Pendahuluan
Latar Belakang
Peningkatan produksi pangan merupakan suatu keharusan yang harus dilakukan untuk mengimbangi pertambahan jumlah penduduk. Kebutuhan akan pangan harus segera dipenuhi secepat mungkin oleh pemerintah agar Indonesia tidak tergantung kepada negara luar karena hampir seluruh komoditi pertanian yang ada di Indonesia berasal dari negara luar. Jika ini terus dibiarkan, maka lama kelamaan Indonesia yang sudah terjajah oleh teknologi dan budaya asing akan terjajah lagi dari sektor pertanian.
Ada beberapa komoditi pangan yaitu padi, kedelai, kacang tanah, ubi, dan jagung. Tetapi di dalam makalah ini hanya terfokus pada tanaman kedelai. Banyak sekali literatur yang telah menjelaskan manfaat tanaman kedelai. Tanaman kedelai dimanfaatkan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan tempe atau kecap. Berdasarkan Puslitbang Gizi (1991) bahwa kedelai memiliki kandungan energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vitamin B1 dan serat. Kandungan fosfor dalam 100 gram bdd kedelai lebih tinggi dari pada komposisi kimia lainnya yaitu mencapai 682 setelah itu menyusul kalsium yaitu 222. Jika merujuk pada literatur Depkes RI dalam Sutomo (2008) tidak jauh berbeda dimana komposisi kimia yang tertinggi tetap terdapat pada kandungan posfor dan kalsium yang mana setiap 100 gram kedelai mengandung 585 mg posfor dan 227 mg kalsium. Berdasarkan informasi ini, dapat diketahui bahwa ternyata pada tanaman kedelai komposisi kimia yang tertinggi bukanlah protein tetapi fosfor.
Berdasarkan data BPS (2015) bahwa produksi tanaman kedelai di Indonesia mencapai 779.992 ton dengan produktivitas 14,16 ku/ha. Namun, produksi sebesar ini belum mampu untuk memenuhi pasar domestik sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara luar. Menurut Kementerian Perindustrian (2015) bahwa Indonesia sangat bergantung sekali pada kedelai impor. Indonesia sendiri setiap tahunnya membutuhkan sebanyak 2 juta ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan petani lokal hanya mampu memenuhi 60% kebutuhan dalam negeri.
Oleh sebab itu, maka pemerintah beserta stakeholder harus melakukan upaya agar kebutuhan kedelai secara nasional bahkan Internasional dapat terpenuhi. Usaha untuk meningkatkan produksi secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi dapat dilakukan dengan cara memperbaiki cara budidaya sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan cara menambah luasan tanam.
dan perkembangan. Jika pertumbuhan dan perkembangan tanaman telah teraganggu maka produksi secara signifikan akan menurun. Oleh sebab itu, para petani merasa enggan untuk menggarap lahan salin.
Petani tidak dapat disalahkan karena tanah salin merupakan tanah dengan konsentrasi mineral garam yang tinggi sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pengertian tanah salin dalam Bachtiar (2006) adalah tanah yang mengandung garam-garam dapat larut lebih dari 0,1 persen atau berdaya hantar listrik lebih dari 4 mmhos/cm pada suhu 25ºC dan mengandung Na dapat ditukar kurang dari 15% dengan pH lebih kecil dari 8,5. Tanah yang memiliki DHL lebih dari 2 mmhos dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Follet dalam Sipayung (2003) pertumbuhan dan perkembangan tanaman bisa terganggu dengan nilai daya hantar listrik (DHL) lebih dari 2 mmhos. Semakin tinggi nilai DHL semakin terganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut.
Ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan sehingga tanah salin jarang digunakaan untuk budidaya tanaman, di antaranya: (1) tekanan osmotik tanaman yang rendah, (2) kandungan Na+ yang tinggi, (3) rendahnya unsur N dan K. (Suprapto 1991), (4) tingginya pH (Hardjowigeno 2007) dan (5) rendahnya C-organik tanah salin. Upaya meningkatkan produktivitas tanah salin untuk budidaya tanaman adalah melalui teknologi budidaya. Sudjana, dkk (2013) menyebutkan bahwa salah satu teknologi budidaya pertanian yang dapat diterapkan adalah teknologi budidaya yang memanfaatkan sumber daya lokal yaitu dengan memanfaatkan bahan organik. Selain memperbaiki sifak fisik tanah pada tanah salin, bahan organik juga mampu memperbaiki sifat kimia seperti penambahan hara yang mampu menurunkan kadar garam natrium (Na) dan memperbaiki sifat biologi tanaman.
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan organik dan Mikoriza arbeskula (FMA) pada kedelai yang ditanam di tanah salin.
Alasan Penambahan Bahan Organik dan Mikoriza arbeskula (FMA)
Penambahan bahan organik dan Fungi Mikoriza arbeskula (FMA) sangat sesuai untuk pertanian berkelanjutan. Madjid, dkk (2010) menyebutkan beberapa keunggulan dari pupuk organik yaitu (1) meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah (2) memperbaiki struktur tanah (3) meningkatkan water holding capacity (4) meningkatkan aktivitas biologi di dalam tanah (5) meningkatkan KTK tanah dan (6) meningkatkan ketersedian hara di dalam tanah.
pertanian yang bermutu tinggi, terjamin, aman, efisien, berwawasan lingkungan dan dapat dirunut kembali (treacable) asal usul dan proses yang dilalui sebelum diperdagangkan dan digunakan. Oleh sebab itu, aplikasi penggunaan pupuk kimia sintetik harus dihindari. Kebijakan pembangunan pertanian 2015-2019 yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian (2014) menyebutkan bahwa sistem pertanian dilakukan dengan cara berkelanjutan, minimalisasi penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi serta ramah terhadap lingkungan.
Untuk mewujudkan pertanian GAP, maka penulis mencoba mencari literatur yang menggunakan bahan organik untuk meningkatkan hasil produksi tanpa harus merusak lingkungan. Pada tanah salin kandungan bahan organik rendah serta serta penyerapan hara terhadap P juga rendah. Untuk mengatasi permasalahan ini dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik dan aplikasi mikoriza.
Peningkatan Produksi Kedelai pada Tanah Salin dengan Penambahan Bahan Organik dan Mikoriza arbuskula (FMA)
Mikoriza dapat memperbaiki serapan hara oleh tanaman, Intan (2007) menyebutkan bahwa mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara P. Penelitian yang dilakukan oleh Al-Kariki menunjukkan bahwa konsentrasi P rata-rata lebih tinggi sedangkan konsentrasi Na rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza. Penelitian ini membuktikan bahwa aplikasi mikoriza dapat membantu tanaman untuk dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan salin.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurmasyitah, dkk (2013) menyimpulkan bahwa Pemberian dosis FMA mampu meningkatkan nilai pH, p-tersedia dan KTK dibandingkan tanpa pemberian FMA. Pengaruh positif mikoriza juga dilaporkan pada hasil penelitian Teguh, dkk (2013) terhadap jumlah polong pertanaman dan jumlah cabang. Hal itu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Mikoriza pada Tanah Salin Pada Tanaman Kedelai Perlakuan Jumlah Cabang(5 MST) Umur Tanaman (hari)
Jumlah Polong Pertanaman
(buah)
M0= Tanpa FMA 7.92 b 28.83 a 7.92 b
M1= FMA 10 g/tanaman 10.00 a 27.67 b 10.00 a
oleh hifa eksternal akan segara diubah menjadi senyawa polifospat di dalam hifa internal dan akan dipecah menjadi posfat organik.
Peningkatan penyerapan P pada tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza dapat disebabkan oleh hifa eksternal yang berkembang di dalam tanah. Kabirun (2002) menjelaskan bahwa jangkauan akar tanaman yang berasosiasi dengan hifa eksternal tersebut dapat meningkatkan penyerapan hara sampai 300 kali lebih luas dibandingkan dengan tanaman yang tidak berasosiasi dengan mikoriza.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sudjana, dkk (2013) tentang aplikasi pupuk organik dan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh Kombinasi Jerami dan FMA terhadap Komponen Hasil Kedelai
No. Perlakuan Komponen Hasil
Jumlah Bintil Akar Polong Isi 100 butir (g)
1 B0C0 0.71 b 20.33 c 8.93
Keterangan : B0 (tanpa bokashi), B1 (bokashi 6 ton/ha), B2 (Bokashi 12 ton/ha), C0 (Tanpa FMA), C1 (10 g/lubang), C2 (20 g/lubang).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa aplikasi bokashi jerami berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar, dan jumlah polong isi. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi bokashi dan mikoriza pada tanaman kedelai dapat meningkatkan jumlah bintil akar dan komponen hasil pada tanaman.Hal ini dapat disebabkan oleh karena mikoriza yang mampu meningkatkan serapan terhadap P karena berdasarkan Suprapto (1991) bahwa P yang diikat oleh mikoriza memberikan dampak positif bagi tanaman, sedangkan K dapat mempercepat pengangkutan hara pada tanaman tersebut sehingga dapat menyuplai unsur hara yang dibutuhkan untuk pembentukan biji.
meningkatkan pertukaran kation tanah. Sebagaimana di jelaskan oleh Suntoro (2003) bahwa penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan negatif sehingga akan meningkatkan kapasitas pertukaran kation. Kapasitas pertukaran kation (KPK) menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran kation penting untuk kesuburan tanah yaitu untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Aplikasi bahan organik yang terdiri atas bokashi jerami dan pupuk kandang dapat meningkatkan produksi tanaman.
2. Aplikasi mikoriza pada tanah salin meningkatkan serapan-P oleh tanaman kedelai. DAFTAR PUSTAKA
Al-Kariki, G.N., 2000. Growth of mycorrhizal tomato and mineral acquisition under salt stress. Mycorrhiza. Jurnal Biol-Fertil-Soils. Vol.2 (10). Hlm. 51-54.
BPS. 2015. Data Produksi Tanaman Kedelai. Diakes dari BPS.go.id. pada Tanggal 27 Januari. 2015 Pkl. 14.35 WIB.
Endang, D.P., Djoko, S., Eko, H. dan Subur, P.S.D. 2010. Respon Rumput Benggala (Panicum maximum L.) terhadap Gypsum dan Pupuk Kandang di Tanah Salin. Jurnal Agronomi Indonesia. No.1 (XXXVIII).
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta.
Kabirun, S. 2012. Mikoriza. BIOS Majalah Ilmiah Semipopuler. Vol.5 (2). Hlm.14-20.
Kementerian Perindustrian. 2015. Ironi Kedelai Impor di Negeri Tempe. Diakses dari : http://www.kemenperin.go.id/ pada Tanggal 27 Januari 2015. Pukul 15.18 WIB.
Madjid, B.D., Bachtiar, E.H., Fauzi, Sarifuddin, dan Hanum, H. 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Nurmasyitah, Syafruddin, dan Sayuthi, M. 2013. Pengaruh Jenis Tanah dan Dosis Fungi Mikoriza Arbskular pada Tanaman Kedelai terhadap Sifat Kimia Tanah. Jurnal Agrista. Vol. 17 (3). Hlm. 103-110.
Poerwanto dan Susila. 2014. Hortikultura Tropika Teknologi Hortikultura. IPB Press. Bogor.
Sipayung R. 2003. Stres Garam dan Mekanisme Toleransi Tanaman. Universitas Sumatera Utara. Medan
Sudiarto, 2013. Praktik Pertanin yang Biak untuk Antisipasi Pasar Global. Jurnal. Balai Penelitian Tanaman Obat. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. No. 1 (3). Hlm. 1-5.
Suntoro, W.A. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Suprapto. 1991. Bertanam Kedelai. Jakarta
Sutomo, B. 2008. Cegah Anemia dengan Tempe. http://myhobbyblogs. com/food/files/2008/06/. (Diakses pada tanggal 02 Mei 2011).
Teguh, H.N., Rosmayati, dan Husni, Y. 2013. Respon Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). yang Diberi Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) pada Tanah Salin. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol. 2 (1). Hlm. 421-427.
APLIKASI PUPUK ORGANIK DAN MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) (Merill) DI TANAH
SALIN UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI
MAKALAH
Oleh
ARNEN PASARIBU 137001003
TUGAS MATA KULIAH PRODUKSI TANAMAN LANJUTAN MAGISTER AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Pendahuluan...1
Latar Belakang...1
Tujuan Penulisan...2
Alasan Penambahan Bahan Organik dan Mikoriza arbuskula (FMA)...2
Peningkatan Produksi Kedelai pada Tanah Salin dengan Penambahan Bahan Organik dan Mikoriza arbuskula (FMA)...3
Kesimpulan...5