!
" # #
#
# # $
%&&'( %&)&( %&&*( %&&%+ $ + #
"
# # $ +
" # #
%&",&
- " - . "
%-& -&& )&&&
/ 00
# # ,& / 00 ,& 1
"'
#
2 . " /
# 3 . "
$ 4& &-+ .
"
# # . " 3
# # #
# # #
566 7
8 9 # #
3 : # 9
3 $; +
3 : 3 3 3
3 #
$ %&&'( %&)&( %&&*( %&&%+
$ + 3 ## # : #
$; +
$ + 3 3 ## # : #
$; + < 3 #
9 : #
9 %&",& 3 -
-$; + : 9 9 3 9
# %-& -&& )&&& / 00 .:
,& / 00 ,& 9 3 : # 1 =
"' 9 # #
3 # 9 #
: # $; +
/ # 3 #
3 9 9 ## 9 $ 4& &-+
3 8 : #
$; + > 3 #
8 : # $; +
3 #
3 3
8
?8
.#
. . ! 0 " $ $; + +
2 2 6 ! # #
5
) 0 5 3 5 # ! !86@2
>86 $ + #
% 0 ! ; ,6 # ! 5 2
0 ; 9 ; ,6
, 0 0 ; ,6 5 5 ! 2 6 .
; 5 5
A 0 ! B B 5 5 # ! 2
#
- ; B 9 2 # 6
; B B 6 6 #
* C >
6 3 %&)%
0 - 2 ; ! .60 2 - ) 2 #
- % B 8 .
! 0 " - , .#
- A 2 2 6
%% %%
%% %-%, 0 * . 6 5; ! %' ! B8 5 8 %F
; 6 GGGGGGGGGGGGGGGGGGGG ,%
! B8 8 0.;
2
8 - ) 2 . .
! 0 " $. !00+ $
$; + + %,
8 - % 2 9
. ! 0 " $
! B8 60
2 , ) ! 0 " 1
, % ),
- ) "
%*
- % # "
%&& %1
- , 2 %'
- A 2 # %A
- - 2 %A
- * 2 $ # # H %-&
/ 00+ %A
- 1 2 $ # # H -&&
/ 00+ %A
- ' 2 $ # # H )&&&
/ 00+ %A
- F 2 2 # %1
- )& 2 2 %1
- )) 2 2 $ # # H %-&
/ 00+ %1
- )% 2 2 $ # # H -&&
/ 00+ %1
- ), 2 2 $ # # H )&&&
! B8 ; 6
2
; ) 2 # ! 0 " ,%
; % "
$ $; + ,,
; , "
$ $; + ,A
; A ! C 6 6 "6
8 B 6 %&&
.
,-; - ! 2 6 ,*
; * 2 ,1
; 1 ,'
; ' ! # 9 2 GGGGGGGGGGGG ,F
; F AF
; )& 0 2 *A
; )) ! # 2 2
*-; )% ; C 9
Kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. Menurut laporan WHO tahun 2003, setiap tahun timbul lebih dari 10 juta kasus penderita baru kanker dengan prediksi peningkatan setiap tahun kurang lebih 20%. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 penyakit kanker merupakan penyebab kematian nomor 5 di Indonesia setelah penyakit kardiovaskular, infeksi, pernafasan, dan pencernaan. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor di masyarakat sebesar 4,3 per 1000 penduduk. Sedangkan data statistik rumah sakit dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2006, menunjukkan bahwa kanker payudara menempati urutan pertama pada pasien rawat inap (19,64%), disusul kanker leher rahim (11,07%), kanker hati dan saluran empedu intrahepatik (8,12%), Limfoma non Hodgkin (6,77%), dan leukemia sebesar 5,83% (anonim, 2009).
Kanker adalah pertumbuhan sel yang abnormal dan cenderung mendesak/mendorong jaringan di sekitarnya, dapat menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh. Kanker terjadi karena proliferasi sel tak terkontrol tanpa batas dan tanpa tujuan. Perubahan genetik turut mendorong pertumbuhan sel menjadi kanker, menginaktivasi gen yang secara normal tumbuhnya lebih lambat, membiarkan sel tetap membelah sehingga sel bersifat immortal (tidak mati), membiarkan sel tetap berada dalam kondisi abnormal yang dalam kondisi lain menyebabkan kematian sel atau disebut apoptosis, serta menggunakan sel normal untuk menunjang atau menyuplai nutrisi pada sel kanker (Corwin, 2007). Penyebab kanker terdiri dari faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen dapat berupa faktor genetik, penyakit dan hormon. Sedangkan faktor eksogen dapat berasal dari makanan, virus, senyawa8senyawa karsinogenik seperti polusi udara, zat warna, logam8logam karsinogen, dan juga obat seperti siklofosfamid (Pane, 2010).
jaringan sehat, oleh karena itu perlu terus dilakukan upaya untuk mendapatkan obat kanker yang efektif dengan efek samping minimal. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan menggali sumber alam nabati yang secara empiris telah banyak digunakan masyarakat untuk mengobati kanker. Obat antikanker dari bahan alam bersifat toksik terhadap fase tertentu pada siklus sel tumor dan tidak bersifat toksik atau mengganggu sel normal (Wiryowidagdo, 2008).
Daun bangun8bangun (Coleus amboinicus, L.), sebutan yang sering
dipakai orang di tanah batak, merupakan salah satu tanaman di Indonesia yang secara empiris digunakan masyarakat sebagai menu sayuran sehari8hari terutama bagi ibu8ibu yang baru melahirkan. Pada daun ini terdapat kandungan vitamin C, vitamin B1, vitamin B12, beta karotin, niasin, karvakrol, kalsium, asam8asam lemak, asam oksalat, dan serat. Senyawa8senyawa tersebut berpotensi terhadap bermacam8macam aktivitas biologik, misalnya antioksidan, diuretik, analgesik, mencegah kanker, antitumor, antivertigo, immunostimulan, antiradang, antiinfertilitas, hipokolesterolemik, hipotensif, dan lain8lain khasiat yang perlu diteliti lebih lanjut (Santosa, 2005). Sejumlah penelitian telah dilakukan terhadap daun bangun8bangun, dan diketahui bahwa daun bangun8bangun mempunyai aktifitas antioksidan yang tinggi (Rasineni, 2008; Palani, 2010), pengujian terhadap khasiatnya sebagai antiinflamasi baik secara in vivo (Chang, et.al., 2007) dan in vitro (Periyanayagam, 2010) diketahui daun ini dapat menghambat pembengkakan kaki tikus yang diinduksi kolagen dan mampu mencegah hipotonisitas yang diinduksi oleh lisisnya membran HRBC penyebab inflamasi. Ekstrak etanol dan air dari Plectranthus amboinicus memiliki efek
hepatoprotektor terhadap kerusakan yang disebabkan CCl4 pada tikus (Patel,
2011) dan bertindak sebagai imunomodulator bagi tubuh dengan cara meningkatkan sifat fagositik sel netrofil (Santosa, 2005). Ekstrak hidroklorida dari
Coleus aromaticus memiliki efek sebagai anticlastogenic dan berpotensi sebagai
radioprotektif pada studi menggunakan metode micronucleus assay terhadap sel
V79 (chinese hamster fibroblast) yang terradiasi (Rao, et. al., 2006). Selain itu,
ekstrak etanol Coleus aromaticus memiliki potensi sebagai anticlastogenic dan
al. 2002). Secara keseluruhan, tanaman ini mengandung butilanisod, β caryophillene, quercetin, ursolic acid, triterpenoid acid, α pinene, β pinene, thymol, eugenol, carvacrol, 1,8 cineole, β phellandrene, p cymene, salvigenin,
crisimaritin dan chrysoeriol (Patel, et.al., 2010). Salah satu senyawa aktif yang
terdapat pada daun bangun8bangun yaitu ursolic acid diketahui dapat berkhasiat
sebagai antikanker. Penelitian sebelumnya terhadap hasil isolasi ursolic acid pada
beberapa obat tradisional China menemukan bahwa senyawa ini dapat menghambat proliferasi dan menginduksi terjadinya apoptosis pada sel karsinoma kolon dengan cara mengaktifkan caspase 3 dan caspase 9 dan menekan posforilasi EGFR (epidermal growth factor hormon), melalui jalur MAPK (mitogen
activated protein kinase) (Shan, et.al., 2009).
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. menguji efek antimutagenik ekstrak etilasetat daun bangun8 bangun pada
mencit yang diinduksi siklofosfamid menggunakan metode micronucleus
assay.
b. membuktikan kemampuan ekstrak etil asetat daun bangun8bangun dalam melindungi organ hati dan ginjal mencit setelah pemberian siklofosfamid berdasarkan gambaran histopatologi
Manfaat Penelitian.
Coleus amboinicus atau disebut juga Plectranthus amboinicus (Lour)
merupakan tumbuhan dikotil termasuk dalam famili Lamiaceae. Tumbuhan ini memiliki cabang yang banyak, daun segarnya beraroma wangi, permukaan daun halus dan terdapat trikoma yang glandular maupun non glandular, mengandung flavonoid seperti quercetin, apigenin, luteolin, salvigenin, genkwanin dan minyak atsiri (Kaliappan dan Viswanathan, 2008). Tumbuhan ini adalah tumbuhan perenial dengan masa hidup 385 tahun, tersebar di Afrika, Asia dan Australia dan digunakan sebagai makanan maupun bahan tambahan makanan, dan juga sebagai obat berbagai penyakit. Ekstrak dari daunnya digunakan oleh masyarakat India sebagai obat alergi pada kulit, sedangkan di Taiwan digunakan sebagai antiinflamasi dengan cara meminum sebanyak 50870 ml ekstraknya setiap hari (Chang, et. al., 2007). Secara keseluruhan, tanaman ini mengandung butilanisod, β caryophillene, quercetin, ursolic acid, triterpenoid acid, α pinene, β pinene, thymol, eugenol, carvacrol, 1,8 cineole, β phellandrene, p cymene, salvigenin,
crisimaritin dan chrysoeriol (Patel, et.al., 2010).
Daun bangun8bangun (Coleus amboinicus L.) mempunyai beberapa
sinonim diantaranya Coleus aromaticus Benth, Coleus carnosus Hassk, Coleus
suborbiculata Zoll. & Morr, Plectranthus aromaticus, Roxb. Adapun sistematika
dari tanaman ini adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Bangsa : Solanales Suku : Lamiacae
Jenis : Coleus amboinicus, Lour.
Daun bangun8bangun terdapat di beberapa daerah di Indonesia dengan nama berbeda8beda yaitu: sukan (Melayu), ajiran (Sunda), daun jinten (Jawa Tengah), daun kambing (Madura), iwak (Bali), kunu etu (Nusa Tenggara Timur).
Daun bangun8bangun merupakan tumbuhan semak menjalar. Batangnya berkayu, lunak, beruas8ruas. Ruas yang menempel di tanah akan tumbuh akar, batangnya mudah patah, berpenampang bulat dengan diameter ± 15 mm, tengah 10 mm dan ujungnya 5 mm. Batang yang masih muda berambut kasar dan berwarna hijau pucat. Daunnya merupakan daun tunggal, mudah patah, berbentuk bulat telur, tebal, tepi beringgit, ujung dan pangkal membulat, berambut, panjang 6,5 – 7 cm, lebar 5,5 – 6,5 cm, tangkai panjang 2,4 – 3 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau muda. Bunganya majemuk, berbentuk tandan, berambut halus, berwarna hijau keunguan.
Masyarakat di pulau Sumatra, khususnya daerah Tapanuli banyak menggunakan daun bangun8bangun (Coleus ambonicus Lour.) sebagai laktagoga.
adalah besi dan vitamin A; dan pada air jeruk nipis mengandung vitamin C dengan kadar tinggi. Kombinasi antara Fe8heme (hati) dan Fe8non heme (daun bangun8bangun) dan anti oksidan seperti vitamin C dapat meningkatkan ketersediaan hayati Fe dalam tubuh normal yang direfleksikan pada kadar Hb dan Ferritin darah (Sihombing, 2001).
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan khasiat farmakologi daun bangun8bangun, diantaranya dapat menghambat pembengkakan kaki tikus yang diinduksi kolagen (Chang, et.al., 2007), mempunyai aktifitas
antioksidan yang tinggi (Rasineni, et.al., 2008; Palani, 2010), kandungan minyak
atsirinya dapat digunakan untuk mencegah serangga (Valera, 2003) dan ekstrak daun bangun8bangun dapat meningkatkan pertahanan tubuh (imunomodulator) dengan cara meningkatkan sifat fagositik sel netrofil (Santosa dan Hertiani, 2005). Di samping itu, ekstrak daun bangun8bangun berperan dalam perbaikan fungsi jantung karena bersifat sebagai inotropik positif (Hole, et.al., 2009), dan diuretik
(Patel, 2010; Palani, 2010) serta dapat bertindak sebagai nefroprotektif (Palani, 2010).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen POM, 2000). Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
polar (Harborne, 1996). Berdasarkan buku Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat (2000), metode ekstraksi menggunakan pelarut terdiri dari dua cara yaitu cara dingin dan cara panas.
1. Cara Dingin
Ekstraksi menggunakan pelarut dengan cara dingin terdiri dari:
a. maserasi, yaitu proses pengekstraksian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
b. Perkolasi yaitu ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
2. Cara Panas a. Refluks
refluks adalah ekstraksi menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
b. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 408500C.
c. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. d. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15 menit.
e. Dekok
! "! # " "! "
Siklus Sel
Sel melakukan reproduksi dengan cara mereplikasikan bahan genetiknya dan kemudian membelah menjadi dua. Replikasi dan pembelahan sel terjadi selama siklus sel yang terdiri atas dua fase yaitu interfase dan mitosis.
a. Interfase
Pada fase ini, sel berada pada tahap tidak aktif membelah. Terdapat 3 tahap standar interfase yaitu G1, S, dan G2 serta tahap G0 yang merupakan tahap istirahat.
Tahap G1 adalah tahap persiapan sel untuk replikasi DNA dengan mensintesis protein baru dan mengaktifkan komponen sitoskeletal. Selama tahap ini, sel memantau lingkungannya untuk menentukan waktu yang tepat mereplikasi DNA. Tahap ini merupakan cekpoin bagi sel karena bila kondisinya tidak tepat, sel tidak akan menjalani siklusnya. Sebuah sel akan terstimulasi untuk menjalani tahap G1 bila gen tertentu seperti proto8 onkogen, diaktifkan (Balmer, et.al.,2005)
Tahap S adalah tahap replikasi (duplikasi DNA).
b. Mitosis
Mitosis (tahap M) adalah tahap pembelahan sel. Mitosis merupakan proses yang jauh lebih singkat daripada interfase dan berlangsung sekitar satu jam. Selama mitosis, sel yang telah mengalami duplikasi pada interfase, terbelah menjadi dua sel anak yang mengandung 2 pasang kromosom. Mitosis terdiri atas stadium profase, metafase, anafase dan telofase.
Gambar 3.2. Siklus Sel dan Proses terjadinya mitosis
$
Micronucleus assay telah digunakan secara luas untuk mendeteksi adanya
genotoksisitas yaitu terjadinya kerusakan pada gen, kromosom dan bagian8bagian sel yang berperan pada pemisahan kromosom. Pengujian ini bertujuan untuk melihat pembentukan mikronuklei yang dihasilkan dari kerusakan fragmen kromosom (clastogenicity) atau keseluruhan kromosom (aneugenicity) pada sel
kromosom merupakan manifestasi kerusakan pada DNA (Khrisna dan Hayashi, 2000; Fenech, 2000).
Selama fase mitosis, kromatin sel dapat mengalami kesalahan dalam menerima informasi genetik. Hal ini dapat diamati di bawah mikroskop dengan memperlihatkan kelainan8kelainan yang terjadi pada preparat apusan sumsum tulang mencit yang mengandung sel eritrosit. Apusan sumsum tulang mencit yang telah disuntikkan zat kimia penginduksi yaitu siklofosfamid ataupun mitomycin dengan dosis 40 mg/kg untuk mencit dan 20 mg/kg untuk tikus secara intraperitoneal (Khrisna dan Hayashi, 2000). Pemberian senyawa tersebut dapat menyebabkan terjadinya pemecahan kromosom sehingga terbentuk inti baru dengan kandungan asam nukleat yang sama dengan inti awal. Pemecahan inti ini dapat dilihat di bawah mikroskop dengan pewarnaan. Sel yang tidak mengalami pemecahan kromosom (sel normal) akan berwarna biru, sedangkan sel yang mengalami pemecahan kromosom berwarna biru gelap. Perbedaan warna terjadi karena perbedaan kandungan asam nukleat yang lebih tinggi dari sel normal dan inti8inti tersebut menyebar ke seluruh sel, menutupi permukaan sel sehingga pada pewarnaan, sel tampak lebih gelap (Fenech, 2000).
% &' &!&(
$
)
Metodologi penelitian berupa metode eksperimental yang meliputi identifikasi tumbuhan, pengumpulan dan pengolahan bahan tumbuhan, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak etilasetat, pengujian efek antimutagenik pada mencit yang diinduksi siklofosfamid, dan pengamatan mikroskopis terhadap organ hati dan ginjal mencit.
$ !
Alat8alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat8alat gelas laboratorium, aluminium foil, neraca listrik, desikator, oven listrik (fisher scientific), blender (National), penguap vakum putar (Heidolph VV8200), lemari pengering, penangas air, mortir dan stamfer, seperangkat alat penetapan kadar air, Freeze dryer
(Edwards), oral sonde, timbangan hewan, mortir dan stamfer, mikroskop (Model L8301), inkubator, sentrifus hematokrit, objek glass, dek glass, pinset, pipet tetes, mikrotube, pot plastik, pipa kapiler.
$ *
daun bangun8bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour) Spreng), toluen (p.a),
etanol 95 % (destilasi), air suling, kloralhidrat, Sudan III, Etanol p.a., toluena, Raksa (II) klorida, Bismuth (II) nitrat, Asam nitrat pekat, Besi (III) klorida, Asam klorida pekat, Timbal (II) asetat, kalium iodida, Etanol 96%, etil asetat, CMC Na 0,5%, siklofosfamid, bufer posfat, serum darah sapi (Foetal Bovine Serum), haematoksilin, eosin, metilen blue, metanol p.a.
$ & "# " "!
$ " " ! " # ( + ( ,
, & - ' "
secara maserasi menggunakan etil asetat sehingga diperoleh ekstrak etil asetat daun bangun8bangun.
$ ( &
Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak etanol daun bangun8bangun. Tujuannya adalah untuk mengetahui kandungan dari simplisia dan ekstrak etanol daun bangun8bangun. Uji yang dilakukan meliputi uji tanin, glikosida, alkaloid, flavonoid, steroid/triterpenoid dan saponin (Harborn, 1987; Depkes RI, 1995).
$ " '! #
Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut asam, penetapan kadar sari larut dalam air dan penetapan kadar sari larut dalam etanol (DitJen POM, 1989).
$ $ " " . #&
Dosis dari ekstrak daun bangun8bangun yang digunakan untuk menguji aktifitas antikanker adalah (250, 500, 1000) mg/kg BB (Parra, et al, 2001). Dosis divariasikan dengan menggunakan rumus Malone
F = r√I
F = faktor peningkatan r = n81
n = variasi dosis yang diinginkan I = dosis terbesar/dosis terkecil
$ % " "# /
Sediaan uji yang digunakan berbentuk suspensi. Suspensi ekstrak daun bangun8bangun dibuat dengan menggunakan CMC 0,5% sebagai suspending
agent. Volume asupan obat pada hewan percobaan secara peroral adalah 1%
dari berat badan.
a. Pembuatan Suspensi CMC 0,5 % (b/v) Sebagai Kontrol Negatif
digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air, kemudian dituang ke dalam labu tentukur, dan ditambah air suling sampai batas tanda. b. Pembuatan Suspensi Ekstrak daun bangun8bangun Sebagai Larutan Uji
Pembuatan suspensi ekstrak daun bangun8bangun 5 % (b/v) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : CMC ditaburkan kedalam lumpang yang berisi air suling panas. Didiamkan selama 20 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel. Ditambahkan ekstrak daun bangun8bangun kedalam lumpang, kemudian digerus sampai homogen. Dituang kedalam labu tentukur, dan ditambah air suling sampai batas tanda. c. Penyiapan Larutan Siklofosfamid 0,5% (b/v)
Pembuatan larutan siklofosfamid dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang sebanyak 25 mg kemudian dimasukkan dalam labu tentukur 5 ml, ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9% b/v) sampai batas tanda.
d. Pembuatan Serum Darah Sapi
Serum diperoleh dari darah sapi segar. Darah didiamkan selama 30 menit kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit hingga terpisah antara endapan dan cairan yang berwarna bening kekuningan yang merupakan serumnya, kemudian cairan tersebut dipisahkan dari endapan.
$ $ " ( / "0" (" #" ( " &#"
Hewan dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok perlakuan (3 dosis) dan kelompok kontrol positif, masing8masing kelompok terdiri atas 5 ekor mencit. Lama pemberian sediaan uji adalah 7 hari dan pada hari ke88, hewan dibunuh dengan cara dislokasi leher. Untuk semua kelompok kecuali kelompok kontrol negatif, hewan diinduksi dengan siklofosfamid 30 mg/kgBB pada hari ke80 (Krishna dan Hayashi, 2000). Setelah 30 jam, hewan diberikan sediaan uji berdasarkan kelompok masing8masing. Perlakuan masing8masing kelompok adalah sebagai berikut:
1. Kelompok kontrol normal (I): diberi suspensi CMC 0,5% secara oral 2. Kelompok kontrol positif (II): diinduksi dengan siklofosfamid dosis 30
3. Kelompok III: diinduksi siklofosfamid dosis 30 mg/kgBB pada hari ke80. Setelah 30 jam, diberi sediaan uji dengan dosis 250 mg/kg BB per oral 4. Kelompok IV: diinduksi siklofosfamid dosis 30 mg/kgBB pada hari ke80.
Setelah 30 jam, diberi sediaan uji dengan dosis 500 mg/kg BB per oral 5. Kelompok V: diinduksi siklofosfamid dosis 30 mg/kgBB pada hari ke80.
Setelah 30 jam, diberi sediaan uji dengan dosis 1000 mg/kg BB per oral Pada hari ke88 hewan dibunuh dengan cara dislokasi leher lalu diambil darah dan sumsum tulang. Sumsum tulang femurnya diambil dengan cara disempritkan menggunakan spuit yang telah diisi Serum Darah Sapi (SDS) sebanyak 0,1 ml kemudian sumsum ditampung di dalam mikrotube (Krishna dan Hayashi, 2000).
$ $ " "' ' ! ( "
Campuran sumsum tulang dan SDS dalam mikrotube disentrifus dengan kecepatan 1200 rpm selama 5 menit, kemudian supernatannya dibuang. Endapannya disuspensikan kembali dengan dua tetes SDS, kemudian satu tetes suspensi sel diambil dan diletakkan ke atas slide, dengan menggunakan penghapus slide, sel dihapuskan menjadi preparat hapusan. Kemudian slide dikeringkan, difiksasi dengan metanol selama 5 menit. Preparat diberi pewarna giemsa lalu dibiarkan selama 30 menit, dibuang zat warna giemsa dengan cara dibilas pada air mengalir lalu preparat apusan dikeringkan. Untuk tiap mencit dibuat satu apusan sumsum tulang dan tiap apusan dilakukan 3 kali pengamatan pada daerah berbeda menggunakan mikroskop dengan perbesaran 10x100 dan dengan bantuan minyak immersi. Kemudian dalam 200 sel eritrosit dihitung jumlah sel mikronuklei yang ada. Jumlah sel mikronuklei dalam 200 sel eritrosit merupakan persentase jumlah sel mikronuklei yang ada pada apusan sumsum tulang mencit (Krishna dan Hayashi, 2000).
$ $ " " ! " &
kecepatan 15000 rpm. Tinggi kolom eritrosit diukur dan dibandingkan dengan tinggi cairan darah dan nilainya dinyatakan dalam % (Riswanto, 2009).
$ % !
%
% ! #" 0 '"!
Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Botani Departemen Biologi FMIPA USU. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sampel termasuk suku Lamiaceae, spesies Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng. Hasil identifikasi
tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1.
% ( & # " " # ' '! #
( + (
Hasil pemeriksaan makroskopik daun segar dapat diidentifikasi bahwa daun berwarna hijau tua, berbentuk delta (deltoideus) yaitu bangun segitiga sama kaki, tepi daun bergerigi, ukuran ± 7,5x7 cm. Daun terlihat tebal, hal ini karena permukaan daun berbulu, bila dimakan berasa getir dan segar. Bunganya bertangkai pendek, berwarna ungu pucat. Hasil pemeriksaan mikroskopis serbuk simplisia daun bangun8bangun (DBB) terlihat fragmen rambut penutup berbentuk bengkok terdiri dari 2 sampai 4 sel, rambut kelenjar, pembuluh kayu (xilem) berbentuk tangga, epidermis atas, epidermis bawah, dan kristal kalsium oksalat.
Pemeriksaan karakterisasi terhadap simplisia dan ekstrak etilasetat daun bangun8bangun berturut8turut diperoleh hasil: kadar air 8,57%; 0%; kadar sari yang larut dalam air 29,15%; 12,19%; kadar sari larut dalam etanol 5,10%; 14,94%; kadar abu total 22,14%; 1,725%; dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,65%; 0,155%. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia daun bangun8bangun (DBB) dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etilasetat Daun Bangun8 bangun (EADBB) (Plectranthus amboinicus, (Lour.) Spreng)
No. Parameter Hasil Persyaratan
MMI simplisia EADBB
1. Kadar air 8,57% 0% 8
2. Kadar Sari larut dalam air 29,15% 12,19% ≥ 29% 3. Kadar sari larut dalam etanol 5,10% 14,94% ≥ 5%
4. Kadar abu total 22,14% 1,725% 8
5. Kadar abu tidak larut dalam
Makin tinggi kadar sari yang larut dalam air menunjukkan bahwa banyak senyawa polar yang terkandung di dalamnya. Pada penelitian ini tampak bahwa ekstrak etilasetat tidak memenuhi persyaratan yang tertera pada monografi. Hal ini disebabkan lebih banyak senyawa non polar yang tersari pada ekstrak tersebut. Makin tinggi kadar sari larut dalam etanol menunjukkan bahwa kandungan senyawa bioaktif makin tinggi. Pada Tabel 5.1 terlihat bahwa kadar sari larut etanol cukup tinggi pada ekstrak etilasetat daun bangun8bangun (EADBB) sehingga diperkirakan senyawa bioaktif banyak terdapat pada ekstrak tersebut. Kadar abu total dan kadar air simplisia dan ekstrak tidak tertera pada monografi sehingga tidak dapat dibandingkan. Tingginya kadar abu total menunjukkan bahwa kandungan senyawa anorganik semakin tinggi. Standarisasi simplisia diperlukan karena kandungan bahan aktif yang terkandung dalam jenis tanaman yang sama dapat bervariasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan standarisasi agar bahan aktif yang terkandung di dalam bahan baku tersebut cukup konsisten, sehingga takaran yang digunakan untuk pengujian memiliki kandungan aktif yang setara.
Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya kandungan steroid/triterpenoid, flavonoid, glikosida, dan saponin. Pemeriksaan golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun bangun8bangun dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit skunder yang terdapat di dalamnya. Hasil pemeriksaan penentuan golongan senyawa kimia, simplisia dan ekstrak daun bangun8bangun dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2 Hasil Penentuan Golongan Senyawa Kimia Simplisia dan Ekstrak Etilasetat Daun Bangun8bangun (Plectranthus amboinicus, (Lour.)
Spreng)
Golongan Senyawa simplisia EADBB
Tannin 8 8
Triterpen/steroid + +
Glikosida cyanogenik 8 8
Glikosida antrakinon + +
Saponin + 8
Alkaloid 8 8
Flavonoid + +
Glikosida (gula pereduksi Fehling) + 8
Keterangan: (+) = mengandung golongan senyawa (8) = tidak mengandung golongan senyawa
Flavonoid merupakan metabolit skunder yang telah banyak diteliti memiliki efek terhadap permeabilitas membran dan mampu menghambat enzim8 enzim yang berikatan dengan membran seperti ATPase dan posfolipase, sehingga flavonoid diyakini bersifat antioksidan. Saponin diketahui dapat menghambat efek inflamasi.
Ekstraksi sampel dilakukan dengan cara maserasi yaitu serbuk simplisia dengan perbandingan tertentu direndam dengan cairan penyari yaitu etilasetatl. Serbuk simplisia dimaserasi dengan pelarut etilasetat sebanyak tiga kali. Hasil ekstraksi yang diperoleh dari simplisia daun bangun8bangun sebanyak 300 g yang dimaserasi, diperoleh ekstrak etilasetat DBB = 7,69 g. Ekstrak etilasetat daun bangun8bangun (EADBB) yang diperoleh digunakan untuk pengujian aktivitas antimutagenik dengan metode Micronucleus Assay.
% " ( / 0" ("
Pengujian efek antimutagenik dilakukan secara in vivo pada mencit betina dengan metode mikronukleus. Pengujian ini digunakan untuk melihat pengaruh ekstrak terhadap penghambatan pembentukan sel mikronukleus yang diinduksi dengan siklofosfamid. Siklofosfamid menginduksi pembentukan sel mikronukleus melalui metabolit aktifnya yang bersifat pengalkilasi yaitu mustard fosforamida, akrolein, dan 48hidroksisiklofosfamid. Senyawa pengalkilasi tersebut dapat berikatan dengan berbagai gugus fungsi komponen sel, termasuk terhadap basa8 basa DNA. Selain itu juga dapat terjadi peristiwa pindah silang (cross linking
jumlah sel darah merah mature yang tersirkulasi secara sistemik. Berdasarkan reprodusibilitas dan sederhananya, pemeriksaan ini paling dapat dipercaya diantara pemeriksaan yang lainnya, yaitu kadar hemoglobin dan hitung eritrosit. Berikut ini adalah gambar pengamatan sel pada apusan sumsum tulang femur mencit pada mikroskop cahaya dengan pewarnaan Giemsa dan perbesaran 400 x.
Gambar 5.1 Sel8sel yang tampak pada apusan sumsum tulang mencit Keterangan gambar:
A: sel eritrosit polikromatik tidak bermikronukleus B: sel eritrosit polikromatik bermikronukleus C: sel eritrosit dewasa
Sel eritrosit adalah salah satu jenis sel yang paling cocok untuk dilakukan pengukuran pada penginduksian mikronukleus, karena hilangnya inti utama sel tersebut selama pematangan eritroblas, selain itu, pada sumsum eritrosit dibentuk terus8menerus dari eritroblas (Durling, 2008).
Gambar 5.2 Grafik hasil pengukuran jumlah rata8rata mikronukleus pada 200 sel eritrosit polikromatik
Pada gambar 5.2 di atas terlihat bahwa jumlah mikronukleus pada sel eritrosit polikromatik kelompok perlakuan pemberian dosis 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB tidak jauh berbeda dengan kelompok kontrol normal. Untuk melihat perbedaan antara kelompok pemberian dilakukan uji Post Hoc Tukey (p<0,05). Berdasarkan analisis Post Hoc Tukey, diketahui bahwa pemberian dosis 250, 500 dan 1000 mg/kg BB memberikan hasil yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif dan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol normal. Pengujin ini menunjukkan bahwa ekstrak EADBB berpotensi sebagai antimutagenik. Hal ini diperkuat lagi dengan lebih banyaknya sel darah merah (eritrosit) mature yang bersirkulasi di sistem peredaran darah yang diketahui dari nilai hematokrit yang lebih tinggi pada kelompok pemberian EADBB dibanding kelompok induksi siklofosfamid (kontrol positif) seperti terlihat pada Gambar 5.3 di bawah ini:
36,8 40,4 41,8 43,4
121,8
0 20 40 60 80 100 120 140
kontrol normal EADBB 250
mg/kg BB EADBB 500 mg/kg BB EADBB 1000 mg/kg BB kontrol positif
!
&
!"
Gambar 5.3 Nilai Hematokrit darah mencit
Secara teoritis pencegahan karsinogenesis/mutagenesis dapat terjadi melalui penghambatan pada fase inisiasi atau promosi sampai pada fase progresi. Proses inisiasi dapat dihambat oleh senyawa yang menurunkan aktivasi metabolisme senyawa karsinogen, atau mencegah terjadinya ikatan antara karsinogen dengan target seluler (Ruddon, 2007). Efek antimutagenik yang dinyatakan dengan penghambatan pembentukan mikronukleus dan peningkatan nilai hematokrit ini diduga terkait dengan adanya senyawa flavonoid yang terkandung dalam EADBB. Flavonoid merupakan suatu metabolit skunder yang berpotensi sebagai antioksidan sehingga mampu mengurangi aktivitas radikal anion superoksida dan hidroksil yang meningkat akibat metabolisme siklofosfamid.
5.4 Gambaran Histopatologi Hati dan Ginjal Mencit
Gambaran derajat nekrosis (kerusakan) sel tubulus proksimal mencit yang terbesar adalah pada pemberian larutan siklofosfamid. Pada Gambar 5.4 tampak bahwa sel tubulus proksimal mengalami degenerasi hidrofil yaitu terjadinya penjernihan di sitoplasma. Hal ini terjadi karena jumlah air di sitoplasma jauh lebih banyak dari keadaan normal sehingga terjadi penimbunan cairan di sel. Pada beberapa tempat terjadi nekrosis yang ditandai dengan perubahan berupa
0 5 10 15 20 25 30
kontrol
normal EADBB 250 mg/kg BB EADBB 500 mg/kg BB EADBB 1000 mg/kg BB kontrol positif
1
!
"
karyopiknosis (inti sel melisut), karyolisis (inti sel pucat) dan karyoreksis (terlarut). Gambar 5.5 adalah gambaran sel tubulus yang hanya diberi larutan CMC 1% sebagai kontrol normal. Tampak tidak terjadi nekrosis ataupun degenerasi hidrofil.
Gambar 5.4 Histologi Ginjal mencit
kelompok kontrol positif Gambar 5.5 Histologi Ginjal mencit kelompok kontrol normal
Gambar 5.6 Histologi Ginjal mencit (Siklofosfamid + ekstrak 250 mg/kg BB)
Gambar 5.7 Histologi Ginjal mencit (Siklofosfamid + ekstrak 500 mg/kg BB)
Gambar 5.6, 5.7 dan 5.8 berturut8turut adalah gambaran histopatologi ginjal mencit yang diberi larutan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB dan pemberian ekstrak etilasetat daun bangun8bangun dosis berturut8turut 250 mg/kg BB, 500 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB. Terlihat bahwa pada pemberian ekstrak dosis 250 mg/kg BB banyak terdapat sel yang nekrosis sedangkan pada dosis 500 mg/kg BB menunjukkan kondisi yang sedikit lebih baik karena terdapat sedikit kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh siklofosfamid yaitu adanya kongesti (masuknya darah pada tubulus). Gambaran histologi pada pemberian dosis 1000 mg/kg BB menunjukkan juga terdapat nekrosis jaringan dan degenerasi hidrofil. Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling sering mengalami degenerasi hidrofil dan nekrosis akibat paparan zat nefrotoksis, karena terjadi kontak langsung dengan bahan yang direabsorbsi, sehingga sel epitel tubulus mengalami kerusakan. Kandungan bioaktif flavonoid yang terdapat pada ekstrak dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksil (OH.) dan mencegah
kerusakan sel yang ditimbulkan oleh siklofosfamid.
Gambar 5.4 adalah jaringan ginjal mencit yang diberi larutan siklofosfamid yang difoto pada daerah tubulus, menunjukkan adanya kongestie dan perdarahan interstitial disertai stromal edema. Pada beberapa fokus tampak pembuluh8pembuluh darah kapiler dengan lumen yang sempit. Gambar 5.5 adalah histopatologi ginjal mencit tanpa perlakuan dengan gambaran korteks ginjal dalam batas normal. Pada Gambar 5.6 tampak histopatologi jaringan ginjal mencit (pemberian Siklofosfamid + ekstrak DBB dosis 250 mg/kg BB) memperlihatkan nekrosis sel8sel > 60% dan kongestie pembuluh8pembuluh darah kecil disertai dengan perdarahan interstitial dan sebukan sel radang minimal. Gambar 5.7 adalah histopatologi jaringan tubulus ginjal mencit (pemberian Siklofosfamid + ekstrak DBB dosis 500 mg/kg BB) yang memperlihatkan nekrosis sel8sel tubulus dan glomerulus < 40%. Sedangkan Gambar 5.8 adalah histopatologi jaringan tubulus ginjal mencit (pemberian Siklofosfamid + ekstrak DBB dosis 1000 mg/kg BB) terlihat nekrosis yang minimal hanya < 20%.
dapat menyebabkan perubahan8perubahan pada arteri glomerulus. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat keparahan dan durasi pemberiannya. Pada stadium awal, glomeruli dapat menunjukkan penebalan dinding kapiler sehingga terlihat pembengkakan atau ekspansi dari lapisan tipis yang terdapat pada sel endothelium dengan membran basalis di bawahnya. Glomerulus dapat terlihat sedikit hiposeluler dan kebanyakan lumina kapiler glomerulus tertutup. Juga dapat terlihat fibrin8fibrin, thrombus platelet dan sel darah merah yang terfragmentasi pada daerah mesangial seiring dengan kronisitas penyakit. Daerah interstitium dapat terlihat edema ataupun fibrous dengan infiltrasi sel8sel radang mononuklear minimal dan perdarahan interstitial serta nekrosis kortikal. Daerah tubulus juga dapat memperlihatkan area8area nekrosis tubular akut yang diikuti dengan atrofi tubuler pada stadium lanjut (Laszik dan Silva, 2007).
Pada Gambar 5.9 terlihat histopatologi jaringan hati mencit yang diberi Larutan Siklofosfamid menunjukkan adanya nekrosis / apoptosis dengan inti sel koagulatif dan sitoplasma eosinofilik. Gambar 5.11 merupakan histopatologi jaringan hati mencit yang diberi Larutan Siklofosfamid + ekstrak DBB 250 mg/kg BB menunjukkan adanya nekrosis / apoptosis yang cukup masif > 50%. Gambar 5.12 adalah gambaran histopatologi hati mencit (pemberian Siklofosfamid + ekstrak DBB dosis 500 mg/kg BB) memperlihatkan nekrosis disertai kongesti dan oklusi pembuluh darah pada beberapa fokus. Sedangkan Gambar 5.13 menunjukkan gambaran histopatologi hati mencit (pemberian Siklofosfamid + ekstrak DBB 1000 mg/kg BB) memperlihatkan steatosis (perubahan ringan /minimal) dengan inti terlihat atipikal hiperkromatik.
kadang8kadang dapat terlihat jejas hepatoseluler berupa sitolitik yang berawal dari hepatitis yang ringan sampai pada necrosis koagulatif maupun apoptosis, fokal maupun masif. Dapat juga terlihat steatosis atau pembengkakan sitoplasma sel hati oleh karena penimbunan lemak baik mikrovakuol maupun makrovakuole (Bioulac dan Balabaud 2007).
Gambar 5.9 Histologi Hati mencit
kelompok kontrol positif Gambar 5.10 Histologi Ginjal mencit kelompok kontrol normal
Gambar 5.11 Histologi Hati mencit (Siklofosfamid + ekstrak 250 mg/kg BB)
Gambar 5.12 Histologi Hati mencit (Siklofosfamid + ekstrak 500 mg/kg BB)
Gambar 5.13 Histologi Hati mencit
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak etilasetat daun bangun8bangun mengandung triterpenoid/steroid, glikosida dan flavonoid.
2. Ekstrak etilasetat daun bangun8bangun memiliki aktivitas antimutagenik ditandai dengan penurunan jumlah mikronukleus pada sumsum tulang femur mencit yang diinduksi siklofosfamid. Tiga variasi dosis memiliki efek yang tidak berbeda signifikan satu sama lain.
3. Ekstrak etilasetat daun bangun8bangun mampu melindungi organ hati dan ginjal terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh larutan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB.
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. (2009). Obesitas dan Kurang Aktifitas Fisik Menyumbang 30% Kanker. Diunduh pada 31 Januari 2011. http:www.depkes.go.id.
Balmer, C.M., Valley, A.W., dan Lanucci, A. (2005). Cancer Treatment and Chemotherapy. Dalam Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach.
Disunting oleh Joseph T. Dipiro. New York: Mc. Graw Hill Company. Hal. 227982358.
Bioulac8Sage P, Balabaud C. (2009). Toxic and Drug8Induced Disorders of the Liver. In: Surgical Pathology of the GI Tract, Liver, Billiary Tract and
Pancreas. Disunting Oleh Odze RD, Goldblum JR. Philadelphia: Saunders
Elsevier.2nd edition. Hal. 106381082.
Chang, J., Cheng, C., Hung, L., Chung, Y., dan Wu, R. (2007). Potential Use of
Plectranthus amboinicus in The Treatment of Rheumatoid Arthritis.
eCAM. 7(1):1158120.
Corwin, E.J. (2008). Handbook of Pathophysiology. Edisi ketiga. Ohio:Lippincot
Williams & Wilkins, USA.
Damanik, R., Damanik, N., Daulay, Z., Saragih, S., Premier, R., Wattanapenpaiboon, N., Wahlqvist, M.L. (2001). Consumption of bangun8 bangun leaves (Coleus amboinicus, Lour.) to increase breast milk
production among Batakneese woman in North Sumatera island, Indonesia. Proceedings of the Nutrition Society of Australia. Asia Pacific
Journal of Clinical Nutrition. 10 (4): 67.
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:
Depkes. Hal. 29831, 33, 649, 748.
Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 10811.
Fenech, M. (2000). The in Vitro Micronucleus Technique. Mutation Research
455. Hal: 81895
Harbone, J.B. (1996). Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata. Edisi II. Bandung:
ITB Press. Hal. 6, 71, 76, 84885, 94897.
Hole, R.C., Juvekar, A.R., Roja, G., Eapen, dan Souza, S.F. (2009). Positive Inotropic Effect of The Leaf Extracts of Parent and Tissue Culture Plants
of Coleus amboinicus on an Isolated Perfused Frog Heart Preparation.
Food Chemistry.114(1):1398141.
Kaliappan, N.D., dan Viswanathan, P.K. (2008). Pharmacognostical Studies on The Leaves of Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng. International
Journal of Green Pharmacy. 8(3): 1828184.
Krisna, G., Hayashi, M. (2000). In Vivo Rodent Micronucleus Assay: Protocol, Conduct and Data Interpretation. Mutation Research. 455: 1558166
Laszik ZG, Silva FG.(2007). Hemolytic Uremic Syndrome, Thrombotic Thrombocytopenic Purpura and Other Thrombotic Microangiopathies. In :
Heptinstall’s Pathology of the Kidney. Disunting Oleh Jennette JC, Olson
JL, Schwartz MM, Silva FG. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Edisi keenam. Volume I. Hal. 7038716.
Palani, S., Raja, S., Naresh, R., dan Senthil K.B. (2010). Evaluation of Nephroptotecctive, Diuretic, and Antioxidant Activities of Plectranthus
amboinicus on Acetaminophen8Induced Nephrotoxic Rats. Toxicology
Mechanism and Methods. 20(4): 2138221.
Patel, R. (2011). Hepatoprotective Effects of Plectranthus amboinicus (Lour.)
Spreng Againts Carbon Tetrachloride8Induced Hepatotoxicity. Journal of
Natural Pharmaceuticals. 2(1): 28835.
Patel, R., Mahobia, N.K., Gendle, R., Kaushik, B., dan Singh, S.K. (2010). Diuretic Activity of Leaves of Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng in
Male Albino Rats. Pharmacognosy Research. 2(2): 86888.
Pane, M., (2010). Aspek Klinis dan Epidemiologis Penyakit Kanker Payudara. Diunduh dari: http. tempo.co.id/medika/arsip/082002/pus83.htm pada 31 januari 2011
Rao, B. S., Shanboge, R., Upadhya, D., Jagetia, G.C., Adiga, S.K., Kumar, P., Guruprasad, K., dan Gayathri, P. (2006). Antioxidant, Anticlastogenic and Radioprotective Effect of Coleus aromaticus on Chinese Hamster Fibroblast Cells (V79) Exposed to Gamma Radiation. Mutagenesis. 21(4):
2378242.
Rasineni, G. K., Siddavattam, D., dan Reddy, A.R. (2008). Free Radical Quenching Activity and Polyphenols in Three Species of Coleus. Journal
of Medicinal Plants Research. 2(10): 2858291.
by Inhibiting the EGFR/MAPK Pathway. J Zhejiang Univ Sci B. 10(9):
6688674.
Santosa, C.M., dan Hertiani, T. (2005). Kandungan Senyawa Kimia dan Efek Ekstrak Air Daun Bangun8bangun (Coleus amboinicus, L.) pada Aktivitas
Fagositosis Netrofil Tikus Putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi
Indonesia. 16(3): 1418148.
Shyama, P. S., Naik, P., dan Vijayalaxmi, K. (2002). Efficiency of Coleus
Aromaticus Extract in Modifying Cyclophosphamide and Mitomicyn8C
induced Clastogenicity in Mouse Bone Marrow Cells. Journal of
Experimental Biology. 40(9): 102081025.
Sihombing, M. (2001). Pengaruh Hati Ikan Terhadap Absorbsi Fe Berasal dari Daun Bangun8bangun (Coleus amboinicus, L.) pada Tikus Albino Strain
Wistar. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI.
Thomas, C. (1988). Histopatologi: Buku Teks dan Atlas untuk Pelajaran Patologi
Umum dan Khusus. Edisi 10. Jakarta: EGC. Hal: 12820
Valera, D., Rivas, R., Avila, J.L., Aubert, L., Alonso, A.M., dan Usubillaga, A. (2003). The Essential Oil of Coleus amboinicus Laureiro Chemical
Composition and Evaluation of Insect Anti8Feedant Effects. Ciencia.
11(2): 1138118
Wiryowidagdo, S. (2008). Kimia dan Farmakologi Bahan Alam. Edisi 2. Jakarta:
Lampiran 2. Gambar makroskopik daun bangun8bangun (Plectranthus amboinicus
Lampiran 3. Gambar
amboinicu
Keterangan:
a. Kristal kalsium b. Rambut penutup c. Rambut kelenja d. Pembuluh kayu e. Epidermis
bar mikroskopik simplisia daun bangun8bangun (
inicus (Lour.) Spreng
lsium oksalat enutup elenjar
kayu
gun (Plectranthus
a
b
c
d
Lampiran 4. Data Jumlah Mikronukleus pada Masing8Masing Apusan Sumsum Tulang Femur Mencit dalam 200 Sel Eritrosit Polikromatik
Kelompok Perlakuan
Jumlah Mikronukleus Mencit
I
Mencit II
Mencit III
Mencit IV
Mencit V
I Suspensi CMC 1% 36 46 27 40 35
II siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB
101 120 145 107 136
III siklofosfamid dan Suspensi EADBB 250 mg/kg BB
19 53 26 48 56
IV Siklofosfamid dan Suspensi EADBB 500 mg/kg BB
59 39 22 42 47
V Siklofosfamid dan Suspensi EADBB 1000 mg/kg BB
35 77 54 30 21
Lampiran 5. Data Nilai Hematokrit Mencit
No. Perlakuan Nilai Hematokrit (%)
Mencit I Mencit II Mencit III
1 Suspensi CMC 1% 38,46 18,50 23,53
2 siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB
14 30 20
3 siklofosfamid dan Suspensi EADBB 250 mg/kg BB
22,32 31,43 14,29
4 Siklofosfamid dan Suspensi EADBB 500 mg/kg BB
27,43 36,36 15,19
5 Siklofosfamid dan Suspensi EADBB 1000 mg/kg BB
35,71 25,18 24,22
Lampiran 6. Penentuan Nilai Hematokrit
Lampiran 8. Riwayat Hidup Peneliti
" " "!
#"
1 Nama Lengkap (dengan
gelar) Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt. 2 Jabatan Fungsional Lektor
3 Jabatan Struktural Staf Pengajar
4 NIP 197506102005012003
5 NIDN 0010067505
6 Tempat tanggal lahir Medan, 10 Juni 1975
7 Alamat Rumah Jl. Mutiara XIV/3 Komplek Bumi Serdang Damai, Sigara8gara, Patumbak, Deli Serdang 8 Nomor telepon/fax/HP 08197267567 / 081260163104
9 Alamat Kantor Jl. Tridarma No. 5, Kampus USU, Medan 10 Nomor telepon/fax (061) 8223558 / (061)8219775
11 Alamat e8mail poppyanjelisa@yahoo.co.id 12 Lulusan yang telah
dihasilkan
S1= 2 orang, S82= 8 orang, S83= 8 orang
13 Mata kuliah yang diampu 1. Farmakoterapi Infeksi dan Kanker 2. Farmasi Klinis
Bidang Ilmu Farmasi Farmasi Klinik Farmakologi
Pembimbing/Pro motor
Dalimunthe, MS., Apt. Hadisahputra, Apt. M.Si., Apt.
5 " ( ! " "! # ! % "
No Tahun Judul Penelitian
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp.) 1 2009 Penggunaan Gentamisin Sebagai
Terapi Infeksi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ketua)
(Drymoglossum piloselloides (L.)
Pres) (Ketua)
Dana Penelitian FF USU
5
4 2010 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol dari Daun Bangun8bangun
(Coleus amboinicus, L.) (Anggota)
Dana
6 2011 Uji Aktivitas Antikanker (Preventif dan Kuratif) Ekstrak Etanol Temu
Merr.) Terhadap Isolat Jantung Terpisah
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
2 2009 Penyuluhan Tentang Penggunaan Obat Secara Tepat Serta Pemeriksaan Gratis Bagi Masyarakat Kurang
Dana PM FF USU
Mampu (Anggota)
6 2010 Sosialisasi Pemilihan Makanan Jajanan yang Baik dan Aman (Ketua)
Dana PM Kesehatan di Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli Serdang (Anggota)
Dana PM FF USU
1,2
8 2011 Sosialisasi Pemilihan Makanan Jajanan yang Baik dan Aman di
Counter pada Pasien Lansia (Ketua)
Dana DIPA USU
5
" ( ! " ! "! ! ! ! # ! %
"
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun Nama Jurnal 1 Penentuan Sifat Kimia
desember 2007 Jurnal MIPA Penelitian (ISSN 197989667)
2 Penggunaan Gentamisin Sebagai Terapi Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Volume 3 nomor 2
desember 2009 Jurnal MIPA Penelitian (ISSN 197989667)
3 Analgesic Effect of Sidaguri Plant Extracts
(Sida rhombifolia, L.) in
Thermally Induced Pain Mice
Supplement no.1, 2010 Malaysian Journal of Pharmaceutical
2 3 4 " # #
S81 S82 S83
Nama Perguruan Tinggi
USU USU USU
Bidang Ilmu Farmasi Farmasi Klinik Farmakologi
Tahun masuk –
No Tahun Judul Penelitian
Pendanaan Sumber Jml (Juta
Rp.) 1 2009 Penggunaan Gentamisin Sebagai
Terapi Infeksi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (Ketua)
(Drymoglossum piloselloides (L.)
Pres) (Ketua)
Dana Penelitian FF USU
5
4 2010 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol dari Daun Bangun8bangun
(Coleus amboinicus, L.) (Anggota)
dan Kuratif) Ekstrak Etanol Temu
Merr.) Terhadap Isolat Jantung Terpisah
No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
Pendanaan
2 2009 Penyuluhan Tentang Penggunaan Obat Secara Tepat Serta Pemeriksaan Gratis Bagi Masyarakat Kurang Mampu (Anggota)
6 2010 Sosialisasi Pemilihan Makanan Jajanan yang Baik dan Aman (Ketua)
Dana PM Kesehatan di Kecamatan Delitua, Kabupaten Deli Serdang (Anggota)
Dana PM
FF USU 1,2
" ( ! " ! "! ! ! ! # ! % "
No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/Tahun Nama Jurnal 1 Penentuan Sifat Kimia
desember 2009 Jurnal MIPA Penelitian (ISSN 197989667)
3 Analgesic Effect of Sidaguri Plant Extracts
(Sida rhombifolia, L.) in
Thermally Induced Pain Mice
Supplement no.1, 2010 Malaysian Journal of Pharmaceutical
Supplement no.1, 2010 Malaysian Journal of Pharmaceutical
Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat
1 1st Pharmaceutical Science and Conference
Therapeutic Drug Monitoring of Gentamycine on Chronic
Kajian Drug Related Problems
Penggunaan Antibiotika di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan
" ( ! " ! # ! % "
No Judul Buku Tahun Halaman Jumlah Penerbit
1 Penggunaan Obat Bebas pada Orang Tua
2011 69 USU Press
Medan, 17 November 2012 Pengusul,
5 22 5 8
Nama : dr. Jessy Chrestella, SpPA
NIP : 19820113 200801 2006
Tempat/ Tgl Lahir : Medan, 13 Januari 1982 Jenis Kelamin : Wanita
Pekerjaan : Staf Pengajar Dept. Patologi Anatomi FK USU
Status : Menikah
Agama : Kristen
Alamat : JL. Dr. Mansur No. 77
Medan – 20131, INDONESIA
Telepon : 0618 8211272 / HP. 08126023988
Email : jes_ch@msn.com / jes_ch_99@yahoo.com
Nama suami : dr. Wahyudi Gani, SpOG
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara – tahun 1999 8 2004. 5. Pendidikan Dokter Spesialis Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara – tahun 2006 8 2009.
6. Attachment on observership in Dept. Of Pathology, Singapore General Hospital, Singapore – 7 Maret – 3 April 2011.
2 9 : 2 ;
1. Tesis : Gambaran Imunoekspresi Matrix Metalloproteinase 9 (MMP89) Pada Lesi8Lesi Prakanker dan Karsinoma Serviks Invasif, diterbitkan pada Majalah Patologi Indonesia.
(KONKER) dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) 15 – 18 Juli 2008 di Manado.
3. Sarcomatoid Renal Cell Carcinoma : a case report. Penulis utama, dalam : Majalah Kedokteran Nusantara USU. The Journal of Medical School. Volume Suplemen B. Januari 2009.
2 6 ;
1. Peserta pelatihan Basic Life Support Education Program, Medan, 10811 November 2001.
2. Panitia 2nd Asean Conference on Medical Sciences, Medan, 18820 Agustus
2002.
3. Peserta Simposium Early Detection of Ovarian Cancer, Medan, 485 Oktober 2003.
4. Peserta Pelatihan Advanced Cardiac Life support (ACLS), USU, MEDAN, 27829 MEI 2005.
5. Peserta Kursus Neuropatologi, Medan, 18 Maret 2006.
6. Peserta Pertemuan Ilmiah IDI Cabang Medan, Medan, 13 Januari 2007. 7. Peserta Seminar Waspada Kanker pada Anak 8 IDAI dan USU, Medan,
24825 Maret 2006.
8. Peserta Kursus Patologi Limforetikuler dan Sumsum Tulang, Jakarta, 248 25 Maret 2007.
9. Peserta 24th World Congress of Pathology and Laboratory Medicine, Kuala Lumpur, 20824 Agustus 2007.
10. Peserta Simposium Upaya Deteksi Dini Karsinoma Nasofaring di Sumatera Utara, Medan, 29 April 2008.
11. Peserta Kursus Patologi Ginekologi, Jakarta, 384 Mei 2008.
12. Panitia Seminar awam Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker pada Wanita, Medan, 14 Juni 2008.
13. Peserta Konferensi Kerja ke811 dan Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi (IAPI), Manado, 15818 Juli 2008.
14. Peserta Kursus Patologi Tiroid dan Payudara, Jakarta, 13814 Desember 2008.
15. Peserta Seminar dan Workshop Dermatopatologi, Medan, 25826 Januari 2009.
16. Peserta Seminar Advances in Breast Cancer, Medan, 21 Februari 2009. 17. Peserta Kursus Patologi Gastrointestinal, Jakarta, 25826 April 2009.
18. Panitia Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi (IAPI) ke816, Medan, 487 November 2009.
19. Peserta Kursus Patologi Paru dan Sistem Urogenital USU, Medan, 27828 Februari 2010.
20. Peserta Kursus Patologi Nasofaring dan Limforetikuler USU, Medan 268 27 Juni 2010.
22. Panitia 19th Annual Meeting Indonesian Society of Surgical Oncology in conjunction with World Federation of Surgical Oncology Society (WFSOS), Medan, 25826 November 2010.
23. Peserta Seminar FNAB Up to date RS Hasan Sadikin dan UNPAD, Bandung, 485 Juni 2011.
24. Peserta Workshop Neuropatologi Dept. Patologi Anatomi FK USU dan IAPI Cabang Medan, Medan, 9810 Juni 2011.
25. Peserta Seminar Sehari Lymphoma Update : Deteksi Dini dan Penatalaksanaan di RSUP H. Adam Malik Medan, 16 Juli 2011.
26. Peserta Workshop/Seminar Immunohistochemistry di RSUP H. Adam Malik Medan, 14 September 2011.
27. Peserta Konferensi Kerja XII dan PIT Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Anatomi (IAPI), Bandung, 22824 September2011.
28. Peserta Seminar Immunofluorescense di Dept. Patologi Anatomi FK USU, Medan, 10 Desember 2011.
2 25 2
Pathology of female urogenitalia and pap’smear. Pathology of bone and soft tissue.
Medan, 17 November 2012