• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet Terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet Terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT

KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP

KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET

(SEBUTRET)

Oleh

TANTRI MARTINI F34102097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT

KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP

KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET

(SEBUTRET)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

TANTRI MARTINI F34102097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT

KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : TANTRI MARTINI

F34102097

Dilahirkan pada tangggal 22 Maret 1984 Di Bogor

Tanggal Kelulusan : 4 April 2007

Menyetujui, Bogor, April 2007

(4)

TANTRI MARTINI. F34102097. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret). Dibawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Maurits Sinurat. 2007.

RINGKASAN

Serat sabut kelapa merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan buah kelapa. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata 15,5 milyar butir per tahun, serat sabut kelapa yang dapat diperoleh sekitar 1,8 juta ton (Allorerung et al., 2005). Pemanfaatan serat sabut kelapa belum dilakukan secara optimal. Salah satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang memiliki nilai tambah tinggi yaitu serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Sebutret merupakan produk hasil perpaduan dari serat sabut kelapa dan karet lateks. Sebutret dapat digunakan untuk pelapis (pad) bahan-bahan yang memerlukan kepegasan, misalnya jok dan kasur. Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting dan karet lateks. Serat keriting diperoleh melalui pengeritingan serat sabut kelapa. Karet lateks berfungsi mengikat dan membalut serat-serat keriting, sehingga produk yang dihasilkan lebih berpegas. Proses pengeritingan meliputi pemintalan serat, pengeringan, dan penguraian pintalan serat. Pintalan serat yang akan dikeringkan dapat diolah dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Serat keriting yang dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan memiliki geometri atau bentuk yang berbeda, dan jumlah karet yang bervariasi untuk mengikat dan membalut serat-serat mengakibatkan mutu sebutret tidak konsisten.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cara pengeritingan serat sabut kelapa dan jumlah karet yang ditambahkan terhadap sifat atau mutu produk sebutret. Penelitian terdiri dari dua tahap. Pada penelitian tahap I dilakukan uji coba pengeritingan serat dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Sedangkan pada penelitian tahap II dilakukan variasi jumlah karet yang mengikat dan membalut serat keriting, yaitu 50 gram, 60 gram, dan 70 gram.

Pengujian yang dilakukan yaitu pengukuran bulk density untuk serat keriting serta pengujian sifat fisik untuk sebutret yang meliputi bobot jenis kamba, pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%. Hasil pengukuran bulk density menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan mempengaruhi nilai bulk density. Nilai bulk density serat keriting adalah 5,72 kg/m3-6,38 kg/m3 pada cara I, 6,10 kg/m3-6,45 kg/m3 pada cara II, dan 6,24 kg/m3-6,86 kg/m3 pada cara III. Analisis ragam menunjukkan ketiga cara pengeritingan tidak menghasilkan nilai bulk density yang berbeda nyata (α=0,05).

(5)

g/cm2 pada cara III. Analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba dan tegangan pampat 50%, dan memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap pampatan tetap 50%. Berdasarkan penilaian mutu dan juga pertimbangan faktor ekonomi atau tambahan perlengkapan yang digunakan pada ketiga cara pengeritingan, maka cara II ditetapkan sebagai cara pengeritingan terbaik, dan menjadi acuan atau pedoman untuk penelitian tahap II.

Hasil penelitian tahap II menunjukkan variasi jumlah karet mempengaruhi bobot jenis kamba, pampatan tetap dan tegangan pampat. Nilai bobot jenis kamba sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masing-masing adalah adalah 22,35 kg/m3, 24,46 kg/m3, dan 28,35 kg/m3. Bobot jenis kamba sampel Sebutret 40 (penelitian tahap I) adalah 21,61 kg/m3. Nilai pampatan tetap 50% sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masing-masing adalah 28,83 kg/m3, 25%, dan 18,33%. Nilai pampatan tetap 50% sampel Sebutret 40 adalah 30,03%. Sedangkan nilai tegangan pampat sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 adalah 14,65 g/cm2, 18,16 g/cm2, dan 23,41 g/cm2. Nilai tegangan pampat sampel Sebutret 40 adalah 12,40 g/cm2. Analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah karet sebanyak 50 gram, 60 gram, dan 70 gram memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba, pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%.

(6)

TANTRI MARTINI. F34102097. The Influence of Curling Method of Coir Fibre and Amount of Rubber to the Characteristic of Rubberized Coir. Supervised by Liesbetini Hartoto and Maurits Sinurat. 2007.

SUMMARY

Coir fibre is one of by product from coconut production. From national coconut production the average was 15.5 billion every year, the amount of coir fibre that can be obtained was 1.8 million tons. Utilization of coir fibre is not done yet optimally. One of the product from utilization of coir fibre that has high added value is rubberized coir. Rubberized coir is a combination result of coir fibre and latex rubber. Rubberized coir can be used as pad of material needed elasticity such as chair pad and mattress. The raw material for production rubberized coir are curled fibre and latex rubber. The curled fibre was obtained with curling coir fibre. Latex rubber has function to bind and bandage curled fibres, so that the product will be more elastic. Curling fibre process consists of twisting fibre, drying, and scaterring twisted fibre. Twisted fibre which will be dried can be proceed with dry process (method I), wet process (method II), and heated by steam (method III). Curled fibre obtained from the three methods have different form or geometry, and variant amount of rubber to bind and bandage the curled fibre causes inconsistent quality of rubberized coir.

The objective of this research was to examine the influence of curling method of coir fibre and amount of rubber that bind and bandage fibre to character or quality of ruberrized coir. This research consisted of two phases, at research I curling fibre trial was conducted with dry process (method I), wet process (method II), and heated by steam (method III). While at research II varying amount of rubber that binded and bandaged curly fiber, that were 50, 60, and 70 gram was conducted.

The conducted examination was measurement of bulk density for curled fibre and physical properties examination for rubberized coir, consisted of density, compression set of 50%, and compressive strength of 50%. The result of bulk density measurement showed that the three methods influenced value of bulk density. The value of bulk density of curled fibre in the range of 5.72-6.38 kg/m3 at the method I, 6.10-6.45 kg/m3 at themethod II, and 6.24-6.86 kg/m3 at the method III. Analysis of variance showed the three methods do not result significant difference (α=0,05).

(7)

consideration of economic factor or added equipment that used on the third of method, hence method II was decided as the best method, and became the refference or guidence for the research II.

Result of research II showed that variation in the amount of rubber influenced density, compression set, and compressive strength. Density of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 22.35 kg/m3, 24.46 kg/m3 at, and 28.35 kg/m3 respectively. Density of Sebutret 40 at research I was 21.61 kg/m3. Value of 50% compression set of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 28.83%, 25%, and 18.33% respectively. Value of 50% compression set at Sebutret 40 was 30.03%. Value of 50% compressive strength of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 14.65 g/cm2, 18.16 g/cm2, and 23.41 g/cm2 respectively. Value of 50% compressive strength of Sebutret 40 at research I was 12.40 g/cm2. Analysis of variance showed the amount of rubber 50 gram, 60 gram, and 70 gram affected significanly (α=0,05) to density, 50% of compression set, and 50% of compressive strength.

Curling method of coir fibre and amount of rubber can influence the characteristic of rubberized coir. Curling method II and amount of rubber 70 gram produced the best character of rubberized coir.

(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, April 2007 yang membuat pernyataan

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Maret 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan bapak Djadjang dan ibu Siti Rokoyah. Pada tahun 1990 penulis memulai pendidikan di TK Permata Bogor dan selesai pada tahun 1991. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Bogor Baru Bogor pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP PGRI 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis menempuh pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat dengan judul “Proses Produksi dan Pengemasan Susu Pasteurisasi di Milk Treatment Koperasi Peternakan Bandung Selatan (MT KPBS) Pangalengan, Bandung”. Pada bulan Juli 2006 penulis melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)” di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Akhirnya pada bulan April 2007 penulis dinyatakan lulus dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2007

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta beserta keluarga yang telah banyak memberikan kasih sayang, dorongan dan bantuan baik secara materi maupun spiritual, Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Ir. Maurits Sinurat selaku pembimbing II yang telah membimbing dan membantu penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, dan Ir. Sugiarto, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di BPTK Bogor, seluruh staf dan karyawan BPTK Bogor yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian, serta seluruh rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung membantu pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi. Semoga segala bantuan yang diterima penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala bentuk saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, April 2007

Penulis

(11)

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT

KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP

KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET

(SEBUTRET)

Oleh

TANTRI MARTINI F34102097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(12)

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT

KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP

KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET

(SEBUTRET)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

TANTRI MARTINI F34102097

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT

KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : TANTRI MARTINI

F34102097

Dilahirkan pada tangggal 22 Maret 1984 Di Bogor

Tanggal Kelulusan : 4 April 2007

Menyetujui, Bogor, April 2007

(14)

TANTRI MARTINI. F34102097. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret). Dibawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Maurits Sinurat. 2007.

RINGKASAN

Serat sabut kelapa merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan buah kelapa. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata 15,5 milyar butir per tahun, serat sabut kelapa yang dapat diperoleh sekitar 1,8 juta ton (Allorerung et al., 2005). Pemanfaatan serat sabut kelapa belum dilakukan secara optimal. Salah satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang memiliki nilai tambah tinggi yaitu serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Sebutret merupakan produk hasil perpaduan dari serat sabut kelapa dan karet lateks. Sebutret dapat digunakan untuk pelapis (pad) bahan-bahan yang memerlukan kepegasan, misalnya jok dan kasur. Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting dan karet lateks. Serat keriting diperoleh melalui pengeritingan serat sabut kelapa. Karet lateks berfungsi mengikat dan membalut serat-serat keriting, sehingga produk yang dihasilkan lebih berpegas. Proses pengeritingan meliputi pemintalan serat, pengeringan, dan penguraian pintalan serat. Pintalan serat yang akan dikeringkan dapat diolah dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Serat keriting yang dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan memiliki geometri atau bentuk yang berbeda, dan jumlah karet yang bervariasi untuk mengikat dan membalut serat-serat mengakibatkan mutu sebutret tidak konsisten.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cara pengeritingan serat sabut kelapa dan jumlah karet yang ditambahkan terhadap sifat atau mutu produk sebutret. Penelitian terdiri dari dua tahap. Pada penelitian tahap I dilakukan uji coba pengeritingan serat dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Sedangkan pada penelitian tahap II dilakukan variasi jumlah karet yang mengikat dan membalut serat keriting, yaitu 50 gram, 60 gram, dan 70 gram.

Pengujian yang dilakukan yaitu pengukuran bulk density untuk serat keriting serta pengujian sifat fisik untuk sebutret yang meliputi bobot jenis kamba, pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%. Hasil pengukuran bulk density menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan mempengaruhi nilai bulk density. Nilai bulk density serat keriting adalah 5,72 kg/m3-6,38 kg/m3 pada cara I, 6,10 kg/m3-6,45 kg/m3 pada cara II, dan 6,24 kg/m3-6,86 kg/m3 pada cara III. Analisis ragam menunjukkan ketiga cara pengeritingan tidak menghasilkan nilai bulk density yang berbeda nyata (α=0,05).

(15)

g/cm2 pada cara III. Analisis ragam menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan tidak memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba dan tegangan pampat 50%, dan memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap pampatan tetap 50%. Berdasarkan penilaian mutu dan juga pertimbangan faktor ekonomi atau tambahan perlengkapan yang digunakan pada ketiga cara pengeritingan, maka cara II ditetapkan sebagai cara pengeritingan terbaik, dan menjadi acuan atau pedoman untuk penelitian tahap II.

Hasil penelitian tahap II menunjukkan variasi jumlah karet mempengaruhi bobot jenis kamba, pampatan tetap dan tegangan pampat. Nilai bobot jenis kamba sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masing-masing adalah adalah 22,35 kg/m3, 24,46 kg/m3, dan 28,35 kg/m3. Bobot jenis kamba sampel Sebutret 40 (penelitian tahap I) adalah 21,61 kg/m3. Nilai pampatan tetap 50% sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 masing-masing adalah 28,83 kg/m3, 25%, dan 18,33%. Nilai pampatan tetap 50% sampel Sebutret 40 adalah 30,03%. Sedangkan nilai tegangan pampat sampel Sebutret 50, Sebutret 60, dan Sebutret 70 adalah 14,65 g/cm2, 18,16 g/cm2, dan 23,41 g/cm2. Nilai tegangan pampat sampel Sebutret 40 adalah 12,40 g/cm2. Analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah karet sebanyak 50 gram, 60 gram, dan 70 gram memberikan pengaruh yang nyata (α=0,05) terhadap bobot jenis kamba, pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%.

(16)

TANTRI MARTINI. F34102097. The Influence of Curling Method of Coir Fibre and Amount of Rubber to the Characteristic of Rubberized Coir. Supervised by Liesbetini Hartoto and Maurits Sinurat. 2007.

SUMMARY

Coir fibre is one of by product from coconut production. From national coconut production the average was 15.5 billion every year, the amount of coir fibre that can be obtained was 1.8 million tons. Utilization of coir fibre is not done yet optimally. One of the product from utilization of coir fibre that has high added value is rubberized coir. Rubberized coir is a combination result of coir fibre and latex rubber. Rubberized coir can be used as pad of material needed elasticity such as chair pad and mattress. The raw material for production rubberized coir are curled fibre and latex rubber. The curled fibre was obtained with curling coir fibre. Latex rubber has function to bind and bandage curled fibres, so that the product will be more elastic. Curling fibre process consists of twisting fibre, drying, and scaterring twisted fibre. Twisted fibre which will be dried can be proceed with dry process (method I), wet process (method II), and heated by steam (method III). Curled fibre obtained from the three methods have different form or geometry, and variant amount of rubber to bind and bandage the curled fibre causes inconsistent quality of rubberized coir.

The objective of this research was to examine the influence of curling method of coir fibre and amount of rubber that bind and bandage fibre to character or quality of ruberrized coir. This research consisted of two phases, at research I curling fibre trial was conducted with dry process (method I), wet process (method II), and heated by steam (method III). While at research II varying amount of rubber that binded and bandaged curly fiber, that were 50, 60, and 70 gram was conducted.

The conducted examination was measurement of bulk density for curled fibre and physical properties examination for rubberized coir, consisted of density, compression set of 50%, and compressive strength of 50%. The result of bulk density measurement showed that the three methods influenced value of bulk density. The value of bulk density of curled fibre in the range of 5.72-6.38 kg/m3 at the method I, 6.10-6.45 kg/m3 at themethod II, and 6.24-6.86 kg/m3 at the method III. Analysis of variance showed the three methods do not result significant difference (α=0,05).

(17)

consideration of economic factor or added equipment that used on the third of method, hence method II was decided as the best method, and became the refference or guidence for the research II.

Result of research II showed that variation in the amount of rubber influenced density, compression set, and compressive strength. Density of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 22.35 kg/m3, 24.46 kg/m3 at, and 28.35 kg/m3 respectively. Density of Sebutret 40 at research I was 21.61 kg/m3. Value of 50% compression set of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 28.83%, 25%, and 18.33% respectively. Value of 50% compression set at Sebutret 40 was 30.03%. Value of 50% compressive strength of sample Sebutret 50, Sebutret 60, and Sebutret 70 were 14.65 g/cm2, 18.16 g/cm2, and 23.41 g/cm2 respectively. Value of 50% compressive strength of Sebutret 40 at research I was 12.40 g/cm2. Analysis of variance showed the amount of rubber 50 gram, 60 gram, and 70 gram affected significanly (α=0,05) to density, 50% of compression set, and 50% of compressive strength.

Curling method of coir fibre and amount of rubber can influence the characteristic of rubberized coir. Curling method II and amount of rubber 70 gram produced the best character of rubberized coir.

(18)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “PENGARUH CARA PENGERITINGAN SERAT SABUT KELAPA DAN JUMLAH KARET TERHADAP KARAKTERISTIK SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, April 2007 yang membuat pernyataan

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 22 Maret 1984. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan bapak Djadjang dan ibu Siti Rokoyah. Pada tahun 1990 penulis memulai pendidikan di TK Permata Bogor dan selesai pada tahun 1991. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Bogor Baru Bogor pada tahun 1996. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP PGRI 5 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Kemudian penulis menempuh pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis memperoleh Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 2005 penulis melaksanakan Praktek Lapangan di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan, Jawa Barat dengan judul “Proses Produksi dan Pengemasan Susu Pasteurisasi di Milk Treatment Koperasi Peternakan Bandung Selatan (MT KPBS) Pangalengan, Bandung”. Pada bulan Juli 2006 penulis melaksanakan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Pengaruh Cara Pengeritingan Serat Sabut Kelapa dan Jumlah Karet terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret)” di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Akhirnya pada bulan April 2007 penulis dinyatakan lulus dari Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2007

(20)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta beserta keluarga yang telah banyak memberikan kasih sayang, dorongan dan bantuan baik secara materi maupun spiritual, Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Ir. Maurits Sinurat selaku pembimbing II yang telah membimbing dan membantu penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, dan Ir. Sugiarto, Msi selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di BPTK Bogor, seluruh staf dan karyawan BPTK Bogor yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian, serta seluruh rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung membantu pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi. Semoga segala bantuan yang diterima penulis mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu segala bentuk saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, April 2007

Penulis

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. SABUT DAN SERAT SABUT KELAPA ... 4

B. SERAT KERITING SABUT KELAPA ... 6

C. LATEKS PEKAT ... 7

D. KOMPON LATEKS ... 9

E. SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) ... 12

III. METODOLOGI ... 16

A. BAHAN ... 16

B. ALAT ... 16

C. METODE PENELITIAN ... 17

1. Pembuatan Kompon Lateks ... 17

2. Penelitian Tahap I ... 19

a. Pengeritingan Serat ... 19

b. Pembuatan Sampel Sebutret ... 21

c. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret ... 23

d. Penentuan Cara Pengeritingan Serat Terbaik ... 24

(22)

3. Penelitian Tahap II ... 27 a. Pengeritingan Serat ... 27 b. Pembuatan Sampel Sebutret ... 27 c. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret ... 27 D. RANCANGAN PERCOBAAN ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. PENELITIAN TAHAP I ... 30

1. Karakteristik Pengeringan Pintalan Serat... 30 2. Bulk Density Serat Keriting ... 32 3. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret ... 35 a. Bobot Jenis Kamba ... 36 b. Pampatan Tetap 50% ... 38 c. Tegangan Pampat 50% ... 40 4. Penentuan Cara Pengeritingan Serat Terbaik ... 41 B. PENELITIAN TAHAP II ... 42 1. Bobot Jenis Kamba ... 43 2. Pampatan Tetap 50% ... 44 3. Tegangan Pampat 50% ... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47 A. KESIMPULAN ... 47 B. SARAN ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN ... 53

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Luas lahan perkebunan kelapa nasional ... 1 Tabel 2. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut .... 4 Tabel 3. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ... 5 Tabel 4. Standar mutu lateks pekat (ASTM 1997) ... 8 Tabel 5. Formula pembuatan bahan dispersi 50% ... 18 Tabel 6. Formula kompon lateks untuk sebutret ... 18 Tabel 7. Perbandingan cara pengeritingan serat ... 41

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Mekanisme reaksi vulkanisasi ... 10 Gambar 2. Diagram alir pembuatan sebutret secara umum ... 13 Gambar 3. Sebutret ... 15 Gambar 4. Pintalan serat (tambang) ... 19 Gambar 5. Diagram alir penelitian tahap I ... 26 Gambar 6. Diagram alir penelitian tahap II ... 28 Gambar 7. Grafik penurunan bobot pintalan serat selama pengeringan pada cara pengeritingan I ... 30 Gambar 8. Grafik penurunan bobot pintalan serat selama pengeringan pada cara pengeritingan II ... 31 Gambar 9. Grafik penurunan bobot pintalan serat selama pengeringan pada cara pengeritingan III ... 32 Gambar 10. Grafik perbedaan bulk density serat keriting karena perbedaan cara pengeritingan serat dan suhu pengeringan ... 33 Gambar 11. Serat keriting hasil penguraian pintalan serat ... 35 Gambar 12. Grafik pengaruh cara pengeritingan serat terhadap bobot jenis

sebutret ... 36 Gambar 13. Grafik pengaruh cara pengeritingan serat terhadap pampatan tetap

50% sebutret ... 38 Gambar 14. Grafik pengaruh cara pengeritingan serat terhadap tegangan pampat

50% sebutret ... 40 Gambar 15. Grafik pengaruh jumlah karet terhadap bobot jenis sebutret ... 43 Gambar 16. Grafik pengaruh jumlah karet terhadap pampatan tetap 50%

sebutret ... 44 Gambar 17. Grafik pengaruh jumlah karet terhadap tegangan pampat 50%

sebutret ... 46

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Produk turunan dari pengolahan sabut kelapa ... 53 Lampiran 2. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan

I suhu 60, 80 dan 100°C ... 54 Lampiran 3. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan

II suhu 60 °C ... 55 Lampiran 4. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan

II suhu 80 °C ... 56 Lampiran 5. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan

II suhu 100 °C ... 57 Lampiran 6. Uji karakteristik pengeringan pintalan serat cara pengeritingan

III suhu 60, 80 dan 100 °C ... 58 Lampiran 7. Uji sifat fisik sebutret ... 59 Lampiran 8 a. Bulk density serat keriting ... 60

Lampiran 8 b. Perbandingan bentuk atau geometri serat keriting ... 60 Lampiran 9 a. Bobot bahan pada sampel produk penelitian tahap I ... 61 Lampiran 9 b. Bobot bahan pada sampel produk penelitian tahap II ... 61 Lampiran 10 a. Sifat fisik sampel sebutret (penelitian tahap I) ... 62 Lampiran 10 b. Sifat fisik sampel sebutret (penelitian tahap II) ... 62 Lampiran 10 c. Analisis ragam suhu pengeringan pintalan serat ... 62 Lampiran 11 a. Analisis ragam bulk density serat keriting ... 63 Lampiran 11 b. Analisis ragam bobot jenis sebutret (penelitian tahap I) ... 63 Lampiran 11 c. Analisis ragam pampatan tetap 50% sebutret

(penelitian tahap I) ... 63 Lampiran 12 a. Uji lanjut Duncan pampatan tetap 50% sebutret

(penelitian tahap I) ... 64 Lampiran 12 b. Analisis ragam tegangan pampat 50% sebutret

(penelitian tahap I) ... 64 Lampiran 13 a. Analisis ragam bobot jenis sebutret (penelitian tahap II) ... 65 Lampiran 13 b. Uji lanjut Duncan bobot jenis sebutret (penelitian tahap II) .. 65

(26)

Lampiran 14 a. Analisis ragam pampatan tetap 50% sebutret

(penelitian tahap II) ... 66 Lampiran 14 b. Uji lanjut Duncan pampatan tetap 50% sebutret

(penelitian tahap II) ... 66 Lampiran 15 a. Analisis ragam tegangan pampat 50% sebutret

(penelitian tahap II) ... 67 Lampiran 15 b. Uji lanjut Duncan tegangan pampat 50% sebutret

(penelitian tahap II) ... 67 Lampiran 16 a. Alat pendispersi bahan kimia ... 68 Lampiran 16 b. Alat pemintal serat sabut kelapa ... 68 Lampiran 17 a. Cetakan sampel sebutret ... 69 Lampiran 17 b. Alat penyemprot kompon lateks ... 69 Lampiran 17 c. Oven vulkanisasi ... 69 Lampiran 18 a. Jok kursi sebutret ... 70 Lampiran 18 b. Kasur sebutret ... 70

(27)

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kelapa dan karet merupakan komoditas yang memberikan kontribusi besar dalam perekonomian nasional. Luas areal perkebunan karet tahun 2005 mencapai lebih dari 3,2 juta hektar yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, 85 persen diantaranya merupakan perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7 persen perkebunan besar negara serta 8 persen perkebunan besar milik swasta. Produksi karet nasional pada tahun 2005 mencapai angka sekitar 2,2 juta ton. Nilai ekspor karet pada tahun 2006 mencapai US$ 4,2 milyar (Anwar, 2006).

Kelapa merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan. Luas areal perkebunan kelapa Indonesia yaitu 3,74 juta hektar merupakan yang terluas di dunia, 98 persen diantaranya merupakan perkebunan rakyat (Allorerung et al., 2005). Luas lahan perkebunan kelapa di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas lahan perkebunan kelapa nasional menurut status pengusahaan (ha)

Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 Perkebunan rakyat 3.818.946 3.806.032 3.785.343 3.759.736 3.786.063 Perkebunan negara 11.661 9.764 5.838 5.452 5.462 Perkebunan swasta 121.023 123.766 121.949 106.893 106.893 Total 3.951.630 3.939.562 3.913.130 3.872.081 3.898.418 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (2006)

(28)

pencemaran limbah terhadap lingkungan sangat rendah (Purba, 1999). Potensi ketersediaan serat sabut kelapa untuk dikonversi menjadi produk komersial cukup besar. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata sebanyak 15,5 milyar butir/tahun, dapat diperoleh serat sabut kelapa sekitar 1,8 juta ton. Konversi serat sabut kelapa yang prospektif antara lain menjadi jok mobil mewah, springbed, dan geotextile (Allorerung et al., 2005).

Salah satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang dianggap memiliki nilai ekonomi tinggi yaitu sebutret. Sebutret merupakan bahan berpegas yang dapat digunakan untuk pelapis (pad) bahan-bahan yang memerlukan kepegasan, misalnya kasur dan jok. Sebutret lebih ringan dan berpegas jika dibandingkan dengan karet busa (busa alam), karena terdiri dari karet dan serat-serat bergelombang yang memiliki rongga yang besar, bersifat sejuk dan dingin, tahan terhadap air dan bakteri, bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk, dan pemakaiannya tidak berisik (Sinurat, 2003).

Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting (bergelombang) dan karet lateks. Serat keriting diperoleh melalui pengeritingan serat kelapa. Penggunaan serat keriting dalam pembuatan sebutret bertujuan untuk meningkatkan ketinggian lentur produk, produk yang dihasilkan mempunyai rongga udara dengan sifat kepegasan yang lebih baik dari bahan serat alami (Sinurat, 2001).

(29)

dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan tersebut berbeda dan berpengaruh terhadap mutu produk.

Pintalan serat yang diproses dengan cara kering, cara basah, dan pemanasan dengan uap air mendidih dikeringkan hingga mencapai kadar air keseimbangan. Pengeringan bertujuan agar serat menjadi berbentuk sinusiodal dan plastis atau tidak mudah kembali ke bentuk semula. Pada proses pengeringan dilakukan variasi suhu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik serat keriting yang dihasilkan. Setelah proses pengeringan pintalan serat didinginan dan diperam pada suhu ruangan.

Karet lateks berfungsi mengikat persinggungan dan membalut serat-serat keriting, sehingga produk yang dihasilkan lebih berpegas. Jumlah karet yang membalut serat keriting yaitu 50 persen dari bobot produk (sebutret). Optimasi penggunaan jumlah karet yang mengikat dan membalut serat keriting perlu dilakukan agar produk sebutret yang dihasilkan memiliki kepegasan dan kemampuan menahan beban yang lebih baik sesuai penggunaannya. Pada penelitian ini dilakukan uji coba penambahan jumlah karet yang mengikat dan membalut serat keriting untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat atau mutu produk sebutret.

Pengeritingan serat dipengaruhi oleh cara pengeritingan dan suhu pengeringan pintalan serat. Uji coba ketiga cara pengeritingan serat yaitu proses kering, proses basah, dan pemanasan oleh uap air mendidih dengan variasi suhu pengeringan serta penambahan jumlah karet perlu dilakukan untuk dapat mengetahui karakteristik produk sebutret yang dihasilkan, serta diharapkan dapat menjadi acuan untuk menentukan cara pengeritingan serat dan jenis mutu dalam proses produksi sebutret.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memperoleh produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret) yang memiliki sifat dan mutu yang baik. Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk mengetahui pengaruh cara pengeritingan serat sabut kelapa dan jumlah karet yang mengikat dan membalut serat terhadap karakteristik sebutret yang dihasilkan.

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SABUT DAN SERAT SABUT KELAPA

Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 persen dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa adalah bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri dari lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Menurut United Coconut Association of The Philippines (UCAP), dari satu buah kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg sabut. Sabut mengandung 30 persen serat (Suhardiyono, 1988).

Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya (Anonim, 2005). Pengolahan lanjut sabut kelapa dalam rangka diversifikasi produk, adalah dengan mengadakan pemisahan serat sesuai dengan penggunaannya. Pemisahan serat sabut kelapa dapat dilakukan secara mekanis maupun biologis (perendaman dalam air tawar maupun air laut). Dari serat kelapa dapat diperoleh 12 persen bristle fibre dan 18 persen mattress fibre (Barlina et al., 1990). Serat bristle dan serat mattress terkadang sering dicampur dan dipintal serta dilakukan proses pengeritingan menjadi tali berpilin satu, yang disebut dengan curled coir fibre, bahan ini sering digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan serat berkaret (Aprianita dan Sudibyo, 1985). Hasil pengolahan sabut kelapa menurut Djatmiko et al., (1990) ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut Komposisi Bobot (kg) Rendemen (%)

(31)

Serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150-350 mm, bahkan ada yang mencapai 400 mm. Diameter serat sabut kelapa sekitar 0,1-1,5 mm (Djatmiko et aI., 1990). Serat sabut kelapa sangat elastis dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991). Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa Komponen Sabut (%) Serat sabut (%)

Air 26,00 5,25

Pektin 14,25 3,00

Hemiselulosa 8,50 0,25

Lignin 29,23 45,84

Selulosa 21,07 43,44

Sumber : Joseph dan Kindangen (1993)

Menurut Ketaren dan Djatmiko (1985), terdapat tiga tipe serat kelapa, yaitu mat/yarn fibre, bristle fibre dan mattress fibre. Yarn fibre adalah serat-serat panjang dan halus, cocok digunakan untuk bahan tikar atau tali. Bristle fibre merupakan serat kasar dan sering digunakan untuk pembuatan sapu atau sikat. Mattress fibre, yaitu serat pendek, biasa digunakan untuk bahan pengisi kasur.

Mutu serat sabut kelapa ditentukan oleh warna, persentase kotoran, kadar air, dan proporsi berat antara serat panjang dan serat pendek. Serat sabut kelapa yang bermutu tinggi berwarna cerah cemerlang dengan persentase berat kotoran tidak lebih dari 2 persen dan tidak mengandung komponen asing. Yarn fibre diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu hard twist, yaitu serat yang diperoleh dari olahan mesin dan soft twist, yaitu serat yang diperoleh dari olahan tangan. Mutu serat bristle didasarkan atas warna dan panjang serat. Mutu yang baik warnanya cerah dan mempunyai panjang serat maksimum 12 inci (31,08 cm). Mutu serat mattress didasarkan atas warna, panjang serat, elastisitas, dan kebersihan. Serat mattress yang bermutu baik berwarna keemasan, sedangkan yang bermutu rendah berwarna suram dan tidak bercahaya (Palungkun, 1999).

(32)

B. SERAT KERITING SABUT KELAPA

Pengertian serat keriting dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret (sebutret) yaitu serat alami dari sabut kelapa yang diubah bentuknya menjadi serat bergelombang (keriting) melalui proses pengeritingan. Tujuan penggunaan serat keriting adalah untuk meningkatkan tinggi lentur produk yang dihasilkan. Pengeritingan dilakukan dengan pemintalan serat, pembentukan pintalan serat (tambang), serta pengeringan dan pemeraman tambang. Dengan mengubah serat menjadi pintalan atau tambang, maka serat menjadi terikat dan terpuntir keras serta tidak ada kecenderungan menjadi longgar atau kembali ke posisi semula (Sinurat, 2001). Tambang hasil pengeringan dan pemeraman diurai kembali menjadi bentuk serat-serat, sehingga diperoleh jenis serat yang berubah bentuk menjadi bergelombang yang disebut serat keriting (curled fibre). Serat keriting sebaiknya tidak dibebani secara mekanik sebelum dilapisi dengan karet, karena serat dapat berubah menjadi lurus atau pipih dan tidak bergelombang (Sinurat, 2003).

(33)

divariasi pada waktu proses pembentukan jok di dalam cetakan (Sinurat, 2003).

C. LATEKS PEKAT

Lateks adalah istilah untuk getah tanaman karet (Hevea brasilliensis). Menurut Honggokusumo (1985), lateks merupakan dispersi partikel karet dalam cairan serum yang mengandung substansi organik dan anorganik. Lateks mengandung 25-40 persen bahan karet mentah dan 60-75 persen serum (air dan zat terlarut) (Goutara et al., 1985). Lateks terdapat dalam tanaman Hevea brasilliensis pada bagian daun, biji dan sebagian besar terletak pada kulit batang. Dengan cara menyadap, umumnya dilakukan dengan membuat torehan berbentuk spiral pada batang tanaman karet, lateks akan keluar dari pembuluh lateks. Lateks segar ini berupa cairan berwarna putih kekuningan yang mengandung partikel karet dan biasa dikenal dengan lateks kebun (Suparto, 2003).

Lateks pekat merupakan hasil pemekatan lateks kebun dengan metode pemekatan tertentu sehingga mengalami peningkatan kadar karet kering dan tetap merupakan koloid yang stabil. Solichin (1991) menyatakan, lateks kebun dipekatkan agar kadar karet keringnya menjadi tinggi. Lateks pekat dengan kadar karet kering 60 persen atau lebih akan seragam mutunya dan lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet.

Menurut Triwijoso (1975), lateks pekat adalah lateks yang sekurang-kurangnya mengandung 60 persen kadar jumlah bahan padat. Penggolongan lateks pekat didasarkan pada cara pemekatan dan jenis pengawetannya. Pada umumnya dalam perdagangan dijumpai empat macam cara pemekatan lateks, yaitu pemusingan (centrifuge), pendadihan (creaming), penguapan (evaporation), dan dekantasi listrik (electrodecantation).

Handoko (2003) menyatakan bahwa mutu lateks pekat ditentukan berdasarkan spesifikasi dari ASTM (American Society for Testing and Materials). Menurut ASTM (1997), mutu lateks pekat dibagi dalam tiga jenis berdasarkan sistem pengawetan dan metode pembuatan, yaitu :

(34)

1. Jenis I : lateks pekat sentrifusi yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehid dilanjutkan dengan pengawet amonia.

2. Jenis II : lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehid dilanjutkan dengan pengawet amonia.

3. Jenis III : lateks pekat sentrifusi yang diawetkan dengan amonia rendah dan bahan-bahan pengawet sekunder.

Standar mutu lateks pekat menurut ASTM (1997) ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Standar mutu lateks pekat (ASTM 1997)

Jenis I Jenis II Jenis III

4. Kadar amoniak (berdasarkan jumlah air yang terdapat dalam

lateks pekat) 0,6 min 0,55 min 0,29 maks 5. Endapan (sludge) dari berat

basah maksimum (%) 0,1 0,1 0,1 6. Kadar koagulum dari jumlah

padatan maksimum (%) 0,05 0,05 0,05 7. Bilangan KOH maksimum 0,8 0,8 0,8 8. Kemantapan mekanik

(mechanical stability) minimum

(detik) 650 650 650

9. Persentase kadar tembaga dari

jumlah padatan maksimum (%) 0,0008 0,0008 0,0008 10. Persentase kadar mangan dari

jumlah padatan maksimum (%) 0,0008 0,0008 0,0008 11. Warna Tidak 12. Bau setelah dinetralkan dengan

(35)

Jenis lateks pekat yang digunakan dalam pembuatan sebutret adalah lateks pekat sentrifugasi. Lateks pekat sentrifugasi diperoleh melalui sentrifugasi lateks menggunakan mesin sentrifugasi. Metode sentrifugasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam memproduksi lateks pekat, karena kapasitas produksi tinggi, viskositas lateks rendah, dan hasil lateksnya lebih murni (Solichin, 1991).

Prinsip pembuatan lateks pekat dengan cara sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan bobot jenis antara partikel karet dan serum. Serum mempunyai bobot jenis lebih besar dari partikel karet. Akibatnya partikel karet memiliki kecenderungan untuk naik ke permukaan, sedangkan serum merupakan lapisan dibawahnya (Nazaruddin dan Paimin, 1996).

D. KOMPON LATEKS

Menurut Abednego (1981), karet mentah baik karet alam maupun karet sintetik tidak dapat digunakan dalam keadaan mentah karena karet mentah mudah teroksidasi, berubah bentuk, dan kurang kuat. Dengan penemuan proses vulkanisasi maka karet mentah diubah menjadi karet matang yang memiliki sifat elastis dan tahan lama (stabil). Pada proses vulkanisasi, terjadi reaksi kimia antara molekul-molekul karet dengan bahan pemvulkanisasi sehingga terbentuk suatu jaringan tiga dimensi yang mantap. Mekanisme reaksi vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Vulkanisasi pada awalnya merupakan proses pemanasan karet dengan belerang pada suhu tinggi sekitar 150 °C. Untuk mempercepat dan memudahkan proses vulkanisasi serta menghasilkan barang jadi karet sesuai dengan sifat fisik yang diinginkan maka selain belerang perlu ditambahkan bahan-bahan kimia tertentu (Abednego, 1981).

Menurut Handoko (2003), kompon lateks adalah campuran antara lateks dengan berbagai bahan kimia. Pencampuran dilakukan dengan gilingan pada suhu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan campuran yang homogen antara bahan baku (karet) dengan bahan-bahan kimia tertentu yang memungkinkan kompon tervulkanisasi secara sempurna pada saat dilakukan pembuatan barang jadi karet (Soeseno, 1989).

(36)

N N

C S S C (1) Bahan S

S

Bereaksi dengan belerang

N N

C SX S C (2) Polisulfida

S S

Bereaksi dengan molekul karet C

C N

(3) Polisulfida

CH SX S C

S

C C

(4) Ikatan silang C C

CH SX CH

Gambar 1. Mekanisme reaksi vulkanisasi (Abednego, 1990)

pencepat

karet

(37)

Abednego (1990) menyatakan, kompon karet umumnya mengandung lima atau lebih jenis bahan kimia karet yang masing-masing memiliki pengaruh terhadap sifat dan karakteristik yang ditimbulkan. Bahan-bahan kimia dalam kompon karet dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Bahan Pemvulkanisasi

Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak dan plastis, akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis. Bahan pemvulkanisasi yang biasa digunakan adalah belerang.

2. Bahan Pencepat (accelerator)

Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang lama dan suhu yang tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat digolongkan sebagai berikut.

a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin. b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin. c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol. d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida. e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat. 3. Bahan Penggiat (activator)

Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan pencepat. Bahan penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO). 4. Bahan Pemantap (stabilizer)

Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau tidak terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat, Kalium hidroksida, dan jenis surfaktan lainnya.

5. Antioksidan

Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh ozon maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari, serta ion prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil dan turunan fenol.

(38)

6. Bahan Pengisi

Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus vulkanisat sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan pengisi yang digunakan antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan carbon filler (karbon hitam).

E. SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

Serat sabut kelapa berkaret atau sebutret adalah produk hasil vulkanisasi lapisan serat yang telah dilapisi dan dibalut oleh kompon lateks dengan cara penyemprotan. Sifat elastis vulkanisat karet yang mengikat dan membalut serat mengakibatkan produk serat berkaret menjadi lebih kuat dan memiliki kepegasan yang lebih baik (Sinurat et al., 2001). Serat-serat yang diikat persinggungannya dan dibalut kerangkanya dengan karet juga memiliki sifat yang lebih baik terhadap beban mekanik, kelembaban dan air, dan serangan jamur (Sinurat, 2003).

Sebutret mempunyai bentuk yang berongga susunannya, serta daya pegas yang baik, kepegasannya mempunyai daya tahan yang cukup lama (Triwijoso, 1973). Sebutret merupakan bahan berpegas yang dapat menggantikan fungsi produk yang sejenis. Sebutret memiliki daya serap getaran yang baik, ringan dan lebih nyaman (Pole, 1964). Menurut Sinurat (2002), dibeberapa negara sebutret (rubberized coir) telah banyak diproduksi dan dimanfaatkan bahkan digunakan pula untuk jok mobil mewah seperti Mercedes dan BMW. Penggunaan sebutret diperkirakan akan lebih berpeluang lagi jika diarahkan bagi masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran, dan industri antara lain untuk jok kursi (Lampiran 18 a) dan kasur (Lampiran 18 b). Diagram alir pembuatan sebutret secara umum ditunjukkan pada Gambar 2.

(39)

Kulit kelapa (exocarp)

Pemecahan Coir dust

Serat kotor

Penyortiran dan pembersihan serat

Serat campuran

Pemintalan (pembuatan tambang)

Pintalan serat (tambang)

Pengeringan dan pemeraman pintalan

Pintalan kering

Penguraian pintalan

Serat keriting

Pencetakan

Lapisan tipis serat keriting

A

(40)

mm

Gambar 2. Diagram alir pembuatan sebutret secara umum (Sinurat, 2003) A

Lapisan tipis serat-serat keriting

Penyemprotan pada permukaan atas

dan bawah lapisan serat sabut kelapa Pengadukan 2-3 menit Kompon

lateks

Pengeringan awal pada suhu 80-90 °C selama 20-30 menit

Pemotongan (berukuran khusus)

Penyemprotan pada permukaan lapisan

Penumpukan lapisan tipis (pembuatan lapisan tebal)

Lapisan tebal

Pengempaan dalam cetakan

Vulkanisasi dalam oven dengan suhu 100-110 °C selama 60-90 menit

Pemotongan

SEBUTRET

(41)

Sebutret (Gambar 3) mempunyai banyak keunggulan yaitu memiliki kekenyalan dan elastisitas yang baik, bersifat sejuk dan dingin karena terbuat dari karet alam, tahan terhadap air dan bakteri karena serat telah dibalut oleh karet, bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk, dan pemakaiannya tidak berisik karena mampu meredam bunyi (Sinurat, 2003).

Gambar 3. Sebutret

Sebutret cocok digunakan sebagai bahan pengisi jok dan berharga relatif lebih murah dari karet busa. Jok maupun kasur yang terbuat dari sebutret lebih ringan dibandingkan dengan busa karet alam. Jok dari sebutret juga mempunyai kepegasan yang lebih baik karena rongga lebih besar dan kerapatannya dapat divariasi (Sinurat, 2003). Menurut Appleton (1947), sifat kepegasan mekanik serat berkaret dapat divariasi sesuai dengan kebutuhan atau penggunaanya terutama sebagai bahan pengisi jok untuk keperluan rumah tangga dan mobil.

(42)

III.

METODOLOGI

A. BAHAN

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan serat sabut kelapa berkaret (sebutret) adalah serat sabut kelapa, lateks pekat sentrifusi dan bahan-bahan kimia. Serat kelapa diperoleh dari produsen serat kelapa di Bogor dan Ciamis, Jawa Barat. Lateks pekat diperoleh dari PTPN VIII Cikumpay, Jawa Barat. Lateks pekat dicampur dengan bahan-bahan kimia menjadi kompon lateks. Bahan-bahan kimia tersebut dikelompokkan menurut fungsinya sebagai berikut.

1. Bahan pemvulkanisasi, yaitu belerang dalam dispersi 50%.

2. Bahan pencepat (accelerator), berfungsi untuk mempercepat proses vulkanisasi. Bahan pencepat yang digunakan yaitu ZMBT (zinc mercapto benzothiazol) dan ZDEC (zinc diethyl ditiocarbamat), masing-masing dalam dispersi 50%. ZMBT termasuk bahan pencepat sedang-cepat, sedangkan ZDEC merupakan bahan pencepat ultra cepat.

3. Bahan penggiat (activator), berfungsi untuk meningkatkan kecepatan proses vulkanisasi dengan meningkatkan kegiatan bahan pencepat. Bahan penggiat yang digunakan yaitu seng oksida (ZnO) dalam dispersi 50%. 4. Bahan pemantap (stabilizer), berfungsi untuk menstabilkan kompon lateks

agar tidak terpisah. Bahan pemantap yang digunakan yaitu larutan Kalium laurat 20% dan larutan Kalium hidroksida 10%.

5. Antioksidan, berfungsi untuk mencegah karet dari kerusakan akibat pengaruh oksigen maupun ozon. Antioksidan yang digunakan yaitu Ionol (buthyl-4-methylphenol) dalam dispersi 50%.

B. ALAT

Alat yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan sebagai berikut. 1. Perlengkapan pendispersi bahan kimia, meliputi alat pendispersi (ball

(43)

2. Peralatan pengeritingan serat, meliputi alat pemintal serat, oven, tangki air, dan kompor minyak tanah.

3. Perlengkapan penyemprotan, meliputi cetakan sampel berukuran 25 cm x 25 cm x 4 cm, dan alat penyemprot kompon lateks (engine clening sprayer) yang dihubungkan dengan kompresor udara.

4. Peralatan proses akhir, meliputi oven vulkanisasi, alat pemotong sampel, dan timbangan.

5. Peralatan uji sifat fisik, meliputi neraca, mistar, alat pemotong sampel uji, jangka sorong, alat uji pampatan tetap, dan alat uji tegangan pampat.

C. METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan di pabrik percobaan dan Laboratorium Fisika Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor dari bulan Juli hingga Desember 2006. Kegiatan penelitian diuraikan sebagai berikut.

1. Pembuatan Kompon Lateks

Kompon lateks adalah campuran antara lateks pekat dengan bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia tersebut pada umumnya berupa padatan atau cairan yang tidak larut dalam air. Agar dapat bercampur secara homogen dengan partikel karet di dalam lateks pekat, bahan-bahan kimia padat dicampur dalam bentuk dispersi. Pembuatan dispersi bahan kimia dilakukan dengan ball mill (Lampiran 16 a). Pembuatan larutan dan dispersi bahan-bahan kimia adalah sebagai berikut.

• Pembuatan larutan KOH 10% dilakukan dengan melarutkan 10 gram KOH padatan dengan 90 ml akuades.

• Pembuatan larutan kalium laurat 20% dilakukan dengan mereaksikan KOH padatan sebanyak 47,06 gram dengan 168,07 gram asam laurat dan 784,87 ml akuades, lalu diaduk dengan mixer selama 25-30 menit.

• Bahan-bahan kimia padatan dalam dispersi 50%, yaitu ZDEC, ZMBT, ZnO, Ionol dan sulfur. Pembuatan bahan dispersi dilakukan melalui pencampuran bahan-bahan kimia dengan air, kemudian dihaluskan dan diaduk dalam ballmill selama 3 x 8 jam. Formula pembuatan bahan dispersi 50% ditunjukkan pada Tabel 5.

(44)

Tabel 5. Formula pembuatan bahan dispersi 50%

Nama bahan Jumlah (gram) Bahan kimia padatan 100 Aluminium silikat (Bentonit) 0,5 Natrium sulfonat (Darvan) 4,5

Akuades 95

Jenis dan formulasi bahan kimia untuk pembuatan kompon lateks ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Formula kompon lateks untuk sebutret

Jenis bahan Bagian per berat basah [(w/w)(gram)] Lateks pekat sentrifusi (KKK 60%) 167 Kalium laurat (larutan 20%) 4 Kalium hidroksida (larutan 10%) 3 ZDEC (dispersi 50%) 3 ZMBT (dispersi 50%) 2 Seng oksida (dispersi 50%) 10 Ionol (dispersi 50%) 2 Sulfur (dispersi 50%) 5 Sumber : Sinurat et al., (2001)

Pencampuran lateks pekat dengan bahan-bahan kimia dispersi dilakukan dengan mengikuti formulasi pada Tabel 6. Agar dapat menghasilkan produk yang mempunyai sifat baik, kompon lateks memerlukan masa pemeraman atau penyimpanan selama 3 hari. Selama pemeraman kemungkinan terjadi pengendapan dispersi bahan kimia. Untuk mencegah kemungkinan ini, setiap hari selama pemeraman campuran harus diaduk perlahan-lahan selama 3 menit.

(45)

2. Penelitian Tahap I

Penelitian tahap I bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pengeritingan serat sabut kelapa terhadap karakteristik sebutret. Penelitian ini meliputi pengeritingan serat, pembuatan sampel sebutret, pengujian sifat fisik sebutret, dan penentuan cara pengeritingan terbaik.

a. Pengeritingan Serat

Tujuan pengeritingan serat adalah agar serat-serat keriting yang dihasilkan memiliki rongga udara dengan sifat kepegasan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan ketinggian lentur produk sebutret yang dihasilkan. Susunan atau tumpukan serat keriting dalam produk memiliki ikatan antar serat yang lebih kuat dan lebih elastis dibandingkan tumpukan serat lurus. Pengeritingan serat meliputi pemintalan serat, pengeringan, pemeraman, dan penguraian pintalan serat yang bertujuan mengubah serat lurus menjadi serat berbentuk keriting (bergelombang) yang sinusoidal. Sebelum dipintal, serat kelapa dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran dan gabus. Kemudian serat kelapa dipintal secara manual menggunakan alat pemintal (Lampiran 16 b). Pintalan dijadikan tambang dan digulung. Pembentukan tambang (Gambar 4) bertujuan agar pintalan serat menjadi terikat keras serta tidak ada kecenderungan menjadi longgar atau kembali ke posisi semula.

Gambar 4. Pintalan serat (tambang)

(46)

Pembuatan serat keriting dilakukan dengan tiga cara yang berbeda dalam pengolahan pintalan serat.

• Proses Kering

Pada proses kering, serat kelapa dipintal membentuk tambang, kemudian dikeringkan dalam oven. Selanjutnya pintalan serat kering diperam lebih dari 24 jam pada suhu kamar sebelum diurai menjadi serat-serat keriting. Dalam penelitian ini, pengeritingan serat dengan proses kering disebut sebagai cara I.

• Proses Basah

Pada proses basah, serat kelapa dibasahi dengan sedikit air hingga lembab agar pada saat dipintal serat menjadi lemas dan mengikuti jalinan pintalan serat, kemudian serat dipintal membentuk tambang, selanjutnya dikeringkan dalam oven. Pintalan serat kering diurai menjadi serat-serat keriting setelah mengalami pemeraman selama lebih dari 24 jam pada suhu kamar. Pengeritingan serat dengan proses basah disebut sebagai cara II.

• Pemanasan Pintalan Serat oleh Uap Air Mendidih

Pada proses pemanasan pintalan serat oleh uap, serat kelapa yang dipintal membentuk tambang dimasukkan ke dalam tangki air berisi air mendidih atau menghasilkan uap. Pintalan serat diletakkan di atas rak yang dipasang pada permukaan air di dalam tangki air. Tambang akan menyerap panas dari uap air mendidih, proses ini berlangsung selama 15-20 menit. Setelah penguapan, serat dikeringkan dalam oven. Pintalan serat kering didinginkan dan diperam lebih dari 24 jam pada suhu kamar sebelum diurai menjadi serat-serat keriting. Pengeritingan serat dengan pemanasan pintalan serat oleh uap air disebut sebagai cara III.

(47)

nol. Tambang dibuat dengan bobot sekitar 100 gram pada cara I dan III, dan 150 gram pada cara II. Waktu optimal ditetapkan sebagai waktu pada saat pintalan serat mencapai bobot konstan, sedangkan kadar air awal ditentukan dengan cara menentukan persentase perbandingan selisih bobot awal dan bobot akhir terhadap bobot awal. Agar bentuk keriting yang dihasilkan lebih permanen, tambang hasil pengeringan diperam pada suhu kamar selama lebih dari 24 jam hingga tercapai kadar air keseimbangan. Tambang kering hasil pemeraman dibuka dan diurai secara manual menjadi serat-serat keriting (bergelombang).

Pada penelitian ini serat keriting yang dihasilkan melalui ketiga cara pengeritingan diatas selanjutnya disebut sebagai serat keriting I (cara I), serat keriting II (cara II), dan serat keriting III (cara III). Serat keriting yang terbaik dari hasil pengeringan dan pemeraman ditentukan berdasarkan waktu pengeringan yang lebih singkat, memiliki nilai bulk density yang lebih rendah dan bentuk gelombang yang lebih permanen.

b. Pembuatan Sampel Sebutret

• Persiapan Serat Keriting

Serat-serat keriting disusun dalam cetakan berukuran 25 cm x 25 cm x 4 cm (Lampiran 17 a) dengan ketebalan yang bervariasi antara 4-6 cm untuk membentuk sit tipis. Pada penelitian ini dibuat sampel berukuran 25 cm x 25 cm x 6 cm. Jumlah serat yang dibutuhkan untuk membuat sampel tersebut adalah 40 gram.

• Persiapan Kompon Lateks

Kandungan karet dalam kompon lateks yang diperlukan untuk penyemprotan lapisan serat keriting yaitu 40 gram karet untuk 40 gram serat. Jumlah kompon lateks yang diperlukan untuk menghasilkan karet pengikat atau pembalut serat ditentukan berdasarkan persamaan menurut Sinurat (2002) sebagai berikut.

(48)

Jka Jko =

KKK x ηsp

Jko = jumlah kompon lateks

Jka = jumlah karet

KKK = kadar karet kering ≈ 60%

ηsp = efisiensi penyemprotan ≈ 60%

• Penyemprotan Kompon Lateks

Kompon lateks disemprotkan agar serat-serat keriting saling terikat. Penyemprotan dilakukan dengan menggunakan alat engine cleaning sprayer yang dihubungkan dengan kompresor udara (Lampiran 17 b) pada tekanan 5-8 bar dan kecepatan penyemprotan 0,22 m/detik. Perbandingan jumlah karet dan serat untuk membuat sampel sebutret adalah 40 gram karet untuk 40 gram serat. Jumlah kompon lateks yang disemprotkan sebanyak 115 gram. Penyemprotan kompon lateks pada lapisan serat keriting (sit) dilakukan sebanyak tiga kali, sebagai berikut.

- Penyemprotan Awal

Penyemprotan awal merupakan pengikatan antar serat oleh lapisan karet agar menjadi lebih kuat. Jumlah kompon lateks yang disemprotkan sebanyak 30 persen dari kompon total. Jarak antara ujung nozzle alat penyemprot dengan sit sekitar 20-30 cm. Penyemprotan awal yang terlalu dekat dapat menyebabkan tumpukan serat keriting yang sudah tersusun menjadi pipih dan tidak beraturan. Selanjutnya, sit basah yang baru disemprot dikeringkan awal pada suhu kamar selama 5 menit.

- Penyemprotan Kedua

Penyemprotan kedua adalah proses pelapisan dan pembalutan serat-serat oleh karet mulai dari permukaan hingga bagian dalam sit. Penyemprotan pada kedua permukaan atas dan

(49)

bawah lapisan sit dilakukan untuk menguatkan ikatan serat keriting sit, dan terjadi pembalutan serat-serat keriting dalam sit. Jarak ujung nozzle alat penyemprot dengan sit sekitar 3-5 cm. Jumlah kompon yang disemprotkan sekitar 35 persen dari jumlah kompon total. Selanjutnya sit dikeringkan dalam oven dengan suhu 70-80 °C selama 15 menit.

- Penyemprotan Akhir

Penyemprotan akhir dilakukan sama seperti penyemprotan kedua, yaitu dilakukan dengan jarak ujung nozzle alat penyemprot pada sit sekitar 3-5 cm. Jumlah kompon yang disemprotkan sekitar 35 persen dari jumlah kompon total. Setelah penyemprotan, sit tipis dalam cetakan ditekan dengan cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan untuk memperoleh ketebalan sit yang diinginkan serta meningkatkan kerapatan sit. Kemudian kedua belah bagian atas dan bawah cetakan dikunci atau diikat dengan kawat pengikat yang dipasang pada cetakan. Selanjutnya cetakan yang berisi sit tersebut dimasukan ke dalam oven vulkanisasi (Lampiran 17 c). Proses vulkanisasi berlangsung pada suhu 100-110 °C selama 60 menit, dengan kecepatan aliran udara panas di dalam oven pemvulkanisasi antara 0,125-0,213 m/det. Setelah proses vulkanisasi, dilakukan penimbangan sampel produk (vulkanisat).

• Pemotongan Sampel

Sebagai tahap akhir pengolahan, dilakukan pemotongan bagian samping produk hasil vulkanisasi dengan menggunakan alat potong sebutret. Selanjutnya sebutret yang dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan diatas, masing-masing disebut sebagai Sebutret I (cara I), Sebutret II (cara II), dan Sebutret III (cara III).

c. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret

Pengujian sifat fisik dilakukan untuk mengetahui karakteristik sampel sebutret. Pengujian dilakukan di Laboratorium Fisika Balai

(50)

Penelitian Teknologi Karet Bogor. Sifat-sifat fisika yang diuji yaitu bobot jenis, pampatan tetap 50% (compression set of 50%) dan tegangan pampat 50% (compressive strength of 50%). Pengukuran bobot jenis dilakukan untuk mengetahui bobot sampel pada satuan volume tertentu. Uji pampatan tetap dilakukan untuk mengetahui selisih nilai ketebalan sebutret setelah dibebani sampai ketinggian 50 persen dari tinggi awal, pengujian dilakukan selama 24 jam pada suhu ruangan. Uji pampatan tetap merupakan salah satu parameter elastisitas. Nilai pampatan tetap yang rendah menunjukkan tingkat elastisitas produk yang tinggi.

Uji tegangan pampat menunjukkan kemampuan sampel untuk menahan suatu beban dengan bobot tertentu pada satuan luas tertentu. Uji tegangan pampat 50% digunakan untuk mengetahui beban yang dapat dikenakan pada sampel pada penurunan ketinggian tertentu yaitu 50% dari tebal semula. Nilai tegangan pampat yang besar menunjukkan kemampuan produk menahan beban pampat tinggi. Besarnya beban pampat yang dapat ditahan dengan compression set tertentu menunjukkan elastisitas dan kekuatan produk. Makin besar beban pampat yang dapat ditahan dengan compression set yang rendah, menunjukkan elastisitas dan kekuatan produk makin tinggi. Metode pengujian sifat fisik sampel sebutret ditunjukkan pada Lampiran 7.

d. Penentuan Cara Pengeritingan Serat Terbaik

Berdasarkan hasil pengujian bulk density dan sifat fisik sampel sebutret dilakukan seleksi cara pengeritingan terbaik dengan mempertimbangkan mutu dan faktor ekonomi pada masing-masing cara. Selanjutnya cara pengeritingan terbaik hasil seleksi digunakan dalam pembuatan sampel sebutret pada penelitian tahap II. Diagram alir penelitian tahap I diperlihatkan pada Gambar 5.

(51)

Serat basah Dibasahi dengan sedikit air (25 g) Pemintalan serat

(pembuatan tambang)

Serat kotor

Penyortiran dan pembersihan serat

Serat bersih

Pengeringan tambang dalam oven dengan suhu 60, 80 dan 100 °C

dan pengujian karakteristik pengeringan

Pintalan kering

Penguraian pintalan

Serat keriting I, II dan III

Pemeraman tambang Pemintalan serat (pembuatan tambang)

Pintalan serat (tambang)

Dilalukan uap air mendidih selama15-20 menit

A

Pintalan serat (tambang) Pintalan serat

(tambang)

Pemintalan serat (pembuatan tambang)

(52)

mm

Gambar 5. Diagram alir penelitian tahap I

Pengadukan 2-3 menit

Kompon lateks Pengujian bulk density

A

Pencetakan

Lapisan tipis serat-serat keriting

Penyemprotan awal pada permukaan atas dan bawah lapisan tipis serat keriting

Pengeringan pada suhu 70-80 °C selama 15 menit

Pengeringan awal pada suhu ruang selama 5 menit

Penyemprotan kedua

Penyemprotan akhir

Vulkanisasi pada suhu 100 °C selama 60 menit

Pengujian bobot jenis, pampatan tetap, dan tegangan pampat

Seleksi cara pengeritingan terbaik Sebutret I, II, III

(53)

3. Penelitian Tahap II

Penelitian tahap II bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah karet yang mengikat dan membalut serat terhadap karakteristik sebutret. Metode penelitian secara umum sama seperti penelitian tahap I.

a. Pengeritingan Serat

Pengeritingan serat dilakukan dengan cara pengeritingan terbaik pada penelitian tahap I, yang memiliki karakteristik yang baik dan menghasilkan produk akhir yang paling baik.

b. Pembuatan Sampel Sebutret

Pada pembuatan sampel sebutret dilakukan variasi jumlah karet yang mengikat dan membalut 40 gram serat, yaitu 50 gram, 60 gram dan 70 gram, sehingga perbandingan jumlah karet dengan serat adalah 50:40, 60:40, dan 70:40. Jumlah kompon lateks yang disemprotkan masing-masing sebanyak 140 gram, 167 gram, dan 195 gram. Selanjutnya produk akhir yang dihasilkan dengan variasi jumlah karet disebut sebagai Sebutret 50, Sebutret 60 dan Sebutret 70.

c. Uji Sifat Fisik Sampel Sebutret

Produk akhir yang dihasilkan diuji sifat fisiknya dengan pengujian yang sama dengan penelitian tahap I, yaitu bobot jenis, pampatan tetap 50% (compression set of 50%), dan tegangan pampat 50% (compressive strength of 50%). Hasil pengujian sifat fisik sampel sebutret yang diperoleh dibandingkan dengan hasil pengujian sifat fisik sebutret hasil cara pengeritingan terbaik pada penelitian tahap I karena proses pengeritingan seratnya menggunakan cara yang sama (cara II). Pada penelitian tahap II ini, sampel sebutret penelitian tahap I disebut sebagai Sebutret 40, karena kandungan karet dalam kompon lateks yang digunakan pada pembuatan sampel Sebutret 40 adalah sebanyak 40 gram. Diagram alir penelitian tahap II ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar

Tabel 4. Standar mutu lateks pekat (ASTM 1997)
Gambar 1. Mekanisme reaksi vulkanisasi (Abednego, 1990)
Gambar 2. Diagram alir pembuatan sebutret secara umum (Sinurat, 2003)
Tabel 5. Formula pembuatan bahan dispersi 50%
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini telah menambahakan variabel ukuran perusahaan karena ukuran perusahaan merupakan gambaran besar kecilnya suatu perusahaan dan cenderung

Yang bertanda tangan dibawah ini saya, Rizki Andhi Irawan, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: PENGARUH MOTIVASI, KOMITMEN ORGANISASI, DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA

Keahlian itu bisa didapatkan manajer karena mereka mempunyai tingkat intelegensia yang tinggi dan tingkat pendidikan yang tinggi ( Isnugrahadi, 2009 ). Disamping

Rumusan masalah yang dibentuk “Bagaimana aplikasi dengan algoritma Naïve Bayes dapat memprediksi kemampuan siswa Sekolah Menengah Kejuruan Buddhi Tangerang

Dari gabungan fraksi II ekstrak kloroform spons Kaliapsis sp diperoleh bercak- bercak yang potensial sebagai senyawa sitotoksik dengan aktivitas tertinggi pada bercak 1

Data lengkap tentang pr.estasi belajar siswa pada siklus II berdasarkan hasil evaluasi pada siklus II setelah dianalisis diperoleh bahwa pada siklus II ini mencapai tingkat 100

Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW mengambil bai’ah dari para shahabat agar mereka tidak melakukan perbuatan zina ini. Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan

(3) Hasil kesepakatan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman bagi Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa untuk menetapkan Peraturan