• Tidak ada hasil yang ditemukan

S IND 1103165 Chapter5

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "S IND 1103165 Chapter5"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMNDASI

Terdapat pemaparan dua subbab dalam bab ini, yaitu subbab simpulan dan

subbab implikasi dan rekomendasi. Pada subbab pertama, yaitu subbab simpulan

terdapat pemaparan mengenai simpulan dari analisis dan pembahasan MAD. pada subbab selanjutnya, yaitu subbab implikasi dan rekomendasi. Dalam subbab

tersebut terdapat pemaparan, mengenai saran untuk penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan asihan khususnya mantra asihan diri (MAD). Berikut ini adalah pemaparan dari dua subbab tersebut.

A. SIMPULAN

Penelitian ini memaparkan hal-hal yang berkaitan dengan mantra asihan diri (MAD). Pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini meliputi analisis struktur teks MAD, proses penciptaan MAD, konteks penuturan MAD, fungsi dan makna yang terkandung dalam teks MAD. Penelitian ini bertujuan untuk membuka dan membedah secermat mungkin setiap hal yang berkaitan dengan

MAD. Maka dari itu dalam penelitian ini tidak hanya menganalisis dari segi teks saja, melainkan mencakup semua hal yang berkaitan dengan teks MAD. Objek

penelitian ini adalah MAD yang berasal dari kabupaten Sukabumi. Jumlah teks MAD uang dianalisis yaitu sebanyak tiga tuturan yang berasal dari tiga kecamatan

yang berbeda. Kecamatan-kecamatan tersebut meliputi kecamatan Nyalindung,

kecamatan Gunung Guruh, dan kecamatan Cikakak. Pembahasan mengenai hasil

analisis dari ketiga objek tersebut telah dipaparkan pada bab sebelumnya,

sehingga pemaparan yang terdapat pada subbab ini dilatarbelakangi dari hasil

temuan pada bab pembahasan tersebut. Penelitian ini berfokus pada analisis teks

dan analisis konteks dari MAD, sehingga hasil temuan dari penelitian ini memaparkan fungsi dan kedudukan MAD di tengah masyrakat Sunda.

1. Analisis Struktur

Pada analisis struktur terdapat beberapa pembahasan yang berkaitan dengan

(2)

dan analisis tema, yang menjadi dasar dalam pembahasan mengenai pandangan

masyarakat Sunda terhadap bangsa asing.

a. Formula Sintaksis

Hasil temuan pada analisis formula sintaksis menunjukan ketiga teks MAD dari kabupaten Sukabumi terdapat beberapa fungsi, kategori, dan peran.

Fungsi-fungsi tersebut adalah Fungsi-fungsi subjek, predikat, dan keterangan yang kehadirannya

mendominasi. Hal tersebut dikarenakan pada teks MAD terdapat diksi-diksi yang berkaitan dengan pronomina penutur dan sasaran MAD serta tokoh agung, berkaitan dengan aktivitas, dan keterangan yang mengacu pada keadaan tempat

dan menyatakan peran sebagai penerima. Dalam teks MAD data 1 (kecamatan Nyalindung) diksi atau frasa yang digunakan sebagai pronomina yaitu diksi aing dan kuring, sehingga kehadiran dari diksi ini mengindikasikan kehadiran peran penutur dalam teks MAD. Selanjutnya yaitu fungsi pronomina yang menjelaskan sasaran yaitu pada diksi anjeun, hal tersebut menunjukan sasaran dari penggunaan MAD disertai ke dalam teks yang bertujuan untuk penggunaan MAD langsung mengenai pada sasaran. Adapun fungsi pronomina yang merujuk pada tokoh

agung, yaitu pada diksi Adam, diksi tersebut merujuk pada tokoh agung yaitu nabi Adam. Hal tersebut menunjukan bahwa pada teks MAD terdapat kehadiran peran

tokoh agung di dalam teks. Pada teks MAD data 2 (kecamatan Gunung Guruh) diksi atau frasa yang digunakan sebagai pronomina yaitu diksi kuring, sehingga kehadiran dari diksi ini mengindikasikan kehadiran peran penutur dalam teks

MAD. Selanjutnya yaitu fungsi pronomina yang menjelaskan sasaran yaitu pada frasa si Walanda, si Cina, si juragan bangsa asing, dan diksi anjeun, hal tersebut menunjukan sasaran dari penggunaan MAD disertai ke dalam teks yang bertujuan untuk penggunaan MAD langsung mengenai pada sasaran. Adapun fungsi pronomina yang merujuk pada tokoh agung, yaitu pada diksi ka-Muhammadan, diksi tersebut merujuk pada tokoh agung yaitu nabi Muhammad. Hal tersebut

(3)

fungsi pronomina yang menjelaskan sasaran yaitu pada frasa manusa bangsa asing, hal tersebut menunjukan sasaran dari penggunaan MAD disertai ke dalam teks yang bertujuan untuk penggunaan MAD langsung mengenai pada sasaran. Adapun fungsi pronomina yang merujuk pada tokoh agung, yaitu pada diksi

Muhammad, diksi tersebut merujuk pada tokoh agung yaitu nabi Muhammad. Hal tersebut menunjukan bahwa pada teks MAD terdapat kehadiran peran tokoh agung di dalam teks. Kehadiran fungsi subjek pada ketiga teks MAD menunjukan asihan ini mengandung unsur-unsur (diksi dan frasa) yang merepresentasikan pelaku,

sasaran, dan tokoh agung.

Pada data pertama terdapat aktivitas yang berkaitan dengan pandangan

masyarakat Sunda terhadap orang bangsa asing yang mengharapkan terwujudnya

kerukunan hidup di antara keduanya yaitu terkandung dalam kalimat rasa aing rasa anjeun, mangka welas mangka asih, sing asih ka badan awaking, dan rék nyiptakeun sakahayang aing sakabéh. Kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai akivitas yang berhubungan dengan harapan penutur untuk mewujudkan kerukunan

hidup dengan dasar atas rasa kasih sayang yang dimiliki penutur dan orang bangsa

asing, sehingga menjadi sistem proyeksi atau pandangan masyarakat pengguna

MAD (penutur, masyarakat Sunda) terhadap bangsa asing. Pada data kedua terdapat aktivitas yang berkaitan dengan pandangan masyarakat Sunda terhadap

orang bangsa asing yang mengharapkan terwujudnya kerukunan hidup di antara

keduanya yaitu terkandung dalam kalimat si Walanda, si Cina, si juragan bangsa asing, sing dimunculkeun, mangka welas mangka asih, asih ka diri kuring, dan nya aing nu nyaho asal anjeun. Kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai akivitas yang berhubungan dengan harapan penutur untuk mewujudkan kerukunan hidup

dengan dasar atas rasa kasih sayang yang dimiliki penutur dan orang bangsa

asing, sehingga menjadi sistem proyeksi atau pandangan masyarakat pengguna

MAD (penutur, masyarakat Sunda) terhadap bangsa asing. Pada data ketiga terdapat aktivitas yang berkaitan dengan pandangan masyarakat Sunda terhadap

orang bangsa asing yang mengharapkan terwujudnya kerukunan hidup di antara

(4)

Kalimat-kalimat tersebut dapat dimaknai akivitas yang berhubungan dengan

harapan penutur untuk mewujudkan kerukunan hidup dengan dasar atas rasa kasih

sayang yang dimiliki penutur dan orang bangsa asing, sehingga menjadi sistem

proyeksi atau pandangan masyarakat pengguna MAD (penutur, masyarakat Sunda) terhadap bangsa asing. Berdasarkan ketiga teks MAD, fungsi predikat begitu dominan. Kehadiran fungsi predikat pada ketiga teks MAD menunjukan aktivitas yang berkaitan dengan tujuan penggunaan MAD yaitu mempengaruhi sukma atau jiwa orang bangsa asing agar dapat muncul atau memiliki rasa kasih

sayang ke pada penutur, sehingga dapat terwujud kehidupan yang rukun antara

penutur (masyarakat sunda) dengan orang bangsa asing. Hal tersebut adalah

mengimplementasikan harapan dan permohonan penutur yang terkandung dalam

teks MAD.

Jumlah larik dan kalimat pada teks MAD data 1, 2, dan 3, memiliki perbedaan. Jumlah larik pada teks MAD data 1 yaitu berjumlah 13 larik, dan dari 13 larik tersebut membentuk 7 kalimat dengan gagasan yang utuh. Jumlah larik

pada teks MAD data 2 yaitu berjumlah 9 larik, dan dari 9 larik tersebut

membentuk 4 kalimat dengan gagasan yang utuh. Jumlah larik pada teks MAD data 3 yaitu berjumlah 12 larik, dan dari 12 larik tersebut membentuk 7 kalimat

dengan gagasan yang utuh. Berdasarkan hasil analisis sintaksi pada ketiga teks

MAD, ditemukan pola-pola tertentu, yaitu terdapatnya pelesapan fungsi subjek.

Hal tersebut dikarenakan fungsi subjek tidak hanya mengacu pada teks, namun

terkait dengan konteks (fungsi subjek berhubungan dangan pelaku, tidak hanya

penutur). Hal tersebut berhubungan dengan konsep dasar dari penggunaan MAD, karena penutur dalam MAD tidak selalu menjadi pelaku, melainkan Allah Swt. yang memiliki kehendak dalam penggunaan MAD. Maka dengan demikian, MAD termasuk dalam konsep berdoa dalam kehidupan manusia.

b. Formula Bunyi

(5)

dikarenakan adanya pengaruh dari efek bunyi yang dominan pada ketiga teks

tersebut yang menimbulkan efek ritmis pada bunyi akhiran di setiap kata dalam

teks MAD. Adapun orkestrasi yang muncul dari kombinasai asonansi dan aliterasi ketiga teks MAD, yaitu orkestrasi bunyi efoni dan kakofoni. Berdasarkan dominasi dari setiap teks MAD, orkestrasi bunyi kakofoni yang mendominasi dengan menimbulkan efek bunyi yang lirih serta menunjukan kehikmatan dalam

penuturannya. Efek bunyi efoni dalam setiap teks MAD menimbulkan kesan bunyi yang merdu, hal tersebut yang membantu dalam peroses penghafalan, proses

penciptaan, dan perwarisan MAD. Kedua orkestrasi bunyi yang muncul dalam ketiga teks MAD adalah penggambaran-pengambaran suasana hati dan perasaan penutur pada saat penuturan. Penggamabaran tersebut berhubungan erat dengan

suasana permohonan penutur yang terasa hikmat disetiap larik pada teks MAD.

c. Formula Irama

Hasil temuan dari analisis formula irama pada ketiga teks MAD menunjukan bahwa dalam teks asihan khususnya MAD termasuk ke dalam tuturan yang berirama ritme. Hal tersebut dikarenakan pola irama pada MAD tidak terikat dengan pola tertentu, melainkan bersifat arbitrer. Irama yang terdapat pada teks

MAD tidak merupakan irama metrum yang memiliki pola-pola irama yang teratur,

seperti irama yang terdapat pada pupuh. Dengan kata lain, irama yang terdapt

pada MAD berbeda dengan irama yang terdapat pada pupuh. Irama yang terdapat pada pupuh terikat dengan tuturan yang dilanggamkan serta memiliki pola irama

yang teratur. Sedangkan irama pada MAD dalam penuturan tidak terikat dengan langgam. Berdasarkan pemaparan analisis formula irama teks MAD pada pembahasan sebelumnya, menunjukan bahwa teks MAD memiliki pola irama yang khas. Pola irama tersebut berdasarkan pada kombinasi bunyi yang

dihasilkan. Pada ketiga teks MAD, pola irama didominasi dengan irama yang bernada pendek. Hal tersebut berkaitan dengan konteks penuturan yang

berhubungan dengan keefektifan waktu dalam penuturan. Karena dalam konteks

MAD, penuturan MAD bertujuan untuk mempengaruhi sukma orang bangsa asing yang membutuhkan waktu yang sesingkat-sikatnya, serta berkitan dengan media

(6)

d. Gaya Bahasa

Berdasarkan pembahasan analisis gaya bahasa setiap teks MAD, terdapat hasil temuan yang menunjukan gaya bahasa pada ketiga teks tersebut adanya gaya

bahasa yang mendominasi, yaitu gaya bahasa sinekdoke baik pars pro toto maupun totum pro parte. Gaya bahasa tersebut merupakan bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian kecil untuk menyatakan makna keseluruhan dan

bagian kecil dinyatakan oleh makna keseluruhan. Gaya bahasa tersebut terdapat

pada teks MAD data 1 yaitu pada larik Gedur-gedur bintang timur (larik 1), Rasa aing rasa anjeun (larik 5), Sing asih ka diri kuring (larik 9), ieu aing ti kahiangan (larik 10), dan Rék nyiptakeun sakahayang aing sakabéh (larik 10). Gaya bahasa sinekdoke pada larik-larik tersebut berkaitan dengan makna media penyampaian

harapan dan penerima dari harapan tersebut. Harapan tersebut yaitu sukma atau

jiwa orang bangsa asing dapat dipengaruhi, sehingga dapat memiliki rasa atai sifat

kasih sayang ke pada penutur. Pada teks MAD data 2 yaitu pada larik Si Walanda, si cina, si juragan asing (larik 1) dan Asal anjeun ti kuring (larik 7). Gaya bahasa sinekdoke pada larik-larik tersebut berkaitan dengan sasaran MAD yaitu orang

bangsa asing. Sedangkan pada teks MAD data 3 yaitu pada larik Asih manik papada manik (larik 1), Asih rasa papada rasa (larik 2), Pangematkeun atina manusa bangsa asing sakabéh (larik 7), dan Ka badan awaking (larik 8). Gaya

bahasa sinekdoke pada larik-larik tersebut berkaitan dengan aktivitas yang

menyatakan makna harapan dan permohonan penutur. Berdasarkan fungsinya,

kehadiran gaya bahasa pada teks MAD yaitu memberi sugesti terhadap penutur MAD. Hal tersebut selaras dengan konteks penuturan MAD, yang mengutamakan keyakinan penutur akan harapan dan permohonan dalam menggunakan MAD. Pada dasarnya, MAD merupakan aktivitas yang berhubungan dengan doa yang membutukan keyakinan dan kepercayaan untuk dapat mewujudkan harapan dan

permohonan dalam penggunaan MAD. Sugesti-sugesti yang muncul dari adanya gaya bahasa pada teks MAD, membantu penutur untuk mewujudkan maksud dan tujuan penggunaan MAD.

(7)

Hasil temuan pada analisis diksi dari setiap teks MAD menunjukan penggunaan diksi pada ketiga teks MAD mengunakan bahasa Sunda dengan tingkatan yakni bahasa Sunda halus (lemes), sedang, dan kasar. Hal tersebut terlihat dalam penggunaan pronomina pada teks MAD, seperti pada teks MAD data 1 yaitu diksi Aing. Diksi aing mengalami beberapa kali pengulangan yang bermaksud untuk menjadi penegas bahwa penutur adalah seseorang yang

memiliki maksud (harapan dan permohonan) dalam MAD. Diksi Aing termasuk dalam bahasa Sunda kasar. Diksi anjeun merupakan pronomina yang merujuk pada sasasaran MAD, diksi tersebut termasuk ke dalam bahasa Sunda dengan tingkatan halus atau lemes. Sedangkan pada teks MAD data 2 terdapat diksi kuring merupakan pronomina dari diri penutur yang merupakan bahasa sunda halus

(lemes) dan diksi awaking merupakan pronomina dari diri penutur yaitu sebuah singkatan dari awak aing yang berarti sebuah pernyataan tentang kepemilikan

yaitu ‘diri atau badan saya’ (penutur) dan termasuk ke dalam tingkatan bahasa

sunda kasar. Serta diksi anjeun merupakan pronomina yang merujuk pada sasasaran MAD, diksi tersebut termasuk ke dalam bahasa Sunda dengan tingkatan

halus atau lemes. Pada teks MAD data 3, sama halnya dengan data 1 terdapat penggunaan diksi aing yang merupakan pronomina dari diri penutur dengan tingkatan bahasa Sunda kasar. Penggunaan bahasa kasar pada diksi yang

menunjukan pronomina dari penutur berfungsi sebagai penegas yang berhubungan

dengan harga diri dalam ketiga teks MAD.

Adapun penggunaan diksi yang terdapat pengaruh dari bahasa Indonesia

seperti diksi bintang dan timur pada teks MAD data 1. Pada teks MAD data 2 terdapat penggunaan bahasa Sunda yang mempengaruhi ke dalam bahasa

Indonesia dengan tingkatan sedang yaitu pada diksi bangsa, badan, dan asal. Diksi-diksi tersebut termasuk bahasa Indonesia termasuk ke dalam kata serapan

dari bahasa Sunda yang bertingkatan sedang. Sedangkan pada teks MAD data 3 penggunaan bahasa Sunda yang mempengaruhi ke dalam bahasa Indonesia dan

(8)

penggunaan bahasa Indonesia tersebut berpengaruh terhadap makna perasaan dan

makna harapan yang terkandung dalam teks MAD.

Adapun tingkatan dalam penggunanaan bahasa pada teks MAD data 1, 2, dan 3 yang dipengaruhi oleh bahasa serapan lainnya, yakni terdapat pada diksi

sukma dan rasa yang diulang beberapa kali dalam teks MAD menandakan diksi tersebut merupakan diksi penting. Diksi sukma dan rasa merupakan serapan dari bahasa Jawa dan termasuk dalam bahasa Sunda sedang. Dalam bahasa Jawa diksi

tersebut termasuk dalam tinggatan krama atau bahasa tinggi.

Dalam konteks MAD, diksi-diksi tersebut merupakan tujuan utama dari penggunaan MAD. Tujuan tersebut yaitu mempengaruhi sukma dan rasa orang lain agar sesuai dengan harapan dari penutur. Dalam proses pewarisan pun

berpengaruh terhadap penggunaan diksi-diksi yang sewaktu-waktu akan berubah

dengan menyesuaikan calon penutur yang baru dan situasi serta kondisinya. Hal

tersebut terlihat pada diksi yang adanya pengaruh dari bahasa Indonesia dalam

ketiga teks MAD tersebut. Artinya pada pemilihan diksi-diksi pada setiap teks MAD bersifat kondisional, namun tetap memperhatikan makna dan pengaruh yang

selaras dengan fungsi penggunaan MAD.

f. Tema

Berdasarkan analisis tema pada ketiga teks MAD, menunjukan adanya kesamaan dari ketiga teks tersebut. Kesamaan tersebut yaitu berkaitan dengan

gagasan pokok yang terkandung di dalam teks. Gagasan tersebut merupakan ide

utama atau tema yang terkandung dalam teks MAD. Tema pada teks MAD data 1,

2, dan 3 adalah ‘harapan masyarakat Sunda mendapatkan rasa kasih sayang

dari orang bangsa Asing, dengan tujuan memiliki kerukunan dalam hidup antara masyarakat Sunda dengan bangsa Asing, sebagai pandangan masyarakat Sunda terhadap orang bangsa Asing.’ Dari gagasan utama ketiga teks MAD tersebut membentuk satu tema besar MAD yaitu “Pandangan

masyarakat Sunda akan kerukunan hidup terhadap bangsa Asing”. Tema

tersebut berkaitan dengan harapan dan permohonan penutur yang terkandung

(9)

dari orang asing, sehingga dapat mewujudkan kehidupan yang rukun antara

keduanya. Pada saat analisis tema pada ketiga teks tersebut menghasilkan

isotopi-isotopi yang berbeda, namun isotopi-isotopi-isotopi-isotopi tersebut saling berhubungan sehingga

menghasilkan motif yang didominasi dengan makna harapan dan kerukunan. Hal

tersebut menunjukan teks MAD merupakan teks asihan yang merepresentasikan sistem proyeksi (pandangan) masyarakat Sunda terhadap bangsa asing.

2. Proses Penciptaan

Pada proses penciptaan terdapat dua pembahasan, yaitu proses penciptaan

dan proses pewarisan. Proses penciptaan teks MAD meliputi tiga pembagian waktu, yaitu pra penuturan, penutran, dan pasca penuturan. Ketiga pembagian

tersebut berhubungan dengan tujuan dan peralatan, serta kehadiran audiens.

Hubungan dengan peralatan yaitu digunakan pada saat penuturan dan pasca yang

berfungsi sebagai media penyampai MAD kepada sasaran. Sedangkan audiens, berhubungan dengan pembagian waktu karena kehadiran audiens karena hadirnya

audiens untuk menjelaskan maksud dan tujuan penggunaan MAD. Proses penuturan teks MAD secara monolog tanpa adanya interaksi antara penutur dan audiens atau pihak lain, karena dalam menuturkan MAD syarat akan dalam keadaan hikmat. Hal tersebut dikarenakan MAD merupakan asihan yang bersifat

personal atau pribadi.

Berdasarkan analisis ketiga teks MAD, menunjukan proses pewarisan MAD yaitu dengan secara vertikal. Proses perwarisan vertikal yaitu proses pewarisannya

yang diberikan dari orang yang lebih tua ke pada orang yang lebih muda dengan

adanya hubungan sistem kekeluargaan yang berbeda generasi. Hal tersebut

dinyatakan oleh ketiga penutur pada saat berinteraksi dengan peneliti, bahwa

mereka mendapatkan MAD dari orang tuanya (Bapak dan Aki). Proses pewarisan teks MAD dilakukan secara kelisanan, karena pada diwarisi oleh orang tuanya, mereka diajarkan untuk lebih mengandalkan indra pendengaran dan indra lainnya.

Hal tersebut dilakukan bertujuan untuk mempermudah proses penghafalan.

(10)

Berdasarkan hasil analisis ketiga teks MAD, menunjukan konteks situasi yang bersifat bebas tanpa terikan dengan waktu dan tempat. MAD dapat dituturkan dengan waktu dan tempat sesuai dengan kebutuhan penuturnya.

Adapun peralatan yang digunakan merupakan sebagai media MAD pada saat penuturan untuk mengenai seorang atau sekelompok orang yang menjadi tujuan

MAD. Media tersebut seperti rokok, permen, penyedap makanan, minuman, dan sebagainya. Media tersebut bersifat bebas, asalkan mengenai ke pada orang atau

sekelompok orang yang dituju dalam MAD. Pada saat pra penuturan terdapat aktivitas penutur melakukan pameuli untuk memenuhi persyaratan sebelum melakukan penuturan MAD. Pra penuturan meliputi aktivitas penutur memenuhi persyaratan atau pameuli MAD dan menjelaskan maksud penggunaan MAD kepada audiens. Penuturan meliputi tata cara penutur pada saat menuturkan MAD. Pasca penuturan meliputi aktivitas penutur berinteraksi dengan sasaran MAD. Teknik penuturan yang digunakan yaitu dengan cara monolog tanpa adanya dialog

antara penutur dan audiens. Adapun interaksi antara penutur dan audiens yang

bersifat dialog pada saat pra penuturan dan pasca penuturan saja, bukan pada saat

penuturan MAD. Kemudian adanya waktu penuturan MAD, yaitu pada saat berangkat berpergian atau pada saat beradaptasi dilingkungan baru. Artinya dalam

budaya masyarakat Sunda, MAD termasuk ke dalam doa untuk mengawali

kehidupan sehari-hari dalam kegiatan berpergian seperti merantau serta pada saat

beradaptasi dilingkungan baru, khususnya berinteraksi secara langsung dengan

orang yang berbangsa asing.

b. Konteks Budaya

Berdasarkan analisis pada ketiga teks MAD, menunjukan adanya kesamaan dalam konteks budaya. Pembahasan mengenai konteks budaya ini merupakan hal

yang melatarbelakangi hadirnya MAD di kabupaten Sukabumi. Hasil analisis konteks budaya menunjukan MAD dilatarbelakangi oleh beberapa aspek, yaitu aspek bahasa, sistem teknologi, mata pencaharian, sistem sosial, sistem

pengetahuan, sistem religi, dan kesenian. Bahasa yang digunakan di daerah

tempat tinggal penutur yaitu bahasa Sunda. Sistem teknologi yang digunakan dan

(11)

modern dan tradisional. Mata pencaharian yang mendominasi di daerah tempat

tinggal penutur yaitu bermatapencaharian sebagai petani dengan komoditas

utmanya yaitu padi sawah. Sistem sosial yang diterapkan di daerah tempat tinggal

penutur tidak ada kekhasan, namun hanya meliputi kepengurusan RT, RW,

Kepala Desa, dan Camat. Adapun pengurusan yang dikelola oleh pemilik

pesantren. Sistem pengetahuan yang terdapat di daerah tempat tinggal bersumber

dari sekolah-sekolah formal dan penyuluhan atau seminar yang diadakan oleh

pemerintah. Adapun terdapat pengetahuan yang bersifat tradisional, salah satunya

seperti dalam bidang pengobatan, tata-cara bertani, resep-resep makanan dan

minuman. Adapun sistem kepercayaan atau religi di daerah tempat tinggal

penutur, masyarakat sekitar cenderung bersifat animisme, karena masih percaya

pada hal-hal yang bersifat mistis, serta cenderung menggabungkan kebudayaan

dan agama. Kesenian yang terdapat di sekitar tempat tinggal penutur, masih

terdapat kesenian tradisional yang dilestarikan seperti kesenian Angklung dan

Calung, kesenian Pencak Silat, kesenian Manggul Lisung, dan kesenian Jipeng. Berdasarkan konteks budaya, ketiga kecamatan masih memegang atau

melestarikan hal-hal yang bersifat tradisional. Hal tersebut dianggap adalah

warisan leluhur yang harus dijaga dan dilestarikan.

4. Fungsi

Berdasarkan analisis fungsi pada ketiga teks MAD, menunjukan teks MAD memiliki fungsi sebagai sistem proyeksi (pandangan hidup) masyarakat Sunda

terhadap bangsa asing. Sistem proyeksi masyarakat Sunda merupakan pandangan

hidup akan angan-angan atau harapan yang dimiliki oleh masyarakat Sunda

terhadap bangsa Asing. Artinya MAD merupakan penggambaran angan-angan atau harapan masyarakat Sunda berupa ingin dicintai dan disayangi oleh bangsa

asing. Pada dasarnya MAD berfungsi untuk menarik simpati, perhatian, kepedulian orang yang berbangsa asing, sehingga mengasihi dan menyayangi

pengguna MAD. Fungsi kedua yaitu sebagai protes sosial masyarakat Sunda, fungsi tersebut menggambarkan penyaluran pendapat masyarakat terhadap

kekuasaan bangsa Asing yang menjadi pembatas kebebasan sistem sosial pada

(12)

masyarakat Sunda terhadap kekuasan orang bangsa Asing yang pada masa

penjajahan sampai saat ini yang masih menjadi pembatas kebebasan sistem sosial.

Pembatas kebebasan sistem sosial yaitu sistem sosial pada masyarakat Sunda

adanya batas antara masyarakat Sunda dengan bangsa Asing. Pembatasan sistem

sosial tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya kekuasaan yang

dimiliki oleh bangsa Asing dalam bidang pemerintahan, perekonomian, sosial,

agama, dan budaya. Artinya fungsi MAD sebagai protes sosial masyarakat Sunda berkaitan erat dengan fungsi MAD yang pertama yaitu sebagai sistem proyeksi masyarakat Sunda akan kerukunan hidup antara masyarakat Sunda dan bangsa

Asing. Fungsi ketiga sebagai alat pendidikan anak. Fungsi ini berfokus pada

pengenalan dan pelestarian budaya lisan Sunda. Fungsi tersebut berkaitan dengan

proses penciptaan, yaitu dalam penggunaan bahasa yang berupa rangkai-rangkaian

kata dan pola bahasanya serta nilai sastra tinggi yang terkandung dalam MAD. Sehingga manfaat yang didapat yaitu berupa pengetahuan tentang fungsi dan

tujuan sastra lisan (berbahasa Sunda), mengetahui pandangan hidup masyarakat

Sunda terhadap bangsa Asing, serta menjadi bahan ajar dalam apresiasi puisi lisan

yang berbahasa Sunda. Fungsi tersebut agar menerangkan anak-anak atau calon

pelestari kebudayaan yang terdapat pada teks MAD dan mengetahui dan paham akan latar belakang adanya budaya atau tradisi lisan ini. Maka dari itu fungsi ini

harus diterapkan secara baik dan benar, sebab hal ini berkaitan dengan

keberlangsungan dari budaya lisan ini dan pemahaman akan budaya yang terdapat

di tengah-tengah masyarakat Sunda. Fungsi MAD terhadap masyarakat umum yaitu sebagai media dalam penggambaran pandangan hidup penggunanya.

5. Makna

Berdasarkan hasil analisis pada ketiga teks MAD, menunjukan ketiga teks tersebut berkaitan dengan makna harapan dan makna kerukunan. Pada teks MAD data 1 terdapat diksi bintang timur yang bermakna secara harfiah berarti benda langit yang bersinar dan berada di sebelah timur pada dini hari. Dengan kata lain

(13)

dengan konteks MAD yang menggambarkan proyeksi masyarakat Sunda yang mengharapkan kerukunan hidup antar sesama manusia, dalam hal ini terkhusus

orang bangsa Asing. Cara untuk mencapai harapan tersebut, frasa bintang timur sangat penting untuk digunakan dalam MAD, karena memiliki kekuatan yang dapat membantu ketercapaian harapan tersebut serta secara konteks frasa tersebut

sangat dekat dengan bangsa Asing, bisa dikatakan lain sebagai kepercayaan

bangsa Asing yang dipakai oleh penutur dalam MAD. Diksi bulan secara makna denotasi yaitu benda langit yang terlihat jelas ketika malam hari, maka bulan dapat terindra oleh indra penglihatan. Kata tersebut terdapat pada larik kedua teks

MAD yaitu ngadi bulan ngembang sukma yang berarti sukma di sini ialah sukma penutur mengembang seperti bulan. Maksudnya penutur sebagai masyarakat

Sunda yang berharap akan sukmanya seperti bulan. Secara konotatif, makna

harapan yang muncul yaitu bukan sukma penutur seluas, seterang, atau sebesar

bulan, melainkan penutur berharap sukmanya berpancaran seperti cahaya bulan

dan memiliki sifat keindahan seperti bulan, memancarkan cahaya yang memiliki

makna kehangatan dan memiliki kekuatan yang diharapkan dimiliki pada sukma

penutur. Tujuan dari harapan tersebut yaitu agar sukma penutur dapat menarik

perhatian orang lain, sebab sukmanya memiliki daya magis atau gaib seperti

bulan, sehingga bangsa Asing memiliki hubungan erat (memiliki sifat welas dan asih) dengan masyarakat Sunda.

Pada teks MAD data 2 terdapat kata welas dan asih bermakna sebagai media dan sistem proyeksi (pandangan) masyarakat Sunda terhadap orang asing. Kata

welas dan asih sebagai media yaitu sebagai media penyampaian harapan-harapan penutur terhadap orang bangsa asing. Harapan tersebut tidak hanya sebatas

tentang perasaan kasih sayang saja. Namun adanya harapan lainnya yang

terkandung dalam kata tersebut seperti pengharapan akan kesejahteraan hidup,

kemakmuran hidup, kesucian perasaan, kerukunan hidup, dan keindahan

kehidupan antar sesama manusia. Hal tersebut berhubungan dengan sistem

proyeksi (pandangan) masyarakat Sunda. Maksudnya masyarakat Sunda

menggambarkan pandangan tentang kehidupan antar sesama manusia, dalam hal

(14)

kata welas dan asih dalam teks MAD. Kehidupan secara ideal yang diharapkan oleh masyarakat Sunda, kehidupan ideal seperti adanya kerukunan antar sesama,

menjungjung tinggi rasa tanggungjawab atas hidup yang diberikan oleh Tuhan,

saling menghargai antar sesama, serta menjaga dan melestarikan budaya dan adat

istiadat yang telah diwarisi oleh para leluhur. Hal tersebut merupakan sifat dasar

manusia dengan memperhatikan dari segi ucapan, tingkah laku, tekad dan niat,

sehingga tidak menjadi manusia yang selalu mengikuti hawa nafsu dan ambisi.

Pada dasarnya, manusia ialah makhluk yang diberi anugerah secara lahir dan batin

oleh Tuhan secara sempurna, namun pada kehidupannya, manusia yang memiliki

sikap untuk memanfaatkan anugerah tersebut. Maka dengan demikian, kata welas dan asih bermakna denotasi dan konotasi yang berhubungan dengan kerukunan hidup antara masyarakat Sunda dan orang bangsa asing. Terdapat pula kata ka-Muhammadan dan ka-Rasulan bermakna denotasi yaitu sifat kenabian dan kerasulan yang dimiliki oleh nabi Muhammad Saw. Pada teks MAD, kata tersebut terdapat pada kalimat terakhir yaitu kalimat nya kuring nu kasifatan ka-Muhammadan jeung ka-Rasulan. Kalimat tersebut menjelaskan harapan penutur

tentang harapan penutur akan memiliki kesamaan sifat kenabian dan kerasulan

yang dimiliki oleh nabi Muhammad. Artinya, kata ka-Muhammadan dan ka-Rasulan merupakan sifat yang diharapkan oleh penutur yang berhubungan dengan

makna secara konotasi yang merupakan simbol dari unsur keagungan, kesucian,

kesejahteraan, kehidupan, keindahan, kesejukan, dan kerukunan yang terkandung

dalam sifat kenabian dan kerasulan nabi Muhammad. Unsur-unsur yang

terkandung dalam sifat kenabian dan kerasulan nabi Muhammad, masih sebagian

kecil dari keseluruhan sifat yang dimiliki oleh nabi Muhammad. Hal tersebut

berdasarkan dari latar belakang nabi Muhammad yang merupakan nabi dan rasul

yang terakhir yang diutus oleh Allah Swt. dan beliau menjadi tokoh agung yang

dipercaya oleh masyarakat Sunda khususnya sebagai tokoh yang diagungkan.

(15)

Pada teks MAD data 3 terdapat Frasa cahaya gading bermakna secara denotasi cahaya keemasan yang memancar dari nabi Muhammad, cahaya tersebut

menimbulkan makna keindahan dan bersimbolkan makna kerukunan yang

menjadi harapan penutur dalam MAD. Cahaya bermakna konotasi sebagai simbol kejayaan, maksudnya warna keemasan menyimbolkan kejayaan dari seseorang

yang memiliki cahaya tersebut. Cahaya tersebut dimiliki oleh nabi Muhammad,

nabi Muhammad adalah seorang nabi dan rasul yang terakhir yang diutus oleh

Allah Swt. Hal tersebut menggambarkan akan kejayaan yang dimiliki oleh nabi

Muhammad yang menjadi teladan umat manusia. Adapun simbol yang terkandung

dalam frasa tersebut yaitu simbol kemakmuran. Simbol kemakmuran sering kali

berhubungan dengan kehidupan manusia yang diharapkan oleh semua umat

manusia. Serta adanya simbol kesejahteraan yang terkandung dalam frasa

tersebut. Cahaya keemasan berhubungan dengan warna keemasan yang berkaitan

dengan kesejahteraan manusia dalam segi harta yang dimilikinya, sehingga frasa

tersebut disimbolkan sebagai makna kesejahteraan. Dalam konteks MAD, cahaya keemasan bersimbol sebagai simbol kerukunan. Artinya cahaya tersebut

disimbolkan sebagai simbol kerukunan karena berkaitan dengan permohonan dan

harapan penutur (masyarakat Sunda) yang mendambakan kerukunan hidup

bersama orang bangsa asing. Simbol-simbol yang terkandung dalam frasa cahaya gading dilesapkan atau disertai dalam MAD bertujuan untuk menyertai harapan

dan permohonan penutur yang berharap dapat dikehendaki oleh Allah Swt. Maka

dengan demikian, cahaya gading terdapat pada teks MAD.

Hasil dari berbagai kesimpulan mengenai makna yang terkandung dalam

setiap diksi dan frasa ketiga teks MAD, berkaitan dengan makna harapan dan kerukunan yang terlesapkan atau disimbolkan dalam teks MAD. Hal tersebut pula berhubungan dengan masyarakat Sunda, seperti apek kebudayaan, sistem

proyeksi, dan alat protes sosial. MAD terlahir dari kebudayaan masyarakat yang berhubungan langsung dengan orang bangsa asing. Maka dengan demikian, MAD digunakan sebagai media persatuan antara umat manusia.

(16)

Penelitian ini merupakan penelitian terhadap objek data yang berhubungan

dengan konteks situasi dan kebudyaan masyarakat penggunanya. Maka dari itu

penelitian ini bertumpu pada teori folklor modern yang di dalamnya terdapat

pembahasan mengenai analisis struktur teks dan analisis pada konteks yang

melatarbelakangi hadir dan terciptanya teks tersebut. Melalui penelitian ini,

asihan terbukti bukan sekadar puisi lisan yang dituturkan saja, namun sebagai doa yang merefresentasikan harapan dan permohonan penuturnya. Dengan demikian,

penelitian yang berkaitan dengan asihan khususnya mantra asihan diri ini bersifat penting, sebab sebagai jawaban atas ketabuan asihan pada masyarakat umum di zaman kekinian. Hasil temuan pada penelitian asihan menunjukan asihan pada masanya merupakan sebuah tuturan yang dimiliki dan dipergunakan oleh

masyarakat dan memiliki kedudukannya tersendiri di kehidupan sehari-hari.

Mantra Asihan merupakan objek data kajian menjadi batas dari penelitian ini, sehingga perlu adanya penelitian-penelitian lanjutan, sehingga pelbagai aspek

yang berkaitan dengan sastra lisan ini semakin jelas di tengah-tengah masyarakat

umum. Objek data pada penelitian ini adalah teks MAD yang berasal dari tiga

kecamatan di kabupaten Sukabumi, yang merupakan penelitian terbatas terhadap

sastra lisan. Dengan demikian, penting adanya penelitian-penelitian lanjutan yang

berkaitan dengan asihan di daerah-daerah lainnya, sehingga dapat ditemukannya

pesamaan dan perbedaan dari teks MAD di setiap daerah. Pada saat ini, asihan dapat terbilang sudah tidak produktif digunakan, namun masih memliki peranan

dalam kehidupan masyarakat Sunda. Perlua adanya langkah-langkah dalam

pelestarian warisan budaya, yaitu berupa penelitian-penelitian yang mengkaji

puisi lisan seperti mantra asihan. Hal tersebut bertujuan untuk membuka dan memaparkan tujuan dan maksud dari penggunaan MAD, sehingga masyarakat umum memahami akan kegunaan asihan tersebut bukanlah bersifat negatif. Dengan kata lain, hal tersebut bertujuan membuka kembali sejarah dan

memahami dari setiap pesan yang terlesapkan dalam tradisi lisan. Maka dari itu,

penting adanya tindaklanjut dari pembaca untuk mengapresiasikan karya leluhur

yang penuh dengan pesan. Berhubungan dengan kesederhanaan yang terdapat

(17)

adanya penelitian yang serupa. Karena masih banyak karya leluhur terkhusus

Referensi

Dokumen terkait

SMK Bagimu Negeriku adalah salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Semarang yang mengajarkan mata pelajaran bahasa Jepang. Pelajaran bahasa Jepang yang ada di SMK Bagimu

[r]

Tampilan dibawah ini merupakan sebuah form dari STTKT berbasis VB.NET yang berfungsi untuk menampilkan identitas perancang sistem. Dimana sebuah identitas perlu

Kebutuhan akan peningkatan kualitas kehidupan (yang sinergis dengan ketahanan pangan, gisi dan lingkungan yang tertata, bersih dan mencukupi kebutuhan hidup diri

Meskipun diyakini Pendekar Rajawali Sakti tidak akan mampu menandingi Ratu Bukit Brambang, namun da- lam hatinya menyayangkan kalau pemuda setampan ini akan menjadi korban

Tujuan akhir ini bertujuan untuk mampu mengevaluasi layout perairan dan daratan yang mampu melayani kebutuhan pelabuhan LNG, sebagai akibat kurang tepatnya kondisi

Membuat karya tulis/karya ilmiah yang berupa tinjauan atau ulasan ilmiah dengan gagasan sendiri di bidang pelayanan keperawatan yang tidak dipublikasikan :.. Buku yang

Diduga inflasi relatif, suku bunga relatif, pendapatan nasional relatif, dan relative money supply berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar aktual dari tiga mata