• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaya Kepemimpinan Manager Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Agen Di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang Siantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gaya Kepemimpinan Manager Dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Agen Di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang Siantar"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kepemimpinan dari waktu - kewaktu menjadi isu yang sangat penting bagi

jalannya sebuah perusahaan, baik organisasi laba maupun organisasi yang nirlaba

bahkan hingga jalannya sebuah pemerintahan suatu Negara. Karena jalannya

suatu organisasi membutuhkan kepemimpinan yang baik dalam mengarahkan

organisasi mencapai tujuan utamanya. Banyak sepak terjang para pemimpin di

negeri ini, tetapi terkadang kita sendiri tidak memahami fenomena dari

kepemimpinan tersebut. Muncul berbagai pertanyaan, mulai dari apa

sesungguhnya seorang pemimpin tersebut, apa kepemimpinan itu, dan seperti apa

dinamika yang terjadi di dalamnya. Dengan berjiwa pemimpin manusia akan

dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Khususnya dalam

penanggulangan masalah yang relatif pelik dan sulit. Disinilah dituntut kearifan

seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan

dengan baik.

Oleh sebab itulah, penelitian ini ingin mengungkap tentang kepemimpinan

lebih mendalam serta peranan gaya kepemimpinan manager terhadap prestasi

kerja agennya. Karena pemimpin memiliki peran sentral terhadap prestasi kerja

dari agennya, serta upaya apa saja yang dilakukannya untuk meningkatkan

prestasi kerja agennya dengan menggunakan semua sumber daya yang dimiliki

perusahaan. Dalam penelitian ini dilakukan penelitian terhadap sebuah perusahaan

(2)

karena dirasa bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan asuransi

terbesar di Indonesia.

Saat dilakukan pra observasi terhadap PT. PRUDENTIAL LIFE

ASSURANCE Pru Aini PS-8 Pematang Siantar ditemukan fakta bahwa

perusahaan ini menggunakan sistem kemitraan usaha untuk para agennya.

Sehingga menurut agen sering timbul permasalahan dimana hubungan antara

manajer dan agen kurang berjalan dengan baik. Hal ini dikarenakan faktor

kepemimpinan dari manager yang membuat keputusan yang kadang sepihak dan

kurangnya sosialisasi terhadap suatu keputusan yang dibuat. Keputusan yang

kurang sosialisasi akan berakibat fatal terhadap prestasi kerja dari para agen.

Karena kepemimpinan yang baik menurut persepsi agen yaitu harus dapat

memposisikan keputusannya diterima dan dijalankan oleh semua agen dalam

perusahaan yang dipimpinnya. Pada berbagai bidang khususnya kehidupan

berorganisasi, faktor manusia itu sendiri merupakan masalah utama disetiap

kegiatan yang ada didalamnya. Namun peranan manusia juga merupakan faktor

yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu perusahaan. Hal ini juga diakui

oleh Prudential dalam berita persnya yang menyatakan bahwa “Posisi kuat didorong oleh kekuatan keuangan, keunggulan sumber daya manusia, dan inovasi yang konsisten”. Untuk melakukan seluruh kegiatan operasional

perusahaan, maka diperlukan sumber daya manusia. Sumber daya manusia

merupakan salah faktor penting produksi dalam menentukan keberhasilan

perusahaan. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang bagaimana

mengarahkan agen agar bekerja dengan semaksimal mungkin. Untuk mencapai

(3)

tanggap akan kebutuhan perusahaan. Perusahaan yang siap berkompetisi harus

memiliki manajemen yang efektif. Untuk meningkatkan kinerja agen dalam

manajemen yang efektif memerlukan dukungan agen yang cakap dan kompeten di

bidangnya. Di sisi lain pembinaan para agen termasuk yang harus diutamakan

sebagai aset utama perusahaan. Proses belajar harus menjadi budaya perusahaan

sehingga keterampilan para agen bukan hanya dapat dipelihara, bahkan dapat

ditingkatkan. Dalam hal ini loyalitas agen yang kompeten juga harus diperhatikan.

Usaha untuk meningkatkan prestasi kerja agen seyogyanya dimotori oleh

seorang manager. Manager tersebut harus memiliki kemampuan dalam

menjalankan kepemimpinan, yakni kemampuan untuk mempengaruhi,

menggerakan, dan mengarahkan suatu tindakan pada diri seseorang atau

kelompok orang untuk tujuan tertentu. Dengan demikian, seorang manager yang

menjalankan kepemimpinan juga harus mempengaruhi bawahannnya untuk

melakukan kegiatan yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi, salah

satunya dengan meningkatkan prestasi kerja. Organisasi yang berhasil adalah

yang secara efektif dan efisien mengkombinasikan sumber daya nya guna

menerapkan strategi - strateginya. Seberapa baik organisasi memperoleh,

mengembangkan, memelihara dan mempertahankan sumber - sumber daya

manusianya merupakan determinan utama keberhasilan dan kegagalannya. Secara

umum agen bekerja karena ada dorongan akan pemenuhan kebutuhan hidupnya.

Sehingga para agen akan semakin bersemangat bekerja bilamana hasil dari

pekerjaanya memperoleh Imbalan (reward) yang sepadan dengan apa yang agen

tersebut berikan kepada perusahaan. Namun juga selain memberikan imbalan

(4)

(punishment) diberikan kepada agen agar agen tidak melakukan kesalahan yang

merugikan perusahaan. Juga diharapkan dengan adanya punishment ini dapat

menjaga prestasi kerja agen tetap baik. Sehingga agen dapat berprestasi dalam

pekerjaannya.

PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE dalam upaya meningkatkan

prestasi kerja agen masih kerap mengalami kendala - kendala. Hal ini ditunjukan

dengan masih adanya masalah dan problema yang terjadi pada internal perusahaan

ini. Peran gaya kepemimpinan manager dalam meningkatkan semangat kerja agen

dengan memberikan motivasi sangat diperlukan. Oleh karena itu, sudah

seharusnya pemimpin/manager memiliki tanggung jawab untuk memotivasi

bawahannya sehingga dapat bekerja dengan giat. Karena agen yang dalam hal ini

agen asuransi perusahaan adalah individu yang memiliki keterbatasan maka peran

manager dalam menangani masalah dan keterbatasan mereka sangat diperlukan.

Dengan itulah nantinya diharapkan agen dapat lebih giat bekerja karena adanya

perhatian dari manager atau pemimpinnya. Sebelumnya untuk menghindari

kesalahpahaman, pemimpin yang dimaksudkan pada perusahaan ini adalah

manager yang merupakan atasan langsung dari setiap agen. Pemimpin dan

manager seringkali disamakan pengertiannya oleh banyak orang. Walaupun

demikian antara keduanya terdapat perbedaan yang penting harus diketahui. Pada

hakikatnya pemimpin memiliki pengertian agak luas dibandingkan dengan

manager. Seorang manager berperilaku sebagai pemimpin asalkan dia mampu

mempengaruhi perilaku orang lain untuk tujuan tertentu. Tetapi seorang

pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan manager untuk mempengaruhi

(5)

seorang manager, tetapi seorang manager sudah pasti bisa bertindak sebagai

seorang pemimpin.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan

diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimana Gaya Kepemimpinan Manager Dalam Meningkatkan Prestasi

Kerja Agen Di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang

Siantar?

1.3 Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian harus ada tujuan agar penelitian yang dilaksanakan

mempunyai arah sesuai dengan apa yang diinginkan. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana gaya kepemimpinan manajer dalam upaya

meningkatkan prestasi kerja agen di PT. Prudential Life Assurance Pru

Aini PS-8 Pematang Siantar.

2. Untuk mengetahui hambatan dan kendala dalam peningkatan prestasi kerja

agen di PT. Prudential Life Assurance Pru Aini PS-8 Pematang Siantar.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian dilakukan untuk memecahkan suatu problema yang terdapat di

(6)

manfaat bagi pihak yang terkait. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil

setelah terlaksananya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan wawasan bagi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan

tentang Sistem Pengendalian Manajemen, dan juga dapat dijadikan sebagai

referensi untuk ilmu pengetahuan umum lainnya.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan tentang faktor- faktor

yang mempengaruhi kerja agen perusahaan terhadap tingkat prestasi kerja

dan sebagai pertimbangan dalam pengembangan usahanya.

3. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Administrasi Negara,

Universitas Sumatera Utara.

I.5 Kerangka Teori

Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, penulis perlu mengemukakan

teori - teori sebagai kerangka berpikir yang berguna untuk menggambarkan dari

sudut mana penelitian melihat masalah yang akan diteliti. Singarimbun (1995:37)

menyebutkan teori adalah serangkaian asumsi konsep, dan konstruksi defenisi dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep. Dalam hal ini, adapun yang menjadi

kerangka teori dari penelitian ini ialah :

1.5.1 Kepemimpinan

1.5.1.1 Pengertian Kepemimpinan

Rost, Joseph C (Triantoro Safaria, 2004:3) menyatakan Kepemimpinan

(7)

pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan

tujuan bersamanya. Selanjutnya Kartini Kartono (1988:39) dalam bukunya

Pimpinan dan Kepemimpinan menyatakan bahwa: kepemimpinan adalah kegiatan

mempengaruhi orang - orang agar mereka mau berusaha mencapai tujuan - tujuan.

Sementara itu kepemimpinan menurut Miftah Thoha (2003:9) dalam

bukunya Kepemimpinan dalam Manajemen mengemukakan pengertian

kepemimpinan sebagai berikut: “Kepemimpinan adalah kegiatan untuk

mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia

baik perorangan atau kelompok. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan

seseorang menunjukan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang-orang lain

ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu”.

1.5.1.2 Pengertian Pemimpin

Menurut Effendi Hariandja (2002:194), Pemimpin adalah mereka yang

menggunakan wewenang formal untuk mengorganisasikan, mengarahkan,

mengontrol para bawahan yang bertanggung jawab supaya semua bagian

pekerjaan dikoordinasi demi mencapai tujuan perusahaan. Adapun menurut

Malayu S.P Hasibuan (2006 :169), Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang

kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari

pekerjaannya untuk mencapai tujuan.

1.5.1.3 Kriteria Pemimpin

(8)

a. Pengaruh : Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki orang

-orang yang mendukungnya yang turut membesarkan nama sang

pemimpin. Pengaruh ini menjadikan pemimpin tersebut diikuti dan

membuat orang lain tunduk pada apa yang dikatakan sang pemimpin.

b. Kekuasaan/Power : Seorang pemimpin umumnya diikuti oleh orang

lain karena dia memiliki kekuasaan/power yang membuat orang lain

menghargai keberadaannya.

c. Wewenang : Wewenang dalam hal ini dapat diartikan sebagai hak

yang diberikan kepada pemimpin untuk menetapkan sebuah keputusan

dalam melaksanakan suatu hal atau kebijakan.

d. Pengikut : Seorang pemimpin yang memiliki pengaruh.

kekuasaan/power, dan wewenang tidak akan dapat dikatakan sebagai

pemimpin apabila dia tidak memiliki pengikut yang berada didalamnya

yang memberikan dukungan dan mengikuti apa yang dikatakannya.

1.5.1.4 Studi Tentang Kepemimpinan

Studi IOWA

Dilakukan oleh Ronald Lippit dan Ralph K.White dibawah pengarahan

Kurt Lewin di Universitas IOWA tahun 1930. Dalam penelitian ini terdapat tiga

style kepemimpinan yakni otokratis, demokratis, dan semaunya sendiri (laissez

faire). Pemimpin yang otoriter bertindak sangat direktif, selalu memberikan

pengarahan tetapi tidak memberikan kesempatan timbulnya partisipasi. Adapun

pemimpin yang demokratis mendorong anggota untuk lebih terbuka. Mencoba

(9)

satu dengan kelompok dalam hal memberikan spirit. Sedangkan pemimpin

semaunya sendiri (laissez faire) memberikan kebebasan yang mutlak pada

kelompok. Pada hakikatnya, pemimpin yang seperti ini tidak memberikan contoh

kepemimpinan yang baik.

Studi OHIO

Tahun 1945 Biro Penelitian Bisnis Universitas Negeri OHIO melakukan

serangkaian penelitian dalam bidang kepemimpinan. Pendekatan ini merumuskan

kepemimpinan itu sebagai suatu perilaku seorang individu ketika melakukan

kegiatan pengarahan suatu grup ke arah pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini

pemimpin mempunyai deskripsi perilaku atas dua dimensi yakni struktur

pembuatan inisiatif (initiating structure) dan perhatian (consideration). Struktur

pembuatan inisiatif ini menunjukkan kepada perilaku pemimpin di dalam

menentukan hubungan kerja antara dirinya dengan yang dipimpin, dan usahanya

di dalam menciptakan pola organisasi, saluran komunikasi, serta prosedur kerja

yang jelas. Sedangkan untuk perilaku perhatian, menggambarkan bagaimana

perilaku pemimpin yang menunjukkan kesetiakawanan, bersahabat, saling

mempercayai, dan kehangatan di dalam hubungan kerja antara pemimpin dan

anggotanya.

Studi MICHIGAN

Pada saat yang hampir bersamaan dengan Universitas OHIO, kantor riset

dari Angkatan Laut mengadakan kontrak kerja sama dengan pusat Riset Survey

Universitas Michigan. Tujuan dari kerja sama ini antara lain untuk menentukan

(10)

diperoleh dari partisipasi mereka. Tahun 1947, penelitian ini dilakukan di Newark,

New Jersey pada perusahaan asuransi Prudential. Hasilnya menunjukkan bahwa

pemimpin :

a) Menyukai sejumlah otoritas dan tanggung jawab yang ada dalam

pekerjaan mereka.

b) Mempergunakan sebagian besar waktunya dalam pengawasan.

c) Memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya dibandingkan

pengawasan yang ketat.

d) Berorientasi pada pekerja daripada berorientasi pada produksi.

Pada umumnya orientasi pengawasan terhadap anggota seperti yang diuraikan dari

hasil penemuan di Prudential diatas dapat memberikan pedoman untuk

pendekatan hubungan kemanusiaan secara tradisional bagi kepemimpinan.

1.5.1.5 Syarat-syarat Kepemimpinan

Dalam kepemimpinan ada syarat - syarat yang harus dimiliki oleh

seseorang apabila ia ingin mejadi pemimpin, syarat - syarat tersebut merupakan

hal yang pokok yang harus dimiliki seorang pemimpin agar dalam memimpin ia

mempunyai kekuasaan dan wibawa sebagai seorang pemimpin. Menurut Stogdill

dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership yang dikutip oleh

(Kartono, 1994:31) dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan mengatakan

bahwa pemimpin itu harus mempunyai kelebihan, yaitu:

1. Kapasitas meliputi: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara

(11)

2. Ilmu pengetahuan yang luas.

3. Tanggungjawab, mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif,

dan punya hasrat untuk unggul.

4. Partisipasif aktif, memiliki sosialbilitas tinggi, mampu bergaul,

kooperatif, atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya

rasa humor.

5. Status meliputi kedudukan sosial ekonomi yang cukup tinggi, populer

dan tenar.

Abdul Sani (1987:250) dalam bukunya Manajemen Organisasi

mengemukakan adanya beberapa syarat yang harus dimiliki oleh seorang

pemimpin supaya dalam memimpinnya bawahannya lebih efektif yaitu:

1. Kemampuan pengawasan dalam kedudukan atau pelaksanaan

fungsi-fungsi manajemen, terutama pengarahan dan pengawasan pekerjaan

orang lain (para bawahan).

2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian

tanggungjawab dan keinginan untuk sukses.

3. Kecerdasan, mencakup kebijaksanaan, pemikiran, dan kreatif.

4. Ketegasan atau kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan dan

memecahkan masalah - masalah dengan cakap dan tepat.

5. Kepercayaan diri atau pandanngan terhadap dirinya sebagai

kemampuan untuk menghadapi masalah-masalah.

6. Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung

mengembangkan serangkaian aktivitas dan menemukan cara-cara baru

(12)

1.5.1.6 Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan yang efektif hanya akan terwujud apabila dijalankan sesuai

dengan fungsinya. Fungsi kepemimpinan itu berhubungan langsung dengan

situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing - masing, yang

mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi

itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan

dalam intraksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau

organisasi karena fungsi kepemimpinan sangat mempengaruhi maju mundurnya

suatu organisasi, tanpa ada penjabaran yang jelas tentang fungsi pemimpin

mustahil pembagian kerja dalam organisasi dapat dapat berjalan dengan baik.

Sondang P. Siagian (1999:47) dalam bukunya Teori dan Praktek

Kepemimpinan mengatakan beberapa fungsi kepemimpinan sebagai berikut:

1. Pimpinan sebagai penentu arah dalam usaha pencapaian tujuan

2. Pemimpin sebagai wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan

dengan pihak-pihak di luar organisasi

3. Pemimpin sebagai komunikator yang efektif

4. Pemimpin sebagai mediator, khususnya dalam hubungan ke dalam,

terutama dalam menangani situasi konflik

5. Pemimpin sebagai integrator yang efektif, rasional, objektif dan netral.

1.5.2 Gaya Kepemimpinan

(13)

Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan

tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam

memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk

tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan

pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995:36)

Hersey dan Blanchard (1992:24) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan

pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu

sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.

1.5.2.2 Jenis-Jenis Gaya Kepemimpinan

Menurut Ngalim Purwanto (1992:48) tiga Gaya Kepemimpinan yang

pokok yaitu Gaya Kepemimpinan Otokratis, Demokratis, dan Laissez faire.

1. Gaya Kepemimpinan Otokratis

Gaya Kepemimpinan Otokratis ini meletakkan seorang pemimpin sebagai

sumber kebijakan. Pemimpin merupakan segala-galanya. Bawahan dipandang

sebagai orang yang melaksanakan perintah. Oleh karena itu bawahan hanya

menerima instruksi saja dan tidak diperkenankan membantah ataupun

mengeluarkan ide dan pendapat. Dalam kondisi demikian, anggota dan bawahan

tidak terlibat dalam sosial keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini, segala

sesuatunya ditentukan oleh pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak

pada pemimpin.

Kelebihan dari gaya Kepemimpinan ini adalah :

a) Keputusan dapat diambil secara tepat.

b) Tipe ini baik digunakan pada bawahan yang kurang disiplin, kurang

(14)

c) Pemusatan kekuasaan, tanggung jawab serta membuat keputusan terletak

pada satu orang yaitu pemimpin.

Kelemahannya yaitu:

a) Dengan tidak diikutsertakannya bawahan dalam mengambil keputusan

atau tindakan maka bawahan tersebut tidak dapat belajar mengenai hal

tersebut

b) Kurang mendorong inisiatif bawahan dan dapat mematikan inisiatif

bawahannya tersebut

c) Dapat menimbulkan rasa tidak puas dan tertekan.

d) Bawahan kurang mampu menerima tanggung jawab dan tergantung pada

atasan saja.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya Kepemimpinan ini memberikan tanggung jawab dan wewenang

kepada semua pihak, sehingga ikut terlibat aktif dalam organisasi. Anggota

diberikan kesempatan untuk memberikan usul atau saran dan kritik demi

kemajuan organisasi. Gaya kepemimpinan ini memandang bawahan sebagai

bagian dari keseluruhan organisasinya, sehingga mendapatkan harkat dan

martabatnya sebagai manusia. Pemimpin mempunyai tanggungjawab dan tugas

untuk mengarahkan, mengontrol mengevaluasi serta mengkoordinasi.

Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah :

a) Memberikan kebebasan lebih besar kepada kelompok untuk megadakan

kontrol terhadap supervisor.

(15)

c) Produktivitas lebih tinggi dari apa yang diinginkan manajemen dengan

catatan bila situasi memungkinkan.

d) Lebih matang dan bertanggung jawab terhadap status dan pangkat yang

lebih tinggi.

Kelemahannya yaitu :

a) Harus banyak membutuhkan koordinasi dan komunikasi

b) Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam mengambil keputusan.

c) Memberikan persyaratan tingkat “skilled” (kepandaian) yang relatif tinggi

bagi pimpinan.

d) Diperlukan adanya toleransi yang besar pada kedua belah pihak karena

dapat menimbulkan perselisihan.

3. Gaya Kepemimpinan Laissez faire.

Pada prinsipnya gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan mutlak

kepada para bawahan. Semua keputusan dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan

diserahkan sepenuhnya kepada bawahan. Dalam hal ini pemimpin bersifat pasif

dan tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan.

Kelebihan dari gaya kepemimpinan ini adalah :

a) Ada kemungkinan bawahan dapat mengembangkan kemampuannya, daya

kreativitasnya untuk memikirkan dan memecahkan persoalan serta

mengembangkan rasa tanggung jawab.

b) Bawahan lebih bebas untuk menunjukkan persoalan yang ia anggap

penting dan tidak bergantung pada atasan sehingga proses yang lebih

cepat.

(16)

a) Bila bawahan terlalu bebas tanpa pengawasan, ada kemungkinan terjadi

penyimpangan dari peraturan yang berlaku dari bawahan serta dapat

mengakibatkan salah tindak dan memakan banyak waktu bila bawahan

kurang pengalaman.

b) Pemimpin sering sibuk sendiri dengan tugas-tugas dan terpisah dari

bawahan. Beberapa tidak membuat tujuan tanpa suatu peraturan tertentu.

c) Kelompok dapat mengkambing hitamkan sesuatu, kurang stabil, frustasi,

dan merasa kurang aman.

1.5.2.3Indikator - indikator Gaya Kepemimpinan

White & Lippit Harbani (2008) mengemukakan indikator dari gaya

kepemimpinan yakni :

1. Gaya Kepemimpinan Otoriter, dimana perilaku seorang pemimpin dalam

usahanya mempengaruhi dan mengarahkan bawahannya untuk melaksanakan

perintahnya dan memberlakukan peraturan serta sangsi secara ketat. Dengan

indikator sebagai berikut:

- Wewenang pimpinan mutlak

- Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan

- Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan

- Komunikasi berlangsung satu arah

- Pengawasan dilakukan secara ketat

- Kaku dalam bersikap

(17)

- Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis, dimana perilaku seorang pemimpin dalam

usahanya mempengaruhi serta mengarahkan bawahannya untuk bekerja sama,

segala sesuatu yang dilakukan atau diputuskan dilaksanakan dengan musyawarah.

Dengan indikator sebagai berikut:

- Wewenang pimpinan tidak mutlak

- Pimpinan melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan

- Keputusan dibuat bersama

- Kebijaksanaan dibuat bersama

- Komunikasi berlangsung timbal balik

- Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran

- Terdapat suasana saling percaya

- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama

3. Gaya Kepemimpinan Laissez Faire, dimana perilaku seorang pemimpin dalam

usaha mempengaruhi dan mengarahkan bawahan dengan mempercayakan

tanggung jawab sebagai pimpinan kepada bawahan, dan pimpinan bersifat pasif.

Dengan indikator sebagai berikut:

- Pimpinan melimpahkan wewenang kepada bawahan

- Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan

(18)

- Hampir tidak ada pengawasan

- Hampir tidak ada pengarahan dari pimpinan

- Kebijaksanaan dibuat oleh bawahan

- Peran pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok

- Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang

Studi - studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang

diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor - faktor

apa saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para

peneliti menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model

kontingensi tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi,

variabel - variabel situasi dan keefektifan pemimpin. Salah satu poin penting

bahwa seorang pemimpin tidak berkelakuan sama ataupun melakukan tindakan -

tindakan identik dalam setiap situasi yang dihadapinya. Hingga tingkat tertentu ia

bersifat fleksibel, karena ia beranggapan bahwa ia perlu mengambil langkah -

langkah yang paling tepat untuk menghadapi suatu problem tertentu. Hal ini

memberikan gambaran tentang sebuah “kontinum” dimana tindakan - tindakan

pihak pemimpin dihubungkan dengan partisipasi yang terbuka dari pihak

(19)

Tabel I.1 Gaya kepemimpinan karismatik dari Nadler dan Tushman

Penelitian terbaru, mengindikasikan bahwa beberapa pemimpin efektif

dirasakan sebagai pemimpin yang memiliki perhatian dan empati, dan yang

lainnya sebagai pemimpin yang memiliki kepandaian dan kemampuan untuk

Gaya Kepemimpinan Arti Contoh

Envisioning Menciptakan sebuah

(20)

melakukan tugas yang kompleks. Stogdill dalam Triantoro Triantoro Safaria

(2004), mengevaluasi studi tentang pendekatan teori sifat dan dia menemukan

beberapa sifat yang berhubungan dengan efektivitas kepemimpinan. Sifat - sifat

tersebut dapat dilihat pada table I.2 di bawah ini Penelitian terbaru tentang

pendekatan sifat ini menghasilkan karakteristik baru yang dianggap mampu

mendorong pemimpin menjadi seorang pemimpin yang efektif, seperti sifat

keterampilan administrasi, kemandirian, dan sikap agresif dalam persaingan.

Tabel I.2

(21)

Di bawah ini akan dijelaskan tiga sifat penting yang harus dimiliki oleh

seorang pemimpin, yaitu kepercayaan diri, kejujuran dan integritas, serta motivasi

(Daft, 1999 dalam Triantoro Triantoro Safaria 2004).

1) Kepercayaan diri. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan diri pemimpin

akan pertimbangannya, keputusan, ide - idenya, dan kemampuannya

sendiri. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi tidak

mudah ragu - ragu dengan keputusan yang diambilnya, selalu yakin atas

pendirian yang dipegangnya. Pemimpin yang memiliki kepercayaan diri

yang tinggi akan menumbuhkan keyakinan para pengikutnya, akan

memperoleh rasa hormat dan kekaguman. kepercayaan diri dari seorang

pemimpin akan menciptakan komitmen dari bawahan untuk memcapai

tujuan yang telah ditetapkan oleh seorang pemimpin.

2) Kejujuran. Sifat ini berhubungan dengan keyakinan bahwa pemimpin bisa

dipercaya, bias dipegang janjinya, dan pemimpin tidak suka memainkan

peran palsu. Kejujuran akan membangun integritas dari seorang

pemimpin. Integritas berarti apa saja yang dikatakan seorang pemimpin,

pasti selalu dilaksanakannya. Pemimpin tanpa kejujuran dan integritas

akan menuai kehancuran (Rost,1993;Daft,1999 dalam Triantoro Triantoro

Safaria, 2004).

3) Dorongan. Dorongan berkaitan dengan motivasi yang menciptakan usaha

tinggi untuk mencapai tujuan tertinggi. Motivasi akan memunculkan

ambisi tinggi dan inisiatif untuk secara terus - menerus mencapai hasil

terbaik. Dengan motivasi yang tinggi ini, pemimpin akan mampu

(22)

pada masa - masa sulit, dan akhirnya mampu membawa kemajuan

organisasi di masa depan.

Menurut French dan Raven (1968 dalam Dwi Ari Wibawa),“kekuasaan”

yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:

1. Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin

mempunyai kemampuan dan sumber daya untuk memberikan penghargaan

kepada bawahan yang mengikuti arahan - arahan pemimpinnya.

2. Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin

mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak

mengikuti arahan - arahan pemimpinnya

3. Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa

pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas

yang dimilikinya.

4. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan) bawahan

terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan

pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.

5. Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin

adalah seorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian dalam

bidangnya.

Para pemimpin dapat menggunakan bentuk - bentuk kekuasaan atau kekuatan

yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi.

Sehingga dengan penggunaan kekuasaan dari seorang pemimpin dengan baik.

Diharapkan akan terjadi peningkatan prestasi kerja dari karyawan dan

(23)

1.5.2.4 Kepemimpinan transformasional dan Transaksional

Kepemimpinan transaksional dan transformasional dikembangkan oleh Bass

(1985) dalam Dwi Ari Wibawa, bertolak dari pendapat Maslow tentang tingkatan

kebutuhan manusia. Menurut teori hierarki kebutuhan tersebut, kebutuhan

bawahan lebih rendah seperti kebutuhan fisik, rasa aman dan pengharapan dapat

terpenuhi dengan baik melalui penerapan kepemimpinan transaksional.

a. Kepemimpinan Transformasional ( Transformational Leadership)

Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru

dalam studi - studi kepemimpinan. Model ini dianggap sebagai model yang

terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan

transformasional mengintegrasikan ide - ide yang dikembangkan dalam

pendekatan watak, gaya dan kontingensi. Burns (1978) dalam Dwi Ari Wibawa

merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan

kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman

yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu

dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan

transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam

organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang

pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk

mencapai tujuan organisasi. Disampingitu, pemimpin transaksional cenderung

memfokuskan diri pada penyelesaian tugas - tugas organisasi. Untuk memotivasi

agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional

sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada

(24)

transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu

memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggung jawab mereka lebih dari

yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan,

mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus

menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.

Hater dan Bass (1988) dalam Dwi Ari Wibawa, menyatakan bahwa

"thedynamic of transformational leadership involve strong personal identification

with the leader, joining in a shared vision of the future, orgoing beyond the

self-interest exchange of rewards for compliance" yang maksudnya adalah “dinamika

kepemimpinan transformasional melibatkan identifikasi pribadi yang kuat dengan

pemimpin bergabung dalam sebuah visi bersama tentang masa depan, di luar

pertukaran kepentingan pribadi atau imbalan untuk kepatuhan”. Dengan demikian,

pemimpin transformasional merupakan pemimpin yang karismatik dan

mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai

tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk

menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan

bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.

Andira dan Budiarto Subroto (2010) mendefinisikan Proses transformasi

dapat dicapai melalui salah satu dari tiga cara berikut:

1. Mendorong dan meningkatakan kesadaran tentang betapa pentingnya dan

bernilainya sasaran yang akan dicapai kelak menunjukkan cara untuk

mencapainya.

2. Mendorong bawahan untuk mendahulukan kepentingan kelompok

(25)

3. Meningkatkan orde kebutuhan bawahan / memperluas cakupan kebutuhan

tersebut.

Avolio & Bass (1987, dalam Dwi Ari Wibawa) mengatakan bahwa

kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional

dalam dua hal.

Pertama, meskipun pemimpin transformasional yang efektif juga

mengenali kebutuhan bawahan, mereka berbeda dari pemimpin transaksional

aktif. Pemimpin transformasional yang efektif berusaha menaikkan kebutuhan

bawahan. Motivasi yang meningkat dapat dicapai dengan menaikkan harapan

akan kebutuhan dan kinerjanya. Misalnya, bawahan di dorong mengambil

tanggung jawab lebih besar dan memiliki otonomi dalam bekerja.

Kedua, pemimpin transformasional berusaha mengembangkan bawahan

agar mereka juga menjadi pemimpin .Sebelum Bass dalam Dwi Ari Wibawa,

mengindikasikan ada tiga ciri kepemimpinan transformasional yaitu karismatik,

stimulasi intelektual danperhatian secara individual mengindikasikan inspirasional

termasuk ciri - ciri kepemimpinan transformasional.

Dengan demikian ciri - ciri kepemimpinan transformasional terdiri dari

karismatik, inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian secara individual.

1. Karismatik

Karismatik menurut Yukl (1998, dalam Dwi Ari Wibawa) merupakan

kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi bawahan dalam melaksanakan

tugas. Oleh sebab itu pemimpin yang mempunyai karisma lebih besar dapat lebih

mudah mempengaruhi dan mengarahkan bawahan agar bertindak sesuai dengan

(26)

karismatik dapat memotivasi bawahan untuk mengeluarkan upaya kerja ekstra

karena mereka menyukai pemimpinnya.

2. Inspirasional

Perilaku pemimpin inspirational menurut Yukl & Fleet (Bass, 1985 dalam

Dwi Ari Wibawa) dapat merangsang antusiame bawahan terhadap tugas-tugas

kelompok dan dapat mengatakan hal - hal yang dapa tmenumbuhkan kepercayaan

bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan

kelompok.

3. Stimulasi Intelektual/Perangsang Kreatifitas

Seltzer dan Bass (1990 dalam Dwi Ari Wibawa) dijelaskan bahwa melalui

stimulasi intelektual, pemimpin merangsang kreativitas bawahan dan mendorong

untuk menemukan pendekatan - pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama.

Jadi, melalui stimulasi intelektua bawahan didorong untuk berpikir mengenai

relevansi cara, sistem nilai, kepercayaan, harapan dan didorong melakukan

inovasi dalam menyelesaikan persoalan melakukan inovasi dalam menyelesaikan

persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri serta disorong

untuk menetapkan tujuan atau sasaran yang menantang. Hal itu dibuktikan dalam

penelitian Seltzer dan bass (1990) bahwa aspek stimulasi intelektual berkorelasi

positif dengan extra effort. Maksudnya, pemimpin yang dapat memberikan

kontribusi intelektual senantiasa mendorong staf supaya mapu mencurahkan

upaya untuk perencanaan danpemecahan masalah.

4. Perhatian secara Individual

Zalesnik (1977: Bass, 1985 dalam Dwi Ari Wibawa) mengatakan bahwa

(27)

merupakan hal terpenting yang utama. Perhatian secara individual tersebut dapat

sebagai indentifikasi awal terhadap para bawahan terutama bawahan yang

mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin.

b. Kepemimpinan Transaksional

Menurut Burns (1978 dalam Dwi Ari Wibawa) pada kepemimpinan

transaksional, hubungan antara pemimpin dengan bawahan didasarkan pada

serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya. Karakteristik kepemimpinan

transaksional adalah contingent reward dan management by exception.Pada

contingent reward dapat berupa penghargaan dari pimpinan karena tugas telah

dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau fasilitas. Hal ini

dimaksudkan untuk memberi penghargaan maupun pujian untuk bawahan

terhadap upaya - upayanya.

Selain itu pemimpin betransaksi dengan bawahan dengan memfokuskan

pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan, menunda keputusan atau

menghindari hal - hal yang kemungkinan mempengaruhi terjadinya kesalahan.

Management by-exception menekankan fungsi managemen sebagai kontrol.

Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan untuk

diadakan koreksi, pimpinan memberikan intervensi pada bawahan apabila standar

tidak dipenuhi oleh bawahan. Praktik management by exception, pimpinan

mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahan dan menindaklanjuti dengan

memberikan apakah bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati

bawahan dan juga dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi

standard. Menurut Bycio dkk. (1995, dalam Dwi Ari Wibawa) kepemimpinan

(28)

memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan

karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan

pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standarkerja, penugasan kerja, dan

penghargaan.

1.5.3 Manager dan Manajemen

1.5.3.1. Pengertian Manager dan Manajemen

Mary Parker Follet (1993) mendefenisikan manager sebagai

pengatur atau pengelola untuk mengarahkan orang lain dalam pencapaian

tujuan sebuah organisasi atau perusahaan. Adapun Ricky W Griffin (2004)

mendefenisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan ,

pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk

mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Efektif berarti bahwa tujuan

dapat dicapai sesuai dengan perencanaan sementara efisien berarti tugas

yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai jadwal.

1.5.3.2 Fungsi dan Peran Manager & Manajemen

Henry Mintzberg sebagai seorang ahli riset ilmu manajemen, mengemukakan ada

3 pokok fungsi dan peran seorang manager, yakni :

a) Sebagai peran antar pribadi, yaitu melibatkan orang dan kewajiban lain

yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai

figur untuk pemimpin, bawahan, dan penghubung.

b) Sebagai peran informasional, meliputi peran manager sebagai pemantau

(29)

c) Sebagai pengambil Keputusan, meliputi peran sebagai seorang

wirausahawan, pemecah masalah dan pembagi sumberdaya.

Ketiga fungsi diatas disimpulkan bahwa manager sebaiknya menjalin

komunikasi yang baik dengan setiap anggota nya.

Adapun fungsi Manajemen oleh G.R Terry „Principles of Management‟ (2000)

menyatakan bahwa fungsi fundamental manajemen meliputi hal sebagai berikut :

1. Planning (Perencanaan) : dalam hal ini seorang manager harus dapat

memutuskan apa yang ingin dicapai baik untuk jangka panjang dan jangka

panjang dari perusahaannya.

2. Organizing (Pengorganisasian) : dalam hal ini seorang manager

memutuskan pekerjaan - pekerjaan mana harus diisi serta tugas dan

tanggung jawab yang berkaitan dengan masing - masing pekerjaan.

3. Actuating (Menggerakkan) : dalam hal ini seorang manager baiknya

memberikan dorongan dan pemicu yang dapat menggerakkan setiap

anggotanya untuk memberikan kemampuan yang terbaik buat perusahaan.

4. Contolling (Mengawasi) ; dalam hal ini seorang manager seharusnya

memberikan perhatian yang lebih terhadap setiap proses yang terjadi guna

menghindari risiko terburuk yang mungkin terjadi dan setiap anggota

dapat bekerja sesuai dengan prosedurnya masing - masing.

1.5.3.3 Tingkatan Manager

Robert L Katz (1970) mengemukakan bahwa setiap manager memiliki tiga

tingkatan yang dijadikan sebagai kategori. Tingkatan tersebut yakni :

a) Manager puncak (top manager) lebih dikenal sebagai executive officer

(30)

secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top –

manager adalah CEO ( Chief Excecutif Officer).

b) Manager tingkat menengah (middle manager) merupakan elemen yang

menjadi penghubung antara top manager dengan manager tingkat

bawah (first line manager). Jabatan yang termasuk kategori ini seperti

kepala bagian, pemimpin proyek, manager pabrik atau manager divisi.

c) Manager tingkat bawah (first line manager) merupakan tingkatan

paling rendah .Kategori ini sering disebut penyelia (supervisor),

manager area, manager kantor, atau mandor.

1.5.4 Agen

1.5.3.1 Pengertian Agen

Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian, disebutkan bahwa Agen Asuransi adalah seseorang

atau Badan Hukum yang kegiatannya memberi jasa, memasarkan jasa asuransi

untuk dan atas nama penanggung (dalam hal ini Perusahaan Asuransi). Seorang

agen dapat menjelaskan aneka manfaat dan batasan yang dimilikinya, tanggung

jawab dan hak nasabah, serta memilih kombinasi produk asuransi yang tepat

menurut kebutuhan nasabah di masa kini dan mendatang. Mereka memang terlatih

dan mengkhususkan diri untuk itu. Banyak di antaranya bahkan telah belasan

tahun menjadi agen.

1.5.3.2 Fungsi dan Peranan Agen

Menurut Redaksi Proteksi Jakarta dalam kontribusi agen terhadap industri

(31)

agen adalah ujung tombak perusahaan asuransi. Melalui tangan agen, premi

triliunan rupiah dapat dihimpun. Premi yang dihimpun industri asuransi

dikembalikan ke masyarakat dalam bentuk klaim, komisi agen, investasi, pajak,

serta biaya operasional perusahaan. Disamping itu juga peranan agen sangat

diperlukan masyarakat salah satunya adalah mendidik masyarakat agar mengenal,

mengetahui, memahami, memanfaatkan dan menikmati jasa asuransi jiwa. Agen

juga bertugas tidak hanya menjual dan mengarahkan seseorang agar membeli

produk asuransi. Bisa dikatakan Agen asuransi adalah mitra pemegang polis

dalam merancang kesejahteraan masa depan keluarga. Adapun hubungan jangka

panjang antara agen dengan pemegang polis dapat diarahkan, pemegang polis

tidak hanya konsumen asuransi, tapi bisa menjadi mitra bisnis agen. Agar agen

asuransi dapat berperan optimal, dukungan perusahan yang diageni jelas sangat

dibutuhkan. Tanpa dukungan dan bimbingan perusahaan asuransi, seorang agen

tidak akan berhasil mengembangkan profesinya. Dukungan itu bisa berupa

pembekalan knowledge, skill, sistem remunerasi yang jelas dan sebagainya.

1.5.4 Prestasi Kerja

1.5.4.1 Pengertian Pretasi Kerja

Setiap perusahaan pada dasarnya menginginkan dan menuntut agar seluruh

karyawan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Namun

karyawan tidak dapat diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktor-faktor

produksi lainnya (mesin, modal, dan bahan baku). Karyawan juga harus selalu

diikut sertakan dalam setiap kegiatan serta memberikan peran aktif untuk

(32)

canggih yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan untuk mencapai

tujuannya. Menurut Hasibuan ( 2008 : 94 ) menyatakan bahwa: “Prestasi kerja

adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas – tugas

yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan , pengalaman, dan

kesungguhan serta waktu”.

Mangkunegara (2002 : 33) menyatakan: “Prestasi kerja dari kata job

performance atau actual performance adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Maier dalam As‟ad (2001 :

63) menjelaskan bahwa: “Kriteria ukuran prestasi kerja adalah : kualitas,

kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan keselamatan

dalam menjalankan pekerjaan. Dimensi mana yang penting adalah berbeda antara

pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain”. Menurut Heidjrahman dan

Husnan (2002 : 188): “Prestasi kerja dapat ditafsirkan sebagai arti pentingnya

suatu pekerjaan, tingkat keterampilan yang diperlukan, kemajuan dan tingkat

penyelesaian suatu pekerjaan. Prestasi kerja merupakan proses tingkat mengukur

dan menilai tingkat keberhasilan seseorang dalam pencapaian tujuan”.

1.5.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Byar dan Rue dalam Sutrisno (2011:151) mengatakan bahwa: “Ada dua faktor

yang mempengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan.

Faktor individu yang dimaksud adalah:

1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang

(33)

2. Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu

tugas.

3. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu oleh

individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:

1. Kondisi fisik

2. Peralatan

3. Waktu

4. Material

5. Pendidikan

6. Supervisi

7. Desain Organisasi

8. Pelatihan

9. Keberuntungan

Menurut Mangkunegara (2002: 33): “Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

kerja adalah:

a. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dan kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya karyawan yang

memiliki IQ diatas rata-rata : (IQ 110 - 120) dengan pendidikan yang memadai

untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia

akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh sebab itu karyawan

(34)

b. Faktor Motivasi

Motivasi berbentuk dari sikap (atitude) seorang karyawan dalam

menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri

karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja).

1.5.4.3 Indikator-indikator Prestasi Kerja Karyawan

Pekerjaan dengan hasil yang tinggi harus dicapai oleh karyawan. Nasution

(2000:99) menyatakan bahwa ukuran yang perlu diperhatikan dalam prestasi kerja

antara lain :

Kriteria penilaiannya adalah ketepatan kerja, keterampilan kerja, ketelitian

kerja, dan kerapihan kerja.

Kuantitas kerja.

Kriteria penilaiannya adalah kecepatan kerja.

Disiplin kerja.

Kriteria penilaiannya adalah mengikuti instruksi atasan, mematuhi

peraturan perusahaan, dan ketaatan waktu kehadiran.

Inisiatif.

Kriteria penilaiannya adalah selalu aktif atau semangat menyelesaikan

pekerjaan tanpa menunggu perintah atasan artinya tidak pasif atau bekerja

atas dorongan dari atasan.

Kerjasama.

Kriteria penilaiannya adalah kemampuan bergaul dan menyesuaikan diri

serta kemampuan untuk memberi bantuan kepada karyawan lain dalam

(35)

1.6 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau

individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Sigarimbun, 1995 : 33).

Tujuan adanya konsep adalah untuk mendapatkan batasan yang jelas dan

terperinci dari setiap konsep yang diteliti.

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kepemimpinan adalah suatu proses yang dilakukan oleh manager

perusahaan untuk mengarahkan dan mempengaruhi para bawahannya

dalam kegiatan yang berhubungan dengan tugas agar para bawahan

tersebut mengarahkan seluruh kemampuannya baik secara pribadi maupun

sebagai angota tim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

perusahaan.

2. Manager merupakan pengatur atau pengelola untuk mengarahkan orang

lain dalam pencapaian tujuan sebuah organisasi perusahaan dan

manajemen sebagai sebuah proses perencanaan , pengorganisasian,

pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran

secara efektif dan efisien.

3. Gaya Kepemimpinan merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu

pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan

tersebut diwujudkan. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola

atau bentuk tertentu yaitu:

a) Gaya Kepemimpinan Otokratis; dimana perilaku seorang pemimpin

(36)

melaksanakan perintahnya memberlakukan peraturan serta sangsi

secara ketat.

Gaya Kepemimpinan tipe ini meletakkan seorang pemimpin sebagai

sumber kebijakan. Pemimpin merupakan segala - galanya. Bawahan

dipandang sebagai orang yang melaksanakan perintah. Dalam kondisi

demikian, anggota dan bawahan tidak terlibat dalam sosial

keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini, segala sesuatunya

ditentukan oleh pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak

pada pemimpin.

b) Gaya Kepemimpinan Demokratis; dimana perilaku seorang pemimpin

dalam usahanya mempengaruhi serta mengarahkan bawahannya untuk

bekerja sama, segala sesuatu yang dilakukan atau diputuskan

dilaksanakan dengan musyawarah.

Tipe pemimpin ini menerima bahkan mengharapkan pendapat dan

saran-saran dari bawahannya, juga kritik-kritik yang dapat membangun

dari para bawahan yang diterimanya sebagai umpan balik dan

dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan-tindakan berikutnya

untuk kemajuan organisasi perusahaan.

c) Gaya Kepemimpinan Laissez faire; dimana perilaku seorang

pemimpin dalam usaha mempengaruhi dan mengarahkan bawahan

dengan mempercayakan tanggung jawab sebagai pimpinan kepada

bawahan, dan pimpinan bersifat pasif.

Pada Prinsipnya gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan

(37)

tugas dan pekerjaan diserahkan sepenuhnya kepada bawahan. Dalam

hal ini pemimpin bersifat pasif dan tidak memberikan contoh-contoh

kepemimpinan.

4. Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan

atas kecakapan , pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

5. Agen

Agen Asuransi adalah seseorang atau Badan Hukum yang kegiatannya

Gambar

gambaran masa depan
Tabel I.2

Referensi

Dokumen terkait

antara kontrol, ragi dan EM-4, diperoleh bahwa silase yang kontrol memiliki kualitas tekstur lebih baik, yaitu tidak menggumpal dan tidak berlendir dibandingkan silase yang

Noda yang mewakili minyak atsiri terdapat pada ekstrak n-heksan, etil asetat dan etanol dengan harga Rf = 0,76 (biru hijau) dan kapulaga (pembanding) dengan harga Rf = 0,76

Berhubung dengan sifat agraris dari Negara Indonesia dan padatnya penduduk Indonesia yang tiap tahun bertambah dengan kurang-lebih 1,7%, dan keadaan sosial

(' is alpha melhod, + is amplitude ratio melhod) and lhe rnodel permeability (o) wirh constant velocity are shown as linear lines.. pemMbility rn p of DuIi

Vital data observed in Madura cattle and Sonok cattle were girth of chest, height of withers, length of the body, height at hip, length of head, width of head, head index,

Selain itu upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak dari tindakan trafficking (perdagangan) antara lain adalah hendaknya aparat

Orangtua dengan lembaga memiliki tujuan yang sama yaitu terselenggaranya program pendidikan anak usia dini yang dapat mengembangkan seluruh kecerdasan anak

Sedangkan kesimpulan secara umum tentang anak atau remaja jalanan adalah rata-rata mereka tinggal di jalanan karena di campakan atau tercampakan oleh keluarganya serta