PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA ANTARA YANG DIBERI
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENGAJARAN LANGSUNG
TESIS
D i a j u k a n U n t u k M em en u h i Per sy a r a t a n D a l a m M em p er ol eh Gel ar M a gi st er Pen di d i k a n
P r ogr a m St u d i P en d i d i k an M a t em a t i k a
OLEH :
SRI WAHYUNI
NIM : 081188730039
PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ABSTRAK
SRI WAHYUNI. Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMA antara yang diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pengajaran Langsung. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan, 2013.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui: (1) perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pengajaran langsung, (2) perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pengajaran langsung, (3) mendeskripsikan kadar aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran berbasis masalah, (4) mendeskripsikan proses penyelesaian jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah pada model pembelajaran berbasis masalah dan model pengajaran langsung.
Penelitian ini merupakan penelitian semi eksperimen. Populasi penelitian ini adalah adalah siswa kelas X SMA Ahmad Yani Binjai. Kemudian secara acak dipilih dua kelas dari tiga kelas. Kelas eksperimen diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah dan kelas kontrol diberi perlakuan model pengajaran langsung. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan pemahaman konsep matematika, tes kemampuan berpikir kritis siswa dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,42 dan 0,41 berturut-turut untuk kemampuan kemampuan pemahaman konsep matematika dan tes berpikir kritis.
Analisis data dilakukan dengan analisis kovarians (anakova). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pengajaran langsung. (2) Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diberi model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi model pengajaran langsung. Secara deskriptif juga dikaji jawaban dari rumusan masalah yaitu: (1) secara klasikal tingkat kemampuan pemahaman konsep pada kelas kontrol hanya sebesar 0%, sedangkan pada kelas eksperimen sebesar 91,18%, (2) secara klasikal tingkat kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol hanya sebesar 0%, sedangkan pada kelas eksperimen sebesar 17,65% (3) kadar aktivitas aktif siswa telah memenuhi waktu persentase ideal yang ditetapkan dalam bab III. (4) Proses penyelesaian jawaban siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan model pengajaran langsung.
ABSTRACT
SRI WAHYUNI. Ability Differences Conceptual Understanding and Critical Thinking between Students who were Given Problem-Based Learning Model to
Direct Instruction Model. Thesis. Medan : Mathematics Education Program
Post-Graduate Studies, State University of Medan, 2013.
The purpose of this study to determine: (1) differences in conceptual understanding skills among students who are given a model of problem-based learning with students who were given direct instruction model, (2) differences in critical thinking skills among students who are given a model of problem-based learning with students who were given direct instruction model, (3) to describe the active activity of students during problem based learning, (4) to describe the accomplishing of students answers in problem based learning model and direct instruction model.
This study is a semi-experimental study. The population of this research is the tenth grade students of SMA Swasta Ahmad Yani Binjai. Then, the researcher choose two of three classes randomly. The experimental class is the class which was taught by using problem based learning model and the control class which was taught by direct instruction model. The instruments that used consist of: the ability test of mathematics concepts understanding, the ability test of critical thinking. Those instruments have fulfilled the validity of content requirement, and the coefficient of reliability was 0,42 for the ability of mathematics concepts understanding and 0,41 for the ability of critical thinking.
The data analysis was done by using covariant analysis (anakova). The result showed that : (1) There are differences in the ability of concepts understanding among students who are given a model of problem-based learning with students who were direct instruction model. (2) There are differences in the ability of critical thinking among students who are given a model of problem-based learning with students who were direct instruction model. Descriptively, it is also learnt the answer from the research problem that can be seen as follows: (1) classically the ability of concepts understanding in control class is only 0 %, whereas in experimental class is about 91,18 %, (2) classically, the creativity of students in problem solving is just 0%, while in experimental class is 17,65% (3) the active activity standard of students has completed the ideal time percentage which has been mentioned in chapter III, (4) The
completing of students’ answers that are taught by problem based learning model are better than students whom are taught by using direct instruction.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat
Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul
“Perbedaan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMA antara yang Diberi Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pengajaran Langsung” dapat diselesaikan. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika di Program Pascasarjana Universitas
Negeri Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Teristimewa kepada Ayahanda tercinta Alm. Drs. Sentosa Ginting, MMA dan
Ibunda tercinta Nana Trisna serta adik-adikku tercinta : Irma Astuti Ginting,
S.Pd, Oscar Arifandi Ginting, S.Pd dan Indriani Ginting, yang telah
memberikan doa, rasa kasih sayang, perhatian dan dukungan serta dorongan
sejak sebelum kuliah, dalam perkuliahan hingga menyelesaikan pendidikan
ini.
2. Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Prof.
Dr. Pargaulan Siagian, M.Pd selaku pembimbing II ditengah-tengah
kesibukannya telah memberikan bimbingan, arahan dengan sabar dan kritis
terhadap berbagai permasalahan, dan selalu mampu memberikan motivasi
bagi penulis sehingga terselesaikannya tesis ini.
3. Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Pascasarjana UNIMED, Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd
selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
UNIMED dan Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si sebagai staf Prodi
Pendidikan Matematika yang telah banyak membantu penulis khususnya
4. Bapak Drs. Ngulihi Sembiring selaku Kepala SMA Swasta Ahmad Yani
Binjai, yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk melakukan
penelitian disekolah yang beliau pimpin, serta PKS I, Bapak Ir. Budiarto dan
ibu PKS II, Erwita, S.E yang telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian ini.
5. Teman, sahabat dan rekan terbaik dalam mengatasi suka dan duka, Nouval
Ardi, S.T, terima kasih untuk dorongan dan semangatnya hingga bisa
menyelesaikan tesis ini.
6. Sahabat seperjuangan terkhusus angkatan XIV kelas B Prodi Matematika dan
semua pihak yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan
menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah membalas semua yang telah diberikan Bapak/Ibu serta
saudara/i, kiranya kita semua tetap dalam lindungan-Nya. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya matematika.
Medan, 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
1.6Manfaat Penelitian... 17
1.7Definisi Operasional ... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 20
2.1Hakikat Matematika ... 20
2.2Pemahaman Konsep Matematika ... 21
2.3Berpikir Kritis ... 27
2.4Pembelajaran Berbasis Masalah ... 34
2.5Pengajaran Langsung ... 47
2.6Perbedaan Pedagogik Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Pengajaran Langsung ... 52
2.7Teori Belajar Pendukung ... 53
2.8Materi Pembelajaran ... 59
2.10 Kerangka Konseptual... 64
2.11 Hipotesis Penelitian ... 70
BAB III METODE PENELITIAN ... 71
3.1Jenis Penelitian ... 71
3.2Tempat dan Waktu Penelitian ... 71
3.3Populasi dan Sampel ... 72
3.4Desain Penelitian ... 73
3.5Variabel Penelitian ... 81
3.6Instrumen Penelitian ... 83
3.6.1 Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 83
3.6.2 Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 85
3.6.3 Lembar Observasi ... 87
3.6.4 Proses Jawaban Siswa ... 87
3.7 Teknik Analisis Data ... 88
3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 88
3.7.2 Analisis Statistik Inferensial ... 92
3.8 Prosedur Penelitian ... 101
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 103
4.1Hasil Penelitian tentang Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 104
4.1.1 Analisis Deskriptif ... 104
4.1.2 Analisis Statistik Inferensial Hasil Penelitian ... 115
4.2Hasil Penelitian tentang Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 132
4.2.1 Analisis Deskripsi Hasil Penelitian ... 132
4.2.2 Analisis Statistik Inferensial Hasil Penelitian ... 142
4.3Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran ... 158
4.4Pembahasan Hasil Penelitian ... 160
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 167
5.1Kesimpulan ... 167
5.2Saran ... 169
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Berdasarkan Masalah ... 46
Tabel 2.2 Langkah-langkah Pengajaran Langsung ... 51
Tabel 2.3 Perbedaan Pedagogik Pendekatan Pembelajaran ... 52
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 73
Tabel 3.2 Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 75
Tabel 3.3 Hasil Validasi Instrumen Tes Pemahaman Konsep ... 76
Tabel 3.4 Hasil Validasi Instrumen Tes Berpikir Kritis ... 76
Tabel 3.5 Rancangan Uji Coba ... 77
Tabel 3.6 Hasil Analisis Validitas Tes Uji Coba Kemampuan Pemahaman Konsep ... 80
Tabel 3.7 Hasil Analisis Validitas Tes Uji Coba Berpikir Kritis Siswa ... 80
Tabel 3.8 Rancangan Penelitian ... 81
Tabel 3.9 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 84
Tabel 3.10 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep... 84
Tabel 3.11 Kisi-kisi Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 85
Tabel 3.12 Pedoman Penskoran Tes Berpikir Kritis ... 86
Tabel 3.13 Indikator/ Aspek yang diamati pada Aktivitas Siswa ... 87
Tabel 3.14 Persentase Waktu Ideal untuk Aktivitas Siswa ... 92
Tabel 3.15 Rancangan Analisis Data untuk ANAKOVA ... 93
Tabel 3.16 Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 100
Tabel 4.1 Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Kontrol Secara Kuantitatif ... 104
Tabel 4.2 Kemampuan Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen Secara Kuantitatif ... 105
Tabel 4.3 Rekapitulasi Rata-rata Hasil Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika ... 107
Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretes Pemahaman Konsep ... 118
Tabel 4.6 Analisis Varians Uji Indepensi Pemahaman Konsep ... 119
Tabel 4.7 Analisis Varians Uji Indepensi Pemahaman Konsep Kelas
Kontrol ... 120
Tabel 4.8 Koefisien Analisis Varians Untuk Uji Indepensi Kemampuan
Pemahaman Konsep... 120
Tabel 4.9 Analisis Varians Uji Linieritas Regresi Kemampuan Pemahaman
Konsep Kelas Kontrol ... 121
Tabel 4.10 Analisis Varians Uji Indepensi Pemahaman Konsep ... 122
Tabel 4.11 Analisis Varians Uji Indepensi Pemahaman Konsep Kelas
Eksperimen ... 123
Tabel 4.12 Koefisien Analisis Varians Uji Indepensi Pemahaman Konsep
Kelas Eksperimen ... 123
Tabel 4.13 Analisis Varians Uji Linieritas Regresi Kemampuan Pemahaman
Konsep Kelas Eksperimen ... 124
Tabel 4.14 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemahaman Konsep ... 125
Tabel 4.15 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Pemahaman Konsep ... 126
Tabel 4.16 Koefisien Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Pemahaman Konsep ... 126
Tabel 4.17 Analisis Kovarians Kemampuan Pemahaman Konsep
Untuk Kesejajaran Dua Model Regresi ... 127
Tabel 4.18 Analisis Kovarians untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Pemahaman Konsep... 128
Tabel 4.19 Uji Prasyarat Anacova ... 129
Tabel 4.20 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Pemahaman
Konsep ... 130
Tabel 4.22 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Kontrol Secara
Kuantitatif ... 132
Tabel 4.23 Kemampuan Berpikir Kritis Kelas Eksperimen Secara
Kuantitatif ... 133
Tabel 4.24 Rekapitulasi Ketuntasan Hasil Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa ... 135
Tabel 4.25 Deskripsi Pretes dan Posttest Kemampuan Berpikir Kritis di Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol... 142
Tabel 4.26 Hasil Uji Homogenitas Varians Pretest dan Posttest Berpikir
Kritis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 144
Tabel 4.27 Analisis Varians Uji Indepensi KemampuanBerpikir Kritis
Siswa Kelas Kontrol ... 145
Tabel 4.28 Analisis Varians Uji Indepensi Kemampuan Berpikir Kritis Kelas
Kontrol ... 146
Tabel 4.29 Koefisien Analisis Varians Uji Indepensi Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Kontrol ... 146
Tabel 4.30 Analisis Varians Uji Linieritas Regresi Kemampuan Berpikir
Kritis Kelas Kontrol ... 147
Tabel 4.31 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa ... 148
Tabel 4.32 Analisis Varians Untuk Uji Independensi Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas Eksperimen ... 149
Tabel 4.33 Koefisien Analisis Varians Uji Indepensi Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas Eksperimen ... 149
Tabel 4.34 Analisis Varians Uji Linieritas Regresi Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas Eksperimen ... 150
Tabel 4.35 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 151
Tabel 4.36 Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model Regresi
Tabel 4.37 Koefisien Analisis Kovarians Untuk Kesamaan Dua Model
Regresi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 152
Tabel 4.38 Analisis Kovarians Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Untuk Kesejajaran Dua Model Regresi ... 153
Tabel 4.39 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa ... 154
Tabel 4.40 Uji PrasyaratAnacova ... 155
Tabel 4.41 Analisis Kovarians Untuk Rancangan Lengkap Berpikir
Kritis ... 156
Tabel 4.42 Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Berpikir Kritis…. ... 157
Tabel 4.43 Kadar Aktivitas Siswa Selama Kegiatan Pembelajaran Kelas
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hasil yang Diperoleh Peserta Didik dari PBL ... 41
Gambar 2.2 Pola Kerangka Berpikir ... 69
Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 102
Gambar 4.1 Tingkat Pemahaman Konsep Siswa pada Kelas Kontrol ... 105
Gambar 4.2 Tingkat Pemahaman Konsep Siswa pada Kelas Eksperimen . 106 Gambar 4.3 Ragam Proses Penyelesaian Pemahaman Konsep Jawaban Butir No. 1 ... 111
Gambar 4.4 Ragam Proses Penyelesaian Pemahaman Konsep Jawaban Butir No. 2 ... 112
Gambar 4.5 Ragam Proses Penyelesaian Pemahaman Konsep Jawaban Butir No. 3 ... 113
Gambar 4.6 Ragam Proses Penyelesaian Pemahaman Konsep Jawaban Butir No. 4 ... 115
Gambar 4.7 Tingkat Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Kelas Kontrol ... 133
Gambar 4.8 Tingkat Berpikir Kritis Siswa pada Kelas Eksperimen ... 134
Gambar 4.9 Ragam Proses Penyelesaian Berpikir Kritis Jawaban Butir No. 1 ... 138
Gambar 4.10 Ragam Proses Penyelesaian Jawaban Butir No. 2 ... 139
Gambar 4.11 Ragam Proses Penyelesaian Jawaban Butir No. 3 ... 140
Gambar 4.12 Ragam Proses Penyelesaian Jawaban Butir No. 4 ... 141
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
1. RPP Kelas Eksperimen ... 177
2. RPP Kelas Kontrol ... 193
3. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 201
LAMPIRAN B 1. Tes Awal Pemahaman Konsep... 217
2. Tes Pemahaman Konsep ... 221
3. Tes Awal Berpikir Kritis Siswa ... 225
4. Tes Berpikir Kritis Siswa ... 229
5. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 233
LAMPIRAN C 1. Daftar Nama Validator ... 235
2. Hasil Validasi RPP Pembelajaran Berbasis Masalah ... 236
3. Hasil Validasi RPP Pengajaran Langsung ... 237
4. Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 238
5. Hasil Validasi Instrumen Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 239
6. Hasil Validasi Instrumen Tes Pemahaman Konsep ... 240
7. Hasil Validasi Instrumen Tes Berpikir Kritis ... 240
LAMPIRAN D 1. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Pemahaman Konsep . 241 2. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas Tes Berpikir Kritis ... 248
LAMPIRAN E
1. Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep
Kelas Kontrol ... 256
2. Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Pemahaman Konsep
Kelas Eksperimen ... 257
3. Deskripsi Hasil Tes Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 258
4. Deskripsi Hasil Tes Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 259
5. Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Kontrol ... 260
6. Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Berpikir Kritis
Kelas Eksperimen ... 261
7. Deskripsi Hasil Tes Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol ... 262
8. Deskripsi Hasil Tes Berpikir Kritis Siswa Kelas Eksperimen ... 263
9. Perhitungan Uji Indepedensi Kemampuan Pemahaman Konsep
Kelas Kontrol ... 264
10. Perhitungan Uji Indepedensi Kemampuan Pemahaman Konsep
Kelas Eksperimen ... 265
11. Perhitungan Uji Indepedensi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Kelas Kontrol ... 266
12. Perhitungan Uji Indepedensi Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Kelas Eksperimen ... 267
13. Perhitungan Uji Linieritas Model Regresi Kemampuan
Pemahaman Konsep Kelas Kontrol ... 268
14. Perhitungan Uji Linieritas Model Regresi Kemampuan
Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen ... 269
15. Perhitungan Uji Linieritas Model Regresi Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Kelas Kontrol ... 270
16. Perhitungan Uji Linieritas Model Regresi Kemampuan Berpikir
17. Perhitungan Uji Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan
Pemahaman Konsep Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 272
18. Perhitungan Uji Kesamaan Dua Model Regresi Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 273
LAMPIRAN F
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu.
Oleh karena itu diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini, sehingga
mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari
sekolah dasar.Demikian pula dalam pendidikan sekolah di Indonesia, matematika
diajarkan dimulai dari SekolahDasar hingga Sekolah Menengah Atas dan
merupakan salah satu mata pelajaran yang diikutsertakan dalam Ujian Nasional
(UN).
Sebagai mata pelajaran yang sudah diajarkan dari usia dini atau tingkat
sekolah dasar di Indonesia, sudah sepantasnya matematika menjadi salah satu
mata pelajaran yang diminati dan dikuasai oleh peserta didik di Indonesia.
Namun dalam kenyataan di lapangan, matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang ditakuti oleh peserta didik. Untuk nilai matematika peserta didik
di Indonesia juga belum bisa mendapat nilai yang memuaskan. Seperti yang
ditunjukkan dalam penelitian Programme for International Student Assesment
(PISA) yang dilakukan dilakukan tiga tahunan dan hasil penelitian PISA 2012
baru akan dipublikasikan pada Desember 2013 mendatang (dalam
http://kampus.okezone.com artikel tanggal 8 Januari 2013). Pada pemeringkatan
PISA terakhir, kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah,
2
ini tentu saja menjadi bahan pemikiran segenap insan dalam dunia pendidikan
matematika Indonesia. Penelitian yang dilakukan PISA ini berorientasi ke masa
depan, yaitu menguji kemampuan anak muda untuk menggunakan keterampilan
dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata. Karena
pada hakikatnya pendidikan sekolah mempersiapkan peserta didik agar lebih siap
dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata.
Menurut anggapan masyarakat umum, bahwa salah satu pelajaran yang
dianggap sulit pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah matematika.
Hal ini karena matematika berhubungan dengan ide-ide dan konsep-konsep yang
abstrak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hudoyo (1988:3) bahwa matematika
berkenaan dengan ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak dan tersusun secara
hierarki dan penalarannya deduktif. Karena konsep matematika yang tersusun
secara hierarki, maka dalam belajar matematika tidak boleh ada langkah/tahapan
konsep yang dilewati. Matematika hendaknya dipelajari secara sistematis dan
teratur serta harus disajikan dengan struktur yang jelas dan harus disesuaikan
dengan perkembangan intelektual siswa serta kemampuan prasyarat yang telah
dimilikinya. Oleh karena itu, kemampuan pemahaman konsep menjadi penting
untuk ditanamkan pada peserta didik.
Pentingnya pemahaman konsepmatematika terlihat dalam tujuan
pertamapembelajaran matematika menurutDepdiknas (Permendiknas no 22
tahun2006) yaitu memahami konsep matematika,menjelaskan keterkaitan antar
konsep danmengaplikasikan konsep atau algoritmasecara luwes, akurat, efisien
3
matematika di atasmaka setelah proses pembelajaran siswadiharapkan dapat
memahami suatu konsepmatematika sehingga dapat menggunakankemampuan
tersebut dalam menghadapimasalah–masalah matematika. Jadi dapatdikatakan
bahwa pemahaman konsepmerupakan bagian yang paling pentingdalam
pembelajaran matematika. Hal iniseperti yang dinyatakan oleh Zulkardi(dalam
Rohana, 2009:92) bahwa ”mata pelajaranmatematika menekankan pada
konsep”.Artinya dalam mempelajari matematikasiswa harus memahami konsep
matematikaterlebih dahulu agar dapatmenyelesaikansoal-soal dan mampu
mengaplikasikanpembelajaran tersebut dalam dunia nyata.
Berdasarkan penjelasan di atas makapemahaman konsep perlu
ditanamkankepada peserta didik sejak dini yaitu sejakanak tersebut masih duduk
di bangkusekolah dasar. Mereka dituntut mengertitentang definisi, pengertian,
carapemecahan masalah maupun pengoperasianmatematika secara benar. Karena
haltersebut akan menjadi bekal dalammempelajari matematika pada
jenjangpendidikan yang lebih tinggi. Namun pada kenyataan di lapangan
ditemukan bahwa tingkat pemahaman konsep siswa khususnya siswa SMA kelas
X masih rendah. Hal ini terbukti dengan diadakannya observasi awal pada siswa
kelas XSMA Ahmad Yani Binjai. Dari hasil analis tes pemahaman konsep yang
diikuti 40 orang siswa diperoleh informasi bahwa terdapat 20 orang siswa
memiliki tingkat pemahaman konsep pada kategori rendah, 13 orang siswa
memiliki tingkat pemahaman konsep pada kategori cukup, 5 orang siswa
4
memiliki tingkat pemahaman konsep pada kategori sangat baik. Hal ini dapat
dilihat dari hasil test salah satu siswa sebagai berikut :
Soal:
Perhatikan gambar prisma berikut, tentukan :
Jawaban siswa:
Alternatif jawaban :
a. Rusuk-rusuk prisma yang sejajar rusuk PQ adalah rusuk SR, TU dan
VW
b. V = Luas alas x tinggi
V = 36 x 8
V = 288 cm3
a. Rusuk-rusuk prisma yang sejajar rusuk PQ
5
Dari hasil jawaban salah satu siswa tersebut bisa dilihat bahwa masih
terdapat siswa yang belum memahami konsep matematika agar dapat
menyelesaikan soal-soal matematika itu sendiri. Karena konsep-konsep
dalammatematika memiliki keterkaitan antarasatu dengan yang lainnya, maka
siswaharus lebih banyak diberikan kesempatanuntuk melihat kaitan-kaitan dengan
materiyang lain. Hal tersebut dimaksudkan agarsiswa dapat memahami materi
matematikasecara mendalam. Misalnya jika siswaingin memahami konsep
integral (antiturunan) maka terlebih dahulu dia harusmampu memahami konsep
turunan suatufungsi. Demikian juga kalau siswa inginmemahami konsep turunan
maka terlebihdahulu harus memahami konsep limit.
Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar peserta didik yaitu rendahnya
motivasi internal dan eksternal peserta didik sebagai objek pendidikan. Disadari
bahwa kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh faktor-faktor tersebut.
Menurut Gagne (Trianto, 2012:12) hasil belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor
internal antara lain faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan,
motivasi, berprestasi dan kemampuan kognitif), dan faktor eksternal antara lain
faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, dan sarana
pembelajaran). Faktor-faktor yang tidak menunjang akan menyebabkan proses
pembelajaran menjadi tidak efektif, sehingga akan menyebabkan rendahnya hasil
belajar peserta didik.
Proses pembelajaran yang efektif merupakan harapan semua pihak terkait
6
partisipasi aktif dari guru, peserta didik dan suasana kelas yang mendukung
(kondusif). Proses pembelajaran pun harus berorientasi pada peserta didik.
Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan benar-benar
direncanakan untuk meningkatkan pemahaman peserta didik yang pada akhirnya
berdampak pada hasil belajar yang baik.
Secara empiris, berdasarkan hasil analisis penelitian terhadap rendahnya
hasil belajar peserta didik, hal tersebut disebabkan proses pembelajaran yang
didominasi oleh pembelajaran konvensional(Trianto,2012:5). Model pembelajaran
tersebut menempatkan guru sebagai sumber informasi utama yang berperan
dominan dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional guru
bertindak sebagai pentransfer ilmu kepada peserta didiknya, peserta didik
dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Salah satu model
pembelajaran konvensional adalah pengajaran langsung dimana guru masih
dominan dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Arends
(2008a : 295) yaitu: ”Direct instruction is a teacher-centered model that has five
steps: establishing set, explanation and/or demonstration, guided practice,
feedback, and extended practice a direct instruction lesson requires careful
orchestration by the teacher and a learning environment that businesslike and
task-oriented”. Artinya: Pengajaran langsung adalah model berpusat pada guru
yang memiliki lima langkah: menetapkan tujuan, penjelasan dan/atau demonstrasi,
panduan praktek, umpan balik, dan perluasan praktek. Pelajaran dalam pengajaran
langsung memerlukan perencanaan yang hati-hati oleh guru dan lingkungan
7
Berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut
perubahan paradigma dalam pendidikan dan pembelajaran. Perubahan tersebut
harus pula diikuti oleh guru yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pembelajaran di sekolah. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran yang
semula berpusat pada guru beralih berpusat kepada peserta didik; metodologi
yang semula lebih didominasi ekspositori (konvensional) berganti ke
partisipatori; dan pendekatan yang semula lebih bersifat tekstual berubah menjadi
kontekstual. Semua perubahan tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki mutu
pendidikan, baik dari segi proses maupun hasil pendidikan (Trianto, 2012:8).
Peserta didik akan memahami pelajaran, bila peserta didik aktif sendiri
membentuk atau menghasilkan pengertian dan hal-hal yang diinderanya,
penginderaan dapat terjadi melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, dan
sebagainya. Pengertian yang dimiliki peserta didik merupakan bentukannya
sendiri dan bukan hasil bentukan orang lain.
Piaget dengan teori konstruktivis berpendapat bahwa peserta didik harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek
informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan
itu tidak lagi sesuai (Trianto, 2012:28). Bagi peserta didik agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja
memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide yang mereka miliki sendiri untuk membangun
pengetahuan tersebut. Menurut Joyce (dalam Trianto 2012:1) guru dapat
8
keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide mereka sendiri. Selain itu
mereka juga mengajarkan bagaimana mereka belajar.
Dalam Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika yang diterbitkan
oleh Depdiknas (2006), mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik dengan tujuan untuk membekali kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi dalam hidup bermasyarakat yang selalu
berkembang. Dalam hal tersebut dapat dilihat bahwa kemampuan berpikir kritis
menjadi salah satu kemampuan yang penting diberikan pada peserta didik. Cabera
(dalam Fachrurazi,2011) menyatakan pentingnya mengajarkan dan
mengembangkan kemampuan berpikir kritis harus dipandang sebagai sesuatu
yang mendesak dan tidak bisa disepelekan lagi. Penguasaan kemampuan berpikir
kritis tidak cukup dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai
proses fundamental yang memungkinkan siswa untuk mengatasi ketidaktentuan
masa mendatang. Hal ini menjadi pembuktian bahwa kemampuan berpikir kritis
tidak bisa diabaikan lagi oleh guru.
Kemampuan berpikir kritis yang baik dapat membentuk sikap dan prilaku
yangrasional. Jadi, meningkatkan kemampuanberpikir kritis sangat perlu dan
urgen untukdikembangkan terlebih pada masa sekarangyang penuh dengan
permasalahan-permasalahanatau tantangan-tantanganhidup. Dengan demikian,
tidak berlebihanapabila disektor pendidikan mengharuskanuntuk mempersiapkan
9
kritis, jujur danbermatabat, sehingga mampu menghadapiberbagai tantangan dan
dapat bertahanhidup secara manusiawi dengan penuh rasapercaya diri. Hal ini
sesuai dengan tujuanumum diberikan matematika di jenjangpersekolahan yaitu
mempersiapkan siswaagar sanggup menghadapi perubahankeadaan di dalam
kehidupan dan duniayang selalu berubah dan berkembangmelalui latihan
bertindak atas dasarpemikiran secara logis, kritis, cermat, jujur,efektif dan dapat
menggunakan pola pikirmatematis dalam kehidupan sehari-hari dandalam
mempelajari berbagai ilmupengetahuan (Depdiknas, 2004).
Matematika sebagai suatu disiplin ilmu yang secara jelas mengandalkan
prosesberpikir dipandang sangat baik untuk diajarkan pada anak didik. Di
dalamnyaterkandung berbagai aspek yang secara substansial menuntun murid
untuk berpikir logismenurut pola dan aturan yang telah tersusun secara baku.
Sehingga seringkali tujuanutama dari mengajarkan matematika tidak lain untuk
membiasakan agar anak didikmampu berpikir logis, kritis dan sistematis.
Khususnya berpikir kritis, sangat diperlukanbagi kehidupan mereka, agar mereka
mampu menyaring informasi, memilih layak atautidaknya suatu kebutuhan,
mempertanyakan kebenaran yang terkadang dibalutikebohongan, dan segala hal
yang dapat saja membahayakan kehidupan mereka.
Apalagi pada pembelajaran matematika yang dominan
mengandalkankemampuan daya pikir, perlu membina kemampuan berpikir siswa
(khususnya berpikirkritis) agar mampu mengatasi permasalahan pembelajaran
matematika tersebut yangmaterinya cenderung bersifat abstrak.Hanya saja
10
diungkapkan kritikus Jacqueline dan Brooks (dalam Santrock, 2007:35),
sedikitsekolah yang mengajarkan siswanya berpikir kritis. Sekolah justru
mendorong siswamemberi jawaban yang benar daripada mendorong mereka
memunculkan ide-ide baruatau memikirkan ulang kesimpulan-kesimpulan yang
sudah ada. Terlalu sering paraguru meminta siswa untuk menceritakan kembali,
mendefinisikan, mendeskripsikan,menguraikan, dan mendaftar daripada
menganalisis, menarik kesimpulan,menghubungkan, mensintesakan, mengkritik,
menciptakan, mengevalusi, memikirkandan memikirkan ulang. Akibatnya banyak
sekolah meluluskan siswa-siswa yangberpikir secara dangkal, hanya berdiri di
permukaan persoalan, bukannya siswa-siswayang mampu berpikir secara
mendalam. Realita di sekolah pun memperkuat pernyataanJacqueline dan Brook
di atas.
Selanjutnya terkait dengan peringkat Indonesia dalam indeks literasi
matematika PISA tersebut diatas, Presiden Asosiasi Guru Matematika Indonesia
(AGMI) Firman Syah Noor (dalam http://kampus.okezone.com artikel tanggal 8
Januari 2013)memaparkan, berdasarkan hasil penelitian Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMMS) yang dilakukan oleh Frederick K.S
Leung pada tahun 2003, ada tiga penyebab utama mengapa indeks literasi
matematika siswa sangat rendah yaitu lemahnya kurikulum di Indonesia, kurang
terlatihnya guru-guru Indonesia, dan kurangnya dukungan dari lingkungan dan
sekolah menjadi penyebab utama peringkat literasi matematika siswa di Indonesia
di urutan bawah. Terkait dengan kurang terlatihnya guru-guru di Indonesia, hal ini
11
belum membiasakan metode pembelajaran yang bisa meningkatkan kemampuan
matematika pada umumnya dan pemahaman konsep dan berpikir kritis
matematika pada khususnya. Masih banyak guru yang menggunakan metode
konvensional seperti pengajaran langsung dalam proses pembelajaran matematika.
Dalam pengajaran langsung guru menjadi pusat pembelajaran dan kurang
memaksimalkan aktivitas siswa. Hal ini senada dengan pernyataan Arends
(2008a:294) yaitu model ini tidak dimaksudkan untuk mencapai hasil belajar
sosial atau kemampuan berpikir tingkat tinggi, dan juga apakah model ini efektif
untuk penggunaan-penggunaan ini. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa untuk
mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis, metode ini
masih belum memadai.
Metode pembelajaran dan suasana belajar matematika yang
kurangmenyenangkan menjadi salah satu faktor penyebab siswa kesulitan
memahami konsep-konsep matematika. Guru lebih suka menggunakan metode
ceramah dan pemberian tugas, serta kurang berorientasi pada tingkat berpikir
siswa. Akibatnya siswa menjadi jenuh dan malas untuk belajar matematika. Oleh
karena itu, diperlukan suatu metode pembelajaran yang dapat menciptakan
suasana belajar belajar yang menyenangkan, sehingga dapat mendukung siswa
untuk mudah memahami konsep matematika, berpikir kritis dan memiliki
keterampilan untuk menghadapi hidup (life skill).Dimensi tiga merupakan salah
satu pokok bahasan matematika yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari, dimana penerapan dimensi tiga dalam kehidupan nyata adalah untuk
12
yang lain pada suatu bangun ruang dan menghitung besar sudut yang terbentuk
pada suatu bangun ruang. Akan tetapi kenyataannya banyak siswa yang sulit
untuk memahami konsep dimensi tiga.
Salah satu model pembelajaran dengan paham konstruktivis yang salah
satu penekanannya terhadap kemampuan pemahaman konsep peserta didik adalah
model pembelajaran berbasis masalah. Model pembelajaran berbasis masalah
(Problem-Based Learning) adalah suatu kegiatan pembelajaran yang meliputi
tahap-tahap pembelajaran, antara lain: orientasi peserta didik pada masalah,
mengorganisasikan peserta didik dalam belajar, membimbing penyelidikan
individul maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (Trianto 2012:90)
Menurut Joyce ( dalam Trianto, 2012:22) bahwa setiap model
pembelajaran mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu
peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai, diantaranya
yaitu meningkatkan kemampuan matematika peserta didik. Untuk menciptakan
proses pembelajaran yang mampu mengoptimalkan potensi siswa, maka faktor
kategori kemampuan siswa perlu menjadi bahan pertimbangan dan perhatian
utama bagi guru. Perhatian tersebut terutama ditujukan pada antisipasi untuk
melakukan intervensi yang perlu dilakukan sesuai dengan latar belakang
kemampuan siswa.
Untuk itu perlu usaha guru agar siswa belajar secara aktif. Menurut
Sumarmo (2005:89) mengatakan bahwa pembelajaran dapat dilaksanakan secara
13
bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir secara kritis, menjelaskan setiap
jawaban yang diberikan, serta memberikan alasan untuk setiap jawaban yang
diajukan. Salah satu pendekatan yang cocok diberikan pada kondisi ini adalah
pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL).
Problem Based Learning memfokuskan pada kemampuan siswa untuk
membangun arti konsep-konsep dan ide matematika bagi mereka sendiri. Dalam
hal ini para siswa melakukan suatu proses investigasi melalui negosiasi dalam
menemukan dan mengkonstruksi ide-ide matematika yang tersirat dalam situasi
masalah yang diberikan, sehingga memperoleh pengetahuan formal yang
direncanakan. Menurut Wood dan Sallers (dalam Arends, 2008b: 48) aktivitas
siswa dalam PBL adalah melakukan negosiasi dan melakukan “taken-as-shared”
yang merupakan usaha untuk menemukan nilai yang esensial dalam belajar
matematika. Pada pembelajaran berbasis masalah ini siswa dihadapkan pada
situasi atau masalah yang dapat mengantarnya untuk lebih mengenal objek
matematika, melibatkan siswa melakukan proses doing math secara aktif,
mengemukakan kembali ide matematika kemampuan komunikasi dan pemecahan
masalah matematika menjadi lebih terbuka.
Berdasarkan permasalahan di atas, dan untuk mewujudkan terjadinya
perubahan mendasar dalam hal peranan siswa sebagai pengembang pengetahuan,
serta aspek pembelajaran yang lebih menekankan pada pengembangan
kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa. Maka penulis
14
Konsep dan Berpikir Kritis Siswa SMA Antara Yang Diberi Pembelajaran
Berbasis Masalah Dengan Pengajaran Langsung”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi
beberapa masalah yang berhubungan kemampuan pemahaman konsep dan
berpikir kritis siswa serta penerapan antara pembelajaran berbasis masalah dan
pengajaran langsung. Permasalahan tersebut meliputi:
1. Kemampuan literasi matematika siswa Indonesia sangat rendah, Indonesia
menempati peringkat ke-61 dari 65 negara peserta pemeringkatan.
2. Hasil belajar pemahaman konsep matematika siswa SMA Ahmad Yani
Binjai kelas X masih tergolong rendah.
3. Kemampuan berpikir kritis menjadi salah satu kemampuan yang penting
diberikan pada peserta didik namun belum optimal diberikan pada siswa di
Indonesia.
4. Salah satu penyebab indeks literasi matematika di Indonesia rendah adalah
kurang terlatihnya guru-guru di Indonesia.Strategi pembelajaran yang selama
ini digunakan kurang relevan dalam meningkatkan kemampuan pemahaman
konsep dan berpikir kritis siswa.
5. Kurangnya interaksi antara guru dengan siswa pada saat proses
pembelajaran.Aktivitas siswa yang lebih banyak diam/pasif selama
pembelajaran berlangsung, membuat suasana belajar semakin tidak
menyenangkan karena tidak ada komunikasi dua arah yaitu antara guru
15
6. Guru masih banyak menerapkan pembelajaran konvensional, salah satunya
adalah pengajaran langsung. Dalam pembelajaran konvensional guru
bertindak sebagai pentransfer ilmu kepada peserta didiknya, peserta didik
dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif.
7. Guru belum sepenuhnya mengaplikasikan dan mengembangkan berbagai
jenis model dan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar,
sehingga suasana proses belajar mengajar menjadi sangat membosankan dan
membuat siswa menjadi malas berpikir sehingga mengakibatkan siswa tidak
memahami apa yang dipelajarinya.
1.3 Batasan Masalah
Banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kemampuan
pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa dengan keterkaitannya terhadap
sikap dan aktivitas siswa melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah dan
pengajaran langsung. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perlu dilakukannya
pembatasan masalah dengan mengingat keterbatasan dana, waktu dan kemampuan
peneliti. Penelitian ini dibatasi pada ruang lingkup lokasi penelitian, subyek
penelitian, waktu penelitian dan variabel penelitian.
Berkaitan dengan lokasi penelitian, penelitian ini terbatas pada SMA Swasta
Ahmad Yani Binjai. Penelitian ini melibatkan siswa kelas X, dengan meneliti
permasalahan sebagai berikut:
1. Kemampuan pemahamankonsep dan kemampuan berpikir kritis siswa masih
16
matematika khususnya materi ruang dimensi tiga tidak terselesaikan oleh
siswa.
2. Aktifitas siswa selama pembelajaran masih pasif, kurang merespon
pendapat temannya dan tidak peka terhadap masalah pembelajaran yang
sedang dihadapinya.
1.4 Rumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa
yang diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi
pengajaran langsung?
2. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis antara siswa yang
diberi pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang diberi pengajaran
langsung?
3. Bagaimana aktivitas aktif siswa selama proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah?
4. Bagaimana proses jawaban siswa yang dibuat oleh siswa pada masing-masing
pembelajaran?
1.5 Tujuan Penelitian
17
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan perbedaan kemampuan pemahaman
konsep siswa SMA yang mendapat pembelajaran pendekatan pembelajaran
berbasis masalah dan siswa yang diberi pengajaran langsung.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan perbedaan kemampuan berpikir
kritis siswa SMA yang mendapat pembelajaran pendekatan pembelajaran
berbasis masalah dan siswa yang diberi pengajaran langsung.
3. Mengetahui dan mendeskripsikan kadar aktif siswa selama proses
pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
4. Mengetahui dan mendeskripsikan proses jawaban yang dibuat oleh siswa
pada pembelajaran berbasis masalah dan pengajaran langsung.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang
merupakan masukan berarti bagi pembaharuan kegiatan pembelajaran, yang dapat
memberikan motivasi dalam memperbaiki cara guru mengajar di kelas,
khususnya dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir
kritis siswa SMA. Masukan-masukan yang mungkin diperoleh antara lain:
1. Menjadi acuan bagi guru matematika tentang penerapan pendekatan
pembelajaran berbasis masalah sebagai alternatif untuk meningkatkan
kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa.
2. Memberikan informasi kepada para guru dan pelaku dunia pendidikan
lainnya, sejauh mana kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis
siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
18
3. Memberikan alternatif model pembelajaran yang digunakan dalam
pembelajaran matematika untuk dapat dikembangkan menjadi lebih baik
dengan cara memperbaiki kelemahan dan kekurangannya serta
mengoptimalkan hal-hal yang sudah baik.
4. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang strategi
pembelajaran serta penerapannya dalam situasi proses belajar mengajar,
khususnya pembelajaran berbasis masalah.
5. Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru dalam menyusun
suatu rancangan pembelajaran matematika yang lebih bervariasi dan
bermakna.
1.7 Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan
dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Beberapa konsep dan
istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. PBLadalah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa
masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun
mengintegrasikan ilmu baru. Dengan demikian, masalah yang ada digunakan
sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang dapat menyokong
keilmuan. PadaPBL peserta didik dilibatkan secara langsung dalam
penyelidikan dan menemukan penyelesaian masalah, sehingga pada akhirnya
peserta didik terbantu menjadi peserta didik yang otonom yang mampu
19
dihadapinya.
2. Pengajaran langsung adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru
yangmemilikilimalangkah: menetapkantujuan, penjelasandan/atau
demonstrasi, panduan praktek, umpan balik, dan perluasan praktek.
3. Kemampuan pemahaman konsep dalam penelitian ini mengacu pada Bloom
yang meliputi pemahaman interpretasi, translasi, dan ekstrapolasi.
4. Kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini meliputi kemampuansiswa
dalam menganalisis pertanyaan, mensintesis pertanyaan, menyimpulkan
pertanyaan dan mengevaluasi atau menilai.
5. Aktivitas aktif siswa adalah keterlibatan siswa dan guru, siswa dan siswa
dalam model pembelajaran berbasis masalah yang diamati dengan instrumen
lembar pengamatan aktivitas aktif siswa. Kadar aktivitas aktif siswa adalah
167
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama
pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan pada kemampuan
pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa, maka peneliti memperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang
mengikuti pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti
pengajaran langsung.
2. Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang mengikuti
pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang mengikuti pengajaran
langsung.
3. Rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis masalah adalah 76,47 sedangkan
rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang
memperoleh model pengajaran langsung adalah 45,33. Bila ditinjau
ketuntasan secara klasikal nilai kemampuan pemahaman konsep minimal
kategori cukup pada kelas kontrol sebesar 0%, sedangkan pada kelas
eksperimen sebesar 91,18%.
4. Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa siswa yang memperoleh
168
kritis siswa yang memperoleh model pengajaran langsung adalah 37,87.
Bila ditinjau ketuntasan secara klasikal nilai berpikir kritis minimal
kategori cukup pada kelas kontrol hanya sebesar 0%, sedangkan pada kelas
eksperimen sebesar 17,65%.
5. Kadar aktivitas siswa untuk kategori pengamatan “membaca/ memahami
masalah yang ada pada buku siswa/ LAS “telah berada pada batas toleransi
15% ≤ P ≤ 25% yang ditetapkan, dengan persentase waktu idealnya adalah
16%. Kadar aktivitas siswa untuk kategori pengamatan “menulis/
menyelesaikan masalah/ menemukan cara pemecahan masalah telah berada
pada toleransi yang ditetapkan yaitu 25% ≤ P ≤ 35%. Kadar aktivitas aktif
pada kategori ini sebesar 26,18%. Kadar aktivitas siswa untuk kategori
pengamatan “berdiskusi/ bertanya kepada teman/ guru” telah berada pada
batas toleransi yang ditetapkan yaitu 10% ≤ P ≤ 20%, dengan persentase
waktu idealnya adalah 11,73%, kadar aktivitas siswa untuk kategori
pengamatan “perilaku yang tidak relevan dengan KBM” telah berada pada
batas toleransi yang ditetapkan. Persentase waktu ideal berada pada batas
0% ≤ P ≤ 5% yaitu sebesar 1,56%. Aktivitas ini merupakan aktivitas aktif
siswa, sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam penelitian dimana 5
(lima) kategori dari 6 (enam) pengamatan aktivitas aktif siswa telah memenuhi
batas toleransi yang ditentukan, sehingga jika ditinjau dari segi aktivitas aktif
siswa dari semua kategori pengamatan berada pada batas toleransi yang
169
6. Proses penyelesaian jawaban siswa dengan pembelajaran berbasis masalah
lebih lengkap dan tepat dibandingkan siswa yang mendapatkan model
pengajaran langsung, dimana siswa yang mengikuti pembelajaran berbasis
masalah sebelum menggunakan rumus terlebih dahulu mengidentifikasi yang
diketahui dan ditanya. Setelah itu baru menyelesaikan soal dengan
langkah-langkah penyelesaian yang lengkap. Sedangkan pada siswa yang mendapat
model pengajaran langsung, siswa tidak mengidentifikasi yang diketahui dan
ditanya, selanjutnya siswa langsung menjawab soal dengan tidak mengikuti
langkah-langkah yang lengkap.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran berbasis masalah yang
diterapkan pada kegiatan pembelajaran memberikan hal-hal penting untuk
perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal berikut:
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran berbasis masalah pada pembelajaran matematika yang
menekankan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa
dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan
pembelajaran matematika yang innovatif khususnya dalam mengajarkan
materi ruang dimensi tiga.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran berbasis masalah pada pokok bahasan
170
c. Aktivitas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah adalah efektif.
Diharapkan guru matematika dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan, memberi kesempatan pada siswa untuk
mengungkapkan gagasanya dalam bahasa dan cara mereka sendiri, berani
berargumentasi sehingga siswa akan lebih percaya diri dan kreatif dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian matematika
bukan lagi momok yang sangat menyulitkan bagi siswa.
d. Agar model pembelajaran berbasis masalah lebih efektif diterapkan pada
pembelajaran matematika, sebaiknya guru harus membuat perencanaan
mengajar yang baik dengan daya dukung sistem pembelajaran yang baik
(RPP dan LAS).
e. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang innovatif agar dapat
melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
konvensional secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan
hasil belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran berbasis masalah dengan menekankan kemampuan
pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa masih sangat asing bagi guru
maupun siswa, oleh karenanya perlu disosialisasikan oleh sekolah atau
171
matematika siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemahaman
konsep dan berpikir kritis siswa.
b. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan
berpikir kritis siswa pada pokok bahasan ruang dimensi tiga sehingga
dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai
strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang
lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah
dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kritis
siswa secara maksimal untuk memperoleh hasil penelitian yang maksimal.
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan pembelajaran berbasis masalah
dalam meningkatkan kemampuan matematika lain dengan menerapkan
lebih dalam agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di
172
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, A. 2007. Memahami Berpikir Kritis. Online di http://re-searchengines.com/1007arief3.html [diakses 20 Januari 2013].
Alias, M. 2007. The Effect of the Blended Problem –Based Learning Method on the Acquisition of Content-Speciric Knowledge in Mechanical Engineering. World Transactions on Engineering and Technology
Education Vol 6, No. 2 (UICEE) online di
http://eng.monash.edu.au/uicee/worldtransactions/WordTransAbstractsV ol6No2/08_Alias35s.pdf [diakses 10 Juli 2012].
Anonim. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction). Online di
http://daninatra.files.wordpress.com/2012/05/model-pengajaran-langsung.doc [diakses 5 Oktober 2012].
---. Pembelajaran Matematika Realistik. Online at
http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/pembelajaran-matematika-realistik.rme.html, [diakses 25 Januari 2013]
Arends I.A. 2008a. Learning to teach belajar untuk mengajar.Edisi ketujuh buku kesatu,Yogyakarta : Pustaka Belajar.
---. 2008b. Learning to teach belajar untuk mengajar.Edisi ketujuh buku kedua,Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Arikunto S. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2). Jakarta : Bumi Aksara.
Bahan ajar minggu ketiga UPI. Online di
(http.//file.upi.edu/.../BAHAN_AJAR__MINGGU_KE_3__TAKSONOMI_
...) [ diakses 12 Juli 2012].
Dahar, R. 2011. Teori-teori Belajar & Pembelajaran. Bandung : Gelora Aksara Pratama.
Depdiknas. 2004. Petunjuk Pelaksanaan dan Pengelolaan Kurikulum. Jakarta: Depdiknas.
173
Fahrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Online di http://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf [diakses 20 Januari 2013].
Fergussen. 1989. Statistical Analysis in Psychology and Education. New York : McGraw-Hill Book Com.
Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hasratuddin. 2010. Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP
Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Online di
http://eprints.unsri.ac.id/841/1/3_Hasratudin_19-33.pdf [diakses 20 Januari 2013].
Hudoyo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
---. 1990. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Malang: IKIP Malang.
Ibrahim. 2006. Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Matematika Melalui Pendekatan Advokasi Dengan Penyajian Masalah Open-Ended
.
Tesis : PPS UPI.Johnson, E. 2006. Contextual Teaching and Learning. Bandung: MLC.
Marpaung, Y. 1998. Pendekatan Sosio Kultural dalam Pembelajaran Matematika dan Sains Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.
NCTM. 1989. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA.: NCTM.
Netter, J. 1974. Applied Linear Statistical Model. Illions : Richard D Erwin, INC
Nurfuadah, R.N. 2013. Penyebab Indeks Matematika Siswa RI Terendah di Dunia. Artikel. Online di http.kampus.okezone.com [ diakses 10 Januari 2013].
174
PISA. 2006. Highlights from PISA 2006: Performance of U.S. 15-Year-Old Students in Science and Mathematics Literacy in an International
Context. Online di
http://nces.ed.gov/pubsearch/pubsinfo.asp?pubid=2008016 [diakses 15 Juli 2012]
Poerwadarminta, W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahmawati,T.D. 2010. Kompetensi Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pemecahan
Masalah Matematika di SMP Negeri 2 Malang. Malang : Jurnal UMM.
Rohana, Hartono.Y dan Purwoko. 2009. Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Statistika Dasar di Program Studi Pendidikan Matematika
FKIP Universitas PGRI Palembang. Jurnal Pendidikan Matematika,
Volume 3. No.2 Desember 2009.
Roh, K. H. 2003. Problem-Based Learning in Mathematics (Dalam ERIC Digest). Online di http://www.ericdigest.org/ [diakses 4 Desember 2012].
Ruseffendi, E.T. 1991. Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Bandung: Tarsito.
---. 1993. Statistik Dasar Untuk Penelitian Pendidikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Proyek Pembinaan tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi).
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran, Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta : Rajawali Press.
Santrock, J.W. 2007. PsikologiPerkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Schafersman, J.D. 2002. An Introduction To Critical Thinking. Online di http://facultycenter.ischool.syr.edu/files/2012/02/Critical-Thinking.pdf [diakses 20 Januari 2013]
Selayang Pandang Problem Based Learning. Online di
http://cls.maranatha.edu/unit/tlc/download/ilmu/PBL_sekilas.pdf, [diakses 10 Juli 2012]
Shadiq F. 2004. Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam
Pembelajaran Matematika. Online di
175
Sinaga, B. 1999. Efektifitas Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction) Pada Kelas I SMU dengan Bahan Kajian Fungsi Kuadrat. Tesis. Surabaya : PPs IKIP Surabaya.
---. 2007. Pengembangan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak(PMM-B3). Disertasi. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
---. 2008. Pengembangan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Berbasis Budaya Batak(PMM-B3). Laporan Hasil Penelitian (Hibah Bersaing). Medan: UNIMED, Agustus 2008.
Sitorus, J. 1990. Pengantar Sejarah Matematika dan Pembaharuan Pengajaran Matematika di Sekolah. Bandung: Tarsito.
Sudiarta, I.G.P. 2009. Pengembangan Pembelajaran Berpendekatan Tematik
Berorientasi Pemecahan Masalah Matematika Terbuka untuk
Mengembangkan Kompetensi Berpikir Divergen, Kritis dan Kreatif. Bali: Jurnal UNDIKSHA Singaraja.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta.
Suherman, E. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Common Textbook edisi revisi. Bandung : Jurusan Guru Matematika Fakultas Guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Guru Indonesia.
Sumarmo. 2005. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan
Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Hand Out Perkuliahan. PPS
UPI Bandung.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Susilo, F. 1998. Pendidikan Sains yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.
Syukur, M. 2004. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis melalui Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open Ended. Tesis pada PPS UPI. Bandung: Tidak Dipublikasikan.
Tim Direktorat Ketenagaan. 2007. Pembelajaran Inovatif dan Partisipatif. Jakarta : Direktorat Jendral Guru Tinggi Departemen Guru Nasional.
176
To all The Beautiful Night. 2007. Problem Based Learning in Mathematics. Online at http://malamindah.wordpress.com/2007/11/18/problem-based-learning-in-mathematics.html, [diakses 10 Agustus 2012].
Trianto. 2012. MendesainModel Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Wheatley, G. H. 1993. The Role of Negotiation in Mathematics learning. Tobin, K. (Ed.). The Practice of Constructivism in Science Education. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, inc.
Wiburg. 2012. Problem-Based (Centered) Learning. Online di http://www.kihd.gmu.edu/immersion/knowledgebase/strtegies/contructivm /proble ... [diakses 24 Desember 2012].