• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAP.COM - PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA ...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAP.COM - PERAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN DALAM PEMBINAAN NARAPIDANA ..."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana

Dengan Sistem Pemasyarakatan

Oleh :

Munawan

Abstraksi :

Terpidana yang telah mendapatkan putusan yang memperoleh kekuatan tetap, maka terpidana akan dikirim ke lembaga pemasyarakatan untuk melaksanakan hukumannya dan mendapatkan pembinaan oleh para pembina dari lembaga pemasyarakatan. Dalam pembinaan yang diberikan pembina bukan untuk supaya jera akan tetapi para pembina memberikan suatu ketrampilan supaya nantinya dapat berusaha atau bahkan setidaknya dapat menghidupi dirinya sendiri. Pembinaan terhadap narapidana yang ada dilembaga pemasyarakatan terdapat hambatan yang dihadapi oleh pembina yaitu misalkan tempat pembinannya terlalu sempit, alat untuk melaksanakan pembinaan terlalu sedikan bahkan banyak yang rusak, dana yang ada dalam anggaran untuk melaksanakan pembinaan terlalu terbatas serta para pembinanya terlalu terbatas bahkan yang mempunyai keahlian juga terlalu terbatas bahkan ruangan untuk tempat para narapidana sudah tidak muat atau terlalu banyak.

A. Latar Belakang Masalah

Penyelidikan yang dilakukan oleh polisi sebagai awal dari tingkatan proses

pemeriksaan terjadinya perbuatan pidana, untuk itu apabila polisi dalam melakukan

penyelidikan tersebut polisi menganggap perlu adanya penahanan maka tersangka yang di

duga melakukan perbuatan pidana tersebut di tahan, hal ini untuk memudahkan

penyidikan yang dilakukan oleh polisi serta untuk menjaga agar tersangka tidak

melarikan diri atau menghilangkan barang bukti. Selain penindakan reprensif yang

dilakukan oleh polisi terhadap tersangka yang diduga melakukan perbuatan pidana, maka

aparat penegak hukum dalam hal ini polisi dapat melakukan secara preventif yaitu dengan

cara pencegahan terjadinya perbuatan pidana.

Penanggulangan secara preventif yang dilakukan oleh polisi tersebut juga tidak

lepas dari masyarakat maupun orang tersebut, hal ini tenpa adangan dukungan dari

masyarakat maupun orang yang disekitar masyarakat penanggulangan tersebut

penanggulangan secara preventif tidak ada artinya. Yang dilakukan oleh polisi dalam

melakukan penanganan secara preventif terjadinya perbuatan pidana dengan melakukan

penyuluhan-penyuluhan hukum di masyarakat yang merupakan juga pembangunan

dibidang hukum.

Pembangunan di bidang hukum dalam hal ini pidana tidak hanya mencakup

pembangunan lembaga hukum yang bergerak dalam suatu mekanisme dalam

(2)

yang ada di DPR. Produk hukum oleh DPR sangat berpengaruh terhadap sistim yang akan

dijalankan oleh aparat hukum yang ada dilapangan.

Pembangunan dibidang hukum dapat dilakukan secara substansial yang berupa

pembangunan produk-prosuk hukum yang merupakan hasil dari suatu badan yang

membuat suatu undang-undang dalam bentuk peraturan perundang-undangan hukum

khususnya hukum pidana yang sesuai dengan perasaan hukum dan rasa keadilan yang

hidup ditengah masyarakat. Dalam pembangunan dan pembaharuan hukum khususnya

hukum pidana tersebut mau tidak mau akan mencakup persoalan-persoalan yang

berkaitan dengan masyarakat, aparat penegak hukum baik kepolisian, jaksa maupun

hakim sebagai pemutus perkara pidana.

Dalam menjalankan produk hukum yang dijalankan oleh aparat penegak hukum

tidak lepas dari pada masyarakat sebagai pendukung adanya aturan yang dikeluarkan oleh

pemerintah termasuk dalam menjalankan putusan oleh terpidana. Putusan yang sudah

mempunyai kekuatan hukum tetap terpidana akan menjalankan putusannya dilembaga

pemasyarakatan yang sebelumnya menggunakan sistim kepenjaraan dengan dasar Intruksi

Kepala Derektorat Pemasyarakatan Nomor JHG 8 / 504 / tanggal 17 Juni 1964.

Sistim pemasyarakatan bagi tersangka yang telah dijatuhi hukuman oleh majelis

hakim dan mempunyai kekuatan hukum tetap harus menjalani hukuman yang berada

dilingkungan lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan yang berada

dikota-kota mempunyai arti yang sangat penting dalam membina terpidana supaya nantinya

sepulangnya atau selesainya menjalani pemidanaan akan dapat bermasyarakatdan dapat

diterima oleh masyarakat.

Sistim pemasyarakatan merupakan suatu tatanan mengenai arah dan batas serta

cara pembinaan warga pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina,

yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga pembinaan

pemasyarakatan, sehingga agar menyedari kesalahan memperbaiki diri tidak mengulangi

tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh masyarakat.

Sedangkan sistim pemasyarakatan seperti yang telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan dalam pasal 1 huruf 2 telah

dikemukakan sebagai berikut :

“ Suatu tatanan mengenai arah serta cara pembinaan warga binaan

(3)

lingkungan masyarakat dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat

hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.

Sebelum adanya sistem pemasyarakatan yang dilakukan oleh pemerintah telah

terjadi pembinaan narapidana dengan distem kepenjaraan yang mana dengan sistem ini

narapidana diperlakukan dengan tidak manusia akan tetapi dilakukan dengan balas atas

kejahatan yang dilakukannya, sehingga ada anggapan bahwa seseorang nara pidana

setelah keluar dari penjara akan dikucilkan oleh masyarakat. Lain halnya dengan sistem

pemasyarakat yang mana si narapidana dididik oleh petugas supaya apabila keluar dari

lembaga pemesyarakatan akan kembali diterima masyarakat dan dapat mandiri.

Dalam melaksanakan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan

peran masyarakat juga sangat diperlukan apabila sudah keluar dari lembaga

pemasyarakatan seperti yang dikemukakan oleh Andi Hanzah dan Siti Rahayu yaitu : “

Pada masa transisi antara keluarnya narapidana dari penjara dan penyesuaiaan dengan

kehidupan masyarakat itu terjadi titik balik. Mereka dengan mudah membawa arus

kembali kepada kehidupan yang menyimpang yang telah perbuat dahuku”.1

Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh Romli Atmasasmita yang

berpendapat bahwa : “ walaupun masyarakat mempunyai peranan yang sama berarti

dalam proses resosialisasi narapidana, namun dari pihak masyarakat sendiri cenderung

untuk menolak kehadiran narapidana ditengah-tengah mereka”.2

Dari sisi lain terdapat istilah yang namanya hukuman dan sering disebut oleh

masyarakat pada umumnya, sehingga masyarakat lebih tahu hukuman yang dikenakan

terhukum. Adapun hukuman itu sendiri mempunyai arti yang sangat luas seperti yang

dikemukakan oleh sarjana ini yaitu :

“Seorang manusia yang dipidana, narapidana yang berarti kaum terpidana,

disamping kita mengenalkan nama-nama nara praja, ialah kaum pamong praja, nara karya ialah orang pekerja. Kata-kata orang hukuman yang bararti orang manusia yang dihukum tidak tepat, kata hukuman dapat dipakai dalam lapangan hukum sipil dan hukum kriminal. Bersama-sama yang membingungkan untuk menegaskan perbedaannya, hukuman dalam lapangan hukum kriminil kita sebut pidana, yang dalam bahasa Belandanya disebut strap, maka seorang manusia yang dikenakan hukuman kriminil kita sebut narapidana.3

1

Andi Hamzah, Suatu Ringkasan Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Akademi Presindo , Jakarta, 1998 hal 12.

2

Romli Atmasasmita, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, CV. Armico Bandung, 2002 hal 53.

3

(4)

Kesesuaian antara pembina dan yang dibina seharusnya seimbang seperti yang

diharapkan oleh pasal 1 huruf h, sehingga dalam pembinaannya itu akan lebih efektif dan

terarah dan dapat berguna bagi yang dibina. Disamping itu peralatan pendukungnya yang

digunakan dalam pembinaan narapidana harus memadahi seperti misalkan alat untuk

menjahit. Kalau memang sudah semua memadahi dalam melakukan pembinaan terhadap

nara pidana akan lebih mengarah dan terarah serta dapat diterapkan oleh si nara pidana

setelah selesai menjalani pemidanaan.

Dengan memperhatikan apa yang dijelaskan mengenai sistim pemasyarakat, maka

terdapat tujuan yang akan dicapai seperti yang sudah dijelaskan dalam pendapatnya

sarjana yaitu untuk :

1. Mangayomi masyarakat terhadap perbuatan jahat terpidana.

2. Mengayomi terpidana yaitu dengan jalan memberikan bekal hidup

kepadanya agar menjadi yang baik dan berguna dikemudian hari.4

Dalam melakukan pembinaan kemungkinan terhadap nara pidana antar pembina

dan yang dibina tidak seimbang yang mana antara pembina dan yang dibina banyak yang

dibina sedangkan peralatannya untuk menunjang pembinaan lebih terbatas, sehingga akan

juga mempengaruhi proses pembinaan itu sendiri. Untuk menghindari terbatasnya

peralatan atau pembina, maka diperlukan adanya kerja sama dengan instansi balai yaitu

misalkan balai latian kerja yang terdapat dikota tersebut.

B. Permasalahan

Dari latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk menarik suatu masalan

yang berkenaan dengan pembinaan nara pidana di lembaga pemasyarakat yaitu

bagaimana dampak pembinaan narapidana yang dilakukan pembina oleh pihak lembaga

pemasyarakatan Tulungagung dalam membina nara pidana? Dan hambatan apa dalam

melaksanakan pembinaan nara pidana di lembaga pemasyarakata Tulungagung?

C. Tujuan Penelitian.

Dalam penulisan karya tulis ini yang berbentuk penelitian terdapat tujuan yang hendak dicapai

oleh penulis yaitu terbagi menjadi dua diantaranya tujuan umum dan tujuan khusus.

4

(5)

1. Secara umum yaitu sebagai salah satu pelaksanaan Tri darma Perguruan Tinggi Pada

Fakultas Hukum Universitas Tulungagung, serta untuk menambah perkembangan

ilmu khususnya ilmu hukum.

2. Secara khusus yaitu untuk mengetahui dampak pembinaan narapidana yang dilakukan

oleh pihak lembaga pemasyarakatan Tulungagung dalam membina nara pidana dan

untuk mengetahui hambatan apa dalam melaksanakan pembinaan nara pidana di

lembaga pemasyarakata Tulungagung.

D. Metode Penelitian.

Metode merupakan cara yang akan dilakukan oleh penulis dalam melakukan

penelitian, sehingga penelitian nantinya mendapatkan hasil yang baik oleh karena itu

dalam penyusunan ini memerlukan cara yang dianggap mudah antara lain :

a. Studi Kepustakaan yaitu mempelajari teori-teori dari kepustakaan ini penulis

memperoleh dari data yang sifatnya teoritis penelitian, baik dari buku–buku atau

artikel– artikel dokumentasi dari bahan–bahan hukum tertulis hasil karangan para

ahli hukum dan sarjana–sarjana terkemuka khususnya yang berkaitan dengan

pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara terhadap kasus yang sama.

b. Studi Lapangan yaitu mengadakan kegiatan dengan melakukan penelitian secara

langsung untuk mendapatkan data yang lengkap dan nyata dalam penyusunan karya

tulis ini. Dalam melakukan pengamatan secara langsung yaitu disebut dengan bahan

hukum primer yang mana bahan hukum tersebut merupakan bahan hukum yang

terdapat di dalam berbagai peraturan dan atau perundang-undangan yang berkaitan

dengan pembinaan nara pidana, maupun tidak langsung yang disebut dengan bahan

hukum sekunder terhadap obyek yang akan diteliti dengan cara wawancara yaitu

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada responde, untuk

mendapatkan gambaran yang jelas suatu masalah yang diteliti. Bahan Hukum

sekunder merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum

primer. Selain bahan hukum primer dan sekunder terdapat bahan hukum tersier yang

mana bahan hukum ini merupakan bahan hukum penunjang yang terdapat didalam

kamus baik hukum maupun kamus umum.

c. Pengolahan Dan Analisa Data.

Data merupakan penunjang dari penulisan, yang akan saya susun, hal ini

dengan adanya data dapat membantu memudahkan penyusnan. Dari hasil bahan yang

(6)

dengan jalan wawancara dengan hakim serta mempelajari beberapa dokumen,

kemudian dikembangkan dan dianalisa antara teori yang berlaku dengan praktek yang

ada di persidangan. Dari ini maka didapatkan hal-hal yang bersifat umum seperti yang

disebut dengan metode deduktif. Disamping itu pula perlu menggunakan metode

diskriptif analistis yaitu dengan membandingkan antara data yang diperoleh dari hasil

wawancara atau studi lapangan kemudian dianalisa dengan teori-teori hukum yang

terkait.

E. Tujuan Pemidanaan

Pemidanaan telah ada sejak mulai berdirinya kerajaan-kerajaan yang pada waktu

itu titah raja merupakan hukuman yang harus ditaati oleh semua warga kerajaan. Dengan

adanya hukuman yang harus ditaati oleh semua warga kerajaan setelah raja melakukan

putusan. Setelah pemerintahan kerajaan menjadi negara republik, maka putusan kerajaan

beralih keputusan pengadilan.

Setelah majelis hakim menjatuhkan putusan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap, maka terpidana harus menjalani pemidanaannya di lembaga

pemasyarakatan. Dalam menjalani pemidanaan yang dijatuhkan terpidana terdapat tujuan

yang akan dicapainya diantaranya terpidana setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan

dapat berdiri sendiri untuk mencari pendapatan guna untuk memenuhi kebutuhannya.

Lain halnya pemidanaan sejak dahulu yang mana bertujuan untuk ganjaran terhadap

kejahatan yang dilakukannya.

Dalam menjalani pidana di dalam lembaga pemasyarakatan yang mana perlu

adanya pembina dan sistim pembinaan yang dapat dijalani atau bermanfaat bagi nara

pidana. Dalam pembinaan dan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang terdapat teori –

terori seperti teori absolut, teori relatif dan teori gabungan.

1. Teori Absulut.

Dalam teori ini yang berpendapat bahwa setiap kejahatan harus diikuti dengan

pidana yang harus jilaninya. Dengan pemidanaan yang dijalaninya perlu dikaji atau

diperhatikan apakah dengan pemidanaannya yang dijalani oleh terpidana dapat

bermanfaat atau tidak, sehingga dengan menjalani pidana di lembaga pemasyarakatan

terpidana dapat berubah dalam tingkah lakunya atau tidak.

Pemidanaan yang dijatuhkan dan dijalaninya itu di dasarkan masa lalu yang

(7)

perbuatannya yang melakukan perbuatan pidana dan karena perbuatannya melanggar

tata hukum yang berlaku.

2. Teori Relatif.

Teori ini lain halnya teori teori absolut, karena teori ini apabila terdapat

seseorang yang melakukan perrbuatan pidana tidah harus melakukan pidana di dalam

lembaga pemasyarakatan atau menjalani pidananya, akan tetapi perlu diperhatikan

manfaat bagi terpidana atau juga manfaat dari masyarakat, sehingga dalam menjalani

pemidanaannya perlu melihat dampak kedepan setelah menjalani pemidanaan di

lembaga pemasyarakatan.

Pemidanaan disini bukan dilihat dari pembalasan atas perbuatannya akan

tetapi dalam menjalani pidana yang terdapat di lembaga pemasyarakatan mempunyai

tujuan tertentu oleh karena itu teori ini disebut juga teori tujuan. Adapun tujuan

pemidanaan disini bukan untuk balas dendam atas perbuatannya akan tetapi

mempunyai tujuan seperti upaya untuk mencegah seseorang tidak melakukan

perbuatan pidana lagi.

Teori ini dalam penjatuhan pidana didasari untuk perbaikan dan dapat

bermanfaat bagi si pelaku pembuat pidana agar setelah menjalani pemidanaan dapat

lebih baik selain itu dapat melindungi masyarakat dari kejahatan- kejahatan baru yang

dilakukan oleh seseorang. Dari hasil pembinaan yang dilakukan oleh petugas lembaga

pemasyarakatan diharapkan masyarakat dapat menerima setelah keluar dari lembaga

pemasyarakatan dan si narapidana dapat mandiri dengan cara menerapkan

ketrampilan-ketrampilan yang dihasilkan dari pembinaan di lembaga pemasyarakatan.

3. Teori Gabungan

Teori ini merupakan gabungan dari teori absolut dan teori relatif, sehingga teori

ini mempunyai tujuan ganda yang mana pemerintah mempunyai hak untuk menjatuhkan

pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan jahat dan apabila menjalani

pemidanaan yang terdapat di lembaga pemasyarakatan, maka di harapkan seseorang

tersebut mendapat manfaatnya sehingga tidak melakukan perbuatan pidana lagi.

Dalam bukunya A. Hamzah dan Siti Rahayu terdapat tiga macam upaya untuk

memperbaiki orang yang melakukan perbuatan pidana atau berbuat jahat yaitu perbaikan

yiridis, perbaikan intelektual dan perbaikan moral.5 Dengan adanya dampak dari

menjalani pemidanaan tersebut sangat luas seperti adanya perbaikan dari orang yang

5

(8)

menjalani pemidanaannya, maka perlu dilakukan peningkatan-peningkatan dalam

pembinaan yang terdapat di dalam lembaga pemasyarakatan untuk mendapatkan hasil

yang baik.

Teori-teori pembinaan yang terdapat diatas tersebut sangat berpengaruh terhadap

jalannya pembinaan dan hasil yang lebih baik, sehingga teori-teori tersebut perlu adanya

peningkatan-peningkatan dalam melakukan pembinaan baik dari sisi pembinaannya

maupun sarana dan prasarana untuk melakukan pembinaan terhadap para narapidana yang

menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan dengan tujuan bermanfaat baik bagi

narapidana maupun pembinaan yang membina di lembaga pemasyarakatan.

F. Pengertian Sistim Pemasyarakatan.

Setelah seseorang dijatuhi majelis hakim dalam suatu nperkara pidanamaka

terpidana dalam menjalani pemidanaanya dilakukan di rumah tahanan negara atau

lembaga pemasyarakatan. Rumah tahanan negara ini untuk menampung seseorang yang

sudah menjalani pemidanaan atau juga dapat menitipkan sementara tahanan yang masih

diproses dalam perkara pidana.

Dari sistim pemidanaannya yang dilakukan terhadap seorang yang telah

melakukan perbuatan pidana dan dijatuhi majelis hakim serta putusannya telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Adapun tujuan dari pada pemidanaannya adalah :

1. Siksaan atau tanda-tanda pada badan yang biasanya dicap bakar pada badan agar si penjahat dapat dibedakan dari orang baik. Agar orang jujur menhindari orang jahat. Menurut hukum Islam dan berlaku dibeberapa negara si penjahat itu dicambuk.

2. Pidana mati dahulu dikenal cara melakukan eksekusi pidana mati dengan menenggelamkan, dilempar batu (dirajam), penggal kepala, dicekik dan sekarang ini dikenal dengan penggantungan, tembak mati, kursi listrik dan terakhir dengan suntikan.

3. Pembuangan dari dahulu kala cara pemidanaan dengan pembuangan ini telah dikenal dibanyak negeri, termasuk Indonesia. Di Rusia sampai kini masih dipakai sistim ini ( Pengasingan di Serbia )

4. Denda inipun telah dikenal dibanyak negeri.

5. Pemenjaraan, dengan berkembangnya sistim pemasyarakatan, maka praktis orang-orang yang dipenjarakan lebih banyak hidup di luar tembok penjara daripada didalamnya. Di Amerika Serikat dua pertiga dari narapidana

berada dalam pengawasan daripada di belakang tembok penjara.6

(9)

Dengan kehadiran sistim pembinaan pemasyarakatan tidak lepas dari pemerintah

untuk menggantikan sistim kepenjaraan yang dipruduksi oleh pemerintan Belanda waktu

menjajah Indonesia, sehingga semua produk hukunnya buatan Belanda. Adapun istilah

pemasyarakatan pertama kali diperkenalkan oleh Sahardjo dalam pidatonya pada waktu

menerima gelar Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari UI pada tanggal 5 Juli

1963 yaitu “ disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena hilang

kemerdekaannya bergerak membimbing terpidana agar bertobat, mendidik agar supaya ia

menjadi seorang anggota masyarakat sosial yang berguna”7

Dengan demikian bahwa sistim kemasyarakatan merupakan sistim pembinaan

sejak masuk di lembaga pemasyarakatan yang dihukum serta hilang kemerdekaannya

sampai ke masyarakat yang baik dan dapat berguna dilingkungannya atau keluarganya.

Sedangakan pengertian pemasyarakatan menurut Undang-Undang Nomor 12

tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam pasal 1 mempunyai pengertian bahwa :

“ayat 1 : Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga

binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistim pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

Ayat 2 : Sistim pemasyarakatan adalah suatu tatanan manganai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kwualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oeh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Ayat 3 : Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

Ayat 4 : Balai pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan.

Ayat 5 : Warga binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan dan klien pemesyarakatan.

Dengan istilah pemasyarakatan yang diatur dalam pasal 1 Undang-undang Nomor

12 tahun 1995 tersebut bahwa dalam sistim pemasyarakatan narapidana wajib bekerja,

pekerjaan yang diberikan tidak lagi merupakan bentuk eksploitasi terhadap tenaga

narapidana, akan tetapi lebih merupakan sarana untuk belajar bagi narapidana yang

7

(10)

dibina. Dengan belajar bekerja di lembaga pemasyarakatan diharapkan nantinya setelah

selesai menjalani hukuman dapat bekerja di masyarakat atau dapat menghidupi

keluarganya dengan bekerja.

G. Dasar Hukum Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan

Setiap orang yang menjalankan perbuatan pidana yang sudah diajukan di

pengadilan dan diputus oleh majelis hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap

terpidana harus menjalaninya di lembaga pemasyarakatan. Di lembaga pemasyarakatan

terpidana dibina untuk menjalani kegiatan-kegiatan yang sudah ada atau sudah

dijadwalkan oleh lembaga pemasyarakatan, sehingga tidak harus saja menjalani melulu

tanpa adanya pembinaan, sehingga sistem ini dinamakan dengan sistem pemasyarakatan

yang menempatkan terpidana sebagai subyek yang harus dibina.

Sistem pemasyarakatan terpidana menjalani hukuman tidak sebagai obyek akan

tetapi dalam menjalani hukuman terpidana sebagai subyek yang harus di bina dan dilatih

untuk mendapatkan tujuan pemasyarakatan yang sudah diharapkan baik terpidana

maupun pemerintah dalam hal ini diwakili oleh petugas lembaga pemasyarakatan

Sistim pemasyarakatan yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan

merupakan langkah maju dari sebelumnya yang mana sebelumnya dalam melakukan

pembinaan narapidana dilakukan dengan sistim kepenjaraan. Dengan sisitim

pemasyarakatan perundang-undangan yang di kenakan pada waktu itu yaitu berlaku

Reglemen Penjara S. 1917 Nomor 708.

Dalam stablat ini para narapidana diasingkan serta menjerakan terhadap si pelaku

dari masyarakat, sehingga terpidana diharapkan akan jera atau takut untuk melakukan

perbuatan pidana lagi. Untuk melaksanakan pemidanaan atas putusan yang dijatuhkan

oleh majelis hakim dengan sistim yang dipakai oleh Stablat ini hanya melaksanakan

hukuman saja tanpa adanya pembinaan.

Selain dari pada stablat tersebut pada tanggal 16 Desember 1983 telah keluar

keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia tentang Penerimaan dan Perawatan

Tahanan Serta Tata Tertip Rumah Tahanan Negara melalui Peraturan Pemerintah Nomor

27 Tahun 1983. Peraturan Pemerintah ini mengatur tugas pokok melaksanakan perawatan

tahanan dan memberikan tugas pemasyarakatan narapidana khususnya narapidana yang

sisa pidananya kurang dari 12 bulan.

Dalam pembinaan para narapidana yang menjalani hukuman dengan sistim

(11)

perbuatannya serta menyadari akan kekeliruan perbuatan masa lalunya serta kembali

dimasyarakat. Hal ini karena sebagai manusia akan selalu berhubungan dan saling

membutuhkan antara manusia yang satu dengan yang lainnya akan kebutuhannya.

Dengan adanya pembinaan yang terdapat di lembaga pemasyarakatan setiap

pembina akan memperhatikan orang yang dibina apakah serius mengerjakan ataukah

cuma sekedar melaksanakan. Semua itu akan dinilai termasuk kedisiplinan para

narapidana serta tingkah laku sehari-hari. Penilaian ini untuk mengajukan remisi yang

diberikan setiap hari yang sudah ditenyukan misalkan hari kemerdekaan Indonesia.

Untuk melaksanakan suatu remisi bagi para narapidana yang diatur dalam

Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1987 tentang Pengurangan Hukuman atau Remisi

Bagi Narapidana Pada Hari Kemerdekaan merupakan langkah maju. Sistim

pemasyarakatan ini mencita-citakan agar dalam proses pembinaan narapidana

membuahkan hasil penyadaran kepada para narapidana agar bertobat dan menyadari.

Disamping peraturan yang ada tersebut diatas terdapat aturan yang khusus

mengatur tentang pemasyarakatan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12

Tahun 1995 yang mana mengatur khusus Pemasyarakatan. Dengan adanya aturan khusus

mengenai Pemasyarakatan diharapkan dalam pembinaan terhadap narapidana dapat sesuai

dengan harapan semua pihak baik narapidana maupun tujuan pemerintah.

H. Pembinaan Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan.

Pembinaan narapidana yang di dasarkan sistim pemasyarakatan terdapat tambal

sulam pada sistim sebelumnya yang pada hakekatnya relefan dengan berbagai upaya

untuk mencapai masyarakat yang lebih maju. Tentunya dalam menggunakan sisitim baru

yaitu sistim pemasyaraktan ini tentunya dalam pembinaan yang dilakukan pembina

terhadap yang dibina perlu adanya penegaan nilai-nilai hak asasi manusia.

Walaupun dalam pembinaan terdapat narapidana dalam sistim kemasyarakatan.

Pola pikir kemasyarakatan memperkenankan tahap pembinaan yang harus dilalui

narapidana yaitu tahap observasi, pembinaan dan tahap asimilasi.8 Dalam pembinaan

yang terdapat pada sistim pemasyarakatan terdapat asas yang terkandung didalamnya

yaitu asas pengayoman yaitu mengayomi terhadap masyarakat terhadap tindakan yang

dilakukan oleh narapidana oleh karena itu narapidana harus dilakukan pembinaan untuk

supaya nantinya setelah keluar tidak melakukan perbuatan pidana lagi atau dapat bekerja

8

(12)

sendiri. Disamping itu terdapat asas pendidikan dan bimbingan yang mana setiap

narapidana mempunyai kewajiban untuk mengikuti pendidikan ataupum bimbingan yang

dilakukan oleh pembina untuk bekal nanti apabila berada lagi ditengah-tengah masyarakat

seperti mengikuti pendidikan keagamaan, mengikuti ketrampilan yang diberikan oleh

pembina misalkan ketrampilan menjahit.

Pembinaan perlakuan narapidana sebagai obyek di lembaga pemasyarakatan telah

membuahkan kewajiban untuk bekerja bagi narapidana sebagai bekal untuk dirinya

sendiri apabila kelak sudah selesai menjalankan hukuman yang dijatuhkan oleh putusan

hakim yang memperoleh kekuatan tetap. Kewajiban untuk bekerja lebih mengarah pada

pemanfaatan tenaga terpidana untuk mencapai produkfitas yang tinggi, sehingga tujuan

yang diharapkan oleh pembina akan lebih berguna..

Dalam pembinaan narapidana yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan tidak

saja dilakukan sendiri oleh pegawai lembaga pemasyarakatan karena keterbatasan dari

petugas akan tetapi perlu adanya kerja sama antara instansi terkait, misalkan departemen

agama yang mempunyai tugas membimbing dalam bidang kerohanian keagamaan, balai

latian kerja untuk mendidik dalam bidang latian kerja misalkan menjahit, membuat sapu

dari serabut kelapa.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam pembinaan yang dilakukan oleh

lembaga pemasyarakatan adanya kekurangan maka perlua adanya kerjasama yang

dilakukan oleh instansi terkait diharapkan untuk meningkatkan kemampuan narapidana

dalam bidang-bilang bakat yang dipunyainya yaitu misalkan bakat dan ketrampilan,

kesadaran keagamaan, kesadaran bermasyarakat berbangsa dan bernegara, kesadaran

hukum serta meningkatkan ilmu pengetahuan secara umum.

Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana yang dilakukan di lembaga

pemasyakatan tidak semua narapidana dicampur, akan tetapi harus digolongkan yang

mana sesuai dengan pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 yaitu umur, lama

pemidanaannya, jenis kejahatannya dan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan di

lembaga pemasyarakatan dengan demikian harapan pemerintah yang diharapkan dapat

terpenuhi.

Menurut A. Achmad S. Soemadipradjadan Dan Romli Atmasasmita, berpendapat

mengenai sifat orang yang dapat dikategorikan untuk meggolongkan yaitu :

“Orang-orang hukuman kemerdekaan yang mempunyai sifat-sifat khas adalah :

(13)

3. Orang-orang hukuman yang sudah lanjut usia. 4. Orang-orang hukuman wanita.

5. Orang-orang hukumam seumur hidup.9.

Dengan diadakan pemisahan terhadap narapidana yang ada dilembaga

pemasyarakatan diharapkan bagi terpidana yang mempunyai itikat baik untuk insaf tidak

berbuat lagi dan menjalani pemidanaannya akan tidak berpengaruh kepada narapidana

yang hanya menjalankan pemidaannya yang sewaktu-waktu akan kambuh dan

mengulangi perbuatannya.

Pemisahan yang dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan dalam membina

narapidana mempunyai maksud dan tujuan seperti misalkan pengaruh yang ada di

lembaga pemasyarakatan sangat kuat contohnya apabila orang melakukan kejahatan

pertama dan hanya mencuri untuk makan akan dicampur dengan para narapidana yang

sudah sering keluar masuk atau residivis, maka dikuatirkan pengaruh tersebut sangat kuat

dan akan melakukan perbuatan pidana lebih berani lagi.

Penggolongan terhadap sifat dari orang-orang narapidana yang terdapat di

lembaga pemasyarakatan sengat penting dan berpengaruh, hal ini karena narapidana yang

ada di lembaga pemasyarakatan sifatnya berbeda-beda ada yang mudah untuk menerima

pengaruh dan ada yang memang mempunyai pendirian yang kuat.

I. Peran Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pelaksanaan Pembinaan Nara Pidana..

Upaya pembinaan nara pidana yang dilakukan oleh para pembina sangat

berpengaruh terhadap orang yang dibina dari caranya, alatnya dan fasilitas-fasilitas

lainnya. Dalam membina suatu nara pidana terdapat proses yang harus dilakukan yaitu

misalkan seperti yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo yang menyebutkan bahwa :

“ Proses pembinaan nara pidana berdasarkan asas pancasila dan memandang nara pidana

sebagai makhluk Tuhan Ynag Maha Esa dan anggota masyarakat sekaligus dan usaha

pembinaannya telah diselenggarakan secara dinamis, progresip sesuai dengan kemajuan

nara pidana dan tanpa hubungan masyarakat”.10

Dalam proses pembinaan narapidana di lembaga pemasyarakatan mulai terpidana

masuk dalam Rumah Tahanan Negara, yang mana petugas lembaga pemasyarakatan

9

A. Achmad S. Soemadipradjadan Op Cit Hal 34 10

(14)

menyelidiki menyeluruh tentang latar belakang terpidana melakukan perbuatan pidana.

Dengan tahap ini petugas akan menentukan langkah yang perlu diambil dalam

pembinaan terhadap narapidana yang mana tahap ini disebut dengan tahap latian admisi

atau orientasi.

Dari orentasi yang dilakukan oleh petugas lembaga pemasyarakatan petugas juga

menjelaskan apa hak dan kewajiban serta tugasnya selama menjalani putusan pidana.

Waktu orentasi yang diberikan ke narapidana sekitar 1 bulan yang mana narapidana

ditepatkan pada sel yang khusus untuk menjalani orentasi dengan cara dikarantinakan

atau diasingkan dari narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan guna mengetahui

bakat yang ada.

Dengan dimasukkan di karantinakan atau diasingkan dari narapidana lain atau

yang ada di lembaga pemasyarakat dengan tujuan untuk melihat apakah nara pidana

mempunyai penyakit yang menular serta mengamati aibat psikologi ( kejiwaaan ). Setelah

dengan pengamatan selama 1 bulan tidak ada masalah, maka langkah selanjutnya

memasuki pembinaan yang mana diberikan berdasarkan ketrampilan yang dimiliki oleh

nara pidana sesuai dengan pengakuannya. Sebaliknya apabila dalam orentasi itu terpidana

mempunyai penyakit atau mengalami dampak kejiwaan, maka sebelum dilakukan

pembinaan narapidana tersebut di lakukan penyembuhan dahulu.

Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana terdapat tahap-tahap yang

harus dilaksanakan oleh pembina terhadap yang dibina atau nara pidana, yang mana tahap

dalam pembinaan dilakukan melalui tiga tahap yaitu : tahap pertama yang mana tahap ini

disebut dengan tahap maksimum security apabila terpidana sudah menjalani masa

pidananya sepertiga, maka tahap selanjutnya memasuki medium mercury yang

mempunyai arti bahwa pengawasan terhadap terpidana lebih longgar. Narapidana

dibolehkan mengunjungi semua blok dan diberi ijin dari petugas pembina serta dapat

melaksanakan tugas-tugas ringan di lembaga pemasyarakatan sehari-hari seperti

mmenjadi pesuruh kantor yang juga melakukan pemeliharaan kebersihan dilingkungan

lembaga pemasyarakatan serta dapat bekerja didapur. Tahap ini terpidana harus

berkelakuan baik disamping itu terpidana harus juga patuh, jujur, tanggung jawab tidak

melakukan pelanggaran-pelanggaran yang diatur dalam lembaga pemasyarakatan setelah

itu diajukan ke team pengamat pemasyarakatan untuk ditingkatkan status pembinaannya.

Setelah mendapatkan pernilaiaan baik selama setengah dari pidana yang

dijatuhkan, maka atas persetujuan dewan pembina pemasyarakatan pembinaan terhadap

(15)

dengan kehidupan diluar lembaga pemasyarakatan dengan bekerja bakti bersama-sama

dengan masyarakat sekitar yang juga terus diawasi oleh petugas lembaga

pemasyarakatan.

Setelah terpidana menjalani hukuman dua pertiga dari masa hukuman yang

dijatuhkan dan sekurang-kurangnya masa tahanannya atau hukumannya tinggal 9 bulan

terpidana dapat cuti menjelang bebas dari hukuman atau sudah habis masa hukumannya,

hal ini untuk memberi pelayanan yang lebih baik terhadap para narapidana yang masa

hukumannya tinggal sedikit selain itu untuk memberikabn kesempatan terhadap terpidana

untuk beradaptasi di masyarakat yang nantinya keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Pembinaan yang terdapat di lembaga pemasyarakatan Tulungagung terdiri dari

pembinaan sosial yang bertujuan untuk membimbing dan membantu narapidana untuk

memupuk dan mengembangkan sikap kreatif yang positif, disamping itu terdapat

pendidikan budi pekerti dan umum. Pendidikan yang diberikan terpidana dalam

melakukan pembinaan yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan keagamaan,

menyelenggarakan latihan dan olah raga baik volly maupun tenes meja. Disamping itu

juga terdapat pembinaan yang berbentuk pembinaan ketrampilan untuk bekal nantinya

keluar dari lembaga pemasyarakatan. Untuk pembinanya apabila kekurangan dalam

membina atau karena tidak adanya serta kurangnya tenaga ahli, maka akan

mendatangkan pembina dari Balai Latihan Kerja.

J. Hambatan Dalam Melaksanakan Pembinaan Narapidana Di Lembaga

Pemasyarakata Tulungagung.

Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana yang ada di rumah tahanan

negara banyak hal-hal yang kurang dalam mendukung pembinaan itu sendiri, sehingga

peran dari para pihak termasuk peralatan, pembina, tempat dalam melakukan pembinaan

serta yang tidak kalah pentingnya yaitu peran narapidana itu sendiri.

Peran petugas atau pegawai harus berusaha untuk menjalankan tugasnya dalam

membina narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan pertama terpidana masuk.

Disamping itu peningkatan kemampuan petugas pembina harus diusahakan sesuai dengan

perkembangan melalui kursus-kursus maupuan pelatihan yang berhubungan dengan

pembinaan. Dengan memperoleh kursus maupun pelatihan diharapkan dapat dalam

melakukan pembinaan akan lebih mudah untuk mengatasi permasalahan-permasalahan

(16)

Pembinaan yang dilakukan oleh petugas rumah tahanan negara terdapat beberapa

hambatan yang dihadapinya, biarpun dalam melakukan suatu pembinaan secara umum

sudah berjalan dengan baik. Adapun hambatan yang terdapat dalam melakukan

pembinaan terhadap narapidan di lembaga pemasyarakatan Tulungagung yaitu :

1. Sarana maupum prasarana dalam lembaga pemasyarakatan Tulungagung.

Kalau kita lihat dari sisi bangunannya, maka lembaga pemasyarakata

Tulungagung sudah dapat dibilang sangat tua, sehingga perlu adanya renovasi. Hal ini

karena bangunannya sudah tidak memenuhi syarat sebagai sarana pembinaan terhadap

narapidana yang menjalani hukumannya. Disamping itu alat untuk melakukan latihan

kerja terhadap para narapidana sudah usang dan banyak yang rusak, sehingga tidak

layak lagi untuk digunakan.

Selain itu untuk persediaan dana makan bagi para narapidana sangat minim, hal

ini karena anggaran yang ada pada lembaga pemasyarakatan Tulungagung juga sangat

minim. Dengan minimnya anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk makan

sehari-hari para narapidana mengakibatkan makannya hanya sekedar tidak

memperhatikan gisi para narapidana.

2. Peranan hakim pengawas kepada narapidana.

Untuk melaksanakan hukuman yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap

terpidana diperlukan hakim pengawas dan pengamat yang diatur dalam pasal 227

KUHP apakah putusan dijatuhkan itu dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada

atau tidak. Dalam pengewasan terhadap terpidana yang menjalani di lembaga

pemasyarakatan ditekankan dalam pembinaannya, hal ini untuk bekal nanti setelah

keluar dari lembaga pemasyarakatan.

3. Petugas pembina yang ada di lempaga Pemasyarakatan Tulungagung.

Pada prinsipnya setiap petugas yang ada dilembaga pemasyarakatan

Tulungagung mempunyai tugas untuk membina narapidana, akan tetapi karena

nimimnya tenaga petugas yang tidak seimbang dari jumlah narapidana, maka petugas

pembina masih memerlukan alat atau petugas lain dari instansi terkait misalkan

instansi departemen Agama.

4. Minimnya anggaran yang terdapat dalam pembinaan narapidana.

Minimnya anggaran yang ada, maka lembaga pemasyarakatan Tulungagung

harus membagi pos-pos yang memerlukan anggaran seperti untuk perawatan peralatan

untuk mesin-mesin ketrampilan ataupun yang terdapat pada bengkel yang sudah ada

(17)

5. Banyaknya Narapidana.

Tempat sel untuk ditempati para narapidana sangat diperlukan berpengaruh ,

oleh karena itu tempatnya tidak boleh melebihi kapasitas dari tempat yang akan

dihuni, misalkan tempat yang akan dihuni berkapasitas sepuluh orang dan tempat sel

tersebut ditempati oleh duapuluh orang karena keterbatasan ruangan yang tidak

seimbang dengan banyaknya narapidana.

Hambatan-hambatan dalam melakukan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga

pemasyarakatan Tulungagung dapat mempengaruhi jalannya pembinaan yang dilakukan

oleh petugas, oleh karena itu lembaga pemasyarakatan tersebut melakukan kegiatan

maupun trobosan yang dianggap sangat membantu pembinaan yang dilakukan lembaga

pemasyarakatan selama ini.

K. Kesimpulan

Terpidana yang telah mendapatkan putusan yang memperoleh kekuatan tetap,

maka terpidana akan dikirim ke lembaga pemasyarakatan untuk melaksanakan

hukumannya. Dalam melaksanakan putusan hakim yang terdapat di lembaga

pemasyarakatan terpidana akan mendapatkan pembinaan oleh para pembina dari lembaga

pemasyarakatan dan kalau dalam lembaga pemasyarakatan kurang tenaga, maka perlu

tambahan petugasnya dan apabila sangat mendesak maka perlu adanya pengangkatan

pegawai baru atau dengan sistem kontrak yang mempunyai keahlian khusus. Dalam

pembinaan yang diberikan pembina bukan untuk supaya jera akan tetapi para pembina

memberikan suatu ketrampilan supaya nantinya dapat berusaha atau bahkan setidaknya

dapat menghidupi dirinya sendiri. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana

yang ada dilembaga pemasyarakatan terdapat hambatan yang dihadapi oleh pembina yaitu

misalkan tempat pembinannya terlalu sempit, alat untuk melaksanakan pembinaan terlalu

sedikan bahkan banyak yang rusak, dana yang ada dalam anggaran untuk melaksanakan

pembinaan terlalu terbatas serta para pembinanya terlalu terbatas bahkan yang

mempunyai keahlian juga terlalu terbatas bahkan ruangan untuk tempat para narapidana

(18)

DAFTAR PUSTAKA

A. Khoesnunn, 1987, Politik Penjara Nasional, Penerbit Sumur Bandung, Ghalia Indonesia.

A. Ahmad S. Soemadipradja dan Romli Atmasasmita, 1983, Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia, GBHN Dep. Keh. Penerbit Bina Cipta.

Bambang Poernomo, 1986, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Kemasyarakatan, Liberty Yogyakarta.

Hamzah Dan siti rahayu, 1983, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Akademika Presindo, Jakarta.

Hartoyo,2002, Pedoman Sistem Pemasyarakatan, Bintang Indonesia, Jakarta.

Moeljatno, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta.

Marzuki, Metodologi Reset, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1986.

Masruchin Ruba’I, 1998, Perkembangan Pemikiran Pembinaan Narapidana, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang.

Romli Atmasasmita,2002, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, CV. Armico Bandung.

Racmad S. Soemadipraja Dan Romli Atmasasmita, 1988, Sistem Pemasyarakatan Di Indonesia, Bina Citra Jakarta.

Poerwoadji Moelyono, 1991, Penologi dan Teori-Teori Pemidanaan, Diktat Malang.

Roeslan Saleh,1983, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Cetaan Ke 3 Aksara Baru, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Upacara kematian bagi mereka merupakan bagian dari sosialisasi, dan erat berkaitan dengan keyakinan yang ditanamkan oleh agama mereka, bahwa kematian adalah sebenarnya awal

Secara simultan jumlah anggota, jumlah simpanan dan pinjaman anggota berpengaruh signifikan terhadap Sisa Hasil Usaha pada Koperasi Karyawan Timah Mitra

Tahun 2008 diharapkan merupakan tahap kemandirian dan selanjutnya pada tahun 2008-2009 Dinas kesehatan dan Keluarga Berencana dapat mewujudkan apa yang menjadi

Tingginya kelimpahan fitoplankton di stasiun 3 pada saat pasang disebabkan karena letak stasiun 3 yang berada pada daerah dekat laut sehingga pada saat pasang

Dengan mendengarkan semua kesulitan- kesulitan yang dihadapi oleh guru, yaitu tentang. penyusunan pengembangan silabus

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), sebagai salah satu unit utama di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan

Merupakan promosi yang dilakukan melalui pribadi- pribadi karyawan Bank dalam melayani serta ikut mempengaruhi nasabah. Secara khusus penjualan pribadi dapat

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga.. Tesis Pengaruh Keterampilan