• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Keluarga Nelayan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup (Studi Pada Nelayan Tradisional di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Strategi Sosial Ekonomi Keluarga Nelayan

Strategi merupakan serangkaian cara tertentu yang berkesinambungan untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi, strategi keluarga nelayan adalah suatu usaha atau cara keluarga nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau guna kelangsungan hidup keluarga.

Menurut Kusnadi (2000), strategi nelayan dalam menghadapi kemiskinan dapat dilakukan melalui:

1. Peranan Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak). Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.

2. Diversifikasi Pekerjaan

Dalam menghadapi ketidakpastian penghasilan, keluarga nelayan dapatmelakukan kombinasi pekerjaan.

3. Jaringan Sosial

(2)

secara alamiah bisa ditemukan dalam segala bentuk masyarakat dan manifestasi dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial.Tindakan sosial-budaya yang bersifat kreatif ini mencerminkan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan-kesulitan ekonomi yang di hadapi nelayan tidak direspon dengan sikap yang pasrah.Secara umum, bagi rumahtangga nelayan yang pendapatan setiap harinya bergantung sepenuhnya pada penghasilan melaut, jaringan sosial berfungsi sangat strategis dalam menjaga kelangsungan kehidupan mereka.

4. Migrasi

Migrasi ini dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang musim ikan dan nelayan pergi untuk bergabung dengan unit penangkapan ikan yang ada di daerah tujuan yang sedang musim ikan.Maksud migrasi adalah untuk memperoleh penghasilan yang tinggi dan agar kebutuhan hidup keluarga terjamin.Dalam waktu-waktu tertentu, penghasilan yang telah diperoleh, mereka bawa pulang kampung untuk diserahkan kepada keluarganya, tetapi kadang kala penghasilan itu dititipkan kepada teman-temannya yang sedang pulang kampung. Apabila di daerahnya sendiri telah musim ikan, atau keadaan hasil tangkapan nelayan setempat mulai membaik, merekapun akan kembali ke kampung halaman dan mencari ikan didaerah asalnya.

(3)

sektor-sektor produksi dan non produksi.Upaya di sektor produksi menunjuk pada ragam kegiatan para anggota rumah tangga di bidang ekonomi produksi.Sedangkan upaya di sektor non produksi menunjuk pada keterlibatan para anggota rumah tangga di beragam lembaga kesejahteraan sosial dalam masyarakat.

Edi Suhartomenyatakan strategi bertahan (coping strategis) dalam perekonomian dilakukan dengan berbagai cara yaitu :

1. Strategi aktif

Strategi aktif yaitu strategi yang menghasilkan segala potensi untuk melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar dan lingkungan sekitar dan sebagainya.

2. Strategi pasif

Strategi pasif yaitu strategi yang mengurangi pengeluaran guna memenuhi kebutuhan. Misalnya: pengeluaran sandang, papan dan pendidikan.

3. Strategi jaringan

Strategi jaringan yaitu strategi yang mencakup dalam menjalin relasi, baik secara formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan. Misalnya: meminjam uang ke Bank, rentenir dan sebagainya.

(4)

1. Upaya keluarga miskin untuk mengatasi kondisi kemiskinan tidak terbatas pada upaya-upaya di sektor produksi melainkan juga melalui keterlibatan di sektor non produksi.

2. Wanita/keluarga memainkan peranan penting dalam keseluruhan upaya mengatasi kondisi kemiskinan tersebut.

Dengan demikian keluarga atau masyarakat miskin yang secara langsung merasakan pahitnya kemiskinan itu harus memiliki agenda dan strategi tertentu guna mengakhiri penderitaan mereka sebagai akibat dari kemiskinan.

2.2 Tipologi Nelayan

Tipologi dapat diartikan sebagai pembagian masyarakat ke dalam golongan-golongan menurut kriteria-kriteria tertentu. Kriteria dalam tipologi masyarakat nelayan dapat dilihat berdasarkan tiga sudut pandang, yaitu:

1. Dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap yang dimiliki nelayan

Dalam sudut pandang ini, nelayan bisa dibedakan menjadi dua golongan, yaitu golongan nelayan yang mempunyai alat-alat produksi sendiri (pemilik alat produksi) dan golongan nelayan yang tidak mempunyai alat-alat produksi sendiri (nelayan buruh), dalam hal ini nelayan buruh hanya dapat menyumbang jasa tenaganya dalam kegiatan menangkap ikan serta mendapatkan upah yang lebih kecil dari pada nelayan pemilik alat produksi.

(5)

Nelayan yang di pandang dari sudut pandang ini dapat di golongkan menjadi dua tipe, yaitu nelayan besar yang memberikan modal investasi dengan jumlah yang banyak untuk kegiatan menangkap ikan dan nelayan kecil yang hanya bisa memberikan modal investasinya dengan jumlah yang sedikit.

3. Berdasarkan tingkat teknologi peralatan tangkap ikan

Berdasarkan teknologi peralatan tangkap ikan, nelayan dapat dibedakan menjadi nelayan modern dan nelayan tradisional.Nelayan modern cenderung lebih menggunakan teknologi canggih dan berpendapatan lebih besar dibandingkan dengan nelayan tradisional, ini dikarenakan nelayan modern wilayah produksinya dapat menjakau perairan yang lebih jauh.

Satria dalam Mugni (2006), menggolongkan nelayan menjadi 4 (empat) tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi, orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi. Keempat tingkatan nelayan tersebut adalah:

1. Peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsisten). Umumnya nelayan golongan ini masih menggunakan alat tangkap tradisional, seperti dayung atau sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama.

2. Post-peasant fisher dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan

(6)

memperoleh surplus dari hasil tangkapannya karena mempunyai daya tangkap lebih besar. Umunya, nelayan jenis ini masih beroperasi diwilayah pesisir. Pada jenis ini, nelayan sudah berorientasi pasar. Sementara itu, tenaga kerja yang digunakan sudah meluas dan tidak bergantung pada anggota keluarga saja.

3. Commercial fisher, yaitu nelayan yang telah berorientasi pada

peningkatan keuntungan. Skala usahanya sudah besar yang dicirikan dengan banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh hingga manajer. Teknologi yang digunakan pun lebih modern dan membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat tangkapnya.

4. Industrial fisher, ciri nelayan jenis ini adalah diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agroindustri dinegara-negara maju, secara relatif lebih padat modal, memberikan pendapatan yang lebih tinggi daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik maupun awak perahu, dan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang borientasi ekspor.

Menurut Mubyarto, et al, berdasarkan stratifikasi yang ada pada masyarakat nelayan, dapat diketahui berbagai tipologi nelayan, yaitu:

1. Nelayan kaya A, yaitu ikan kaleng dan ikan beku yang berorientasi

(7)

2. Nelayan kaya B, yaitu nelayan yang memiliki kapal tetapi ia sendiri masih ikut bekerja sebagai awak kapal.

3. Nelayan sedang, yaitu nelayan yang kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi

dengan pendapatan pokoknya dari bekerja sebagai nelayan, dan memiliki perahu tanpa mempekarjakan tenaga dari luar keluarga.

4. Nelayan miskin, yaitu nelayan yang pendapatan dari perahunya tidak

mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga harus ditambah dengan bekerja lain baik untuk ia sendiri atau untuk isteri dan anak-anaknya.

5. Nelayan pandega atau tukang kiteng.

2.3 Kemiskinan nelayan

2.3.1 Konsep kemiskinan

(8)

miskin ke berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk asset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, perumahan, pemukiman dan sebagainya.

2.3.2 Bentuk-Bentuk Kemiskinan

Secara garis besar, kemiskinan dikelompokkan menurut sebab dan jenisnya. Menurut sebabnya (asal mula), kemiskinan dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Kemiskinan natural

Kemiskinan natural atau yang disebut juga dengan kemiskinan alamiah adalah keadaan miskin karena pada awalnya memang sudah miskin.Biasanya daerah yang mengalami kemiskinan natural adalah daerah-daerah yang terisolir, jauh dari sumber daya-sumber daya yang ada.Sehingga perkembangan teknologi yang ada berjalan sangat lambat.Contoh masyarakat yang mengalami kemiskinan natural adalah masyarakat yang tinggal di puncak-puncak gunung yang jauh dari pemukiman warga.Sehingga sulit untuk mendapatkan bantuan.

2. Kemiskinan Kultural

(9)

Kemiskinan kultural ini mengacu pada sikap hidup seseorang atau sekelompok masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan dan budaya dimana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan merubah tingkat kehidupannya.Akibatnya pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang dipakai secara umum. Selain itu kemiskinan kultural ini

terjadi karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros, dan lainnya.

3. Kemiskinan struktural

Sedangkan yang dimaksud dengan kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang terjadi sebagai akibat ketidakberdayaan seseorang atau kelompok masyarakat terhadap sistem atau tatanan sosial yang tidak adil sehingga mereka tidak memiliki akses untuk mengembangkan dan membebaskan diri dari perangkap kemiskinan.

2.3.3 Ciri Kemiskinan Nelayan

(10)

perabotan rumahtangga adalah tempat tinggal para nelayan buruh atau nelayan tradisional. Sebaliknya, rumah-rumah yang megah dengan segenap fasilitas yang memadai akan mudah dikenali sebagai tempat tinggal pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang berskala besar dan pemilik toko. Selain gambaran fisik, kehidupan nelayan miskin dapat dilihat dari tingkat pendidikan anak-anak mereka, pola konsumsi sehari-hari dan tingkat pendapatannya.

2.3.4 Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan Nelayan

Menurut Pangemanan dkk(2003), ada banyak penyebab terjadinya kemiskinan pada masyarakat nelayan, seperti kurangnya akses kepada sumber sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar maupun rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu dapat pula disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan, dan rendahnya tingkat kesehatan serta alasan-alasan lainnya seperti kurangnya prasarana umum di wilayah pesisir, lemahnya perencanaan spasial yang mengakibatkan tumpang tindihnya beberapa sektor pada satu kawasan, polusi dan kerusakan lingkungan.

Menurut Kusnadi (2000), faktor-faktor yang menyebabkan semakin terpuruknya kesejahteraan nelayan sangat kompleks, yaitu:

(11)

2. Faktor non alam, yaitu faktor yang berkaitan dengan ketimpangan dalam pranata bagi hasil, ketiadaan jaminan sosial awak perahu, dan jaringan pemasaran ikan yang rawan terhadap fluktuasi harga, keterbatasan teknologi pengolahan hasil ikan, dampak negatif modernisasi, serta terbatasnya peluang-peluang kerja yang bisa di akses oleh keluarga nelayan. Kondisi-kondisi aktual yang demikian dan pengaruh terhadap kelangkaan sumberdaya akan senantiasa menghadapkan keluarga nelayan ke dalam jebakan kekurangan.

Menurut Suyanto (2003), faktor yang menyebabkan kondisi kesejahteraan nelayan tidak pernah beranjak membaik, yaitu :

(12)

2. Karena perangkap hutang, akibat irama musim ikan yang tidak menentu dan kondisi perairan yang overfishing, maka sering terjadi keluarga nelayan miskin kemudian harus menjual sebagian atau bahkan semua asset produksi yang mereka miliki untuk menutupi hutang dan kebutuhan hidup sehari-hari yang tak kunjung usai.

2.4 Indikator Kemiskinan

Menurut suryawati (2005) menyatakan ada beberapa metode dalam pengukuran tingkat kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia yaitu:

1. Biro Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per orang per hari. Disamping itu secara ekonomi, BPS menetapkan penghasilan Rp.131.256,/bulan di pedesaan(sitaskin,bandung.go.id/2015/10/31). Adapun kriteria miskin menurut standar BPS :

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas

rendah/tembok tanpa diplester.

4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

(13)

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah.

8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik. 12.Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas

lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

13.Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.

14.Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga miskin(skpd.batam kota.go.id/sosial/persyaratan/perizinan diakses pada tanggal 20 maret 2016)).

2. Sajogyo, tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang pertahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan:

(14)

2. Miskin sekali : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 240 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

3. Paling miskin : bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari 180 kg nilai tukar beras per orang per tahun.

3. Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang kurang dari US$ 1 per hari untuk kemiskinan absolut dan US$ 2 per hari untuk kemiskinan menengah. Adapun indikator kemiskinan menurut Bank Dunia:

1. Kepemilikan tanah dan modal yang terbatas.

2. Terbatasnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan pembangunan yang bias kota.

3. Perbedaan kesempatan diantara anggota masyarakat. 4. Perbedaan sumber daya manusia dan sektor ekonomi. 5. Rendahnya produktivitas.

6. Budaya hidup yang jelek. 7. Tata pemerintahan yang buruk.

8. Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan.

(15)

2.5 Teori Jaringan Sosial

Menurut Lawang (Damsar 2009) jaringan dimengerti sebagai :

1. Ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak.

2. Ada kerja antar simpul (orang atau kelompok) yang melalui media hubungan sosial menjadi satu kerjasama, bukan kerja bersama-sama.

3. Seperti halnya sebuah jaring (yang tidak putus) kerja yang terjalin antar simpul itu pasti kuat menahan beban bersama, dan malah dapat “menangkap ikan” lebih banyak.

4. Dalam kerja jaring itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri. Malah kalau satu simpul saja putus , maka keseluruhan jaring itu tidak bisa berfungsi lagi, sampai simpul itu diperbaiki. Semua simpul menjadi satu kesatuan dan ikatan yang kuat. Dalam hal ini, analogi tidak seluruhnya tepat terutama kalau orang yang membentuk jaring itu hanya dua saja. 5. Media (benang atau kawat) dan simpul tidak dapat dipisahkan atau antara

orang-orang dan hubungannya tidak dapat dipisahkan.

6. Ikatan atau pengikat (simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan.

(16)

adanya ikatan yang lemah seperti itu, kedua kelompok mungkin akan terisolasi secara total. Isolasi ini selanjutnya dapat menyebabkan sistem sosial semakin terfragmentasi. Seseorang tanpa ikatan lemah akan merasa dirinya terisolasi tentang apa yang terjadi di kelompok lain maupun dalam masyarakat lebih luas. Karena itu ikatan yang lemah mencegah isolasi dan memungkinkan individu mengintegrasikan dirinya dengan lebih baik ke dalam masyarakat yang lebih luas. Meski Granovetter menekankan pentingnya ikatan yang lemah, ia segera menjelaskan bahwa “ikatan yang kuat pun mempunyai nilai atau manfaat” (1983 : 209; lihat Bian, 1997). Misalnya, orang yang mempunyai ikatan kuat memiliki motivasi lebih besar untuk saling membantu dan lebih cepat untuk saling memberi bantuan.

2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu yang relevansi dengan penelitian yang berjudul “Strategi Keluarga Nelayan Dalam Mengatasi Kemiskinan di Desa Perupuk Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara” diantaranya adalah:

(17)

tangga miskin nelayan serta menyusun strategi nafkah berkelanjutan berdasarkan kondisi yang ada di masyarakat. Hasil penelitian ini telah menunujukkan rendahnya akses terhadap modal, terutama modal finansial yang menjadi penyebab kemisikinan. Akses yang terbatas terhadap modal finansial sehingga menyebabkan nelayan tidak mampu mengakses modal fisik berupa teknologi penangkapan yang lebih modern. Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya konflik perebutan sumber daya dengan nelayan dari daerah lain. Strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga nelayan miskin terdiri atas strategi ekonomi dan strategi sosial. Strategi ekonomi dilakukan dengan cara melakukan pola nafkah ganda, pemanfaatan tenaga kerja rumah tangga, dan migrasi, sedangkan strategi sosial dilakukan dengan memanfaatkan ikatan kekerabatan yang ada. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat ditarik persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang yang telah penulis lakukan, yaitu pada fokus penelitiannya. Penelitian yang telah dilakukan penulis dan yang telah dilakukan oleh Widodo yaitu sama-sama mengenai strategi adaptasi nelayan. Perbedaannya adalah jika penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus pada strategi keluarga nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo berfokus pada Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin yang Ada di Perairan Laut dan Pesisir.

(18)

bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir yang cenderung eksploitatif. Bentuk perubahan ekologis dilihat dari kerusakan mangrove dan terumbu karang. Strategi adaptasi yang diterapkan oleh rumah tangga nelayan berbeda-beda dan tidak hanya terbatas pada satu jenis adaptasi saja. Rumah tangga nelayan mengkombinasikan berbagai macam pilihan adaptasi sesuai sumber daya yang dimilikinya. Pilihan-pilihan adaptasi yang dilakukan oleh nelayan antara lain: menganekaragamkan sumber pendapatan, memanfaatkan hubungan sosial, memobilisasi anggota rumah tangga, melakukan penganekaragaman alat tangkap, dan melakukan perubahan daerah penangkapan serta melakukan strategi lainnya, yakni berupa penebangan hutan mangrove sacara ilegal dan mengandalkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak. Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat ditarik persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang yang telah penulis lakukan, yaitu pada fokus penelitiannya. Penelitian yang telah dilakukan penulis dan yang telah dilakukan oleh Helmi yaitu sama- sama mengenai strategi adaptasi nelayan. Perbedaannya adalah jika penelitian yang dilakukan oleh penulis berfokus pada strategi keluarga nelayan dalam memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Helmi mengenai Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Video pembelajaran yang digunakan sangat mengarah kepada peserta didik karena tersampainya materi, selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan shalat bagi peserta didik,

[r]

[r]

KETIGA : Dengan berlakunya Keputusan Bupati ini maka Keputusan Bupati Bantul Nomor 70 Tahun 2008 tentang Pemberian Honorarium Tim Penyelenggaraan Pelayanan Kartu Keluarga dan

Lakukan pengeboran dengan countersink lubang secara berurutan dan pada kedua permukaan sesuai gambar kerja.. Chek ketepatan jarak dan bentuk pada masing –

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, dapat diketahui bahwa tingkat kompetensi kepribadian dan sosial guru Penjasorkes Sekolah Menengah Atas Negeri di

Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) berjalan baik di Internet Protocol version 4 (IPv4) ditandai dengan nilai waktu perpindahan dan packet loss yang baik dan

Permasalahan awal (pra tindakan) yang dihadapi dalam pembelajaran Matematika konsep operasi hitung perkalian dan pembagian adalah: (1) Kriteria Ketuntasan