• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Persaingan Usaha Sehat dan Bis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Membangun Persaingan Usaha Sehat dan Bis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Membangun persaingan usaha sehat melalui pengelolaan bisnis yang Islami1

Persaingan merupakan aspek yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan bisnis. Perdagangan

bebas terus bergulir dan sulit untuk dihindari. Terlebih di era kecanggihan informasi dan teknologi

seperti sekarang ini, apa pun bisa di perjual belikan dengan mudah dan cepat, meski tanpa harus

bertemu muka antara produsen dan konsumen di dua wilayah yang berjauhan.

Akibatnya persaingan bisnis pun saat ini menjadi semakin ketat dan keras. Kalau dulu

pesaing kita adalah “pemain” lokal, kini kita akan berhadapan dengan “pemain-pemain” berskala nasional, regional bahkan internasional. Bukan hanya itu, dalam perkembangannya persaingan

bisnis saat ini cenderung mengarah pada praktik persaingan liar yang menghalalkan segala cara

(machiavelistik)

Istilah persaingan usaha yang sehat kini terasa semakin berkembang di tanah air. Tidak

hanya bagi kalangan ahli hukum dan akademisi melainkan juga di kalangan masyarakat, perlahan

tetapi pasti mulai memahami dan menyadari tujuan dan manfaat dari kelahiran UU No. 5 tahun

1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peluang-peluang usaha yang tercipta selama dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum

membuat seluruh masyarakat mampu dan berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor

ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut di satu sisi diwarnai oleh berbagai

bentuk kebijakan pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain,

perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari

kondisi persaingan usaha yang tidak sehat.

Fenomena di atas telah berkembang didukung oleh adanya hubungan saling terkait antara

pengambil keputusan dengan para pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung,

sehingga memperburuk keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada

amanat Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, serta cenderung menampakkan corak yang sangat

monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan kekuasaan mendapatkan jatah berlebih, sehingga

(2)

berdampak pada munculnya kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil

pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan salah satu

faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing.

Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi

ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan

umum. Kegiatan yang dilarang dalam praktik bisnis adalah monopoli, monopsoni, penguasaan

pasar, persekongkolan, posisi dominan, jabatan rangkap, pemilikan saham mayoritas pada

beberapa perusahaan sejenis (Elsi Kartika Sari, Hukum dalam Ekonomi, Grasindo, Jakarta, 2007.

hlm. 172).

Landasan pengelolaan bisnis menurut Islam berhubungan dengan paradigma manusia

sebagai pengelola bisnis itu sendiri sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta Ala dalam surah

Adz-Dzariyyat ayat 56 yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya menyembah kepada-Ku.” Dalam pandangan Islam, manusia diciptakan Allah Subhanahu

Wa Ta Ala untuk beribadah kepada-Nya dalam pengertian umum ibadah bermakna mengikatkan

diri dengan seluruh hukum-hukum Allah Subhanahu Wa Ta Ala. Esensi dari peradaban bisnis

Islam adalah bahwa, semua unsur-unsurnya tidak bertentangan dengan syariah Islam, tetapi selaras

dengan prinsip Islam.

Sebagaimana rancang bangun ekonomi Islam yang bertujuan pada Falah, dengan 10 prinsip

pertama tauhid, kedua maslahat (kebaikan) ketiga keadilan keempat khalifah kelima ukhuwah

keenam kerja dan produktivitas ketujuh kepemilikan kedelapan kebebasan dan tanggung jawab

kesembilan jaminan sosial dan terakhir nubuwwah. Kemudian nilai pribadi Rasulullah Salallahu

Alaihi Wasallam yang ada pada diri beliau yakni Shiddiq, Amanah, Tablig, dan Fatanah memberi

gambaran bagaimana etika dan cara-cara bisnis Islami yang dibangun oleh Rasulullah Salallahu

Alaihi Wasallam. Dalam sifat Rasulullah Siddiq yang berarti jujur dan benar, prinsip ini harus

melandasi seluruh perilaku ekonomi manusia baik produksi, distribusi maupun konsumsi.

Rasulullah menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip perdagangan yang fair dan sehat,

(3)

Shiddiq dapat dijadikan sebagai modal dasar untuk menerapkan prinsip efisiensi dan

efektivitas. Amanah berarti yang dapat dipercaya, profesional, kredibilitas dan bertanggung jawab.

Sifat amanah merupakan karakter utama seorang pelaku ekonomi syariah dan semua umat

manusia. Sifat amanah sangat penting dalam ekonomi dan bisnis. Tanpa adanya sifat amanah

kegiatan ekonomi dan bisnis akan menemui kegagalan dan kehancuran. Dengan demikian, setiap

pelaku ekonomi syariah mestilah menjadi orang yang profesional dan bertanggung jawab,

sehingga ia dipercaya oleh masyarakat. Tablig yang berarti komunikatif dan transparan dalam

mengambil keputusan. Para pelaku ekonomi syariah harus memiliki kemampuan komunikasi yang

profesional dalam memanfaatkan ekonomi syariah. Kemudian transparan dalam pengelolaan

manajemen bisnis serta edukatif dalam aspek pemasaran. Fathonah berarti kecerdasan dan

intelektual. Bahwa setiap kegiatan ekonomi dan bisnis didasarkan dengan ilmu, skill, jujur, benar,

kredibel, dan bertanggung jawab dalam berekonomi dan bisnis. Dalam dunia bisnis fathonah

memastikan bahwa pengelolaan bisnis, perbankan atau lembaga bisnis lainnya dilakukan secara

brillian dan kompetitif sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko.

Bisnis Islam dikendalikan oleh aturan halal dan haram, baik dari cara perolehan maupun

pemanfaatan harta, hal tersebut berbeda dengan bisnis non-Islam. Dengan landasan sekularisme

yang bersendikan nilai-nilai material, bisnis non Islam tidak memerhatikan aturan halal dan haram

dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan

bisnis. Karena asas sekularisme inilah seluruh bangunan karakter bisnis non Islam diarahkan pada

hal-hal yang bersifat bendawi dan menafikan nilai ruhiyah, serta keterikatan pelaku bisnis pada

aturan yang lahir dan nilai-nilai halal serta haram. Jika memiliki aturan yang bersifat etis hal

tersebut tidak berhubungan dengan dosa dan pahala.

Dalam hukum ekonomi Islam (muamalat), etika bisnis merupakan hal yang tidak dapat

dipisahkan dari kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Terdapat tiga pilar utama dalam sistem

ekonomi Islam, yaitu: 1) norma perilaku (etika bisnis), 2) zakat, dan 3) bunga nol persen. Ketiga

pilar tersebut harus ditegakkan seluruhnya untuk mencapai tujuan ekonomi Islam yakni falah.

Membangun bisnis yang Islami melalui penegakan pilar utama sistem ekonomi Islam dapat

(4)

Pengembangan etika bisnis yang dimaksud adalah seperti yang telah diajarkan dan

dipraktikkan oleh Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam pertama prinsip esensial dalam bisnis

adalah kejujuran. Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan

bisnis. Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam sangat memerhatikan aspek kejujuran dalam

aktivitas bisnis yang dijelaskan melalui sabdanya yang artinya “Siapa yang menipu kami, maka

dia bukan kelompok kami” (HR. Muslim).

Kedua, kesadaran tentang pengaruh sosial sebagai akibat dari kegiatan bisnis. Pelaku bisnis

menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi juga

berorientasi pada sikap ta’awun sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Sebagaimana aspek

tolong menolong adalah hal yang mendasari prinsip berdagang generasi sahabat, yakni saling

tolong menolong dalam pemenuhan hajat kebutuhan. Ketiga, tidak melakukan sumpah palsu. Nabi

Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan

sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis. Keempat, ramah-tamah. Seorang pelaku bisnis,

harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. “Allah Merahmati dan seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis”. (HR. Bukhari dan Tarmizi). Kelima, tidak boleh berpura-pura dengan harga yang tinggi agar orang lain tertarik untuk membeli barang tersebut. Sabda Rasulullah

Salallahu Alaihi Wasallam, “Jangan kalian melakukan bisnis Najsya (seseorang pembeli berkolusi

dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli tetapi agar orang lain tertarik untuk membeli).” Keenam, tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang lain membeli kepadanya. Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam. Bersabda yang artinya,

“Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (HR. Muttafaq ‘alaih). Ketujuh tidak melakukan ihtikar. Ihtikar ialah

(menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar suatu saat harganya

naik dan keuntungan besar diperoleh). Kedelapan, takaran, ukuran, dan timbangan yang benar.

Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman

Allah Subhanahu Wa Ta A’la dalam Surah Al-Muthaffifiin ayat 1-3: yang artinya “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran

(5)

kepada Allah Subhanahu Wa Ta A’la “ Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah., dan dari mendirikan salat dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari itu, hati

dan penglihatan menjadi goncang.” Kesepuluh, membayar upah sebelum keringat karyawan. Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wasallam, bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum

kering keringatnya (HR. Ibnu Majah)”. hadits ini adalah bersegera menunaikan hak si pekerja

setelah selesainya pekerjaan, begitu juga bisa dimaksud jika telah ada kesepakatan pemberian gaji

setiap bulan. Kesebelas, tidak monopoli. Monopoli adalah salah satu keburukan sistem kapitalis.

Dalam Islam kepemilikan monopoli dalam harta-harta yang menjadi milik umum karena Islam

menjunjung hak umum dibandingkan hak pribadi. Kedua belas, tidak boleh melakukan bisnis

dalam kondisi bahaya (mudharat). Misalnya dalam kondisi kekeringan seseorang menimbun air

akhirnya menimbulkan kemudharatan semakin menjadi. Ketiga belas, komoditi bisnis adalah

barang yang ada ketentuannya dalam syariat, oleh karena itu dilarang menjual miras, bangkai,

babi, dan patung-patung. Keempat belas, bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan. Firman

Allah Subhanahu Wa Ta A’la. Dalam Surah An-Nisa ayat 29 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” Kelima belas,

jika memiliki hutang hendaknya dilunasi dengan segera sebagaimana sabda Rasulullah Salallahu

Alaihi Wasallam, yang artinya, “sebaik-baik kamu adalah orang yang paling segera membayar

utangnya” (HR. Hakim). Keenam belas, memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar. Seperti yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wa Ta A’la dalam Surah

Al Baqarah ayat 280 yang artinya, “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. Ketujuh belas, bisnis harus bersih dari unsur riba. Seperti firman Allah Subhanahu Wa Ta A’la ayat 278 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman,

bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman”.

Terakhir, pengembangan bisnis secara Islami melalui revitalisasi etika, pengoptimalan zakat

dan tanpa riba untuk memperoleh keberkahan usaha. Keberkahan usaha berarti memperoleh

(6)

sedangkan akhirat berupa nilai ibadah, karena perdagangan dilakukan dengan kejujuran. Dalam

Islam, pasar adalah wahana transaksi ekonomi yang ideal, karena Islam menciptakan suatu

keadaan pasar yang dibingkai oleh nilai-nilai syariat, meskipun tetap dalam suasana bersaing.

Artinya konsep bisnis dalam Islam adalah pasar yang ditumbuhi nilai-nilai syariat seperti keadilan,

keterbukaan, kejujuran, dan persaingan sehat yang merupakan nilai-nilai universal, bukan hanya

untuk muslim tetapi juga non-muslim.

Daftar Bacaan

1. Islamic Business and Economic Ethic, Veithzal Rivai, Amiur Nuruddin dan Faisar

Ananda Arfa

2. HRD Syariah Teori dan Implementasi, Ust. Abu Fahmi, Agus Siswanto, Muhammad

Fahri Farid dan Arijulmanan.

3. www.rumaysho.com

Referensi

Dokumen terkait

Ide penurunan aturan Simpsonr secara simulasi numerik seperti (15) deugan menyajikan aturan Simpsonl sebagai kombinasi kdnveks aturan trapesium juga dapat dikembangkan

Selain itu mekanisme gerakan sivil dalam mengendalikan aktiviti organisasi bagi mencapai matlamat yang diimpikan telah menggunakan pelbagai pendekatan seperti melobi,

Bentuk interaksi antara kelompok dengan kelompok saling berhadapan dalam kepentingan, namun bisa juga ada kepentingan individu disitu dan kepentingan dalam kelompok

Hal yang akan di bahas dalam perancangan kali ini adalah bagaimana bentuk perancangan yang tepat agar kegiatan penanaman tanaman obat keluarga tidak hanya menjadi sekedar

Pada Balai Penelitian terjadi kekurangan pada tahun- tahun 1982/1983 - 1986/1987, sedangkan sejak tahun 1988/1989 sampai dengan akhir tahun proyeksi akan ter jadi kelebihan

Adapun juga gaya kepemimpinan yang juga berpengaruh dalam kinerja karywan, karenanya ada gaya kepemimpinan maka karywan peusahaan akan dapat berprestasi dan bersemangat

Pada bulan Juni 2004 kelompok-kelompok komoditi yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah : kelompok bahan makanan 0,24 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

Hasil uji statistik didapatkan nilai p 0,001 maka dapat disimpulkan ada pengaruh teknik kombinasi hidroterapi rendam hangat dan terapi relaksai benson terhadap penurunan tekanan