• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Anak Jalanan Di Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Perilaku Anak Jalanan Di Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Perilaku

1.1. Pengertian Perilaku

Perilaku menurut Oktaviawan (2003) adalah orientasi yang dipelajari terhadapat objek, atau predi posisi untuk bertindak dengan satu cara terhadap sekelompok (pribadi, konsep, benda) dan sikap itu selalu mempunyai kecenderungan positif dan negatif.

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup cara berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi, dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan sebagai aktifitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Menurut pendapat Louis Thurstone Rensis dan Charles Osgood (2008) menyatakan bahwa sikap atau perilaku adalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. 2. Anak

2.1. Pengertian Anak

Berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 November 1989 dan telah diratifikasi pada tahun 1990, Bagian 1 Pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.

(2)

3. Anak Jalanan

3.1. Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak-anak berusia dibawah 18 tahun, sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat-tempat umum untuk mencari nafkah atau berkeliaran, penampilan mereka biasanya kumal, kotor serta tidak terawat dan memiliki hubungan yang kurang dekat dengan keluarga (DepSos, 2006 dan Garliah, 2004).

Anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya berada dijalanan atau di tempat-tempat umum, berusia antara 5 sampai 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

3.2. Karakteristik Anak Jalanan

Anak jalanan memiliki karakteristik sosial seperti warna kulit yang kusam, penampilan yang tidak rapi serta kotor, jumlah anak jalanan lebih banyak laki-laki dibanding perempuan, pada laki-laki anak jalanan rata-rata pada usia 16-18 tahun sedangkan perempuan pada usia 13-15 tahun,mereka berada di tempat-tempat keramaian dan banyak makanan, anak jalanan ini sangat rentan mengalami tindak kekerasan dari berbagai lingkungan, misalnya lingkungan mereka bekerja atau tempat tinggal. Anak jalanan berasal dari keluarga kurang mampu dengan pendidikan kepala keluarga hanya sampai SD, memiliki hubungan yang kurang baik dengan keluarga, orang tua bukan merupakan orang terdekat bagi anak jalanan. Penyebab terjadinya anak jalanan dapat dibedakan menjadi 3 tipe berdasarkan faktor ekonomi, keluarga, dan iseng-iseng (Sutinah, 2001; Garliah, 2004; Handoyo, 2004; DepSos, 2006 dan Suhartini, 2008)

Selain karakteristik sosial, anak jalanan juga memiliki karakteristik ekonomi yang dapat dilihat dari lokasi bekerja, aktivitas yang dilakukan, kondisi ekonomi keluarga, dan modal untuk melakukan pekerjaan. Lokasi bekerja anak jalanan biasanya berada di pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman, daerah lokalisasi tunasusila, perempatan jalan atau jalan raya terutama daerah lampu merah (traffic light), di kendaraan umum, dan tempat pembuangan sampah (DepSos, 2006; Sutinah, 2001).

(3)

mengasong, menjual koran atau majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut, menjadi penghubung atau penjual jasa, bersih-bersih makam, pekerja seks, pencari kerang (di pantai), dan ojek payung (DepSos, 2006; Sutinah 2001).

Sudrajat (2005) yang mengemukakan bahwa masalah anak termasuk anak jalanan memperlihatkan bukan lagi hanya masalah perut lapar, keterlantaran atau tidak terpenuhinya kesejahteraan, tetapi anak telah menjadi korban eksploitasi, kekerasan dan penyalahgunaan oleh orang dewasa, termasuk orang tuanya sendiri.

3.3. Jenis Anak Jalanan

Berdasarkan kajian lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok (Suyanto, 2010).

a. Children on the street

yakni anak-anak yang mempunyai kegiaan ekonomi di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka.

b. Children of the street

yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu.

c. children from families of the street

yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.

3.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan

Departemen Sosial (2001) menyebutkan bahwa penyebab keberadaan anak jalanan ada 3 jenis, yakni faktor pada tingkat mikro (immediate causes), faktor pada tingkat messo (underlaying causes), dan faktor pada tingkat makro (basic causes).

a. Tingkat Mikro (immediate cause)

(4)

sebab yang biasa diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga berdiri sendiri, yakni:

1) Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus, berpetualang, bermain-main atau diajak teman.

2) Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan, atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga, terpisah dengan orang tua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial. Hal ini dipengaruhi pula oleh kemiskinan, pengangguran, perceraian, kawin muda, maupun kekerasan dalam keluarga.

3) Melemahnya keluarga besar, dimana keluarga besar tidak mampu lagi membantu terhadap keluarga-keluarga inti, hal ini diakibatkan oleh pergeseran nilai, kondisi ekonomi, dan kebijakan pembangunan pemerintah.

4) Kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak, dimana orang tua sudah tidak mampu lagi memahami kondisi serta harapan anak, telah menyebabkan anak-anak mencari kebebasan.

Selain itu Odi Shalahudin (2004) menyebutkan pula faktor-faktor yang di sebabkan oleh keluarga yakni sebagai berikut:

1) Keluarga miskin

Hampir seluruh anak jalanan berasal dari keluarga miskin. Sebagian besar dari mereka berasal dari perkampungan-perkampungan urban yang tidak jarang menduduki lahan-lahan milik negara dengan membangun rumah-rumah petak yang sempit yang sewaktu-waktu dapat di gusur. Anak jalanan yang berasal dari luar kota, sebagian besar berasal dari desa-desa miskin.

(5)

2) Perceraian dan kehilangan orang tua

Perceraian dan kehilangan orang tua menjadi salah satu faktor resiko yang mendorong anak-anak pergi ke jalanan. Peceraian atau perpisahan orang tua yang kemudian menikah lagi atau memiliki teman hidup baru tanpa ikatan pernikahan sering kali membuat anak menjadi frustasi. Rasa frustasi ini akan semakin bertambah ketika anak dititipkan ke salah satu anggota keluarga orang tua mereka atau tatkala anak yang biasanya lebih memilih tinggal bersama ibunya merasa tidak mendapatkan perhatian, justru menghadapi perlakuan buruk ayah tiri atau pacar ibunya.

3) Kekerasan keluarga

Kekerasan keluarga merupakan faktor resiko paling banyak dihadapi oleh anak-anak sehingga mereka memutuskan untuk keluar dari rumah dan hidup di jalanan. Berbagai faktor lainnya yang berkaitan dengan hubungan antara anak dengan keluarga, tidak lepas dari persoalan kekerasan. Seperti kasus eksploitasi ekonomi terhadap anak yang dipaksa menyerahkan sejumlah uang tertentu setiap harinya, akan menghadapi risiko menjadi korban kekerasan apabila tidak memenuhi target tersebut. Kekerasan keluarga tidak hanya bersifat fisik saja, melainkan juga bersifat mental dan seksual.

4) Keterbatasan ruang dalam rumah

(6)

5) Eksploitasi ekonomi

Anak-anak yang turun ke jalan karena didorong oleh orang tua atau keluarganya sendiri atau biasanya bersifat eksploratif. Anak ditempatkan sebagai sosok yang terlibat dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Eksploitasi ekonomi oleh orang tua mulai marak terjadi ketika pada masa krisis, dimana anak-anak yang masih aktif bersekolah didorong oleh orang tuanya mencari uang dan ditargetkan memberikan sejumlah uang yang ditentukan oleh orang tua mereka.

6) Keluarga homeless

Seorang anak menjadi anak jalanan bisa pula disebabkan karena terlahirkan dari sebuah keluarga yang hidup di jalanan tanpa memiliki tempat tinggal tetap.

Dijelaskan pula mengenai faktor-faktor yang menyebabkan keluarga dan anaknya terpisah (BKNS, 2000), yaitu:

1) Faktor pendorong:

a) Keadaan ekonomi keluarga yang semakin dipersulit oleh besarnya kebutuhan yang ditanggung kepala keluarga sehingga dijumpai banyak kepala keluarga tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga, karena itu banyak anak-anak yang disuruh atau dengan sukarela membantu mengatasi kondisi ekonomi tersebut dengan mencari uang di jalanan.

b) Ketidakserasian dalam keluarga, sehingga anak tidak betah tinggal di rumah atau lari dari keluarga.

c) Adanya kekerasan atau perlakuan salah dari orang tua terhadap anaknya sehingga anak lari dari rumah.

d) Kesulitan hidup di kampung, anak melakukan urbanisasi untuk mencari pekerjaan mengikuti orang dewasa.

2) Faktor penarik:

a) Kehidupan jalanan uang menjanjikan, dimana anak mudah mendapatkan uang, anak bisa bermain dan bergaul dengan bebas.

b) Diajak oleh teman

(7)

b. Tingkat Messo (underlaying causes)

Faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan pada tingkat messo ini yaitu faktor yang ada di masyarakat. Menurut Departemen Sosial RI (2001), pada tingkat messo (masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi meliputi:

1) Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah asset untuk membantu peningkatan pendapatan keluarga, anak-anak diajak bekerja yang menyebabkan drop out dari sekolah

2) Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti kebiasaan itu.

3) Penolakan masyarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal.

Selain itu, Odi Shalahudin (2004) juga memaparkan faktor lingkungan munculnya anak jalanan yang bisa dikategorikan dalam faktor pada tingkat messo yakni sebagai berikut.

a) Ikut-ikutan teman

Ikut-ikutan teman berdasarkan pengalaman pendamping dari studi yang ada menjadi salah satu faktor resiko yang membuat anak turun ke jalanan. Teman di sini berarti teman-teman di lingkungan sekitar tempat tinggal anak atau teman-teman di sekolahnya yang telah lebih dahulu melakukan aktifitas atau kegiatan di jalanan. Keterpengaruhan akan sangat cepat apabila sebagian besar teman-temannya sudah berada di jalanan. Awalnya mereka mungkin hanya menonton saja ketika diajak untuk mengikuti temannya. Secara perlahan, anak mulai ditawari atau terdorong untuk ikut terlibat dalam kegiatan dijalanan ketika mengetahui teman-temannya bisa menghasilkan uang. Keterpengaruhan dari teman akan semakin tinggi apabila pihak keluarga dan komunitas sekitar tidak memiliki kepedulian terhadap keberadaan anak-anak di jalanan. Sehingga ketika anak-anak mereka turun ke jalanan, tidak ada upaya untuk mencegahnya.

b) Bermasalah dengan tetangga atau komunitas

(8)

c) Ketidakpedulian atau toleransi lingkungan terhadap keberadaan anak jalanan Ketidakpedulian komunitas di sekitar tempat tinggal anak atau adanya toleransi dari mereka terhadap keberadaan anak-anak di jalanan menjadi situasi yang sangat mendukung bertambahnya anak-anak untuk turun ke jalan. Biasanya ini terjadi pada komunitas-komunitas masyarakat miskin yang sebagian besar warganya bekerja di jalanan terutama sebagai pengemis.

c. Tingkat Makro (Basic Causes)

Faktor –faktor penyebab munculnya anak jalanan pada tingkat makro yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi adalah:

1) Ekonomi, adalah adanya peluang sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi. Migrasi dari desa ke kota mencari kerja, yang diakibatkan kesenjangan pembangunan desa-kota, kemudahan transportasi dan ajakan kerabat, membuat banyak keluarga dari desa pindah ke kota dan sebagian dari mereka terlantar, hal ini mengakibatkan anak-anak mereka terlempar ke jalanan.

2) Penggusuran dan pengungsian keluarga miskin dari tanah/rumah mereka dengan alasan “demi pembangunan”, mereka semakin tidak berdaya dengan kebijakan ekonomi makro pemerintah yang lebih menguntungkan segelintir orang.

3) Pendidikan, adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif, dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang mengalahkan kesempatan belajar. Meningkatnya angka anak putus sekolah karena alasan ekonomi, telah mendorong sebagian anak untuk menjadi pencari kerja dan jalanan mereka jadikan salah satu tempat untuk mendapatkan uang.

4) Belum beragamnya unsur-unsur pemerintah memandang anak jalanan antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai pembuat masalah atau trouble maker .

(9)

6) Pembangunan telah mengorbankan ruang bermain bagi anak (lapangan, taman, dan lahan-lahan kosong). Dampaknya sangat terasa pada daerah-daerah kumuh perkotaan, dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai ajang bermain dan bekerja.

Selain itu, Odi Shalahudin (2004) memaparkan tentang faktor-faktor yang menyebabkan anak turun ke jalan, beberapa merupakan faktor pada tingkat makro yaitu:

1) Dampak program

Niat baik tidaklah selalu menghasilkan hal baik. Program-program anak jalanan yang dilangsungkan oleh berbagai pihak tentunya tidak dimaksudkan untuk mempertahankan anak-anak jalanan melainkan dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan perlindungan, kesempatan mendapatkan hak-haknya dan yang terpenting adalah untuk mengeluarkan anak-anak jalanan dari dunia jalanan yang dinilai sangat tidak layak untuk diarungi mereka. Salah satu faktor yang dapat dikatakan sebagai faktor penarik bagi anak untuk pergi ke jalanan adalah adanya program untuk jalanan. Hal ini sangat mengejutkan dan kiranya dapat menjadi bahan evaluasi dan refleksi yang hasilnya dapat digunakan untuk mendesain program secara lebih berhati-hati di dalam memproyeksikan dampak terhadap anak-anak.

2) Korban bencana

Bencana alam seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi dan sebagainya ataupun bencana yang terjadi karena disebabkan oleh suatu akibat kebijakan pembangunan seperti penggusuran perkampungan miskin atau bencana yang ditimbulkan dari adanya konflik bersenjata antar kelompok masyarakat, negara dengan kelompok masyarakat, atau antar negara yang kesemuanya menyebabkan komunitas tersebut harus pindah dari tempat tinggal asalnya dan menjadi pengungsi. Situasi di dalam pengungsian yang terbatas dengan fasilitas dan persediaan bahan pangan menyebabkan anak-anak melakukan kegiatan di jalanan seperti menjadi pengemis.

3) Korban penculikan

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Biaya perjalanan dinas peserta untuk mengikuti kegiatan dimaksud dibebankan pada DIPA Kantor Pusat DJKN Tahun Anggaran 2011.. Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima

Oleh karena nilai signifikansi kurang dari 0,05 (0,000<0,05), maka Ho ditolak, artinya bahwa Kemampuan baca tulis hitung memiliki hubungan yang signifikan terhadap

mencocokkkan terjemah secara lafdhiyah dari hadits tentang ciri orang yang munafik. ● Bergantian dengan teman saling menyimak terjemahan hadits

Menimbang : Bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 32 Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi Lembaga Tehnis daerah di

(4) Warga Negara Indonesia yang pernah menetap lebih dari 1 (satu) tahun di luar negeri , termasuk TKI, sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, dan telah kembali

Use this form to apply for the Cambridge Pre-U Diploma for candidates who want to substitute up to two accredited level 3 syllabuses, from other exam boards, for Cambridge

Dalam model komunikasi satu arah (linier), media massa dianggap memainkan peranan penting dalam pendekatan pembangunan, khususunya dalam penyampaian pesan yang persuasif dan

Pasar Pagi Arengka di Kecamatan Tampan kota Pekanbaru merupakan salah satu pasar tradisional yang aktif setiap hari yang ada di Kecamatan Tampan, pasar ini