• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI BUDAYA MASYARAKAT DAN

KAITANNYA DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI

KECAMATAN RAYA KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Oleh:

SUPSILOANI

NIM. 067003041

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS NILAI BUDAYA MASYARAKAT DAN KAITANNYA

DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI KECAMATAN RAYA

KABUPATEN SIMALUNGUN

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah

Dan Perdesaan (PWD) Pada Program Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SUPSILOANI

067003041/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis :

ANALISIS NILAI BUDAYA MASYARAKAT DAN KAITANNYA DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DI KECAMATAN RAYA KABUPATEN

KABUPATEN SIMALUNGUN

Nama :

Supsiloani

Nomor Pokok

: 067003041

Program Studi

: Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

(Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D)

Ketua

(Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, S.E)

(Drs. Agus Suryadi, M.Si)

Anggota

Anggota

Ketua Program Studi, Direktur SPS USU,

(Prof. Bachtiar Hassan Miraza, S.E) (Prof. Dr.Ir.T.Chairun Nisa,M.Sc.)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 15 Juli 2008 ……

………

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua :

Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D

Anggota : 1.

Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, S.E

2. Drs. Agus Suryadi, M.Si

3. Kasyful Mahalli, S.E, M.Si

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas nikmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:” Analisis Nilai Budaya Masyarakat Dan Kaitannya Dalam Pembangunan Wilayah Di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian tesis ini, peneliti banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Segenap perhatian yang telah diberikan kepada penulis merupakan sumbangsih yang sangat berharga, untuk itu kiranya penulis pantas mengucapkan terimakasih yang setulus – tulusnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Aldwin Surya, S.E, M.Pd, Ph.D, selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, S.E dan Bapak Drs. Agus Suryadi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan telah meluangkan waktu , tenaga dan fikirannya dalam mengoreksi dan membantu penulis dalam proses penulisan tesis ini.

(6)

3. Bapak Prof. H. Bachtiar Hassan Miraza, S.E selaku Ketua Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah Dan Perdesaan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Prof. T. Chairun Nisa, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Pemerintah Kecamatan Raya khususnya kepada Camat Raya Bapak Drs. E. Ubahman Sinaga yang telah memberikan izin penelitian dan data – data kepada penulis.

6. Kepada orang tuaku Ayahanda Slamet yang telah memberikan dukungan dan do’a serta Ibunda Ngatini (Almarhumah), meskipun telah tiada namun penulis yakin Ibunda selalu mendo’akan Ananda. Serta tidak lupa juga kepada Mertuaku Drs.H.Amaluddin dan Dra. Hj. Nuraini, Sidi Bab Yatim dan tidak lupa kepada Abang, Kakak dan Keponakan atas dukungan dan do’anya kepada penulis.

7. Suamiku tercinta Bakhrul Khair Amal, S.E, M.Si, yang telah memberikan dorongan semangat bagi penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya dengan berserah diri kepada ALLAH SWT semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2008 Penulis

Supsiloani

(7)
(8)

D A F T A R I S I

ABSTRAK...i

ABSTRACT...ii

KATA PENGANTAR………...iii

RIWAYAT HIDUP………v

DAFTAR ISI……….vi

DAFTAR GAMBAR………...ix

DAFTAR TABEL………..x

DAFTAR LAMPIRAN……….xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang………..1

1.2.Perumusan Masalah………..4

1.3.Tujuan Penelitian………..5

1.4.Manfaat Penelitian………...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Nilai Budaya………..6

(9)

2.3. Orientasi Nilai Budaya Manusia……….10

2.4. Pembangunan Wilayah………...16

2.5. Penelitian Terdahulu………...21

2.6. Kerangka Pemikiran………...23

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian……….25

3.2. Populasi Dan Sampel………...25

3.3. Teknik Pengumpulan Data………..28

3.4. Teknik Analisis Data………...29

3.5. Definisi Konsep………..30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Letak Geografi Dan Luas Wilayah……….33

4.1.2. Demografi……… ………..36

4.1.3. Pembahagian Wilayah Berdasarkan Administrasi Pemerintahan………..37

(10)

4.2.1.1. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Mengenai Hakekat Hidup (MH)………..40 4.2.1.2. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Mengenai Hakekat Karya (MK)………..42

4.2.1.3. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Mengenai Hakekat Waktu (MW)………46 4.2.1.4. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Mengenai Hubungan Manusia Dengan

Alam Sekitar (MA)……….50 4.2.1.5. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat

Mengenai Hubungan Manusia Dengan

Sesama (MM)……….61 4.2.2. Kaitan Nilai Budaya Dalam Pembangunan

Wilayah

(11)

4.3. Pembahasan Penelitian………...82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan………..86

5.2. Saran……….86

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal.

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal.

1. Skema Kluckhohn: Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi

Nilai Budaya Manusia………14

2. Komposisi Penduduk Kecamatan Raya……….27

3. Distribusi Sampel………...28

4. Batas Wilayah Kecamatan Raya………33

5. Luas Wilayah Menurut Nagori/Kelurahan Di Kecamatan Raya………34

6. Luas, Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2007………35

7. Banyaknya Penduduk Dirinci Menurut Jenis Kelamin Dan Kepala Keluarga Se Kecamatan Raya Tahun 2006………...36

8. Produksi Komoditi Unggulan Kecamatan Raya………37

9. Pandangan Responden Mengenai Hakekat Hidup……….41

10.Pandangan responden Terhadap Fungsi Kerja………..46

11.Pandangan responden Terhadap Penggunaan Uang Berlebih………...48

12.Pendapat Responden Tentang Konsep Menabung………50

13.Pandangan responden Dalam upaya Pemeliharaan Lahan Pertanian…52 14.Jumlah hari Kerja Responden Dalam Satu Minggu Di lahan Pertaniannya………..54

(14)

17.Pandangan responden Tentang adanya Koperasi………63

18.Jumlah Bertanya Responden terhadap PPL………66

19.Nilai Budaya Mengenai Lima Masalah Dasar Di Wilayah Kecamatan Raya……….68

20.Besarnya Pendapatan Responden Sebulan……….72

21.Persentase Jumlah Hari Kerja Dan Besarnya Pendapatan Sebulan....73

22.Persentase Jumlah Jam Kerja Responden Dan Besarnya Pendapatan Sebulan………...74

23.Capaian Pendidikan Responden………75

24.Pandangan Responden Mengenai Hakekat Hidup Dan Tingkat Pendidikan……….76

25.Capaian Pendidikan Anak Responden………..77

26.Jumlah Alumni Siswa/i SMA Plus Raya Yang Masuk Perguruan Tinggi Negeri Untuk Setiap Tahunnya………...79

27.Status Kepemilikan Rumah Responden………79

28.Jenis Bangunan Rumah Responden………..80

29.Kepemilikan Kenderaan Responden……….81

(15)

DAFTAR

LAMPIRAN

Nomor Hal.

1. Kuesioner Penelitian……….92

2. Photo – photo Penelitian………...98

3. Peta Kabupaten Simalungun………107

(16)

Riwayat Hidup

Supsiloani, lahir di Medan pada tanggal 30 April 1971. Anak kelima dari lima bersaudara, dari pasangan Ayahanda Slamet dan Ibunda Ngatini (Almarhumah). Menikah pada tahun 2007 dengan Bakhrul Khair Amal, S.E, M.Si.

Tamat Sekolah Dasar Markus Medan tahun 1984, melanjutkan ke SMP Tunas Kartika II Medan dan tamat tahun 1987, menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Panca Budi Medan pada tahun 1990, melanjutkan Pendidikan Tinggi di Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik jurusan Sosiologi Universitas Sumatera Utara Medan dan Tamat pada tahun 1995.

Pada tahun 1997 – 2004 bekerja sebagai staf Layanan Digital untuk bidang penelusuran literatur online pada Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2005 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan sampai dengan sekarang.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu sama lain. Mc Iver pakar sosiologi politik pernah mengatakan:”Manusia adalah makhluk yang dijerat oleh jaring – jaring yang dirajutnya sendiri”. Jaring – jaring itu adalah kebudayaan. Mc Iver ingin mengatakan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang diciptakan oleh masyarakat (socially constructed) tetapi pada gilirannya merupakan suatu kekuatan yang mengatur bahkan memaksa manusia untuk melakukan tindakan dengan “pola tertentu”. Kebudayaan bahkan bukan hanya merupakan kekuatan dari luar diri manusia tetapi bisa tertanam dalam kepribadian individu (internalized). Dengan demikian kebudayaan merupakan kekuatan pembentuk pola sikap dan perilaku manusia dari luar dan dari dalam. Unsur paling sentral dalam suatu kebudayaan adalah nilai – nilai (values) yang merupakan suatu konsepsi tentang apa yang benar atau salah (nilai moral), baik atau buruk (nilai etika) serta indah atau jelek (nilai estetika). Dari sistem nilai inilah kemudian tumbuh norma yang merupakan patokan atau rambu – rambu yang mengatur perilaku manusia di dalam masyarakat.

(18)

sosiolog dan antropolog masih menganut faham cultural determinism yaitu bahwa sikap, pola perilaku manusia dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaannya. Lawrence Harrison dalam bukunya “Culture Matters” menggambarkan bagaimana nilai – nilai budaya mempengaruhi kemajuan maupun kemunduran manusia (Harrison, 2000). Samuel Huntington memberi contoh bahwa pada tahun 1960-an Ghana dan Korea Selatan memiliki kondisi ekonomi yang kurang lebih sama. Tiga puluh tahun kemudian Korea telah menjadi Negara maju, tetapi Ghana hampir tidak mengalami kemajuan apapun dan saat ini GNP perkapitanya hanya seperlimabelas Korea Selatan. Ini disebabkan (terutama) karena bangsa Korea (selatan) memiliki nilai – nilai budaya tertentu seperti hemat, kerja keras, disiplin dan sebagainya. Semua ini tidak dimiliki masyarakat Ghana.

Secara umum kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pengetahuan, gagasan, ide, yang dimiliki oleh suatu kelompok manusia, yang berfungsi sebagai pengarah bagi mereka yang menjadi warga kelompok itu dalam bersikap dan bertingkah laku. Karena berfungsi sebagai pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku, maka pada dasarnya kebudayaan mempunyai kekuatan untuk memaksa pendukungnya untuk mematuhi segala pola acuan yang digariskan oleh kebudayaan itu.

(19)

Sementara itu disisi lain, pembangunan pada dasarnya merupakan proses aktivitas yang bersifat kontinyu dan terencana yang ditujukan untuk merubah dan meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi kearah yang lebih baik dan wajar dari waktu ke waktu.

Keberhasilan suatu pembangunan tidak hanya diukur dalam bidang ekonomi saja. Dalam proses pembangunan, kita menyadari bahwa dampak pembangunan selalu akan terjadi juga dalam bidang sosial budaya. Dengan kata lain, pembangunan yang akan dilakukan dapat dikatakan akan berhasil apabila pembangunan itu baik rencana maupun pelaksanaannya sesuai dengan aspek sosial budaya yang ada pada suatu daerah. Sebaliknya, apabila pembangunan yang dilakukan tidak sesuai dengan aspek sosial budaya yang terdapat pada suatu daerah, maka dapat dikatakan bahwa pembangunan itu tidak akan berhasil.

(20)

budaya seperti itu, pembaharuan (revitalisasi) tidak harus merupakan pengingkaran mutlak terhadap nilai – nilai yang lama. Artinya, nilai – nilai budaya yang mendasari tata kehidupan masyarakat perlu dilestarikan, dalam arti mempertahankan dan meneruskan nilai – nilai yang lama, tetapi dengan membuang segi – segi yang tidak cocok lagi dengan perkembangan zaman. Sebagai dampak dari kondisi tersebut diatas, masyarakat di kecamatan ini sudah mulai dapat melepaskan diri dari bencana krisis moneter dengan mengandalkan hasil pertaniannya. Beberapa produksi pertanian yang menjadi produk unggulan di kecamatan Raya ini antara lain adalah jeruk, kopi, dan cabe.

Akibat dari kondisi tersebut di atas, kecamatan ini berhasil memperoleh predikat kecamatan terbaik untuk tingkat Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 yang lalu. Apakah dalam hal ini keberhasilan tersebut disebabkan oleh faktor nilai – nilai budaya masyarakat setempat yang menopang kemajuan pembangunan di wilayah tersebut. Untuk menjawab hal itu maka penelitian ini dilakukan.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan ditelusuri dalam penelitian ini sebagai berikut:

(21)

2. Apakah orientasi nilai budaya masyarakat tersebut mendukung keberhasilan pembangunan wilayah di kecamatan Raya?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian diatas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui orientasi nilai budaya masyarakat di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun dengan didasarkan kepada masalah pokok dasar dalam kehidupan manusia

2. Untuk mengetahui orientasi nilai budaya masyarakat dalam mendukung keberhasilan pembangunan wilayah di Kecamatan Raya

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Kecamatan Raya, dapat dijadikan sebagai bahan informasi

dalam menyusun Program Perencanaan Pembangunan Daerah Kecamatan 2. Bagi Pemerintah Kabupaten Simalungun dapat dijadikan sebagai bahan

informasi dalam menyusun Program Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Nilai Budaya

Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.

Masalah nilai budaya dan kaitannya dalam pembangunan wilayah berkaitan dengan hampir seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Dengan demikian, jelas sekali bahwa penelitian ini tidak mungkin membicarakan ruang lingkup yang demikian luasnya, hal ini disebabkan oleh karena keterbatasan waktu dan kemampuan penulis untuk melakukan hal itu. Dengan demikian, pembatasan – pembatasan dalam penelitian ini perlu dilakukan agar supaya manfaatnya jelas. Adapun nilai – nilai yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah nilai – nilai budaya yang menjadi pegangan bagi kehidupan bersama pada masyarakat di Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun.

(23)

Menurut Koentjaraningrat (1987:85) nilai budaya terdiri dari konsepsi – konsepsi yang hidup dalam alam fikiran sebahagian besar warga masyarakat mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara – cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.

Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai ….konsepsi umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal – hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang dengan lingkungan dan sesama manusia.

Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada perkembangan, pengembangan, penerapan budaya dalam kehidupan, berkembang pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan, serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.

(24)

Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain – lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam mencapai tujuan tertentu.

Sementara itu secara umum ahli – ahli social berasumsi bahwa orientasi nilai budaya merupakan suatu indicator bagi pemahaman tentang kemampuan sumber daya dan kualitas manusia. Dalam konsep manusia seutuhnya yang mencakup dimensi lahiriah dan rohaniah, orientasi nilai merupakan salah satu factor yang ikut membentuk kondisi dan potensi rohaniah manusia.

2.2. Peran Kebudayaan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Hidup Manusia

Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Suparlan (1988) mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial, yang lainnya adalah perangkat – perangkat, model – model pengetahuan yang secara selektif dapat dipergunakan untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan yang dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan – tindakan yang diperlukannya.

(25)

dalam hal manusia mengadaptasi diri dengan dan menghadapi lingkungan – lingkungan tertentu (fisik / alami, sosial dan kebudayaan). Kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat agar mereka itu dapat tetap melangsungkan kehidupannya yaitu memenuhi kebutuhan – kebutuhannya dan untuk dapat hidup secara lebih baik lagi. Karena itu kebudayaan seringkali juga dinamakan sebagai blueprint atau disain menyeluruh dari kehidupan.

Beraneka ragamnya kebutuhan – kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya baik secara terpisah – pisah maupun secara bersama – sama sebagai suatu satuan kegiatan telah menyebabkan terwujudnya beraneka ragam model pengetahuan yang menjadi pedoman hidup yang masing – masing berguna atau relevan untuk usaha masing – masing kebutuhan manusia.

Sehingga dalam hal pengkajian mengenai peranan kebudayaan dalam kaitannya dengan usaha – usaha pemenuhan kebutuhan – kebutuhan manusia, kebudayaan dilihat sebagai terdiri atas unsur – unsur yang masing – masing berdiri sendiri tetapi yang satu sama lainnya saling berkaitan. Unsur – unsur kebudayaan tersebut menurut Sujarwa dalam Koentjaraningrat (1981:186) adalah sebagai berikut:

1. Bahasa dan komunikasi 2. Ilmu pengetahuan 3. Teknologi

4. Ekonomi

(26)

6. Agama 7. Kesenian

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan kehidupan material manusia (baik secara kualitas dan kuantitas), unsur – unsur kebudayaan yang penting adalah teknologi dan ekonomi.

Namun demikian, dalam tindakan – tindakan pemenuhan kebutuhan – kebutuhannya manusia selalu melibatkan keseluruhan unsur – unsur kebudayaan (secara langsung ataupun tidak langsung), aspek – aspek biologi dan emosi manusia yang bersangkutan, dan juga kualitas, kuantitas serta macam sumber daya / energi yang tersedia dan ada dalam lingkungan.

Dalam tindakan – tindakan pemenuhan kebutuhan tersebut, salah satu aspek penting yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang adalah aspek yang terwujud sebagai tradisi – tradisi atau kebiasaan yang berlaku pada masyarakat setempat atau pranata sosial / struktur sosial. Pentingnya peranan aspek sosial itu disebabkan oleh hakekat kemanusiaan dari manusia itu sendiri, yaitu sebagai makhluk sosial, yang dalam hal mana hampir sebahagian besar dari kegiatan – kegiatan pemenuhan kebutuhan – kebutuhannya itu dicapai melalui dan dalam kehidupan sosial.

2.3. Orientasi Nilai Budaya Manusia

(27)

sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan sebuah sistem nilai – nilai budaya.

Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab, nilai – nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu warga masyarakat itu.

Ada lima masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia dengan manusia sesamanya.

(28)

hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10). Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula pada sikap dan wawasan mereka.

Masalah kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive) semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun, ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.

(29)

Masalah keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas masyarakatnya.

Masalah kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.

(30)
[image:30.612.109.533.270.545.2]

Pola orientasi nilai budaya yang hitam putih tersebut di atas merupakan pola yang ideal untuk masing – masing pihak. Dalam kenyataannya terdapat nuansa atau variasi antara kedua pola yang ekstrim itu yang dapat disebut sebagai pola transisional. Kerangka Kluckhohn mengenai lima masalah dasar dalam hidup yang menentukan orientasi nilai budaya manusia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Skema Kluckhohn: Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia

Masalah Dasar Dalam Hidup

Orietasi Nilai Budaya

Konservatif Transisi Progresif

Hakekat Hidup Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu sukar

tetapi harus diperjuangkan Hakekat Kerja/karya Kelangsungan hidup Kedudukan dan kehormatan/prestise Mempertinggi prestise Hubungan Manusia Dengan Waktu

Orientasi ke masa lalu

Orientasi ke masa kini

Orientasi ke masa depan Hubungan Manusia Dengan Alam Tunduk kepada alam Selaras dengan alam Menguasai alam Hubungan Manusia Dengan Sesamanya

Vertikal Horizontal/kolekial Individual/mandiri *) Dimodifikasi dari Pelly (1994:104)

(31)

Sementara itu Koentjaraningrat telah menerapkan kerangka Kluckhohn di atas untuk menganalisis masalah nilai budaya bangsa Indonesia, dan menunjukkan titik – titik kelemahan dari kebudayaan Indonesia yang menghambat pembangunan nasional. Kelemahan utama antara lain mentalitas meremehkan mutu, mentalitas suka menerabas, sifat tidak percaya kepada diri sendiri, sifat tidak berdisiplin murni, mentalitas suka mengabaikan tanggungjawab.

Kerangka Kluckhohn itu juga telah dipergunakan dalam penelitian dengan kuesioner untuk mengetahui secara objektif cara berfikir dan bertindak suku – suku di Indonesia umumnya yang menguntungkan dan merugikan pembangunan.

Selain itu juga, penelitian variasi orientasi nilai budaya tersebut dimaksudkan disamping untuk mendapatkan gambaran sistem nilai budaya kelompok – kelompok etnik di Indonesia, tetapi juga untuk menelusuri sejauhmana kelompok masyarakat itu memiliki system orientasi nilai budaya yang sesuai dan menopang pelaksanaan pembangunan nasional.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, muncul pertanyaan sebagaimana yang telah disebutkan dalam permasalahan penelitian ini yaitu bagaimana orientasi nilai budaya masyarakat mengenai lima masalah pokok dalam kehidupan manusia itu di wilayah kecamatan Raya?

(32)

2.4. Pembangunan Wilayah

Tujuan sesuatu pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam artian masyarakat secara bersama – sama dapat mengenyam hasil nyata daripada pembangunan itu.

Dalam upaya mencapai tujuan yang terkandung di dalam pembangunan, sumber – sumber daya yang ada di dalam masyarakat perlu dimobilisasi sampai pada tingkat yang optimum melalui mekanisme legitimasi yang ada. Selain itu mobilisasi tersebut harus sesuai dengan arah perkembangan sosio kultural masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena pembangunan merupakan upaya meningkatkan kualitas kehidupan, maka hendaknya ada sinkronisasi antara nilai – nilai yang diintrodusir dari model pembangunan dengan nilai – nilai yang menjadi landasan kehidupan sosial masyarakat setempat.

Pembangunan wilayah (regional development) pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di satu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial wilayah tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku, Sandy dalam Marpaung (2000).

(33)

kandungan sumber daya hayati, sumber daya nirhayati, jasa-jasa maupun sarana dan prasarana yang ada di wilayah tersebut.

Sedangkan aspek ekonomi meliputi kegiatan ekonomi yang terjadi disekitar wilayah. Aspek sosial meliputi budaya, politik dan hankam yang merupakan pembinaan kualitas sumber daya manusia, posisi tawar (dalam bidang politik), budaya masyarakat serta pertahanan dan keamanan.

Aspek lokasi menunjukkan keterkaitan antara wilayah yang satu dengan wilayah lainnya yang berhubungan dengan sarana produksi, pengelolaan maupun pemasaran. Aspek lingkungan meliputi kajian mengenai bagaimana proses produksi mengambil input apakah merusak atau tidak.

Aspek kelembagaan meliputi kelembagaan masyarakat yang ada dalam pengelolaan suatu wilayah apakah kondusif atau tidak. Kelembagaan juga meliputi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga sosial ekonomi yang ada diwilayah tersebut.

Analisis pembangunan wilayah yang dilakukan didalam penelitian ini adalah melihat aspek sosial yang meliputi aspek budaya, yaitu menyangkut kepada nilai – nilai budaya masyarakat kecamatan Raya kabupaten Simalungun.

(34)

sedemikian itu, antara lain dapat dilakukan dengan memahami manusia itu terutama didalam dirinya sebagai insan budaya.

Melalui pendekatan kebudayaan, konsep utama yang mesti dilihat adalah seluruh tatanan budaya yang menjadi pembina pola yang pada tahapannya yang tertinggi dihayati sebagai suatu sistem kognitif berupa suatu kerangka pengetahuan dan keyakinan yang memberi pedoman bagi orientasi setiap orang yang hidup dalam kebudayaan itu. Kebudayaan juga adalah pengetahuan kolektif yang akan menentukan persepsi dan defenisi yang diberikan oleh penganut kebudayaan tersebut terhadap realitas. Pendekatan kebudayaan didalam pembangunan akan memahami pembangunan tersebut didalam realitasnya sesuai dengan apa yang dipersepsi dan didefinisikan oleh masyarakat terhadapnya. Tetapi sebaliknya, pendekatan kebudayaan akan membantu usaha – usaha pembangunan tersebut memahami masyarakat yang menjadi objek pembangunan itu sendiri. Dan didalam upaya pemahaman tersebut, pada akhirnya dapat ditingkatkan bahwa masyarakat itu adalah subjek pembangunan. Dengan demikian, upaya pembangunan yang partisipatif emansipatoris dapat dibangkitkan di dalam upaya pembangunan itu.

(35)

Berkaitan dengan hal tersebut agar suatu pembangunan lebih berhasil guna, operasional perencanaan Pemerintah perlu didukung partisipasi aktif dari masyarakat yang diatur dengan suatu lembaga yang bertugas menata semua kegiatan – kegiatan, sehingga dapat bergerak secara dinamis dalam mencapai sasaran pembangunan wilayah.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, pembangunan nasional pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual. Dari pendefinisian ini dapat dikatakan bahwa keberhasilan pembangunan itu diharapkan harus dinikmati oleh semua warga negara baik yang tinggal di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Hal ini disebabkan oleh karena masih banyaknya jumlah penduduk yang tinggal di daerah perdesaan serta ditopang besarnya potensi desa yang belum tergali, maka untuk mencapai kemakmuran masyarakat seperti yang dituangkan dalam Undang – Undang Dasar 1945, diharapkan setiap pembangunan yang dilakukan Pemerintah maupun sektor swasta harus dapat dinikmati sampai ke tingkat lapisan masyarakat yang tinggal di daerah perdesaan.

(36)

Selain masalah rendahnya tingkat produktivitas dimaksud bahwa masalah pendistribusian pendapatan anggota masyarakat menunjukkan ketimpangan yang cukup besar antara golongan kaya dengan yang miskin. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi adalah merupakan upaya dalam rangka pengurangan atau pemberantasan kemiskinan, ketidakmerataan dan pengangguran dalam hubungannya dengan perekonomian yang sedang tumbuh.

Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam mengevaluasi keberhasilan pembangunan suatu wilayah tidak hanya menitikberatkan terhadap peningkatan hasil yang sudah diperoleh, tetapi juga harus dikaji, bagaimana pendistribusian hasil pembangunan itu dapat dinikmati masyarakat secara bersama – sama. Dengan demikian pembangunan itu harus difahami sebagai suatu proses berdimensi jamak yang mengadakan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan kelembagaan nasional, seperti halnya percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan pemberantasan kemiskinan.

Sehingga dalam hal ini sasaran pembangunan pada semua masyarakat minimal dapat dikelompokkan atas:

a. Meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang – barang kebutuhan pokok seperti pangan, kesehatan dan perlindungan

(37)

akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga menghasilkan rasa percaya diri

c. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap warga masyarakat

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Kluckhohn dan Strodbeck pada tahun 1961 terhadap masyarakat American Southwest. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsepsi masyarakat Navaho Indians mengenai lima masalah pokok dalam kehidupan manusia adalah: (1). Hakekat hidup manusia dengan orientasi baik dan buruk, (2). Hakekat hubungan manusia dengan alam sekitar dengan orientasi harmony dengan alam, (3). Hakekat kedudukan manusia dalam ruang waktu dengan orientasi ke masa kini, (4). Hakekat karya manusia dengan orientasi untuk meningkatkan mutu karya, (5). Hakekat hubungan manusia dengan sesamanya dengan orientasi kolateral atau ketergantungan pada sesamanya.

(38)

berarti bahwa ketiga kelompok masyarakat itu belum siap untuk mendukung pembangunan yang berskala besar dan modern.

Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Griya dari Universitas Udayana Bali pada tahun 1991 tentang pola orientasi nilai budaya masyarakat Bali dalam pembangunan. Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa pola orientasi nilai budaya masyarakat Bali dewasa ini tergambar dalam wujud dominannya lima jenis orientasi nilai, yaitu orientasi karya untuk karya, orientasi ke masa depan, orientasi kuasa terhadap alam, orientasi menilai tinggi kemampuan dan prestasi individu yang secara orientasi bahwa hidup ini berubah.

(39)

berhubungan, dan menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nilai budaya terhadap pembangunan (hubungan sedang).

2.6. Kerangka Pemikiran

(40)

Manusia

Naluri untuk hidup bersama dengan manusia

lain(gregariosness)

Berinteraksi

Orientasi Nilai Budaya

Hakekat Hidup Hakekat Karya Hakekat Waktu Hakekat Hubungan Dengan Alam

Hakekat Hubungan Dengan Sesama

[image:40.612.64.582.109.662.2]

Pembangunan Wilayah Kecamatan Raya

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di satu kelurahan dan dua desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun, provinsi Sumatera Utara, yaitu kelurahan Pematang Raya, desa Sondi Raya, dan desa Merek Raya. Dipilihnya ketiga lokasi tersebut oleh karena merupakan desa yang termasuk kategori maju dan merupakan desa yang berhasil melepaskan diri dari bencana krisis moneter melalui produksi hasil pertaniannya yang tinggi untuk jenis jeruk, kopi, dan cabe yang merupakan produk unggulan di Kecamatan Raya.

3.2. Populasi Dan Sampel

(42)

Mengingat jumlah populasi dengan karakteristik tersebut jumlahnya besar, maka perlu ditarik sampel yang mewakili populasi. Adapun penetapan jumlah sampel didasarkan atas pertimbangan Malo (1989:105) yang mengatakan bahwa besaran sampel yang tepat adalah tergantung pada ciri – ciri populasi dan maksud / tujuan penelitian itu sendiri. Bila populasi penelitian kita amat beraneka ragam atau sangat heterogen, maka jumlah sampel yang diperoleh juga semakin besar. Sementara itu bila populasi kita homogen, maka jumlah sampel yang dibutuhkan semakin sedikit.

Adapun yang menjadi ciri – ciri homogen dari populasi adalah etnik, yaitu etnik Batak Simalungun dan jenis pekerjaan / mata pencaharian, yaitu petani. Selain itu juga besarnya jumlah sampel dihitung dengan mempergunakan rumus Slovin (Umar:2003), yaitu:

2 1

N n

N d

=

+

Dimana: n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presesi ( 10 % )

Berdasarkan rumus tersebut maka diketahui bahwa jumlah sampel dari penelitian ini

adalah: 2780 2 2780(0,10) 1 n =

(43)

2780 96, 53 28, 8

n = →

[image:43.612.115.537.240.706.2]

Dari perhitungan tersebut, maka banyaknya sampel dibulatkan menjadi 100 orang. Dari 100 orang sampel, didistribusikan ke masing – masing lokasi penelitian.

Tabel 2. Komposisi Penduduk Kecamatan Raya No Nama Kelurahan / Desa Luas Wilayah

(Ha)

Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga (KK)

1. Pematang Raya 3800 6760 1352

2. Sondi Raya 2840 4210 842

3. Siporkas 1760 2455 491

4. Bahapal Raya 2400 1960 392

5. Simbou Baru 2200 1415 283

6. Merek Raya 1668 3430 586

7. Sihubu Raya 1717 1175 235

8. Raya Bosi 1315 1215 243

9. Dalig Raya 1218 1650 330

10. Silou Buttu 1807 1045 209

11. Bongguran Kariahen 1437 1285 257

12. Silou Huluan 1488 1055 211

13. Raya Bayu 1924 3640 728

14. Raya Usang 1780 2430 486

15. Raya Huluan 1020 1575 315

16. Dolog Huluan 1520 2190 438

(44)

Sumber: Kantor Camat Raya, Februari 2007

[image:44.612.109.532.214.560.2]

Berdasarkan Tabel di atas maka pengambilan sampel dilakukan secara random sampling. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Sampel

Nama Kelurahan / Desa Jumlah Populasi Jumlah Sampel

1. Pematang Raya 1352 40

2. Sondi Raya 842 30

3. Merek Raya 586 30

Jumlah 2780 100

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung ke lokasi penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti, yang dapat dilakukan dengan:

a. Pengamatan (observasi), yaitu dengan cara pengamatan atau bentuk observasi biasa yang bersifat non partisipasi, dimana penulis hanya mengamati dan mencatat hal – hal yang berkaitan dengan objek penelitian. Adapun objek penelitian yang diamati mencakup hal – hal yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian

(45)

(independent variable) yaitu nilai budaya dan variabel terikat (dependent

variable) yaitu pembangunan wilayah

c. Wawancara. Wawancara dilakukan kepada responden dan kepada tokoh – tokoh Pemerintah, tokoh – tokoh adat, dan tokoh – tokoh masyarakat yang hasilnya diinterpretasikan lebih jauh untuk dapat menjawab permasalahan penelitian. Adapun yang menjadi pedoman wawancara adalah hal – hal yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian

3.3.2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan studi kepustakaan untuk mendapatkan data melalui buku, majalah, dokumen – dokumen, internet, serta media massa lainnya.

3.4. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini dipergunakan analisis deskriptif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek / objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta – fakta yang tampak. Menurut Arikunto (2000),” penelitian deskriptif berupaya mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan”.

(46)

kuesioner akan ditampilkan melalui tabel tunggal lalu diinterpretasikan lebih jauh untuk menjawab permasalahan penelitian yang diajukan.

3.5. Definisi Konsep

Adapun definisi konsep penelitian ini adalah:

1. Orientasi nilai budaya masyarakat adalah pandangan masyarakat tentang hal- hal yang mereka anggap amat berharga dalam hidup, yang mereka jadikan sebagai pedoman atau pegangan hidup dalam bersikap dan bertingkah laku. Orientasi nilai budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menyangkut hakekat hidup, hakekat karya sebagai perilaku ekonomis, hakekat waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya dan hakekat hubungan manusia dengan sesamanya.

2. Hakekat hidup manusia adalah pandangan masyarakat mengenai makna hidup. Adapun alternatif dari hakekat hidup dalam penelitian ini adalah hidup ini sudah ditakdirkan, hidup ini sudah ditakdirkan tetapi kita bisa mengubahnya, dan hidup ini harus diperjuangkan.

(47)

4. Hakekat waktu adalah pandangan masyarakat terhadap makna waktu untuk persiapan masa depan. Indikator dari hakekat waktu dalam penelitian ini diukur dari pandangan masyarakat terhadap penggunaan uang berlebih dan pandangan terhadap konsep menabung.

5. Hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya adalah pandangan masyarakat mengenai makna hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya. Indikator dari hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya dalam penelitian ini diukur dari upaya masyarakat dalam menjaga / memelihara lahan pertaniannya, jumlah jam / hari yang dipergunakan untuk bekerja, siapa yang membantu pada saat bekerja, dan pandangan terhadap sebab – sebab tinggi rendahnya panen yang diperoleh.

(48)
(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Letak Geografis Dan Luas Wilayah

Kecamatan Raya merupakan salah satu dari tiga puluh satu kecamatan di Kabupaten Simalungun dengan ibukota Pematang Raya. Secara geografis, kecamatan Raya terletak antara 05° Lintang Utara dan 100° Bujur Timur, dengan luas wilayah 328,5 Km² atau 32850 Ha, berada pada ketinggian rata – rata 900 meter dari permukaan laut (dpl).

[image:49.612.101.531.298.663.2]

Kecamatan Raya memiliki batas wilayah yang strategis dengan kecamatan yang ada di kabupaten Simalungun. Bila dirinci batas wilayah kecamatan Raya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Batas Wilayah Kecamatan Raya

Batas Kecamatan

Sebelah Utara Raya Kahean / Silau Kahean Sebelah Selatan Dolok Pardamean

Sebelah Barat Purba

Sebelah Timur Panei

(50)
[image:50.612.114.534.193.642.2]

Adapun luas wilayah sebesar 328,50 Km² atau 32850 Ha dengan perincian pernagori / kelurahan sebagai berikut:

Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Nagori / Kelurahan Di Kecamatan Raya Tahun 2007

No Nagori / Kelurahan Luas ( Km² ) Rasio Terhadap Luas Wilayah

1. Pematang Raya 3800 11,56

2. Sondi Raya 2840 8,64

3. Siporkas 1760 5,35

4. Bahapal Raya 2400 7,30

5. Simbou Baru ( P ) 2200 6,69

6. Merek Raya ( P ) 1668 5,07

7. Sihubu Raya ( P ) 1717 5,22

8. Raya Bosi ( P ) 1315 4,00

9. Dalig Raya 1218 3,70

10. Silou Buttu ( P ) 1807 5,50

11. Bongguran Kariahan ( P ) 1437 4,37

12. Silou Huluan ( P ) 1488 4,52

13. Raya Bayu 1924 5,85

14. Raya Usang 1780 5,41

15. Raya Huluan 1020 3,10

16. Dolog Huluan 1520 4,62

17. Bah Bolon 980 2,98

Jumlah 328,50 100,00

(51)

Luas wilayah menurut menurut jenis penggunaan tanah terdiri dari tanah sawah seluas 1.070 Ha, tanah kering seluas 19.593 Ha, tanah halaman pekarangan 3.780 Ha dan tanah lainnya seluas 8.407 Ha.

[image:51.612.114.531.279.678.2]

Sedangkan luas wilayah didasarkan pada kepadatan penduduk per Nagori/Kelurahan adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Luas, Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Tahun 2007 No Nagori / Kelurahan Luas ( Ha ) Jumlah Penduduk Kepadatan

Penduduk

1. Pematang Raya 3800 6760 177

2. Sondi Raya 2840 4210 148

3. Siporkas 1760 2455 139

4. Bahapal Raya 2400 1960 81

5. Simbou Baru ( P ) 2200 1415 64

6. Merek Raya ( P ) 1668 3430 205

7. Sihubu Raya ( P ) 1717 1175 68

8. Raya Bosi ( P ) 1315 1215 92

9. Dalig Raya 1218 1650 135

10. Silou Buttu ( P ) 1807 1045 57

11. Bongguran Kariahan ( P ) 1437 1285 89

12. Silou Huluan ( P ) 1488 1055 70

13. Raya Bayu 1924 3640 189

14. Raya Usang 1780 2430 136

15. Raya Huluan 1020 1575 154

16. Dolog Huluan 1520 2190 144

17. Bah Bolon 980 1139 116

Jumlah 328,50 38.549 117,3

(52)

4.1.2. Demografi

[image:52.612.107.531.247.684.2]

Penduduk kecamatan Raya tahun 2006 tercatat sebanyak 30. 697 jiwa yang terdiri dari laki – laki 15. 703 jiwa dan perempuan sebanyak 14.994 jiwa dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 7. Banyaknya Penduduk Dirinci Menurut Jenis Kelamin Dan Kepala Keluarga Se – Kecamatan Raya Tahun 2006

No Nagori/Kelurahan KK Laki – laki Perempuan Jumlah

1. Pematang Raya 1352 3389 3371 6760

2. Sondi Raya 842 2103 2107 4210

3. Siporkas 491 1218 1237 2455

4. Bahapal Raya 392 973 987 1960

5. Simbou Baru ( P ) 283 711 704 1415

6. Merek Raya ( P ) 586 1725 1705 3430

7. Sihubu Raya ( P ) 235 589 586 1175

8. Raya Bosi ( P ) 243 604 611 1215

9. Dalig Raya 330 835 825 1650

10. Silou Buttu ( P ) 209 519 526 1045

11. Bongguran Kariahan ( P ) 257 647 638 1285

12. Silou Huluan ( P ) 211 529 526 1055

13. Raya Bayu 728 1816 1824 3640

14. Raya Usang 486 1230 1200 2430

15. Raya Huluan 315 778 797 1575

16. Dolog Huluan 438 1098 1092 2190

17. Bah Bolon 220 560 569 1139

Jumlah 7621 19.326 19.223 38.549

(53)

Kepadatan penduduk rata – rata 117,3 jiwa per km². Penduduk tersebut terhimpun kedalam 7.621 kepala keluarga. Kegiatan pertanian merupakan penopang kehidupan dan perekonomian masyarakat. Penduduk yang bekerja 16.848 jiwa, 56,47% dari jumlah penduduk yang lebih dominan bekerja pada bidang pertanian 13.856 jiwa (82,25% dari jumlah yang bekerja).

[image:53.612.106.538.271.554.2]

Penduduk kecamatan Raya adalah petani non sawah (ladang), sehingga komoditi pertanian yang diproduksi oleh petani di Kecamatan Raya pada umumnya adalah jenis sayur – sayuran dan buah – buahan (holtikultura) serta tanaman kopi. Beberapa produksi pertanian yang menjadi produk unggulan di Kecamatan Raya antara laian adalah jeruk, kopi dan cabe. Untuk lebih jelas jumlah produksi komoditi unggulan di kecamatan Raya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Produksi Komoditi Unggulan Kecamatan Raya

No Jenis Komoditi Jumlah Produksi

1. Jeruk 75 – 100 ton/minggu

2. Kopi 60 – 70 ton/minggu

3. Cabe 26 ton/minggu

Sumber : BPS Kecamatan Raya, 2007

4.1.3. Pembahagian Wilayah Berdasarkan Administrasi Pemerintahan

(54)

sepanjang tahun 2006 kecamatan Ray a telah melakukan pemekaran beberapa nagori, sehingga saat ini kecamatan Raya terdiri dari satu kelurahan dan enam belas nagori.

Dengan diberlakukannya Surat Keputusan Bupati Simalungun No: 141/3623/Pemdes tanggal 1 April 2000 tentang penyesuaian sebutan / peristilahan nama desa – desa, Kepala Desa, Perangkat Desa, Dusun, Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa di kabupaten Simalungun maka sebutan nama Desa, Kepala Desa dan setrusnya sebagaimana disebutkan di atas disesuaikan dengan kondisi sosial budaya dan adapt istiadat masyarakat Simalungun, sehingga sebutan: - Desa Menjadi Nagori

- Kepala Desa Menjadi Pangulu

- Dusun Menjadi Huta

- Kepala Dusun Menjadi Gamot

- Badan Perwakilan Desa Menjadi Maujana Nagori - Rukun Warga Menjadi Urung

- Perangkat Desa Menjadi Tungkat Nagori Adapun Kelurahan dan Nagori yang ada di kecamatan Raya yaitu: 1. Kelurahan Pematang Raya

(55)

6. Nagori Merek Raya 7. Nagori Bahapal Raya 8. Nagori Sondi Raya 9. Nagori Bah Bolon 10.Nagori Raya Huluan 11.Nagori Siporkas

12.Nagori Raya Bosi (Nagori Pemekaran) 13.Nagori Sihubu Raya (Nagori Pemekaran) 14.Nagori Simbou Baru (Nagori Pemekaran)

15.Nagori Bongguron Kariahan (Nagori Pemekaran) 16.Nagori Silau Buttu (Nagori Pemekaran)

17.Nagori Silau Huluan (Nagori Pemekaran)

4.2. Temuan Penelitian

4.2.1. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Di Kecamatan Raya

(56)

suatu pembangunan. Meski secara fisik terjadi perubahan, namun apabila nilai masih tetap dominan konservatif, maka pembangunan hanya akan menjadi angan – angan.

Orientasi nilai budaya masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini adalah mencakup lima masalah pokok dalam kehidupan mengenai hakekat hidup, selanjutnya disingkat MH, hakekat karya sebagai perilaku ekonomis, selanjutnya disingkat MK, hakekat waktu, selanjutnya disingkat MW, hakekat hubungan manusia dengan alam, selanjutnya disingkat MA, dan hakekat hubungan manusia dengan sesama, selanjutnya disingkat MM. Berikut ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai hal tersebut.

4.2.1.1.Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Mengenai Hakekat Hidup Manusia (MH)

Orientasi nilai budaya masyarakat mengenai hakekat hidup manusia dapat dilihat dari pandangan masyarakat mengenai hakekat hidup manusia.

Menurut masyarakat (responden), hidup ini memang sudah ditakdirkan (8%). Responden yang menyatakan bahwa hidup ini sudah ditakdirkan memang rata – rata responden yang dapat digolongkan kehidupannya belum mapan. Mereka menyatakan bahwa hidup ini harus kita terima apa adanya. Karena menjadi petani adalah merupakan takdir yang turun temurun dan merupakan warisan dari orang tua.

(57)

responden yang memakai prinsip ini sudah mulai memikirkan untuk memperjuangkan hidupnya.

[image:57.612.107.537.253.527.2]

Selanjutnya 62% responden menyatakan hidup ini harus diperjuangkan. Responden yang menyatakan pendapat seperti ni sudah berorientasi positif dan mengutamakan kerja keras. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini:

Tabel 9. Pandangan Responden Mengenai Hakekat Hidup Alternatif Jawaban Jumlah Responden % a. Hidup ini sudah ditakdirkan

b. Hidup ini sudah ditakdirkan tetapi kita bisa mengubahnya c. Hidup ini harus diperjuangkan

8 30

62

8 30

62

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Penelitian 2008

(58)

tersebut, misalnya para responden akan terus berupaya untuk meningkatkan hasil pertanian mereka. Hal tersebut menurut mereka (responden) hanya dapat dilakukan dengan tindakan terus bekerja keras untuk dapat mencapai hasil yang lebih maksimal.

4.2.1.2. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Mengenai Hakekat Karya Sebagai Perilaku Ekonomi (MK)

Orientasi nilai budaya masyarakat mengenai hakekat karya sebagai perilaku ekonomis bertujuan untuk melihat arah orientasi nilai budaya masyarakat apakah berorientasi konservatif, transisi atau progresif. Orientasi nilai budaya mengenai hakekat karya sebagai perilaku ekonomis akan dapat dilihat dari indikator upaya masyarakat dalam rangka meningkatkan produksi hasil pertanian, dan pandangan masyarakat terhadap fungsi kerja.

(59)

yakin dan percaya bahwa untuk peningkatan hasil produksi pertanian mereka perlu adanya upaya.

Adapun upaya yang dilakukan berdasarkan kuesioner, 78% responden menyatakan perlunya penggunaan teknologi yang canggih untuk peningkatan hasil produksi pertanian mereka, 14% menyatakan perlunya pemberian pupuk, dan 8% menyatakan perlunya menyemprot pestisida.

Pada dasarnya, pemberian pupuk dan penyemprotan pestisida merupakan bahagian dari penggunaan teknologi dalam rangka untuk peningkatan hasil produksi pertanian.

Responden di lokasi penelitian, dahulunya dalam bertani sangat bergantung pada satu jenis tanaman saja. Akan tetapi kini mereka sudah menerapkan sistem pertanian tumpang sari, dimana mereka tidak hanya menanam satu jenis tanaman saja, akan tetapi dua atau tiga jenis tanaman di lokasi yang sama.

(60)

Hal ini juga sesuai dengan ungkapan Qadim (2007) yang menyatakan bahwa kesuksesan sektor pertanian diawali dari diperkenalkannya berbagai macam teknologi baru di bidang pertanian. Teknologi baru tersebut meliputi teknologi biologis (berupa bibit unggul), teknologi biokimia (seperti (insektisida dan pestisida), dan teknologi mekanis (seperti mesin dan traktor pengolahan pertanian).

Diterimanya teknologi baru oleh masyarakat petani menurut Qadim (2007) karena penerapannya diperkirakan mampu meningkatkan penghasilan (panen) sawah / ladang mereka. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat petani yang dahulunya berpola fikir sangat sederhana, sebutuhnya, secukupnya dalam mengambil dan mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup (100%). Data pernyataan responden di atas menunjukkan bahwa responden memiliki pandangan bahwa bekerja adalah merupakan suatu wadah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan mengkonsumsi hasil – hasil sumber daya alam, sekarang telah bergeser dan didominasi oleh orientasi ekonomi.

(61)

4.2.1.2.2. Pandangan Responden Terhadap Fungsi Kerja

Bagi masyarakat kecamatan Raya, fungsi bekerja adalah terutama untuk hidup mereka. Ini menunjukkan bahwa responden mempunyai pandangan bahwa bekerja merupakan rangkaian kegiatan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sehingga orientasi utamanya adalah ekonomi dan peningkatan produksi.

Sementara itu Koentjaraningrat (1987) menyatakan bahwa mentalitas petani tidak bisa berspekulasi tentang hakekat kerja (karya) dan hasil karya manusia, dan apabila mereka kita tanya mengenai hal – hal itu, maka mereka akan melihat terheran – heran dan akhirnya memberikan jawaban yang amat logis, yaitu bahwa manusia bekerja keras untuk dapat makan.

Sehubungan dengan pernyataan Koentjaraningrat di atas, jawaban yang diberikan oleh responden bahwa fungsi kerja itu adalah untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup, orientasi mereka adalah merupakan semacam pilihan yang didasarkan kepada ekspresi spontan mereka yang berkaitan dengan kepribadiannya dalam memahami fungsi kerja bagi manusia.

(62)
[image:62.612.106.532.249.543.2]

Lebih lanjut, salah satu bentuk nyata dari aktifitas tersebut adalah memanfaatkan alam sebagai lahan pertanian mereka. Sehingga dengan demikian dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal inilah yang dikonsepsikan masyarakat petani fungsi kerja itu adalah untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Untuk lebih jelasnya mengenai pandangan responden terhadap fungsi kerja dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pandangan Responden Terhadap Fungsi Kerja Alternatif Jawaban Jumlah Responden % a. Untuk mencari nafkah

dalam memenuhi kebutuhan hidup

b. Untuk meneruskan warisan orang tua dalam kepandaian bertani

100

-

100

-

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

4.2.1.3. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat TerhadapWaktu (MW)

(63)

terhadap penggunaan uang berlebih dan pandangan responden terhadap konsep menabung.

4.2.1.3.1. Pandangan Terhadap Penggunaan Uang Berlebih

Berdasarkan data kuesioner, 54% responden menyatakan penghasilannya berlebih untuk setiap bulannya, 30% menyatakan kadang – kadang berlebih, dan selebihnya 16% menyatakan tidak. Ini menunjukkan bahwa rata – rata responden memiliki penghasilan berlebih untuk setiap bulannya.

Selanjutnya orientasi nilai budaya masyarakat dalam hubungannya dengan waktu ini juga menanyakan tentang pandangan responden terhadap penggunaan uang berlebih. Adapun pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengetahui pola konsumsi responden.

Berdasarkan data kuesioner yang dibagikan kepada responden ternyata dari 100 orang responden, 60% responden menyatakan ditabung, 18% menyatakan untuk menyekolahkan anak, 20% menyatakan akan membeli tanah, dan selebihnya 2% menyatakan untuk membeli kenderaan dan perabot rumah tangga.

(64)
[image:64.612.108.531.137.533.2]

Tabel 11. Pandangan Responden Terhadap Penggunaan Uang Berlebih Alternatif Jawaban Jumlah Responden %

a. Ditabung

b. Menyekolahkan Anak c. Membeli Tanah

d. Membeli Kenderaan Dan Perabot Rumah Tangga

60 18 20 2

60 18 20 2

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

Dari data Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa minat menabung dari responden sangat tinggi. Tingginya minat menabung tersebut berkaitan erat dengan tingkat penghasilan responden. Jika dianalisa ternyata responden yang menjawab memanfaatkan uang berlebih adalah dengan menabung, yaitu responden yang memiliki penghasilan selalu berlebih untuk setiap bulannya.

4.2.1.3.2. Pandangan Responden Terhadap Konsep Menabung

Indikator terakhir mengenai orientasi nilai budaya terhadap waktu adalah pendapat responden terhadap konsep menabung.

(65)

adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Maka, hanya sebahagian kecil saja dari hasil produksi pertanian yang diperjualbelikan di pasar. Kemudian, uang hasil penjualan itu dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak, pembelian sarana produksi pertanian, adat, dan lain – lain, bukan untuk menabung.

Akan tetapi hal tersebut di atas tidak berlaku bagi responden di lokasi penelitian. Menurut pendapat peneliti, perekonomian masyarakat di lokasi penelitian bukan lagi perekonomian subsisten, akan tetapi sudah merupakan perekonomian yang berorientasi pada pasar. Dimana dalam hal ini, hasil produksi pertanian masyarakat tidak lagi hanya semata – mata untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, akan tetapi sudah lebih mengarah kepada perdagangan dan pasar. Hal ini disebabkan oleh karena pertanian masyarakat yang sudah memanfaatkan penggunaan teknologi pertanian sehingga tingkat penghasilan mereka sudah mulai membaik serta pola fikir mereka sudah mengarah kepada masa depan, maka mereka memiliki konsep untuk menabung untuk masa depan mereka.

Hal ini juga dibuktikan dengan jawaban responden tentang menabung adalah sangat penting. Dimana dalam hal ini 82% responden menyatakan setuju dan melakukannya serta selebihnya hanya 18% yang menyatakan setuju dan tidak melakukannya.

(66)
[image:66.612.108.532.140.543.2]

Tabel 12. Pendapat Responden Tentang Konsep Menabung Alternatif Jawaban Jumlah Responden % a. Setuju Tetapi Tidak

Melakukannya b. Setuju Dan

Melakukannya c. Tidak Setuju

18

82

-

18

82

-

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

Berdasarkan data Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa responden dapat dikelompokkan kepada masyarakat yang memiliki orientasi nilai budaya yang progresif. Hal ini disebabkan oleh karena para responden cenderung peduli dengan konsep menabung. Jadi dalam hal ini orientasi mereka sudah ke masa depan.

4.2.1.4. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Mengenai Hakekat Hubungan Manusia Dengan Alam Sekitar (MA)

(67)

hari/jam bekerja di lahan pertanian, teman bekerja di lahan pertanian serta sebab – sebab tinggi rendahnya hasil panen.

4.2.1.4.1. Upaya Pemeliharaan Lahan Pertanian

Manusia harus hidup selaras dengan alam atau lingkungannya. Dalam hal ini terdapat beberapa cara pandang yang menceritakan hubungan manusia dan lingkungannya atau alam sekitarnya, dimana cara pandang tersebut sangatvmempengaruhi tindakan seseorang terhadap lingkungan.

Menurut cara pandang lingkungan, manusia adalah subordinate dan seluas – luasnya diatur oleh lingkungan. Cara pandang teologi, menekankan bahwa manusia adalah superior terhadap lingkungan dan manusia mempunyai hak untuk mengatur semua aspek dari lingkungannya. Kedua cara pandang ini adalah cara pandang yang ekstrem sehingga seolah – olah manusia dan lingkungan (alam sekitar) adalah bermusuhan dan ingin menguasai.

(68)

Demikian juga halnya dengan responden di lokasi penelitian. Dalam hal ini menurut pendapat peneliti, para responden benar – benar memahami bahwa lingkungan alam (dalam hal ini lahan pertanian) tidak hanya sekedar untuk dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saja, akan tetapi juga lingkungan alam (lahan pertanian) itu harus dijaga, dipelihara, agar tidak rusak dan tetap subur.

[image:68.612.106.533.312.601.2]

Hal ini dibuktikan dengan data kuesioner yang mana dari 100 orang responden, 94% responden menyatakan sangat setuju dan selebihnya 6% menyatakan setuju bahwa lingkungan (lahan pertanian) mereka harus dijaga dan dipelihara agar tidak rusak dan tetap subur. Mengenai data pernyataan responden tersebut dapat dilihat dari Tabel 13 berikut ini:

Tabel 13. Pandangan Responden Dalam Upaya Pemeliharaan Lahan Pertanian Alternatif Jawaban Jumlah Responden %

a. Sangat Setuju b. Setuju

c. Kurang Setuju d. Tidak Setuju

94 6 - - 94 6 - -

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

(69)

lahan pertaniannya adalah dengan cara penyiangan, yaitu senantiasa melakukan pembersihan terhadap rumput – rumput yang tumbuh di sekitar tanaman. Disamping itu juga, diperoleh informasi bahwa responden juga telah mempergunakan musal (plastik penutup tanaman) yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari tumbuhnya rumput dan serangan hama.

4.2.1.4.2. Jumlah Hari/Jam Kerja Responden

Orientasi nilai budaya dalam hubungannya dengan alam sekitar juga menanyakan tentang jumlah hari bekerja dalam satu minggu dan jumlah jam kerja dalam satu hari yang dipergunakan responden untuk bekerja di lahan pertaniannya.

Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat etos kerja responden, apakah termasuk dalam kategori etos kerja tinggi, etos kerja sedang, atau etos kerja rendah.

Berkaitan dengan masalah etos kerja, setiap bangsa memiliki pandangan hidup, entah itu disadari atau tidak. Pandangan hidup yang dimiliki suatu bangsa itu khas dan mempengaruhi bagaimana perilaku dan budaya bangsa yang bersangkutan. Semangat kerjapun dipengaruhi oleh pandangan hidup, yang disebut dengan etos kerja, yaitu semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.

(70)

sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggungjawab yang tinggi.

[image:70.612.108.532.302.542.2]

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, data kuesioner tentang jumlah hari kerja dalam satu minggu, sebanyak 68 responden (68%) menyatakan 6 hari mereka bekerja di lahan pertanian mereka, sebanyak 20 responden (20%) 5 hari dalam satu minggu bekerja di lahan pertaniannya dan sebanyak 12 responden (12%) menyatakan < 5 hari dalam satu minggu bekerja di lahan pertaniannya. Untuk lebih jelasnya pernyataan responden tentang jumlah hari bekerja di lahan pertaniannya dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini:

Tabel 14. Jumlah Hari Kerja Responden Dalam Satu Minggu Di Lahan Pertaniannya

Alternatif Jawaban Jumlah Responden % a. 6 hari

b. 5 hari c. < 5 hari

68 20 12

68 20 12

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

(71)

Perlu dijelaskan disini bahwa pembuatan kategori etos kerja menjadi tiga kategori, yaitu etos kerja rendah, etos kerja sedang, dan etos kerja tinggi dengan mempergunakan asumsi : jumlah hari kerja 6 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja > 5 jam dalam satu hari adalah etos kerja tinggi. Dengan asumsi tersebut maka penulis membuat kategori seperti berikut:

a. Jumlah hari kerja < 5 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja antara 1 – 3 jam sehari adalah kategori etos kerja rendah

b. Jumlah hari kerja 5 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja antara 3 – 5 jam sehari adalah kategori etos kerja sedang

c. Jumlah jam kerja 6 hari dalam satu minggu dan jumlah jam kerja > 5 jam dalam satu hari adalah kategori etos kerja tinggi

Dengan demikian, maka berdasarkan data kuesioner di atas menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah hari bekerja dalam satu minggu dan berdasarkan jumlah jam kerja dalam satu hari, maka dapat disimpulkan bahwa etos kerja responden adalah tinggi.

4.2.1.4.3. Teman Bekerja Responden

Orientasi nilai budaya dalam hubungannya dengan alam sekitar juga

(72)
[image:72.612.111.531.191.535.2]

lahan pertaniannya. Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kerjasama responden dalam mengerjakan lahan pertaniannya.

Tabel 15. Teman Bekerja Responden Di Lahan Pertaniannya Alternatif Jawaban Jumlah Responden % a. Bersama Isteri

b. Bersama Isteri Dan Anak c. Bersama Orang Lain d. Tenaga Upahan

22 30 12 36

22 30 12 36

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

Dari Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa responden yang memberikan jawaban teman bekerja di lahan pertaniannya bersama isteri sebanyak 22 orang (22%), yang memberikan jawaban bersama isteri dan anak sebanyak 30 oarang (30%), yang memberikan jawaban bersama orang lain sebanyak 12 orang (12%), dan yang memberikan jawaban tenaga upahan sebanyak 36 orang (36%). Dari data di atas dapat dikatakan bahwa sebahagian besar responden (36%) ketika bekerja di lahan pertaniannya dibantu oleh tenaga upahan.

(73)

sanak saudara (famili), akan tetapi tetap diberikan upah, hanya saja upahnya lebih rendah daripada tenaga upahan yang memang berasal dari pihak luar (bukan tetangga, bukan sanak saudara).

Dahulunya, kegiatan bercocok tanam dalam hal mengerjakan lahan pertanian dilakukan secara bergotong royong (dalam bahasa batak Simalungun haroan). Haroan adalah kelompok kerjasama atau sekelompok orang tetangga atau kerabat

dekat bersama – sama mengerjakan lahan pertanian dari masing – masing anggota secara bergiliran. Upahnya hanya makan pagi dan siang atau makanan kecil. Namun, saat ini kegiatan haroan itu telah bergeser nilainya sebagai akibat pergeseran struktur ekonomi di Kecamatan Raya yang tidak lagi didasarkan pertukaran tenaga kerja, tetapi didasarkan pada upah.

Terjadinya pergeseran nilai tersebut menurut pendapat peneliti adalah sangat positif dalam hal pengembangan wilayah di Kecamatan Raya. Sebab, akan memberikan kesempatan kerja (opportunity chance) bagi masyarakat setempat. Disamping itu juga, dengan adanya pergeseran niali dari pertukaran tenaga kerja secara bergiliran menjadi upah menunjukkan telah tersedianya uang (uang dipergunakan sebagai pengganti tenaga kerja yang bergiliran tersebut). Dengan adanya uang dirasakan sangat penting dalam pengembangan wilayah pedesaan.

(74)

dalam hal penggunaan jalan, seperti perbaikan jalan, partisipasi untuk pelebaran jalan, dan lain – lain. Bahkan dalam hal ini, karena kondisi ekonomi masyarakat sudah mulai membaik, untuk hal perbaikan jalan masyarakat sudah mulai bersedia mengeluarkan dana untuk perbaikan jalan, karena jalan dirasakan masyarakat sebagai sarana yang vital untuk mengangkut hasil pertanian mereka. Selain daripada itu tingkat partisipasi masyarakat dalam hal pelebaran jalan juga sudah baik. Sebagai contoh berdasarkan pengamatan yang dilakukan penulis di nagori Pematang Raya tepatnya di jalan Tuan Ronda Haim. Jalan ini merupakan jalan utama untuk mengangkut hasil panen masyarakat, dan jalan ini merupakan jalan hasil partisipasi masyarakat yang rela memberikan tanahnya untuk pelebaran jalan tanpa ganti rugi dan masyarakat turut berpartisipasi dalam pembukaan jalan ini. Ini menunjukkan bahwa tingkat partisipatif masyarakat sudah tinggi di Kecamatan Raya khususnya di lokasi penelitian.

(75)

gtong royong dalam arti tersebut akan menghilang tanpa banyak ketegangan atau pertentangan dari penduduk desa itu sendiri. Selanjutnya (masih menurut Koentjaraningrat, 1994), kalau yang dimaksud dengan gotong royong itu adalah sistem kerja bakti misalnya perbaikan jalan, maka hal itu dapat merupakan kegiatan yang menunjang pembangunan.

Selanjutnya, jika kita melihat kepada data kuesioner di atas, menunjukkan bahwa para responden dalam hal ini dalam mengerjakan lahan pertaniannya telah banyak yang mempergunakan tenaga upahan.

4.2.1.4.4. Sebab – Sebab Tinggi Rendahnya Hasil Panen

Sebagai indikator terakhir dari orientasi nilai budaya dalam hubungannya dengan alam sekitar adalah menanyakan tentang sebab – sebab tinggi rendahnya hasil panen.

(76)
[image:76.612.108.533.136.540.2]

Tabel 16. Hasil Panen Selalu Mengalami Peningkatan Alternatif Jawaban Jumlah Responden % a. Ya, Selalu Meningkat

b. Tidak Pernah c. Kadang – kadang

60 16 24

60 16 24

Jumlah 100 100

Sumber: Hasil Penelitian 2008

Data Tabel di atas menunjukkan bahwa sebahagian besar (60%) responden menyatakan bahwa hasil panen mereka selalu meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara, rata – rata responden yang hasil panennya selalu meningkat, mereka menjawab disebabkan oleh karena mereka menerapkan teknologi pertanian, seperti penggunaan pupuk, penyemprotan pestisida, penyiangan, dan lain – lain.

(77)

4.2.1.5. Orientasi Nilai Budaya Masyarakat Mengenai Hubungan Manusia Dengan Sesama (MM)

Orientasi nilai budaya dalam hubungan manusia dengan sesamanya ini ingin melihat arah orientasi nilai budaya masyarakat Kecamatan Raya, apakah lebih menekankan hubungan horizontal (kolateral) atau yang menekankan hubungan vertikal yang mengembangkan orientasi keatas atau bergantung kepada kekuatan sendiri. Orientasi nilai budaya dalam hubungan manusia dengan sesamanya ini diukur dari pandangan masyarakat (responden) terhadap kehadiran koperasi dan pandangan masyarakat (responden) terhadap kehadiran Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Pertanian.

4.2.1.5.1. Pandangan Responden Terhadap Koperasi

Koperasi merupakan salah satu bentuk kelembagaan diantara sekian banyak kelembagaan yang berperan dalam pengembangan

Gambar

Tabel 1. Skema Kluckhohn: Lima Masalah Dasar Yang Menentukan Orientasi Nilai Budaya Manusia
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran
Tabel 2.  Komposisi Penduduk Kecamatan Raya
Tabel 3.  Distribusi Sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan (NPL), Operating Ratio (BOPO), dan Loan to Deposit Ratio(LDR) berpengaruh

5 Memberikan kesempatan karyawan untuk merencanakan, mengendalikan dan membuat keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya merupakan salah satu bentuk

Akulturasi Kesenian Rebana di Semarang Harmonia

Cinta membakar spiritualitas, dan membuat orang dapat hidup dengan kekuatan yang ada di dalam hatinya.. Di dalam cinta ter- dapat dimensi; cinta diri, cinta yang

Atribut penting yang teridentifikasi berdasarkan pengukuran kepuasan dan kategori Kano adalah ketepatan waktu keberangkatan sesuai jadwal (kategori one-dimensional), fasilitas

Versi klien dari Windows 7 dirilis dalam versi 32-bit dan 64-bit walaupun versi servernya (yang menggantikan Windows Server 2008) dirilis hanya dalam versi 64-bit, atau

Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar, Ciputat : Quantum Teaching, 2005, h.. Selatan, untuk penggunaan media pembelajaran selama ini masih belum maksimal, mengenai media

Kawasan glamor camping yang akan direncanakan memiliki sasaran utama dan diperuntukkan untuk keluarga, sehingga dalam perencanaan dan perancangan fasilitas glamor camping