• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. TUJUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. SABUT DAN SERAT SABUT KELAPA

Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 persen dari berat keseluruhan buah. Sabut kelapa adalah bagian terluar buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa. Ketebalan sabut kelapa berkisar 5-6 cm yang terdiri dari lapisan terluar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium). Menurut United Coconut Association of The Philippines (UCAP), dari satu buah kelapa dapat diperoleh rata-rata 0,4 kg sabut. Sabut mengandung 30 persen serat (Suhardiyono, 1988).

Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya (Anonim, 2005). Pengolahan lanjut sabut kelapa dalam rangka diversifikasi produk, adalah dengan mengadakan pemisahan serat sesuai dengan penggunaannya. Pemisahan serat sabut kelapa dapat dilakukan secara mekanis maupun biologis (perendaman dalam air tawar maupun air laut). Dari serat kelapa dapat diperoleh 12 persen bristle fibre dan 18 persen mattress fibre (Barlina et al., 1990). Serat bristle dan serat mattress terkadang sering dicampur dan dipintal serta dilakukan proses pengeritingan menjadi tali berpilin satu, yang disebut dengan curled coir fibre, bahan ini sering digunakan sebagai bahan baku pada industri pembuatan serat berkaret (Aprianita dan Sudibyo, 1985). Hasil pengolahan sabut kelapa menurut Djatmiko et al., (1990) ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut Komposisi Bobot (kg) Rendemen (%)

1. Bristle fibre 62,6 27,5

2. Mattress fibre 38,2 16,8

3. Coir fibre

a. Epicarp 42,6 18,7

b. Fibrous dust

(serat yang sangat pendek)

6,2 2,7 c. Pith (gabus) 78,2 34,3

Jumlah 227,8 100,0

Serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150-350 mm, bahkan ada yang mencapai 400 mm. Diameter serat sabut kelapa sekitar 0,1-1,5 mm (Djatmiko et aI., 1990). Serat sabut kelapa sangat elastis dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991). Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa Komponen Sabut (%) Serat sabut (%)

Air 26,00 5,25

Pektin 14,25 3,00

Hemiselulosa 8,50 0,25

Lignin 29,23 45,84

Selulosa 21,07 43,44

Sumber : Joseph dan Kindangen (1993)

Menurut Ketaren dan Djatmiko (1985), terdapat tiga tipe serat kelapa, yaitu mat/yarn fibre, bristle fibre dan mattress fibre. Yarn fibre adalah serat-serat panjang dan halus, cocok digunakan untuk bahan tikar atau tali. Bristle fibre merupakan serat kasar dan sering digunakan untuk pembuatan sapu atau sikat. Mattress fibre, yaitu serat pendek, biasa digunakan untuk bahan pengisi kasur.

Mutu serat sabut kelapa ditentukan oleh warna, persentase kotoran, kadar air, dan proporsi berat antara serat panjang dan serat pendek. Serat sabut kelapa yang bermutu tinggi berwarna cerah cemerlang dengan persentase berat kotoran tidak lebih dari 2 persen dan tidak mengandung komponen asing. Yarn fibre diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu hard twist, yaitu serat yang diperoleh dari olahan mesin dan soft twist, yaitu serat yang diperoleh dari olahan tangan. Mutu serat bristle didasarkan atas warna dan panjang serat. Mutu yang baik warnanya cerah dan mempunyai panjang serat maksimum 12 inci (31,08 cm). Mutu serat mattress didasarkan atas warna, panjang serat, elastisitas, dan kebersihan. Serat mattress yang bermutu baik berwarna keemasan, sedangkan yang bermutu rendah berwarna suram dan tidak bercahaya (Palungkun, 1999).

B. SERAT KERITING SABUT KELAPA

Pengertian serat keriting dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret (sebutret) yaitu serat alami dari sabut kelapa yang diubah bentuknya menjadi serat bergelombang (keriting) melalui proses pengeritingan. Tujuan penggunaan serat keriting adalah untuk meningkatkan tinggi lentur produk yang dihasilkan. Pengeritingan dilakukan dengan pemintalan serat, pembentukan pintalan serat (tambang), serta pengeringan dan pemeraman tambang. Dengan mengubah serat menjadi pintalan atau tambang, maka serat menjadi terikat dan terpuntir keras serta tidak ada kecenderungan menjadi longgar atau kembali ke posisi semula (Sinurat, 2001). Tambang hasil pengeringan dan pemeraman diurai kembali menjadi bentuk serat-serat, sehingga diperoleh jenis serat yang berubah bentuk menjadi bergelombang yang disebut serat keriting (curled fibre). Serat keriting sebaiknya tidak dibebani secara mekanik sebelum dilapisi dengan karet, karena serat dapat berubah menjadi lurus atau pipih dan tidak bergelombang (Sinurat, 2003).

Susunan atau tumpukan serat keriting memiliki ikatan antar serat yang lebih kuat dan lebih elastis dibandingkan tumpukan serat lurus. Penggunaan serat keriting sebagai bahan pembuatan sebutret dapat menghasilkan produk sebutret yang mempunyai sifat kepegasan yang lebih baik dari bahan serat alami. Jika serat-serat keriting diikat persinggungannya dan dibalut kerangkanya dengan karet maka sebutret memiliki sifat kepegasan yang lebih baik karena bentuk gelombang yang dimilikinya menjadi permanen, atau segera kembali ke bentuk semula setelah pembebanan. Pengikatan dan pembalutan karet pada serat keriting bertujuan agar persinggungan serat-serat keriting dapat bersatu dan terikat dengan baik sehingga lebih kuat untuk menahan beban dinamis (Sinurat et al., 2000). Keuntungan penggunaan serat keriting dalam pembuatan sebutret sebagai bahan pengisi jok yaitu dapat meningkatkan tinggi lentur jok. Selain itu, jok memiliki rongga yang besar, bobotnya ringan dan bersifat lunak atau lembut. Ukuran dan tinggi lentur berpengaruh terhadap berat dan kerapatan jok. Ketebalan dan kerapatan atau ketinggian lentur jok dapat ditentukan atau 6

divariasi pada waktu proses pembentukan jok di dalam cetakan (Sinurat, 2003).

C. LATEKS PEKAT

Lateks adalah istilah untuk getah tanaman karet (Hevea brasilliensis). Menurut Honggokusumo (1985), lateks merupakan dispersi partikel karet dalam cairan serum yang mengandung substansi organik dan anorganik. Lateks mengandung 25-40 persen bahan karet mentah dan 60-75 persen serum (air dan zat terlarut) (Goutara et al., 1985). Lateks terdapat dalam tanaman Hevea brasilliensis pada bagian daun, biji dan sebagian besar terletak pada kulit batang. Dengan cara menyadap, umumnya dilakukan dengan membuat torehan berbentuk spiral pada batang tanaman karet, lateks akan keluar dari pembuluh lateks. Lateks segar ini berupa cairan berwarna putih kekuningan yang mengandung partikel karet dan biasa dikenal dengan lateks kebun (Suparto, 2003).

Lateks pekat merupakan hasil pemekatan lateks kebun dengan metode pemekatan tertentu sehingga mengalami peningkatan kadar karet kering dan tetap merupakan koloid yang stabil. Solichin (1991) menyatakan, lateks kebun dipekatkan agar kadar karet keringnya menjadi tinggi. Lateks pekat dengan kadar karet kering 60 persen atau lebih akan seragam mutunya dan lebih sesuai untuk pengolahan barang jadi karet.

Menurut Triwijoso (1975), lateks pekat adalah lateks yang sekurang-kurangnya mengandung 60 persen kadar jumlah bahan padat. Penggolongan lateks pekat didasarkan pada cara pemekatan dan jenis pengawetannya. Pada umumnya dalam perdagangan dijumpai empat macam cara pemekatan lateks, yaitu pemusingan (centrifuge), pendadihan (creaming), penguapan (evaporation), dan dekantasi listrik (electrodecantation).

Handoko (2003) menyatakan bahwa mutu lateks pekat ditentukan berdasarkan spesifikasi dari ASTM (American Society for Testing and Materials). Menurut ASTM (1997), mutu lateks pekat dibagi dalam tiga jenis berdasarkan sistem pengawetan dan metode pembuatan, yaitu :

1. Jenis I : lateks pekat sentrifusi yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehid dilanjutkan dengan pengawet amonia.

2. Jenis II : lateks pekat pendadihan yang diawetkan dengan amonia saja atau dengan pengawet formaldehid dilanjutkan dengan pengawet amonia.

3. Jenis III : lateks pekat sentrifusi yang diawetkan dengan amonia rendah dan bahan-bahan pengawet sekunder.

Standar mutu lateks pekat menurut ASTM (1997) ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Standar mutu lateks pekat (ASTM 1997)

Jenis I Jenis II Jenis III 1. Jumlah padatan total (total solid)

minimum 61,5 66 61,5

2. Kadar karet kering minimum (%) 60 64 60 3. Perbedaan angka butir 1 dan 2

maksimum (%) 2 2 2

4. Kadar amoniak (berdasarkan jumlah air yang terdapat dalam

lateks pekat) 0,6 min 0,55 min 0,29 maks 5. Endapan (sludge) dari berat

basah maksimum (%) 0,1 0,1 0,1 6. Kadar koagulum dari jumlah

padatan maksimum (%) 0,05 0,05 0,05 7. Bilangan KOH maksimum 0,8 0,8 0,8 8. Kemantapan mekanik

(mechanical stability) minimum

(detik) 650 650 650

9. Persentase kadar tembaga dari

jumlah padatan maksimum (%) 0,0008 0,0008 0,0008 10. Persentase kadar mangan dari

jumlah padatan maksimum (%) 0,0008 0,0008 0,0008 11. Warna Tidak berwarna biru/abu-abu Tidak berwarna biru/abu- abu Tidak berwarna biru/abu- abu 12. Bau setelah dinetralkan dengan

asam borat Tidak berbau busuk Tidak berbau busuk Tidak berbau busuk Sumber : Handoko (2003) 8

Jenis lateks pekat yang digunakan dalam pembuatan sebutret adalah lateks pekat sentrifugasi. Lateks pekat sentrifugasi diperoleh melalui sentrifugasi lateks menggunakan mesin sentrifugasi. Metode sentrifugasi merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam memproduksi lateks pekat, karena kapasitas produksi tinggi, viskositas lateks rendah, dan hasil lateksnya lebih murni (Solichin, 1991).

Prinsip pembuatan lateks pekat dengan cara sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan bobot jenis antara partikel karet dan serum. Serum mempunyai bobot jenis lebih besar dari partikel karet. Akibatnya partikel karet memiliki kecenderungan untuk naik ke permukaan, sedangkan serum merupakan lapisan dibawahnya (Nazaruddin dan Paimin, 1996).

D. KOMPON LATEKS

Menurut Abednego (1981), karet mentah baik karet alam maupun karet sintetik tidak dapat digunakan dalam keadaan mentah karena karet mentah mudah teroksidasi, berubah bentuk, dan kurang kuat. Dengan penemuan proses vulkanisasi maka karet mentah diubah menjadi karet matang yang memiliki sifat elastis dan tahan lama (stabil). Pada proses vulkanisasi, terjadi reaksi kimia antara molekul-molekul karet dengan bahan pemvulkanisasi sehingga terbentuk suatu jaringan tiga dimensi yang mantap. Mekanisme reaksi vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Vulkanisasi pada awalnya merupakan proses pemanasan karet dengan belerang pada suhu tinggi sekitar 150 °C. Untuk mempercepat dan memudahkan proses vulkanisasi serta menghasilkan barang jadi karet sesuai dengan sifat fisik yang diinginkan maka selain belerang perlu ditambahkan bahan-bahan kimia tertentu (Abednego, 1981).

Menurut Handoko (2003), kompon lateks adalah campuran antara lateks dengan berbagai bahan kimia. Pencampuran dilakukan dengan gilingan pada suhu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan campuran yang homogen antara bahan baku (karet) dengan bahan-bahan kimia tertentu yang memungkinkan kompon tervulkanisasi secara sempurna pada saat dilakukan pembuatan barang jadi karet (Soeseno, 1989).

N N C S S C (1) Bahan S S

Bereaksi dengan belerang

N N

C SX S C (2) Polisulfida

S S

Bereaksi dengan molekul karet C C N (3) Polisulfida CH SX S C S C C (4) Ikatan silang C C CH SX CH

Gambar 1. Mekanisme reaksi vulkanisasi (Abednego, 1990)

pencepat

karet

Abednego (1990) menyatakan, kompon karet umumnya mengandung lima atau lebih jenis bahan kimia karet yang masing-masing memiliki pengaruh terhadap sifat dan karakteristik yang ditimbulkan. Bahan-bahan kimia dalam kompon karet dapat dikelompokkan sebagai berikut.

1. Bahan Pemvulkanisasi

Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak dan plastis, akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis. Bahan pemvulkanisasi yang biasa digunakan adalah belerang.

2. Bahan Pencepat (accelerator)

Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang lama dan suhu yang tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat digolongkan sebagai berikut.

a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin. b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin. c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol. d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida. e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat. 3. Bahan Penggiat (activator)

Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan pencepat. Bahan penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO). 4. Bahan Pemantap (stabilizer)

Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau tidak terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat, Kalium hidroksida, dan jenis surfaktan lainnya.

5. Antioksidan

Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh ozon maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari, serta ion prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil dan turunan fenol.

6. Bahan Pengisi

Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus vulkanisat sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan pengisi yang digunakan antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan carbon filler (karbon hitam).

E. SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET)

Serat sabut kelapa berkaret atau sebutret adalah produk hasil vulkanisasi lapisan serat yang telah dilapisi dan dibalut oleh kompon lateks dengan cara penyemprotan. Sifat elastis vulkanisat karet yang mengikat dan membalut serat mengakibatkan produk serat berkaret menjadi lebih kuat dan memiliki kepegasan yang lebih baik (Sinurat et al., 2001). Serat-serat yang diikat persinggungannya dan dibalut kerangkanya dengan karet juga memiliki sifat yang lebih baik terhadap beban mekanik, kelembaban dan air, dan serangan jamur (Sinurat, 2003).

Sebutret mempunyai bentuk yang berongga susunannya, serta daya pegas yang baik, kepegasannya mempunyai daya tahan yang cukup lama (Triwijoso, 1973). Sebutret merupakan bahan berpegas yang dapat menggantikan fungsi produk yang sejenis. Sebutret memiliki daya serap getaran yang baik, ringan dan lebih nyaman (Pole, 1964). Menurut Sinurat (2002), dibeberapa negara sebutret (rubberized coir) telah banyak diproduksi dan dimanfaatkan bahkan digunakan pula untuk jok mobil mewah seperti Mercedes dan BMW. Penggunaan sebutret diperkirakan akan lebih berpeluang lagi jika diarahkan bagi masyarakat untuk kebutuhan rumah tangga, perkantoran, dan industri antara lain untuk jok kursi (Lampiran 18 a) dan kasur (Lampiran 18 b). Diagram alir pembuatan sebutret secara umum ditunjukkan pada Gambar 2.

Kulit kelapa (exocarp)

Pemecahan Coir dust

Serat kotor

Penyortiran dan pembersihan serat

Serat campuran

Pemintalan (pembuatan tambang)

Pintalan serat (tambang)

Pengeringan dan pemeraman pintalan

Pintalan kering

Penguraian pintalan

Serat keriting

Pencetakan

Lapisan tipis serat keriting

A

mm

Gambar 2. Diagram alir pembuatan sebutret secara umum (Sinurat, 2003) A

Lapisan tipis serat-serat keriting

Penyemprotan pada permukaan atas

dan bawah lapisan serat sabut kelapa Pengadukan 2-3 menit Kompon

lateks

Pengeringan awal pada suhu 80-90 °C selama 20-30 menit

Pemotongan (berukuran khusus)

Penyemprotan pada permukaan lapisan

Penumpukan lapisan tipis (pembuatan lapisan tebal)

Lapisan tebal

Pengempaan dalam cetakan

Vulkanisasi dalam oven dengan suhu 100-110 °C selama 60-90 menit

Pemotongan

SEBUTRET

Sebutret (Gambar 3) mempunyai banyak keunggulan yaitu memiliki kekenyalan dan elastisitas yang baik, bersifat sejuk dan dingin karena terbuat dari karet alam, tahan terhadap air dan bakteri karena serat telah dibalut oleh karet, bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk, dan pemakaiannya tidak berisik karena mampu meredam bunyi (Sinurat, 2003).

Gambar 3. Sebutret

Sebutret cocok digunakan sebagai bahan pengisi jok dan berharga relatif lebih murah dari karet busa. Jok maupun kasur yang terbuat dari sebutret lebih ringan dibandingkan dengan busa karet alam. Jok dari sebutret juga mempunyai kepegasan yang lebih baik karena rongga lebih besar dan kerapatannya dapat divariasi (Sinurat, 2003). Menurut Appleton (1947), sifat kepegasan mekanik serat berkaret dapat divariasi sesuai dengan kebutuhan atau penggunaanya terutama sebagai bahan pengisi jok untuk keperluan rumah tangga dan mobil.

Dokumen terkait