1
Analisis Alih Fungsi Kebun dan Pepohonan menjadi Wilayah Perkotaan di Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah dengan Pendekatan Remote Sensing dan
Geographic Information System
Artikel Ilmiah Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Sistem Informasi
Peneliti :
Genhaniel Yosafat (682013099) Frederik Samuel Papilaya, S.Kom., M.Cs.
Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana
8 1. Pendahuluan
Salatiga merupakan salah satu Kota di Indonesia yang terletak di Provinsi Jawa Tengah memiliki luas wilayah 57,36 km2 [1]. Salatiga beriklim tropis berhawa sejuk dengan ketinggian antara 450 – 800 meter dari permukaan laut, termasuk daerah hujan. Kota Salatiga secara geografis berada di kaki Gunung Merbabu dan gunung-gunung kecil lainnya, seperti Gunung Gajah Mungkur, Telomoyo, Andong dan Payung Rong. Kota Salatiga memiliki panorama yang indah dan udara yang sejuk, yang sangat menunjang bagi pengembangan kegiatan pariwisata.
Salah satu penyebab padatnya kota Salatiga yang menyebabkan wilayah urban berkembang dengan cepat yaitu angka pertumbuhan penduduk kota Salatiga yang besar terlihat dari jumlah penduduk Kota Salatiga yang meningkat dari tahun 2007 dengan jumlah 168.066 jiwa ke 2009 dengan jumlah 170.024 jiwa dan jauh ke tahun 2015 dengan jumlah 183.815 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 3.237 jiwa per km2 [2]. Penelitian saya yaitu menghitung perubahan luas kebun dan pepohonan yang di alih fungsikan menjadi urban (perkotaan) seperti menjadi wilayah perumahan, kontrakan, ruko, dan bisnis properti tanah. Menurut Badan Pusat Statistik luas perkebunan di Indonesia pada tahun 2015 yaitu 7621.9 hektar [3].
Penelitian ini metode yang dipakai untuk mencari tahu luas wilayah tutupan lahan kebun dan pepohonan, perkotaan (urban), sawah, lahan kosong dan luas alih fungsi dari kebun dan pepohonan yang jadi urban adalah dengan klasifikasi menggunakan metode supervised classification [4]dari pendekatan remote sensing. Remote sensing yaitu ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang sutu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji [5].
Masalah yang terjadi disini adalah luas kebun dan pepohonan yang semakin berkurang [6], sedangkan luas perkotaan yang semakin bertambah dilihat dari pertumbuhan penduduk yang terus meningkat [2]. Masalah tersebut yang membuat penelitian ini dibuat untuk menghitung perubahan luas wilayah kebun dan pepohonan yang di alih fungsikan. Solusi yang bisa dilakukan untuk mencegah / mengurangi masalah tersebut adalah dengan menunjukkan hasil penelitian ini kepada masyarakat dan pemerintah setempat agar sadar akan pentingnya reboisasi (penanaman kembali pohon) agar Kota Salatiga tidak hilang keasriannya.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu luas alih fungsi tutupan lahan kebun dan pepohonan yang menjadi wilayah perkotaan (urban) dengan menggunakan metode remote sensing. Setelah luas itu didapatkan maka akan dilakukan analisis kenapa alihfungsi itu bisa terus terjadi. Manfaat penelitian ini adalah untuk melihat alih fungsi lahan tersebut dari tahun ke tahun.
2. Tinjauan Pustaka
9
hutan sebagai sumber oksigen semakin berkurang, itu akan berdampak negatif tidak hanya bagi Indonesia tapi bagi seluruh dunia. Penelitian terdahulu kedua yaitu dari jurnal yang membahas tentang pemetaan risiko banjir yang menganalisa data yang berkaitan dengan ancaman, kerentanan, dan kapasitas yang memiliki parameter dengan kelas, skor, dan bobot untuk menilai tingkat risiko banjir. Dengan menggunakan Sistem Informasi Geografi untuk mengolah data dan peta lebih cepat dan akurat dengan teknik analisis spasial seperti buffering, overlay, dan klasifikasi untuk menghasilkan peta [8].
Pada penelitian yang akan dibuat adalah “Alih Fungsi Kebun dan pepohonan menjadi Wilayah Perkotaan di Kota Salatiga Jawa Tengah dengan Pendekatan Remote sensing dan Geographic Information System” Kota Salatiga dengan metode remote sensing yaitu pengolahan citra satelit landsat 7 dan 8. Remote Sensing adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang sutu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji [5]. Teknik Klasifikasi dalam Penginderaan Jarak Jauh ada 3 yaitu (1) Unsupervised classification, (2) Supervised classification, (3) Object-based image analysis [4].
Pixel adalah unit terkecil yang ditunjukkan dalam gambar. Klasifikasi gambar menggunakan statistik reflektansi untuk piksel individu. Teknik klasifikasi gambar yang tidak dipandu dan diawasi adalah dua pendekatan yang paling umum. Namun, klasifikasi berbasis objek telah melanggar lebih banyak akhir-akhir ini.Analisis peta dilakukan dengan klasifikasi peta yaitu dengan supervised classification. Pengguna memilih sampel perwakilan untuk setiap kelas tutupan lahan dalam gambar digital. Sampel kelas penutup lahan ini disebut "training sites". Perangkat lunak klasifikasi gambar menggunakan lokasi pelatihan untuk mengidentifikasi kelas tutupan lahan di keseluruhan gambar [4].
Klasifikasi tutupan lahan didasarkan pada tanda tangan spektral yang ditentukan dalam training set. Perangkat lunak klasifikasi gambar digital menentukan masing-masing kelas tentang apa yang paling mirip dengan training set. Algoritma klasifikasi yang diawasi umum adalah kemungkinan maksimum dan klasifikasi jarak minimum. Langkah-langkah supervised classification ada 3 yaitu : (1) Membuat training set, (2) Mengembangkan signature file (3) Klasifikasi gambar (Gambar 1) [4].
10
Band kombinasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 7,4,2 untuk Landsat 7 dan 7,5,3 untuk Landsat 8. Untuk band kombinasi ini memberikan rendition "natural-like", sementara juga menembus partikel dan asap atmosfer. "Vegetasi yang subur akan menjadi hijau terang dan dapat menjadi hijau gelap pada musim pertumbuhan yang berat, padang rumput akan tampak hijau, area coklat mewakili lahan kosong. Vegetasi kering akan berwarna oranye dan air dan sawah akan berwarna biru. Pasir, tanah dan mineral disorot dalam banyak warna. Jika ada kebakaran dalam gambar ini, mereka akan tampak merah. Bintik hijau muda di dalam kota menunjukkan tutupan lahan berumput [9].
Pada penelitian alih fungsi ini juga akan menggunakan analisis dengan overlay yaitu kemampuan untuk menempatkan grafis satu peta diatas grafis peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar komputer atau pada plot. Secara singkatnya, overlay menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta atribut-atributnya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi atribut dari kedua peta tersebut.Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda. Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi atribut lereng dan curah hujan.Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak.
11 3. Metodologi Penelitian
Penelitian mengambil lokasi pada kota Salatiga (Gambar 2) yang berada di Propinsi Jawa Tengah yang terletak pada koordinat 110.28oE – 110.32oE dan 7.17oS – 7.24oS [11]. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yang berarti data yang didapat berupa angka dan pemetaan. Penelitian mengenai alih fungsi lahan kebun dan pepohonan yang menjadi wilayah perkotaan di kota Salatiga ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya.
Gambar 2 Peta Kota Salatiga
12
Gambar 3 Flowchart Tahapan Penelitian
Pada tahap Pemrosesan Citra Satelit dan Analisis Spasial Tutupan (Tutupan Lahan tahun 1999, 2003, 2014, 2017) digunakan metode remote sensing. Metode ini menggunakan citra satelit Landsat 7 dan 8 yang di olah menjadi peta yang dapat di klasifikasi, sehingga dapat dianalisis perubahannya dari beberapa tahun yang sudah berlalu. Pada penelitian ini dibutuhkan peta RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kota Salatiga yang akan dianalisis perubahannya. Data yang didapat dari peta RTRW kota Salatiga meliputi klasifikasi lahan seperti untuk wilayah urban, sawah, kebun, kebun dan pepohonan kota, sungai, dan lain-lain.
13 4. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengolahan data (file tif menjadi file ers) dan hasil klasifikasi serta hasil analisis alih fungsi lahan di Salatiga didapat bahwa dari rentang waktu 4 tahun (1999-2003) dan rentang waktu 11 tahun (2003-2014), serta rentang waktu 3 tahun (2014-2017) kota Salatiga mengalami alih fungsi lahan kebun dan pepohonan yang menjadi wilayah perkotaan (urban),
Klasifikasi warna dalam band 7,4,2 (Landsat 7) dan 7,5,3 (Landsat 8) :
Kebun dan pepohonan adalah yang berwarna hijau, urban adalah yang berwarna magenta, sawah adalah yang berwarna biru, lahan kosong adalah yang berwarna coklat
(a) 1999 (b) 2003
(c) 2014 (d) 2017
Gambar 4 Citra Satelit Kota Salatiga
14
juga kebun, Gambar 4 (b) Tahun 2003 kota Salatiga masih terlihat lebih dominan dengan warna hijau namun mengalami penurunan dibanding pada tahun 1999, Gambar 4 (c) Tahun 2014 kota Salatiga kembali mengalami penurunan luas kebun dan pepohonan dan luas urban semakin bertambah, terlihat dari warna ungu di citra satelit terlihat semakin banyak, dan terakhir Gambar 4 (d) Tahun 2017 kota Salatiga mengalami perubahan dengan luas urban yang semakin bertambah lagi dibanding tahun 2014 dan luas kebun dan pepohonan yang berkurang, terlihat warna ungu semakin bertambah dan warna hijau berkurang.
Tabel 1 Hasil Perhitungan Luas Tutupan Lahan
Terlihat luas kebun dan pepohonan yang terus menurun dan luas urban yang terus meningkat dari tahun 1999 sampai tahun 2017 diakibatkan angka pertumbuhan penduduk yang terus meningkat [2]. Terlihat pada tahun 1999-2003 luas kebun dan pepohonan terus menurun berturut-turut dari tahun 1999 4.023 hektar, tahun 2003 3.805 hektar, tahun 2014 3.100 hektar, tahun 2017 2.565 hektar. Terjadi penurunan luas kebun dan pepohonan berturut-turut 218 hektar, 705 hektar, dan 535 hektar (Tabel 1).
Selanjutnya untuk luas urban di kota Salatiga terus meningkat dari tahun 1999 703 hektar, tahun 2003 1.043 hektar, tahun 2014 1.805 hektar, dan tahun 2017 2.400. Pada Tabel 1 luas tutupan lahan yang lain seperti sawah mengalami penurunan, luas sawah berturut-turut 205 hektar, 203 hektar, 198 hektar dan 196 hektar. Luas lahan kosong juga mengalami penurunan, dari tahun 1999-2017 berturut-turut luas lahan kosong adalah 805 hektar, 685 hektar, 633 hektar, dan 540 hektar (Tabel 1).
15
(a) Grafik Statistik Luas Tutupan Lahan di Kota Salatiga
(b) Diagram Statistik Luas Tutupan Lahan (c) Diagram Statistik Luas Tutupan Lahan Kebun dan Pepohonan di Kota Salatiga Urban di Kota Salatiga
Gambar 5 (a) Grafik Statistik Luas Tutupan Lahan di Kota Salatiga, (b) Diagram
Statistik Luas Tutupan Lahan Kebun dan Pepohonan di Kota Salatiga, (c) Diagram Statistik Luas Tutupan Lahan Urban di Kota Salatiga
Terlihat dari data Grafik Statistik Tutupan Lahan pada Gambar 5 (a), Diagram Statistik Luas Tutupan Lahan Kebun dan Pepohonan di Kota Salatiga pada Gambar 5 (b) bahwa luas kebun dan pepohonan yang terus menurun dari tahun ke tahun, sedangkan wilayah urban terus naik pada Gambar 5 (c), diakibatkan pertumbuhan penduduk yang meningkat untuk tempat tinggal warga. Luas wilayah Lahan kosong
4023 3805
Kebun dan pepohonan Sawah Urban Lahan Kosong
16
terjadi penurunan namun tidak drastis, dan untuk luas wilayah sawah terjadi keseimbangan antara naik dan turunannya jumlah luas wilayah sawah di kota Salatiga. Hasil overlay citra satelit kota Salatiga tahun 1999 dengan tahun 2003 setelah diklasifikasikan luas lahan kebun dan pepohonan yang dialih fungsikan menjadi lahan urban (pemukiman penduduk) adalah 2,18 km2. Luas yang di alih fungsikan yaitu mencapai 3,8% dari luas kota Salatiga (57.36 km2) [1]. Selanjutnya, hasil overlay citra satelit kota Salatiga tahun 2003 dengan tahun 2014 luas lahan kebun dan pepohonan yang dialih fungsikan menjadi lahan urban (pemukiman penduduk) adalah 7,05 km2 (mencapai 12% dari luas kota Salatiga), luas alih fungsi naik dibanding luas alih fungsi tahun 1999-2003 yaitu 2,18 km2. Terakhir, hasil overlay citra satelit kota Salatiga tahun 2014 dengan tahun 2017 lahan kebun dan pepohonan yang dialih fungsikan menjadi lahan urban (pemukiman penduduk) adalah 5,35 km2 (mencapai 9% dari luas kota Salatiga), menurun dari luas alih fungsi pada tahun 2003-2014 yaitu 7,05 km2. Penurunan 1,7 km2 yang terjadi kemungkinan diakibatkan masalah yang sama seperti alih fungsi pada tahun 2003-2014 yaitu wilayah tersebut cukup sulit juga untuk dilakukan pembukaan lahan kebun dan pepohonan yang akan dijadikan wilayah urban.
Gambar 6 Grafik Statistik Luas Alih Fungsi Lahan
Perhitungan luas alih fungsi kebun dan pepohonan terlihat bahwa luas kebun dan pepohonan yang di alih fungsikan menjadi wilayah urban terus terjadi walaupun luasnya naik dan turun. Penurunan luas yang dialih fungsikan tersebut kemungkinan terjadi akibat wilayah tersebut masih jauh dari wilayah perkotaan sehingga tidak terjangkau untuk pembangunan wilayah urban. Akan sulit untuk menghentikan alih fungsi yang terjadi, yang bisa dilakukan adalah melalukan pembagian wilayah khusus untuk daerah hijau kota Salatiga yang tidak boleh untuk menjadi wilayah urban (Gambar 6).
17
(a) Kecamatan Sidorejo, Sidomukti, (b) Kecamatan Sidorejo, Sidomukti, Tingkir, dan Argomulyo tahun 1999 Tingkir, dan Argomulyo tahun 2003
(c) Kecamatan Sidorejo, Sidomukti, (d) Kecamatan Sidorejo, Sidomukti, Tingkir, dan Argomulyo tahun 2014 Tingkir, dan Argomulyo tahun 2017
Gambar 7 Citra Satelit Kecamatan Sidorejo, Sidomukti, Tingkir, dan
Argomulyo di Kota Salatiga
Tabel 2 Hasil Perhitungan Luas Tutupan Lahan Kecamatan Sidorejo Kelas
Luas Pada Tahun (Hektar)
1999 2003 2014 2017
Kebun dan pepohonan 1.150 1.035 807 612
Sawah 50 50 50 50
Urban 219 338 586 804
18
Kecamatan Sidorejo memiliki luas 1.624 hektar [2]. Dari Tabel 2 terlihat luas kebun dan pepohonan yang terus menurun dan luas urban yang terus meningkat dari tahun 1999 sampai tahun 2017 diakibatkan angka pertumbuhan penduduk yang terus meningkat [2]. Terlihat pada tahun 1999-2003 luas kebun dan pepohonan terus menurun berturut-turut dari tahun 1999 1.150 hektar, tahun 2003 1.035 hektar, tahun 2014 807 hektar, tahun 2017 612 hektar. Terjadi penurunan luas kebun dan pepohonan berturut-turut 115 hektar, 228 hektar, dan 195 hektar (Tabel 2).
Selanjutnya untuk luas urban di kecamatan Sidorejo terus meningkat dari tahun 1999 219 hektar, tahun 2003 338 hektar, tahun 2014 586 hektar, dan tahun 2017 804 hektar. Pada Tabel 2 luas tutupan lahan yang lain seperti sawah tidak mengalami perubahan, luas sawah 50 hektar dari tahun 1999-2017. Luas lahan kosong juga mengalami penurunan, dari tahun 1999-2017 berturut-turut luas lahan kosong adalah 205 hektar, 201 hektar, 181 hektar, dan 158 hektar.
Tabel 3 Hasil Perhitungan Luas Tutupan Lahan Kecamatan Sidomukti
Kecamatan Sidomukti memiliki luas 1.155 hektar [2]. Terlihat luas kebun dan pepohonan yang terus menurun dan luas urban yang terus meningkat dari tahun 1999 sampai tahun 2017 diakibatkan angka pertumbuhan penduduk yang terus meningkat [2]. Terlihat pada tahun 1999-2003 luas kebun dan pepohonan terus menurun berturut-turut dari tahun 1999 913 hektar, tahun 2003 864 hektar, tahun 2014 741 hektar, tahun 2017 632 hektar. Terjadi penurunan luas kebun dan pepohonan berturut-turut 49 hektar, 123 hektar, dan 109 hektar (Tabel 3).
Selanjutnya untuk luas urban di kecamatan Sidorejo terus meningkat dari tahun 1999 75 hektar, tahun 2003 166 hektar, tahun 2014 291 hektar, dan tahun 2017 405 hektar. Pada Tabel 3 luas tutupan lahan yang lain seperti sawah mengalami penurunan dari tahun 1999 ke 2003 namun tahun 2003-2017 tidak mengalami perubahan, luas sawah pada tahun 1999 43 hektar dan turun menjadi 42 hektar pada tahun 2003. Luas lahan kosong juga mengalami penurunan, dari tahun 1999-2017 berturut-turut luas lahan kosong adalah 124 hektar, 83 hektar, 81 hektar, dan 76 hektar.
Kelas Luas Pada Tahun (Hektar)
1999 2003 2014 2017
Kebun dan pepohonan 913 864 741 632
Sawah 43 42 42 42
Urban 75 166 291 405
19
Tabel 4 Hasil Perhitungan Luas Tutupan Lahan Kecamatan Tingkir
Kecamatan Tingkir memiliki luas 1.075 hektar [2]. Terlihat luas kebun dan pepohonan yang terus menurun dan luas urban yang terus meningkat dari tahun 1999 sampai tahun 2017 diakibatkan angka pertumbuhan penduduk yang terus meningkat [2]. Terlihat pada tahun 1999-2003 luas kebun dan pepohonan terus menurun berturut-turut dari tahun 1999 819 hektar, tahun 2003 785 hektar, tahun 2014 685 hektar, tahun 2017 571 hektar. Terjadi penurunan luas kebun dan pepohonan berturut-turut 34 hektar, 100 hektar, dan 114 hektar (Tabel 4).
Selanjutnya untuk luas urban di kecamatan Sidorejo terus meningkat dari tahun 1999 99 hektar, tahun 2003 159 hektar, tahun 2014 264 hektar, dan tahun 2017 343 hektar. Pada Tabel 4 luas tutupan lahan yang lain seperti sawah mengalami penurunan dari tahun 1999-2014 namun tahun 2014 ke 2017 tidak mengalami perubahan, luas sawah pada tahun 1999 59 hektar dan turun menjadi 58 hektar pada tahun 2003, pada tahun 2014 turun menjadi 53 hektar. Luas lahan kosong juga mengalami penurunan dari tahun 1999 ke 2003 dan naik dari tahun 2014 ke 2017, dari tahun 1999-2017 berturut-turut luas lahan kosong adalah 98 hektar, 73 hektar, 73 hektar, dan 108 hektar.
20
Kecamatan Argomulyo memiliki luas 1.882 hektar [2]. Dari Tabel 5 terlihat luas kebun dan pepohonan yang terus menurun dan luas urban yang terus meningkat dari tahun 1999 sampai tahun 2017 diakibatkan angka pertumbuhan penduduk yang terus meningkat [2]. Dari Tabel 5 terlihat pada tahun 1999-2003 luas kebun dan pepohonan terus menurun berturut-turut dari tahun 1999 1141 hektar, tahun 2003 1121 hektar, tahun 2014 867 hektar, tahun 2017 750 hektar. Terjadi penurunan luas kebun dan pepohonan berturut-turut 20 hektar, 254 hektar, dan 117 hektar.
Selanjutnya untuk luas urban di kecamatan Sidorejo terus meningkat dari tahun 1999 310 hektar, tahun 2003 380 hektar, tahun 2014 664 hektar, dan tahun 2017 883 hektar. Pada Tabel 5 luas tutupan lahan yang lain seperti sawah tidak mengalami perubahan dari tahun 1999-2014 namun tahun 2014 ke 2017 mengalami penurunan, luas sawah pada tahun 1999-2014 53 hektar dan turun menjadi 51 hektar pada tahun 2017. Luas lahan kosong mengalami penurunan dari tahun 1999-2017, berturut-turut luas lahan kosong adalah 378 hektar, 328 hektar, 298 hektar, dan 198 hektar.
Hasil overlay, alih fungsi lahan kebun dan pepohonan yang menjadi wilayah urban pada kecamatan Sidorejo berturut-turut 115 hektar (1999-2003), 228 hektar (2003-2014), 195 hektar (2014-2017) dengan total 538 hektar, alih fungsi pada kecamatan Sidomukti berturut-turut 49 hektar (1999-2003), 123 hektar (2003-2014), 109 hektar (2014-2017) dengan total 281 hektar, alih fungsi pada kecamatan Tingkir berturut-turut 34 hektar (1999-2003), 100 hektar (2003-2014), 114 hektar (2014-2017) dengan total 248 hektar, dan terakhir alih fungsi pada kecamatan Argomulyo berturut-turut 20 hektar (1999-2003), 254 hektar (2003-2014), 117 hektar (2014-2017) dengan total 391 hektar. Kecamatan dengan alih fungsi kebun dan pepohonan paling besar adalah kecamatan Sidorejo dengan 538 hektar (Gambar 8).
Gambar 8 Grafik Luas Wilayah Kebun dan Pepohonan dari 4 Kecamatan di
Salatiga yang di Alih Fungsikan menjadi Wilayah Urban
Luas Alih Fungsi Lahan Kebun dan Pepohonan yang
Menjadi Wilayah Urban (Hektar)
21 5. Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang didapat yaitu alih fungsi lahan kota Salatiga dari tahun 1999-2003, dari 2003-2014, dan dari tahun 2014-2017 alih fungsi lahan kebun dan pepohonan yang menjadi wilayah perkotaan (urban) memang terlihat dari data alih fungsi yang dilakukan menurun, namun alih fungsi lahan itu terus berlangsung dalam rentang waktu tersebut. Kecamatan di Salatiga yang melakukan alih fungsi lahan kebun dan pepohonan menjadi wilayah urban terbesar yaitu kecamatan Sidorejo diikuti kecamatan Argomulyo, Sidomukti dan terakhir Tingkir. Hasil analisis yang menyebabkan wilayah urban meningkat yaitu pertumbuhan penduduk [2]. Untuk mengurangi terjadinya alih fungsi lahan di kota Salatiga adalah dengan pembagian wilayah khusus untuk daerah hijau yang tidak boleh untuk dijadikan wilayah urban.
Kekurangan dari penelitian ini yaitu citra landsat yang digunakan berbeda (tahun 1999 dan 2003 menggunakan Landsat 7 sedangkan tahun 2014 dan 2017 menggunakan Landsat 8) dikarenakan citra satelit Landsat 7 pada tahun 2003-sekarang yang gratis untuk di unduh memiliki celah dalam citranya (slc-off) sedangkan yang tidak memiliki celah (slc-on) sulit untuk mendapatkan datanya, hal itu bisa diatasi dengan mencari citra satelit yang tidak memiliki celah. Selain itu kekurangan pada penelitian ini terletak pada ketidak konsistenan rentang waktu perbandingan untuk analisa alih fungsi lahan kota Salatiga, 1999-2003 (4 tahun), 2003-2014 (11 tahun), 2014-2017 (3 tahun). Selain itu ada ada beberapa warna yang tidak terklasifikasi karena adanya cloud cover (tutupan awan).
6. Daftar Pustaka
[1] Kemendagri, “Kemendagri,” [Online]. Available:
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-daerah/kabupaten/id/33/name/jawa-tengah/detail/3373/kota-salatiga. [Diakses 23 Mei 2017].
[2] B. P. Statistik. [Online]. Available:
https://salatigakota.bps.go.id/webbeta/frontend/index.php/Publikasi. [Diakses 2 Juni 2017].
[3] BPS, “Badan Pusat Statistik,” [Online]. Available:
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/54#subjekViewTab4. [Diakses 22 Mei 2017].
[4] GISgeography, “GISgeography,” [Online]. Available: http://gisgeography.com. [Diakses 1 Juni 2017].
[5] T. M. Lillesand dan R. W. Kiefer, Remote Sensing and Image Interpretation Indonesia Edition, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990.
22
[7] K. D. Hartomo, F. S. Papilya dan A. R. Tanaamah, “Analisis Spasial Alih Fungsi Hutan dengan Pendekatan Remote Sensing dan Geographic Information System,” 10 Juni 2011.
[8] H. P. Chernovita, S. Y. J. Prasetyo dan K. D. Hartomo, “Pemetaan Wilayah Risiko Bencana Banjir,” 2013.
[9] Landsat, “Landsat,” [Online]. Available: https://landsat.usgs.gov/. [Diakses 1 Juni 2017].
[10] R. H. Koestoer, Teknik Overlay dalam Pemahaman Dampak Lingkungan, PPT-LIPI, 1995.
[11] “Salatiga,” [Online]. Available: http://salatigakota.go.id/tentanggeografi.php. [Diakses 23 Mei 2017].