BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka
penggunaan pasta gigi dikalangan masyarakat menjadi hal yang umum.
Penggunaan pasta gigi ini ditujukan untuk membantu menjaga kesehatan gigi dan
mulut. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas dalam memberikan
kesehatan dan kebersihan gigi mulut, pasta gigi ditambahkan bahan yang bersifat
antiseptik, agar daya bersih dari pasta gigi ini terhadap kuman pada rongga mulut
lebih baik lagi. Di antara bahan antiseptik yang sering ditambahkan pada pasta
gigi adalah triklosan (Rahayu dkk, 2006).
Triklosan merupakan antimikroba spektrum luas yang bersifat
bakteriostatik dan bakteriosid terhadap mikroba yang berada di rongga mulut.
Tetapi penggunaan triklosan sebagai zat antiseptik dapat mengganggu aktivitas
salah satu enzim pertahanan alamiah rongga mulut, yakni laktoperoksidase saliva
(Rahayu dkk, 2006).
Efek triklosan terhadap bakteri pembentuk plak gigi pada rongga mulut
relatif lemah, sehingga triklosan sering dikombinasikan dengan bahan-bahan lain
seperti, sitrat seng. Kadar triklosan yang dapat ditambahkan pada pasta gigi adalah
sekitar 0,01% sampai kira-kira 2% (Paten Indonesi, 1997).
Menurut metode analisis ppomn tahun 2009, triklosan pada sediaan pasta
gigi ditetapkan kadarnya dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)
menggunakan fase gerak campuran 800 ml metanol, 200 ml asam fosfat 0,085%,
fase diam kolom yang berisi oktadesilsilana dengan ukuran partikel 5 mm, laju
alir 1,0 ml/menit, volume injeksi 20 μl, dan detector dengan panjang gelombang
280 nm. Dimana persyaratan kadar triklosan yang terdapat di dalam pasta gigi
tidak boleh lebih dari 0,3%.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kadar
triklosan yang terdapat di dalam pasta gigi memenuhi syarat atau tidak.
1.3 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai sumber informasi
bagi masyarakat terhadap penggunaan pasta gigi yang mengandung triklosan.