20 2.1 Landasan Teori
2.1.1. Stakeholder Theory
Definisi stakeholder theory menurut Freeman dan Reed (1983)
dalam Ulum (2009) adalah:
“Any indentifible group or individual who can effect the achievement of an organization’ sobjective, or is effected by the achievement of anorganization’ s objective”.
Menurut Ghazali dan Chariri (2007),
Teori Stakeholder merupakan teori yang menyatakan bahwa perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun
harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholdernya (pemegang
saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan
pihak lain). Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan
pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam mengungkap atau tidak
suatu informasi di dalam laporan perusahaan tersebut. Tujuan utama dari
teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam
meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas
yang dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul
bagi stakeholder.
Menurut teori ini, manajemen sebuah perusahaan diharapkan
melakukan aktifitas yang dianggap penting oleh para stakeholder mereka
dan kemudian melaporkan kembali aktifitas-aktifitas tersebut kepada para
hak untuk disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas perusahaan
mempengaruhi mereka.
Menurut Deegan (2004) teori stakeholder menyatakan bahwa
organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi
tentang kinerja lingkungan, sosial, dan intelektual organisasi, dengan
melebihi permintaan wajibnya untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya
atau yang diakui oleh stakeholder.
Teori stakeholder dapat diuji dengan menggunakan content
analysis atas laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan cara yang efektif untuk dapat berkomunikasi dengan para stakeholder.
Content analysis atas pengungkapan intellectual capital dapat digunakan apakah komunikasi kepada stakeholder benar-benar dilakukan (Ghuthire
et. al. dalam Ulum, 2009).
Tujuan utama stakeholder adalah untuk membantu manajemen
perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari
kegiatan yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang akan
muncul bagi stakeholder. Di dalam teori ini menjelaskan hubungan antara
manajemen perusahaan dengan para stakeholdernya. Para stakeholder
memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh organisasi, dan
manajemen harus mengelola organisasi untuk keuntungan stakeholder.
Stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dalam organisasi, sedangkan para manajer harus dapat mengelola secara
maksimal organisasi agar dapat meningkatkan nilai tambah dalam
perusahaan. Dalam menciptakan nilai tambah perlu memaksimalkan dan
memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh perusahaan tersebut seperti
manusia (human capital), aset fisik (physical capital), maupun modal
structural (structural capital). Dengan dapat memaksimalkan kemampuan
yang dimiliki oleh perusahaan tersebut maka perusahaan dapat
Dalam konteks untuk menjelaskan tentang konsep intellectual
capital, teori stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, baik bidang etika (moral) maupun bidang manajerial. Ketika manajer mampu
mengelola organisasi secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan
nilai bagi perusahaan maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek
etika dari teori ini.
2.1.2. Legitimacy Theory
Teori legitimasi berhubungan erat dengan teori Stakeholder.
Deegan (2004) dalam Ulum (2009) menjelaskan teori legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk
menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di
masyarakat. Berdasarkan teori legitimasi, organisasi secara berkelanjutan
harus menunjukan bahwa mereka telah berperilaku sesuai dengan nilai
sosial. Hal ini seringkali dapat dicapai melalui pengungkapan (disclosure)
dalam laporan perusahaan.
Teori legitimasi sangat erat berhubungan dengan pelaporan
Intellectual Capital dan juga erat hubungannya dengan penggunaan
metode content analysis sebagai ukuran dari pelaporan tersebut.
Perusahaan sepertinya lebih cenderung untuk melaporkan Intellectual
Capital mereka jika mereka memiliki kebutuhan khusus untuk
melakukannya. Hal ini terjadi ketika perusahaan tersebut tidak mampu
melegitimasi status berdasarkan tangible assets yang umumnya dikenal
sebagai simbol kesuksesan perusahaan.
Berdasarkan kajian tentang stakeholder theory dan legitimacy
yang berbeda tentang pihak-pihak yang dapat mempengaruhi luas
pengungkapan informasi laporan keuangan perusahaan.
2.1.3. The Resorce-Based Theory
Sumber daya dapat dianggap sebagai input yang memungkinkan
perusahaan untuk melakukan aktifitas atau kegiatan dalam perusahaan.
Sumber daya dan kemampuan internal dapat menentukan pemilihan
strategis yang dibuat oleh perusahaan saat berkompetisi dalam lingkungan
bisnis eksternal. Kemampuan perusahaan dapat memungkinkan beberapa
perusahaan untuk menambah nilai dalam customer value chain, mengembangkan produk baru serta mengembangkan pasar yang baru.
Resources Based Theory membahas mengenai sumber daya yang dimiliki perusahaan dan bagaiamana perusahaan tersebut dapat mengelola
dan memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya. Wernerfelt (1984)
menjelaskan bahwa menurut pandangan RBV, perusahaan akan unggul
dalam persaingan usaha dan mendapatkan kinerja keuangan yang baik
dengan cara memiliki, menguasai dan memanfaatkan aset-aset strategis
yang penting (aset berwujud dan tidak berwujud).
Resorce-Based Theory (RBT) menganalisis dan menginterprestasikan sumber daya organisasi untuk memahami bagaimana
organisasi mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Barney,
1986; Hamel dan Prahalad dalam Madhani, 2009). Resorce-Based Theory menyebutkan perusahaan memperoleh keuntungan kompetitif dan mencapai kinerja yang unggul dengan memiliki, memperoleh, dan
mempergunakan aset yang strategis secara aktif. Peppard dan Rylander
dalam Cheng et al., (2010) menambahkan bahwa untuk mengembangkan keunggulan kompetitif suatu perusahaan harus mempunyai sumber daya
dan kemampuan untuk yang lebih unggul dari pada pesaing. Perusahaan
sumber daya yang dimilikinya, dan sumber daya intelektual termasuk di
dalamnya, baik itu karyawan (human capital), aset fisik (physical capital)
ataupul struktur capital. RBT berfokus pada sumber daya dan pengembangannya pada organisasi, menuju pada penciptaan nilai dan
disiplin manajemen strategis.
Teori RBV memandang perusahaan sebagai kumpulan sumber daya
dan kemampuan (Penrose, 1959; Wernerfelt, 1984). Perbedaan sumber
daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan
memberikan keuntungan kompetitif (Peteraf, 1993). Kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya dengan baik dapat
menciptakan keunggulan kompetitif sehingga dapat menciptakan nilai
bagi perusahaan. Sehingga asumsi dalam teori ini adalah bagaimana
perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan
keunggulan kompetitif dengan mengelola sumber daya yang dimilikinya
sesuai dengan kemampuan perusahaan.
Menurut RBV, sumber daya dapat secara umum didefinisikan
memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau
pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan
menyusun dan menerapkan strategi mereka (Learned, Christensen,
Andrews, & Guth, 1969; Daft, 1983; Barney, 1991; Mata et al., 1995 dalam Madhani, 2009).
Beberapa peneliti telah mengklasifikasikan sumber daya perusahaan
sebagai sumber daya yang berwujud dan tidak berwujud. Barney (1991)
mengkategorikan tiga jenis sumber daya:
1. Modal sumber daya fisik (teknologi, pabrik dan peralatan),
2. Modal sumber daya manusia (pelatihan, pengalaman, wawasan),
dan
Menurut resouce based theory, intellectual capital memenuhi
kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu menciptakan keunggulan
kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan value bagi perusahaan.
Pearce dan Robinson (2008) mengungkapkan bahwa sumberdaya perusahaan terdapat tiga jenis, yaitu :
a. Aset Berwujud (Tangible Assets)
Merupakan sarana fisik dan keuangan yang digunakan suatu
perusahaan untuk menyediakan nilai bagi pelanggan. Aset ini
mencakup fasilitas produksi, bahan baku, sumberdaya keuangan, real
estate serta komputer.
b. Aset Tidak Berwujud (Intangible Assets)
Merupakan sumberdaya seperti merk, reputasi perusahaan, moral
organisasi, pemahaman teknik, paten dan merk dagang, serta
akumulasi pengalaman dalam suatu organisasi. Meskipun bukanlah
aset yang dapat disentuh atau dilihat, aset-aset ini seringkali penting
dalam penciptaan keunggulan kompetitif.
c. Kapabilitas Organisasi (Organizational Capability)
Kapabilitas organisasi bukan merupakan input khusus seperti aset
berwujud maupun aset yang tidak berwujud, melainkan keahlian,
kapabilitas dan cara untuk menggabungkan aset, tenaga kerja serta
proses. Kapabilitas ini digunakan perusahaan untuk mengubah input
menjadi output.
Dapat disimpulkan bahwa perusahaan memiliki sumber daya yang
dapat menjadikan perusahaan memiliki keunggulan untuk bersaing dan
mampu mengarahkan perusahaan untuk memiliki kinerja perusahaan yang
baik. Sumber daya dan kemampuan perusahaan dapat menentukan
pemilihan strategis yang akan dibuat oleh perusahaan saat akan bersaing
dengan dunia bisnis. RBT berfokus pada sumber daya dan
manajemen strategis. Sumber daya yang unik yang mampu menciptakan
keungguan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan value bagi
perusahaan.
2.1.4. Knowledge-Based Theory (KBT)
Knowledge-Based Theory atau pandangan berbasis pengetahuan
perusahaan adalah ekstensi baru atau Resource-Based Theory (RBT) dari
perusahaan dan memberikan teoritis yang kuat dalam mendukung
intellectual capital. KBT berasal dari RBT dan menunjukan bahwa pengetahuan dalam berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya
(Grant, 1996; Machlup, 1984 dalam Fitri, 2012).
Keunggulan kompetitif pada Knowledge based business dapat dari
inovasi yang bertujuan untuk memberikan nilai tambah lebih pada produk
dan jasa yang ditawarkan, yang ditandai dengan makin meningkatkan
investasi perusahaan terhadap pelatihan karyawan, penelitian dan
pengembangan dan system pemprosesan internal yang efektif dan efisien
(Rahardian, 2011).
Pendekatan KBT membentuk dasar untuk membangun human
capital dalam kegiatan yang rutin dalam suatu perusahaan. Dalam pandangan berbasis pengetahuan, perusahaan mengembangkan
pengetahuan baru yang penting untuk keunggulan kompetitif dari
kombinasi unik yang ada pada pengetahuan (Nelson dan Winter 1982,
Fleming 2011 dalam Fitri 2011).
Pengetahuan sebagai yang paling strategis bagi sumber daya dalam
suatu perusahaan. Persaingan bisnis yang semakin ketat saat ini membuat
perusahaan melakukan berbagai inovasi baru. Maka dari itu perusahaan
bersaing dengan mengembangkan pengetahuan baru yang lebih cepat
daripada para pesaingnya. Dari penjelasan tersebut, menurut RBT dan
yang unik dan dapat berinovasi agar perusaahan dapat menciptakan value
added.
2.1.5 Intellectual Capital
Intellectual Capital pertama kali dikemukan oleh Tom Steward, pada Juni 1991 dalam Ulum (2009), Steward mendefinisikan Intellectual Capital sebagai berikut :
“Intellectual capital is the sum of everyting everybody in a
company knows that gives it a competitive edge. Intellectual capital is intangible and intellectual material-knowledge, information, intellectual property, experience-that can put to use to create wealth. It is collective brainpower”.
Roos et.al.(1997) dalam Ulum (2008) menyatakan bahwa:
“IC includes all the processes and theassets which are not normally shown on the balance–sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider…”
Sedangkan Bontis (1998) dalam Ulum (2009) menyatakan bahwa :
“IC is elusive, but once it is discovered and exploited, it may
provide an organization with a new resource-base from which to campare and win”.
Banyak definisi dari IC menurut pakar dan kalangan bisnis di atas,
namun secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai
definisi IC yang ada, maka IC dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa
yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital,
keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono, 2003). Perbandingan
konsep IC menurut beberapa ahli dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Perbandingan Konsep Intellectual Capital (IC) Menurut Beberapa Peneliti Brooking (UK) Roos (UK) Stewart (USA) Bontis (Canada) Human-centered
assets
stakeholders customers of the knowledge embedded in organizational relationships
Sumber: Bontis et al. (2000)
Menurut Bontis et. al. (2000) dalam Ulum (2008) menyatakan bahwa pada
umumnya para peneliti membagi IC menjadi tiga komponen, yaitu : Human
Capital (HC), Structural Capital (SC), dan Capital Employed (CE). Selanjutnya menurut (Bontis et al. 2000), secara sederhana HC mencerminkan
individual knowledge stock suatu organisasi yang dipresentasikan oleh
karyawannya. Structural capital meliputi database, organizational chart,
proses manual, strategies, routines, dan segala hal yang membuat nilai
perusahaan lebih besar dari nilai materialnya. Sedangkan yang termasuk ke
dalam customer capital adalah pengetahuan yang melekat dalam marketing
channels dan customer relationship dimana suatu organisasi mengembangkannya melalui jalan bisnis. Ketiga komponen tersebut apabila
dikelola dengan baik akan menciptakan nilai tambah terhadap perusahaan
(value creation).
Menurut Purnomosidhi (2010) dalam Williams (2011), Modal
intelektual adalah informasi dan pengetahuan yang diaplikasikan dalam
pekerjaan untuk menciptakan nilai. Modal intelektual mencangkup semua
pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk
menciptakan nilai tambah dan mampu menciptakan keunggulan yang
berkelanjutan. Modal intelektual telah didefinisikan sebagai seperangkat aset
tak terwujud (sumber daya, kemampuan dan kompetensi) yang menggerakan
kinerja organisasi dan penciptaan nilai (Bontis,2008).
Intellectual capital merupakan sumber daya berupa pengetahuan yang tersedia pada perusahaan yang menghasilkan aset bernilai tinggi dan manfaat
pengetahuan yang didukung proses informasi untuk menjalin hubungan
dengan pihak luar (Stewart 1997).
Metode pengukuran intellectual capital secara moneter yang banyak
diadopsi oleh banyak peneliti adalah VAIC. Metode VAIC dikembangkan
oleh Pulic (1998). Metode pengukuran ini berdasarkan value added yang
diciptakan dari kombinasi physical capital (VACA), human capital (VAHU),
dan structural capital (STVA).
Dalam penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu modal intelektual
mewakili sumber daya yang bernilai dan kemampuan untuk bertindak yang
didasarkan pada pengetahuan. Modal intelektual mencakup semua
pengetahuan karyawan, organisasi dan kemampuan mereka untuk
menciptakan nilai tambah perusahaan dan mampu menciptakan keunggulan
yang berkelanjutan. Modal intelektual berhubungan dengan tiga pelaku dalam
dunia bisnis yaitu karyawan, perusahaan (manajer), dan pelanggan. Dengan
memaksimalkan ketiga pelaku bisnis tersebut akan menghasilkan modal
intelektual yang maksimal.
2.1.6 Komponen Intellectual Capital
IFAC (1998) yang membagi IC menjadi tiga elemen utama, yaitu: Human
Capital, Relational Capital, dan Organizational Capital. Organizational meliputi intellectual property dan infrastructure assets. Sedangkan Bontis et.
al. (2000) mengklasifikasikan intellectual capital dalam ketiga kategori meliputi : (1) Human Capital, (2) Structure Capital, dan (3) Customer
Capital. Banyak praktisi yang menyatakan bahwa Intellectual Capital terdiri dari tiga elemen utama (Stewart, 1998; Sveiby, 1997; Saint-Onge, 1996;
Tabel 2.2
Pada umumnya, para peneliti menyatakan bahwa intellectual capital terdiri
dari ketiga komponen yaitu :
1. Human Capital (modal manusia)
Human capital, adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan
profesional. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan
yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Pada
industri berbasis pengetahuan, human capital atau sumber daya manusia
ini merupakan sumber kekayaan bagi perusahaan dalam melakukan
kegiatan bisnis.
Human Capital merupakan lifeblood dalam modal intelektual. Disinilah sumber innovation dan improvement, tetapi merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan tempat
bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital akan
meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang
dimiliki oleh karyawannya. (Brinker, 2000) memberikan beberapa
karakteristik dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training
programs, credential, experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs, individual potential and personality.
2. Structural Capital atau Organizational Capital (modal organisasi) Structural capital merupakan pengetahuan dalam organisasi yang independen dari orang-orang atau dengan kata lain dapat diartikan sebagai
pengetahuan yang tetap ada dalam organasasi meskipun karyawan
meninggalkan organisasi tersebut (Rismawati dan Sanjaya, 2013).
Structural capital adalah sumber daya perusahaan yang dimiliki perusahaan meliputi sistem informasi, teknologi, pengetahuan tentang
distribusi pasar, hubungan dengan konsumen, innovative capital, relational capital, infrastruktur organisasi, dan lain-lain.
3. Relational Capital
Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang
memberikan nilai secara nyata. Relational Capital merupakan hubungan
yang harmonis/association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan
para mitranya, baik yang berasal dari para pemasok yang andal dan
berkualitas, berasal dari pelanggan yang loyal dan merasa puas akan
pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal dari hubungan
perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar.
perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut.
Edvinsson seperti yang dikutip oleh Brinker (2000) menyarankan
pengukuran beberapa hal berikut ini yang terdapat dalam modal
pelanggan, yaitu:
a. Customer Profile.
Siapa pelanggan-pelanggan kita, dan bagaimana mereka berbeda dari
pelanggan yang dimilki oleh pesaing. Hal potensial apa yang kita miliki
untuk meningkatkan loyalitas, mendapatkan pelanggan baru, dan
mengambil pelanggan dari pesaing.
b. Costumer Duration.
Seberapa sering pelanggan kita berbalik kepada kita? Apa yang kita
ketahui tentang bagaimana dan kapan pelanggan akan menjadi pelanggan
yang loyal? Serta seberapa sering frekuensi komunikasi kita dengan
pelanggan.
c. Costumer Role.
Bagaimana kita mengikutsertakan pelanggan ke dalam desain produk,
produksi dan pelayanan.
d. Costumer Support.
Program apa yang digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan.
e. Customer Success.
Berapa besar rata-rata setahun pembelian yang dilakukan oleh pelanggan.
2.1.7 Value Added Intellectual Cofficient (VAIC)
Metode pengukuran intellectual capital secara moneter yang banyak
diadopsi oleh banyak peneliti adalah VAIC. Metode VAIC dikembangkan
oleh Pulic (1998). Metode pengukuran ini berdasarkan value added yang
diciptakan dari kombinasi physical capital (VACA), human capital (VAHU),
dan structural capital (STVA).
VAIC adalah sebuah prosedur analisis yang dirancang untuk
yang terkait untuk secara efektif memonitor dan mengevaluasi efisiensi nilai
tambah atau Value Added (VA) dengan total sumber daya perusahaan dan
masing-masing komponen sumber daya utama. VAIC dapat dirasakan untuk
memenuhi kebutuhan dasar ekonomi kontemporer dari "sistem pengukuran"
yang menunjukkan nilai sebenarnya dari kinerja suatu perusahaan. Penciptaan
value added pada perusahaan memungkinkan benchmarking dan memprediksi kemampuan perusahaan di masa depan. Hal ini berguna bagi semua
stakeholder yang berada di dalam value creation process (pemberi
kerja,karyawan, manajemen, investor, pemegang saham dan mitra bisnis) dan
dapat diterapkan pada semua tingkat aktivitas bisnis (Pulic, 2009).
Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input
mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal
penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses)
tidak termasuk dalam input. Karena peran aktifnya dalam proses value
creation, intellectual potential (yang direpresentasikan dengan labour expenses) tidak dihitung sebagai cost dan tidak masuk dalam komponen input. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga
kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity). VA dipengaruhi
oleh efisiensi Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC). Metode
VAIC ini pada dasarnya mengukur efisiensi tiga jenis input perusahaan yaitu
human capital, structural capital, customer capital/physical capital.
Human Capital Coefficient (VAHU)
Human Capital Efficiency adalah indikator efisiensi nilai tambah modal manusia. HCE ini merupakan rasio dari Value Added (VA) terhadap
Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan. Dalam penelitian ini, total
gaji dan upah merupakan indikator dari modal manusia perusahaan. Koefisien
dari human capital didalam penelitian ini akan dinyatakan dalam variabel
added yang dibentuk dari tiap satuan mata uang (rupiah) yang dikeluarkan untuk membayar karyawan yang ada dan bekerja di perusahaan.
Physical Capital Efficiency (PCE)
Physical Capital Efficiency adalah financial capital (modal keuangan), yakni seluruh modal berwujud seperti cash, marketable securities, account
receivable, inventories, land, buildings, machinery, equipment, furniture, fixtures, dan vehicles yang dimiliki oleh perusahaan (Huwitz, et al, 2002).
Dalam penelitian ini, koefisien physical capital akan dinyatakan dalam
variabel pyhsical capital efficiency (PCE) yang merupakan indikator untuk
value added yang dibentuk oleh satu unit physical capital.
Structural Capital Coefficient (STVA)
Structural capital mencerminkan kemampuan perusahaan yang berasal dari sistem, proses, struktur, budaya, strategi, kebijakan, dan kemampuan
perusahaan melakukan inovasi. Di dalam penelitian ini, koefisien structural
capital akan menjadi variabel structural capital coefficient (SCE) yang mengukur jumlah structural capital yang diperlukan untuk menghasilkan satu
Rupiah dari value added dan mengindikasikan peran structural capital dalam
penciptaan nilai (Pulic, 2004).
"Structural Capital Coefficient" (STVA), yang menunjukkan kontribusi
structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. Dalam model Pulic, SC adalah VA dikurangi HC. Apabila kontribusi dalam penciptaan nilai HC kurang,
maka semakin besar kontribusi dari SC. Rasio terakhir adalah perhitungan
kemampuan intelektual perusahaan. Ini adalah jumlah dari koefisien-koefisien
yang telah dihitung sebelumnya (Tan et al., 2007). Metode ini memiliki daya
tarik dalam hal kemudahan pemerolehan data dan memungkinkan analisis
lebih lanjut akan dilakukan pada sumber-sumber data lainnya. Data yang
diperlukan untuk memperoleh rasio standar dari angka finansial standar pada
Tahap perhitungan VAIC adalah sebagai berikut :
1. Menghitung Value Added (VA) VA = OUTPUT–INPUT Dimana :
Output : total penjualan dan pendapatan lain-lain
Input : beban dan biaya-biaya (selain beban
karyawan)
Value Added : selisih antara output dengan input
2. Value Added Capital Employed (VACA)
VACA adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari
capital employed. Rasio ini menujukkan kontribusi yang dibuat oleh setiap unit dari CE terhadap value added perusahaan (Basyar, n.d).
= Capital EmployedValue Added
Dimana :
Ouput (OUT) = Total penjualan dan pendapatan lain
Input (IN) = Beban dan biaya-biaya (selain karyawan)
VA = Selisih antara Output dan Input
Capital Employed (CE) = Dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)
3. Value Added Human Capital (VAHU)
VAHU adalah rasio dari VA dapat dihasilkan dengan dana yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja. Rasio ini menujukan kontribusi yang
dibuat oleh setiap rupiah yang diinvestasikan dalam human capital
(HC) terhadap value added perusahaan (Basyar, n.d).
Dimana:
Ouput (OUT) = Total penjualan dan pendapatan lain
Input (IN) = Beban dan biaya-biaya (selain karyawan)
VA = Selisih antara Output dan Input
Human Capital (HC) = Beban karyawan
4. Structural Capital Value Added (STVA)
STVA adalah rasio yang mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana
keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Basyar, n.d).
= Structural CapitalValue Added
Dimana :
Ouput (OUT) = Total penjualan dan pendapatan lain
Input (IN) = Beban dan biaya-biaya (selain karyawan)
VA = Selisih antara Output dan Input
Structural Capital (SC) = VA-HC
5. Menghitung Value Added Intellectual Coefficient (VAIC)
VAIC menunjukan kemampuan intellectual capital organisasi yang dapat juga dianggap sebagai BPI (Business
Performance Indicator). VAIC merupakan penjumlahan dari ketiga komponen sebelumnya.
VAIC = VACA + VAHU + STVA
2.1.8 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan menunjukkan nilai dari berbagai aktiva yang dimiliki
oleh perusahaan, termasuk surat berharga yang dikeluarkannya. Nilai
perusahaan tercermin pada data akuntansi yang terdapat dalam laporan
Nilai liquiditas (liquidating value) merupakan nilai akurat per lembar
saham yang akan diterima apabila seluruh aset perusahaan dijual sesuai
harga pasar, seluruh kewajiban dibayar dan kelebihannya dibagikan kepada
pemegang saham (Gitman:2006). Jika nilai perusahaan berjalan melebihi
nilai likuidasinya, maka perbedaannya disebut sebagai nilai perusahaan.
Nilai perusahaan merupakan bentuk memaksimalkan tujuan
perusahaan melalui peningkatan kemakmuran para pemilik saham.
Memaksimumkan kemakmuran pemilik saham adalah memaksimumkan
present value yang merupakan nilai sekarang dari keuntungan yang diharapkan oleh pemilik saham yang akan diterima dimasa mendatang
(Fidhayatin dan Dewi, 2012).
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan,
yang sering dikaitkan dengan harga saham. Suatu perusahaan dikatakan
mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga dikatakan baik.
Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya, jika nilai sahamnya
tinggi bisa dikatakan nilai perusahaan tersebut baik. Harga saham yang
tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan dalam
beberapa literatur disebut dengan beberapa istilah diantaranya,
price-to-book value yaitu perbandingan antara harga saham dengan nilai saham dan market-to-book ratio yaitu rasio saat harga saham dengan nilai buku per saham (Hermuningsih dan Dewi, 2011).
Harga saham juga dapat sebagai indikator keberhasilan manajemen
dalam mengelola aktiva perusahaan (Walsh, 2003) dalam Afzal (2012).
Jika harga saham perusahaan menurun, maka nilai perusahaan juga
menurun. Hal ini berdampak pada penurunan kemakmuran pemegang
saham dan peningkatan risiko yang akan dihadapi perusahaan di masa yang
akan datang. (Efni, Hadiwidjojo, Salim, dan Rahayu, tanpa tahun).
Dengan demikian, maka penurunan nilai saham perusahaan merupakan
indikator dari penurunan nilai perusahaan.
Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek, salah
perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang
dimiliki. Semakin tinggi harga saham, maka nilai perusahaan dan
kemakmuran pemegang saham juga akan meningkat.
Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja
perusahaan juga baik. Nilai perusahaan adalah sangat penting karena jika
nilai saham tinggi maka akan diikuti oleh tingginya kemakmuran
pemegang saham. Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan
menggunakan Price to Book Value (PBV). Price to Book Value (PBV)
menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu
perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa pasar semakin
percaya akan prospek perusahaan tersebut.
Rika dan Ishlahudin (2008) dalam Fenandar (2012), mendefinisikan nilai perusahaan sebagai nilai pasar. Alasannya karena
nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi
pemegang saham jika harga perusahaan meningkat. Price to book value yang
tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan kedepan. Hal
ini juga yang menjadi keinginan pemilik perusahaan, sebab nilai
perusahaan yang tinggi. Mengindikasikan kemakmuran pemegang saham
yang juga tinggi (Soliha dan Taswan, 2002) dalam Fenandar (2012).
Nilai perusahaan dalam penelitian ini diukur menggunakan Price to
Book Value (PBV). PBV menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan (Sunarsih dan Mendra, 2012). Rasio
PBV merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku
ekuitas. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa pasar semakin
percaya akan prospek perusahaan tersebut. Rasio harga saham terhadap
nilai buku perusahaan atau price book value (PBV), menunjukkan tingkat
kemampuan perusahaan menciptakan nilai relatif terhadap jumlah modal
yang diinvestasikan.
PBV dipilih sebagai ukuran kinerja karena menggambarkan besarnya
premi yang diberikan pasar atas modal intelektual yang dimiliki
dibandingkan nilai buku per lembar saham. Semakin tinggi harga saham,
semakin berhasil perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham.
Rasio PBV mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut :
1. Nilai buku mempunyai ukuran nilai yang relatif stabil yang dapat
diperbandingkan dengan harga pasar. Investor yang kurang percaya
dengan metode discounted cash flow dapat menggunakan price
book value sebagai perbandingan.
2. Nilai buku memberikan standar akuntansi yang konsisten untuk
semua perusahaan. PBV dapat diperbandingkan antara
perusahaan-perusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau
overvaluation.
3. Perusahaan-perusahaan dengan earning negatif, yang tidak bisa
dinilai dengan menggunakan price earning ratio (PER) dapat
dievaluasi menggunakan PBV.
Perhitungan Nilai Perusahaan dengan menggunakan : PBV = Nilai Buku /lbr ShmHrg Pasar /lbr Shm
2.2 Kajian Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu merupakan cerminan dari kemampuan seorang
penelitian untuk menelusuri dan mengidentifikasi penelitian terdahulu yang
relevan dengan topik atau permasalahan dalam penelitian yang dilakukannya.
Setiap penelitian yang dilakukan terdapat perbedaan antara dalam konteks
lingkungan yang berbeda dan variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian
dengan penelitian-penelitian sebelumnya, sekalipun penelitian tersebut
Tabel 2.3
2.3 Penelitian Terdahulu mengenai Intellectual Capital
Peneliti Tahun Variabel yang
digunakan
Hasil Penelitian
Firer dan Williams 2003 ROA, ATO, MB VAICTM
berhubungan
Tan et. al. 2007 ROE, EPS, ASR Intellectual Capital
mempunyai
Bontis et. al. 2000 EVA Human Capital
Nisa Ayu dan
Ulum 2007 VAICTM, ROA Intellectual Capital
berpengaruh secara
Hadiwijaya 2013 VAICTM, ROA,
PBV
Nurhayati VAICTM, ROA,
Rhoma Simarmata, Subowo
2016 VAICTM, ROA,
PBV
Intellectual Capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan (ROA) dan nilai
perusahaan (PBV). Nadiah Candra
Nurani
2014 VAIC, MtBV Human Capital
dan Structural Capital dengan MtBV pengaruh signifikan sedangkan Physical Capital tidak berpengaruh.
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Pengaruh Value Added Capital Employee terhadap Nilai Perusahaan.
Bontis dan Choo (2002: 623) meggambarkan defnisi relational capital atau capital employeed sebagai berikut :
“Relational Capital represents the potential an organizational has due to ex-firm intangible. These intangible include the knowledge embedded in costumers, suppliers, the
government, or related industry association.”
Relational capital atau capital employeed menurut definisi diatas menggambarkan keharmonisan yang dijalin antara
perusahaan dengan mitranya serta kemampuan perusahaan dalam
mengelola sumber daya manusia. Apabila keduanya dapat dikelola
dengan baik akan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan.
Dengan mengelola aset atau sumber daya yang dimiliki dengan
maksimal sehingga menciptakan value added bagi perusahaan.
Capital employee (CE) menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya berupa capital asset
,dan apabila dikelola dengan baik akan meningkatkan kinerja
keuangan, pertumbuhan, dan nilai pasar perusahaan. Semakin baik
perusahaan mengelola intellectual capital, maka semakin baik
perusahaan tersebut dalam mengelola asetnya. Bila perusahaan
mampu mengelola aset dengan baik dan menekan biaya
operasional sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil
kemampuan intelektual perusahaan. Value Added Capital Employee merupakan ukuran untuk perusahaan didalam mengelola physical capital secara baik. Apabila perusahaan dalam mengelola physical capital-nya secara baik maka perusahaan dapat
menciptkan nilai tambah yang tercermin pada peningkatan nilai
Menurut Pramelasari, (2010) perusahaan yang mampu
mengelola aset perusahaan secara maksimal akan mampu
menciptakan Value Added dan berpengaruh terhadap peningkatan
nilai perusahaan. Penelitian Diwaf dkk, (2012) dan Firer dan
Williams, (2003) menunjukan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara VACA dan nilai perusahaan.
2.3.2 Pengaruh Value Added Human Capital terhadap Nilai Perusahaan Roos et al (2007: 19) mendefinisikan Human Capital sebagai berikut :
“All the atributes that related to individuals as resources for the
company and under the requirement that these attributes cannot be related by machinesor written down on a piece of paper.”
Dapat dijelaskan bahwa pada perusahaan yang berbasis
pengetahuan, sumber daya manusia merupakan faktor utama yang
penting dalam segala aktivitas perusahaan karena sumber daya
manusia merupakan kekayaan yang dimilili oleh perusahaan
dalam menjalankan kegiatan bisnis. Sumber daya yang dimiliki
seperti, pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi untuk
mencapai keunggulan kompetitif perusahaan.
Human Capital (HC) dapat menggambarkan sumber daya manusia dengan pengetahuan, keterampilan, dan kompetisi yang
unggul, sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan
perusahaan yang dapat mencapai keunggulan kompetitif. Gaji dan
tunjangan yang diberikan kepada karyawan mampu meningkatkan
motivasi karyawan dalam mendukung kinerja keuangan, sehingga
HC dapat menciptakan value added serta meningkatkan pendapatan dan profit perusahaan. Value added yang dimiliki oleh
perusahaan salah satunya dihasilkan oleh efisiensi dari human
nilai, sehingga hal ini dapat menguntungkan shareholder karena
manajemen mampu mengelola organisasi untuk kepentingan
mereka. Tujuannya untuk mendedikasikan kemampuan human
capital membuat nilai pada perusahaan.
Dalam teori stakeholder, value added berpengaruh terhadap peningkatan nilai perusahaan. Perusahaan dengan nilai
VAHU yang tinggi akan mampu meningkatkan nilai perusahaan.
Penelitian Pramelasari, (2010) menunjukan adanya pengaruh
yang positif antara VAHU dan nilai perusahaan.
2.3.3 Pengaruh Structural Capital Value Added terhadap Nilai Perusahaan
Rismawati dan Sanjaya, 2013 mengemukakan definisi Structural Capital sebagai berikut :
“Struktural Capital merupakan pengetahuan dalam organisasi yang independen dari orang-orang atau dengan kata
lain dapat diartikan sebagai penetahuan yang tetap ada dalam
organisasi meskipun karyawan meninggalkan organisasi
tersebut”.
Dapat dijelaskan bahwa Structrural capital (SC) menggambarkan modal yang dibutuhkan perusahaan untuk
memenuhi proses rutinitas perusahaan untuk menghasilkan
kinerja yang optimal, serta kinerja bisnis secara keseluruhan.
Adapun tujuan modal structural adalah mengumpulkan
pengetahuan yang membantu pekerja sehingga dihagai pelanggan
dan mempercepat arus informasi dalam perusahaan
(Steward,1998). Apabila pengelolaan structural capital tidak beraturan dan tidak baik maka akan menghambat produktivitas
karyawan dalam menghasilkan value added (Baysar, n.d).
Manajemen yang baik adalah yang mampu mengelola SC dengan
dan meningkatkan pendapatan serta profit perusahaan.
Dalam teori RBT, perusahaan yang mampu memenuhi
kebutuhan proses rutinitas dan struktur yang mendukung usaha
karyawan untuk menghasilkan kinerja bisnis intelektual yang
optimal. Penelitian Pramelasari, (2010) menujukan bahwa
STVA berpengaruh positif terhadap nilai perusahan.
2.3.4 Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Perusahaan
Terdapat dua teori yang sangat erat terkait dengan
intellectual capital, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory. Kedua teori ini merupakan yang mendasarkan kajian di bidang
intellectual capital (Guthire et al., dalam Ulum, 2009).
Sesuai dengan Resorce-Based Theory dimana perusahaan
yang mampu mengelola intellectual capital dengan baik maka
perusahaan tersebut akan memiliki keunggulan kompetitif dan
mampu menciptakan nilai tambah yang berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Semakin baik
perusahaan dalam mengelola ketiga komponen, maka
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut semakin baik dalam
mengelola aset. Jika perusahaan dapat memproduksi barang sesuai
dengan kebutuhan dan permintaan konsumen, memberikan service
yang memuaskan dan menjaga hubungan baik dengan
konsumennya, maka hal ini adalah keunggulan kompetitif yang
dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang mempunyai keunggulan
kompetitif akan mampu bersaing dan bertahan di lingkungan bisnis
yang berkembang pesat.
Dalam hubungannya dengan teori stakeholder, dijelaskan
bahwa seluruh aktivitas perusahaan bermuara pada penciptaan
nilai/value creation. Kepemilikan serta pemanfaatan sumber daya
intelektual memungkinkan perusahaan mencapai keunggulan
lebih kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai tambah
secara berkesinambungan.
Dalam usaha yang harus dilakukan penciptaan nilai (value
creation) diperlukan pemanfaatkan seluruh komponen sumber daya
serta dilakukan dengan cara mengelola dan meningkatkan
kekayaan intelektual yang dimiliki oleh perusahaan yang meliputi
karyawan (human capital), aset fisik (physical capital), dan
struktural capital. Value added yang dihasilkan dari proses value
creation akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Dengan memilikinya keunggulan yang kompetitf dan
pengelolaan kekayaan intelektual yang baik maka akan terciptanya
value added bagi perusahaan, maka persepsi pasar terhadap nilai perusahaan akan meningkat karena diyakini perusahaan yang
memiliki kompetensi dan keunggulan kompetitif mampu bertahan
dan bersaing dalam dunia bisnis serta meningkatkan nilai pasar
perusahaan yang tercermin melalui price to book value (PBV).
Karena investor akan memberikan nilai tambah atau penghargaan
kepada perusahaan yang mampu menciptakan nilai pasar yang
Employed Capital Human Capital Structural Capital
VACA = VA / CA
VA : Value Added
CA : Dana Tersedia (Ekuitas + Laba
Bersih)
VAHU = VA / HC
VA : Value Added HC : Human Capital
(Beban Karyawan)
STVA = SC / VA
SC : Structural Capital (VA-HC ) VA : Value Added
Nilai Perusahaan
Price to Book Value Ratio Perusahaan
Stakeholder Manajer
Capital
Intellectual Capital
Menghitung IC menggunakan model indikator VAICTM dengan cara menganalisis dan menunjukan
koefisien-koefisien IC pada laporan keuangan
VAICTM= VACA + VAHU + STVA
diukur diukur diukur
diukur
Gambar 2.2. Model Penelitian
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Dantes (2012) : “Menyatakan hipotesis sebagaipraduga
atau asumsi yang harus diuji melalui data atau fakta yang diperoleh dengan
jalan penelitian”.
Menurut Sugiyono (2012) : “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Dikatakan sementara
karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan,
belum didasarkan berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data. Hipotesis dirumuskan berdasarakan teori, dugaan,
pengalaman pribadi/orang lain, kesan umum, kesimpulan yang masih
sangat sementara. Hipotesis adalah pernyataan keadaan populasi yang
akan diuji kebenarannya menggunakan data/informasi yang dikumpulkan
melalui sampel.
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh antara Value Added Human Capital terhadap Nilai
Perusahaan
H2 : Terdapat pengaruh antara Value Added Structural Capital terhadap Nilai
Perusahaan
H3 : Terdapat pengaruh antara Value Added Capital Employed terhadap Nilai
Perusahaan
NILAI
PERUSAHAAN
Intellectual CapitalH4 : Terdapat pengaruh antara Value Added Human Capital, Value Added