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas merupakan suatu teknik untuk menguji secara
matematis apa yang akan terjadi pada penerimaan suatu usaha apabila terjadi
kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan.
Analisis sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur atau dengan
mengkombinasikan beberapa unsur kemudian menentukan pengaruh dari
perubahan unsur tersebut pada hasil analisis (Kadariah et al. 1999).
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan
hasil analisis usaha jika ada sesuatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar
perhitungan biaya atau benefit. Analisis sensitivitas membantu dalam menentukan unsur yang sangat menentukan hasil dari suatu usaha dan juga membantu
pengelola usaha dengan menunjukkan bagian-bagian yang peka dan memerlukan
pengawasan yang lebih ketat untuk menjamin hasil yang diharapkan akan
menguntungkan perekonomian (Kadariah et al. 1999).
Dalam analisis sensitivitas semua kemungkinan harus dicoba, maksudnya
setiap kali harus diadakan analisis proyek. Hal ini dilakukan karena analisis
proyek didasarkan pada proyek-proyek yang mengandung banyak ketidakpastian
Analisis sensitivitas merupakan satu cara untuk menarik perhatian kepada
masalah utama dari analisa proyek, yaitu proyeksi selalu menghadapi
ketidaktentuan yang dapat terjadi pada keadaan yang telah diramalkan atau
3
KERANGKA PENDEKATAN STUDI
Pengkajian mengenai pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan layur,
diperlukan data yang dapat menunjang penyelesaian kajian tersebut. Data tersebut
diperoleh melalui penelitian lapang di Palabuhanratu dengan cara melakukan
wawancara dengan nelayan setempat, pengamatan secara langsung pada saat
pengoperasian pancing layur dan melakukan penelusuran data di Badan Pusat
Statistik Kabupaten Sukabumi, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dan
Balai Pusat Statistik PPN Palabuhanratu.
Data yang diperoleh terbagi menjadi dua, yaitu data primer (data yang
diperoleh melalui pengamatan langsung, dalam hal ini diperoleh melalui
wawancara/kuesioner) dan data sekunder (data yang diperoleh melalui Badan
Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat
dan Balai Pusat Statistik PPN Palabuhanratu, berupa data time series). Dari data primer diperoleh parameter biaya penangkapan (c), harga hasil tangkapan (p) dan
discount rate (δ). Data primer dan sekunder yang telah terkumpul kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan meliputi analisis teknik, analisis
bio-ekonomi dan analisis finansial.
Pengusahaan penangkapan ikan layur di Palabuhanratu semakin meningkat,
hal ini ditandai dengan tingkat produksinya yang mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Apabila hal tersebut berlangsung secara terus menerus akan
menyebabkan terkurasnya sumberdaya hayati laut. Hal ini disebabkan karena laju
pertumbuhan alami sumberdaya hayati laut tidak sejalan dengan laju peningkatan
upaya penangkapan. Untuk mengkaji hal tersebut maka digunakanlah analisis
bio-teknik.
Analisis bio-teknik digunakan untuk mengetahui kondisi potensi
sumberdaya ikan layur, kondisi optimum dari tingkat upaya penangkapan ikan
layur serta untuk mengetahui apakah pengoperasian unit penangkapan pancing
ulur efektif dan efisien. Dari hasil analisis bio-teknik akan diperoleh parameter r,
Penetapan tingkat upaya pemanfaatan maksimum lestari ikan layur secara
ekonomi, dilakukan dengan menggunakan analisis bio-ekonomi. Pendekatan ini
dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan. Parameter ekonomi yang
mempengaruhi analisis bio-ekonomi adalah biaya penangkapan (c) dan harga hasil tangkapan (p).
Analisis finansial dimaksudkan untuk menentukan kelayakan usaha atau
kemungkinan pengembangan usaha unit penangkapan pancing layur. Analisis
finansial dilakukan melalui analisis usaha dan analisis kriteria investasi. Analisis
usaha yang dilakukan meliputi analisis pendapatan usaha, analisis imbangan
penerimaan dan biaya (revenue-cost ratio), payback period dan analisis tingkat pengembalian investasi (return of investment analysis). Analisis kriteria investasi yang dilakukan meliputi net present value (NPV), net benefit cost ratio (Net B/C) dan internal rate of return (IRR). Dalam analisis usaha, kegiatan usaha dikatakan layak apabila TR > TC, R/C > 1 dan dalam kriteria investasi usaha dikatakan layak apabila NPV > 0, Net B/C ≥ 1 dan IRR ≥discount rate. Melalui analisis finansial maka akan diperoleh bagaimana pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan layur yang sebaiknya diterapkan di Perairan Palabuhanratu, sehingga
keberlanjutan usaha penangkapan ikan layur tersebut dapat terjaga. Diagram alir
kerangka pendekatan studi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan layur,
Parameter p, c, δ
Gambar 7. Diagram Alir Penelitian Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layur di Palabuhanratu
Start
Penelitian lapangan : - Wawancara
responden - Penelusuran
data
Data sekunder
Data primer
Sifat data
Kumpulan data hasil penelitian
Analisis bio-teknik
Keragaan perikanan di Palabuhanratu
Parameter r, K, q
Analisis bio-ekonomi dan
finansial
Pola pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan layur
4 METODOLOGI
4.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada Bulan Juli sampai dengan Bulan Oktober 2007
dan bertempat di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Kabupaten
Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.
4.2 Bahan dan Alat Penelitian
Objek penelitian yang digunakan adalah unit penangkapan ikan layur di
Perairan Palabuhanratu, dan bahan yang digunakan adalah umpan untuk operasi
penangkapan ikan layur dengan menggunakan rawai.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1) Timbangan untuk mengukur berat ikan layur dengan ketelitian 50 gram;
2) Alat pengukur panjang atau mistar dengan ketelitian 1 mm;
3) Kuesioner; dan
4) Kamera digital.
4.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan jenis metode survei. Menurut Nazir M (1988), metode penelitian survei
digunakan untuk memperoleh faktor dari gejala-gejala yang ada dan mencari
keterangan secara aktual, baik tentang institusi politik, sosial atau ekonomi dari
suatu kelompok atau daerah.
Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-masalah
dan mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktek-praktek yang sedang
berlangsung. Survei digunakan untuk mengukur gejala-gejala yang ada tanpa
menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada, sehingga tidak perlu
memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel karena hanya menggunakan
data yang ada untuk pemecahan masalah daripada menguji hipotesis (Umar H
4.4 Sumber Data
Data yang akan dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan melalui pengamatan
mengenai unit penangkapan ikan layur, mengikuti kegiatan operasi penangkapan
ikan layur dan melakukan wawancara terhadap nelayan berdasarkan kuesioner.
Data sekunder yang dikumpulkan adalah data berkala (time series) hasil tangkapan, upaya penangkapan, harga rata-rata ikan layur, Indeks Harga
Konsumen Kota Tasikmalaya dan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten
Sukabumi selama periode 2000-2006. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Kabupaten Sukabumi, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dan
Balai Pusat Statistik PPN Palabuhanratu.
Data primer yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini antara lain:
1) Aspek Teknik
Aspek teknik berhubungan dengan desain dan metode pengoperasian unit
penangkapan pancing layur, antara lain terdiri atas:
(1) Ukuran dan jumlah unit penangkapan pancing layur;
(2) Konstruksi dan metode pengoperasian unit penangkapan pancing layur;
(3) Lokasi pengoperasian unit penangkapan pancing layur;
(4) Musim penangkapan ikan layur;
(5) Komposisi hasil tangkapan; dan
(6) Hasil tangkapan per trip, per bulan dan per tahun.
2) Aspek Biologi
Aspek biologi yang diteliti meliputi:
(1) Ukuran panjang total ikan layur yang tertangkap.
3) Aspek Ekonomi
Aspek ekonomi yang diteliti meliputi:
(1) Harga jual ikan layur per kilogram oleh nelayan;
(2) Investasi unit penangkapan pancing layur;
(3) Biaya operasional; dan