• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi dan Dampak Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Tingkat Pelanggaran Pelajar SMASMK dalam Berlalu Lintas di Kota Salatiga Tahun 201

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi dan Dampak Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap Tingkat Pelanggaran Pelajar SMASMK dalam Berlalu Lintas di Kota Salatiga Tahun 201"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam Bab II ini berisikan tentang kajian pustaka mengenai Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tugas dan peran Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, peraturan lalu lintas, pelanggaran peraturan lalu lintas dan sanksi atas pelanggaran peraturan lalu lintas dan angkutan jalan, penelitian yang relevan, dan yang terakhir mengenai kerangka berpikir.

A. Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Sebagai Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Thomas R. Dye dalam Budi Winarno (2012: 20) kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Lebih lanjut Budi Winarno (2012: 38) memberikan pernyataan bahwa kebijakan publik adalah suatu definisi yang menekankan tidak hanya pada apa yang diusulkan pemerintah, tetapi juga mencakup pula arah tindakan atau apa yang dilakukan oleh pemerintah.

(2)

8

instruksi dari pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara mencapai tujuan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan kebijakan publik merupakan suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan maupun tidak dilakukan oleh pemerintah, yang memiliki tujuan untuk mengatasi suatu permasalahan yang terjadi pada suatu pemerintahan. Tujuan-tujuan tersebut diwujudkan melalui nilai-nilai dan praktik tertentu. Secara tidak langsung kebijakan publik merupakan suatu kondisi yang diharapkan atau dicita-citakan oleh pemerintah untuk membentuk suatu masyarakat sesuai dengan apa yang seharusnya dan apa yang menjadi harapannya, dalam hal ini menuju masyarakat yang lebih baik. Kebijakan publik yang baik tentu harus diimplementasikan agar dapat terwujud secara nyata untuk itu pada bagian selanjutnya membahas mengenai bagaimana implementasi dalam suatu kebijakan publik.

2. Implementasi Kebijakan Publik

(3)

9

membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

Menurut Solahuddin Kusumanegara (2010: 98) implementasi kebijakan publik dipahami juga sebagai suatu proses, output, dan outcome. Implementasi dapat dikonseptualisasikan sebagai proses karena didalamnya terjadi beberapa rangkaian aktivitas yang berkelanjutan. Selanjutnya Lester dan Stewart (2000) dalam Solahuddin Kusumanegara (2010: 99) menyatakan implementasi juga diartikan outputs, yaitu melihat apakah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan program telah sesuai dengan arahan implementasi sebelumnya atau bahkan mengalami penyimpangan-penyimpangan. Akhirnya, implementasi juga dikonseptualisasikan sebagai outcomes. Konseptualisasi ini terfokus pada akibat yang ditimbulkan dari adanya implementasi suatu kebijakan mengurangi masalah atau bahkan menambah masalah baru dalam masyarakat.

(4)

10

dari suatu implementasi, oleh karena itu pada bagian selanjutnya akan dibahas mengenai faktor-faktor dalam implementasi kebijakan publik.

3. Faktor-faktor Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Edwards (1980) dalam Budi Winarno (2012: 177) menyatakan terdapatempat faktor atau variabel krusial dalam implementasi kebijakan publik. Faktor-faktor atau variabel-variabel tersebut adalah komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi. Keempat faktor tersebut berpengaruh terhadap implementasi kebijakan bekerja secara stimulan dan berinteraksi satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan. Berikut penjelassan mengenai faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Komunikasi

(5)

11

dilakukan adalah dengan antar organisasi yang terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

Selain itu menurut Hood (1976) dalam Solichin Abdul Wahab (2015: 174-175) guna mencapai implementasi yang sempurna diperlukan suatu sistem satuan administrasi yang tunggal (unitary administrative system) hal ini bertujuan agar tercipta koordinasi yang baik dan dapat menjamin bahwa data, saran, dan perintah-perintah yang dihasilkan benar-benar dimengerti sebagai apa yang dikehendaki oleh pihak yang mengirimnya.

b. Sumber-sumber

Menurut Budi Winarno (2012: 184) menyatakan perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas, dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi cenderung tidak efektif. Sumber-sumber penting yang meliputi: staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

(6)

12

semisal network planning and control (perencanaan jaringan dan kontrol), manpower forecasting (tenaga kerja peramalan), dan inventory control (pengendalian persediaan), sehingga dapat diharapkan bahwa sejak dini setiap hambatan yang bakal terjadi dapat diantisipasi sebelumnya, dan tindakan-tindakan yang cepat dan tepat segera dilakukan.

Dari pendapat yang dikemukakan pengertian sumber dalam hal ini adalah sumber daya yang diperlukan untuk dapat mewujudkan implementasi kebijakan publik, apabila sumber daya yang ada tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan maka proses implementasi suatu kebijakan publik akan mengalami kendala atau permasalahan dan dapat mengakibatkan ketidakefektifan dari suatu kebijakan yang telah dibuat. Selain sumber-sumber, adapun faktor lain yang menunjang implementasi kebijakan yaitu kecenderungan-kecenderungan.

c. Kecenderungan-kecenderungan

(7)

13

penting dalam mengetahui pengaruh-pengaruh tertentu pada kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku-tingkah laku mereka, bila dibandingkan dengan para hakim dan pelaksana kebijakan swasta/non pemerintah (Budi Winarno, 2012:197-198).

d. Struktur birokrasi

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, tetapi dalam implementasi kebijakan struktur birokrasi sering menjadi pengahambat efektifitas sebuah kebijakan, hal tersebut dikarenakan dua hal yaitu prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut Standard Operating Procedures (SOP) dan Fragmentasi (Edwards dalam Budi Winarno, 2012: 206). Dari kedua hal tersebut hubungan terhadap implementasi kebijakan adalah sebagai berikut:

1) Standard Operating Procedures, merupakan prosedur-prosedur yang

(8)

14

lama akan terjadi. Jadi SOP sangat mungkin menghalangi implementasi kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru dengan tipe personil baru.

2) Fragmentasi, atau diartikan sebagai pembagian lembaga menjadi beberapa bagian dengan fungsi masing-masing, artinya fragmentasi organisasi adalah dengan menyebar kepada beberapa organisasi atau badan untuk menjalankan kebijakan dengan tujuan agar mampu mengamati dengan teliti apa yang dijalankan dan usaha menentukan perilaku masing-masing badan. Farmentasi memang terlihat efektif tetapi disisi lain kemungkinan adanya pertentangan antara satu badan dengan badan lainnya akan menghambat implementasi kebijakan, dimana kepentingan untuk mempertahankan fungsi masing-masing akan menolak terjadinya koordinasi secara terbuka antar badan yang menjalankan kebijakan publik tersebut. Hal itu akan membuat kebijakan yang dijalankan hanya sebatas kompetisi bagi masing-masing badan untuk menunjukkan eksistensi kerja mereka.

(9)

15

beberapa faktor yang perlu diperhatikan, faktor-faktor yang telah disebutkan diatas sangat mempengaruhi proses implementasi kebijakan publik.

Salah satu kebijakan publik yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia adalah Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, padapasal 208 ayat 2 menyatakan tujuan untuk mewujudkan upaya membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Salah satu program untuk mewujudkan tujuan tersebut yang diturunkan melalui Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Darat Nomor SK/825AJ705/DRJD/2010 pada tahun 2010 dengan mengadakan suatu program pendidikan mengenai keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yaitu program pelajar pelopor keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Untuk dapat mengetahui apakah salah satu kebijakan publik yang telah dibuat ini dapat mewujudkan tujuan yang ingin dicapai maka perlunya melihat apakah implementasi kebijakan ini telah sesuai dengan apa yang telah menjadi acuan dengan melihat bagaimana pelaksanaan program tersebut.

4. Pengertian Program Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

(10)

16

pelajar yang akan ditetapkan sebagai Juara Pelajar Pelopor Keselamatan Tingkat Nasional (SK.825/AJ 705/DRJD/2010)

Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian terhadap keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan di kalangan pelajar khususnya. Adapaun maksud selain meningkatkan kepedulian yaitu sebagai salah satu cara pembentukan karakter budaya keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, Kendaraan, Jalan, dan/atau lingkungan (SK.825/AJ 705/DRJD/2010)

Adapun tata cara pemilihan atau seleksi untuk dapat menjadi Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ kepada pelajar SMA dan/atau sederajat di Provinsi dan Kabupaten/Kota dari seluruh Indonesia dengan memilih pelajar yang akan ditetapkan sebagai juara Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat nasional (SK.825/AJ 705/DRJD/2010)

5. Tujuan

(11)

17

kalangan generasi muda melalui pelajar; 5) memberikan penghargaan (reward) atas prestasi kepedulian dalam berlalu lintas yang tinggi untuk mewujudkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

6. Jadwal Pelaksanaan

Menurut SK.825/AJ 705/DRJD/2010 tentang pedoman teknis pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ, pada pasal 13 pelaksanaan pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ di tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Provinsi, dan tingkat Nasional sebagai berikut :

a. Tingkat Kabupaten/Kota

Pada tingkat Kabupaten/Kota menurut pedoman teknis pemilihan pelajar pelopor keselamata lalu lintas dan angkutan jalan jadwal pemilihan pada bulan Juni sampai Juli. Adapun tahapan pemilihan sebagai berikut: 1) Masa pencalonan, 2) Pemilihan dan penetapan pemenang, 3) Penyampaian nam Pelajar Pelopor Keselamatan terpilih ke tingkat Provinsi, 4) Pengiriman peserta pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat Kabupaten/Kota

b. Tingkat Provinsi

(12)

18 c. Tingkat Nasional

1) Pengiriman surat ke daerah tentang kesiapan mengikuti pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ yang dilampiri juknis pelaksanaan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ.

2) Pembuatan surat ke instansi terkait perihal tenaga personil dalam kepanitiaan.

3) Pembuatan konsep surat keputusan menteri perhubungan tentang panitia pelaksana pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasional.

4) Penggandaan dan pendistribusian surat keputusan menteri perhubungan tentang panitia pelaksana pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasioanal.

5) Pelaksanaan kegiatan pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ di tingkat Kabupaten/Kota dan Propinsi.

6) Rapat panitia I pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasional (persiapan awal).

7) Pemesanan akomodasi dan konsumsi untuk penyelenggaraan pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasional 8) Rapat panitia II pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat

nasional LLAJ (pembagian tugas masing-masing bidang)

(13)

19 10) Pembuatan materi test tertulis.

11) Rapat pembahasan masing-masing bidang

12) Rapat panitia III pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasional (persiapan akhir).

13) Konfirmasi I, peserta Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat propinsi 14) Konfirmasi II, peserta Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat propinsi 15) Konfirmasi III, peserta Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat propinsi 16) Pemesanan perlengkapan untuk para peserta Pelajar Pelopor

Keselamatan LLAJ

17) Para peserta dan pendamping pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan tingkat nasional LLAJ datang ke Jakarta.

18) Peserta Pelajar Pelopor Keselamatan mengikuti outbound

19) Pembukaan oleh menteri perhubungan/dirjen perhubungan darat pada acara pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat nasional yang diikuti para peserta.

20) Para peserta melanjutkan tes tertulis 21) Para peserta melakukan kunjungan

(14)

20

darat, c) Para peserta dan tim pendamping kembali ke daerah masing-masing

7. Kepanitiaan

Menurut pedoman teknis pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ pada bab ketiga pasal 3 sampai 8 dijelaskan mengenai kepanitiaan Pelajar Pelopor Keselamatan dibentuk berdasarkan tingkat pemilihan dalam hal ini terdapat tiga tingkatan yaitu. Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Nasional sebagi berikut:

a. Kabupaten/Kota

1) Panitia Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/WaliKota. 2) Terdiri dari unsur-unsur Kepolisian Daerah, Dinas Kabupaten/Kota

yang membidangi Perhubungan/LLAJ, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Pendidikan Nasional, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kesehatan, Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Pemuda dan Olahraga, dan PT. Jasa Raharja.

3) Diketuai oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perhubungan.

b. Provinsi

(15)

21

2) Diketuai oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi Perhubungan/LLAJ

c. Nasional

1) Panitia Tingkat Nasional dibentuk oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

2) Pada tingkat Nasional panitia terdiri dari unsur Kepolisian R.I., Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan PT. Jasa Raharja.

3) Diketuai oleh Direktur Keselamatan Transportasi Darat, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

8. Persyaratan dan Tata Cara Pelaksanaan

Persyaratan dan tata cara pelaksanaan mengenai pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ diatur dalam SK 825/AJ 705/DRJD/2010 bagian kedua pada pasal 9 sampai dengan pasal 12 mengenai kriteria atau persyaratan peserta pemilihan pelajar pelopor LLAJ sebagai berikut:

a. Kabupaten/Kota

1) Kepala sekolah mengusulkan peserta pelajar setingkat sma/sederajat yangberdomisili di Kabupaten/Kota kepada panitia pemilihan Pelajar Pelopor KeselamatanLLAJ tingkat Kabupaten/Kota setempat.

(16)

22

a) Berumur maksimal 19 tahun; b) diutamakan dapat berbahasa Inggris; c) berkelakuan baik yang dinyatakan oleh kepala sekolah;d) berbadan sehat yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; e) tidak mengkonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang.

3) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor KeselamatanLLAJtingkat Kabupaten/Kota memberikan pembekalanmengenai pengetahuan di bidang LLAJ kepada peserta pelajar.

4) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan tingkat Kabupaten/Kota melakukan penilaian terhadap peserta Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan tingkat Kabupaten/Kota.

5) Berdasarkan hasil penilaian diusulkan paling banyak 3 (tiga) peringkat teratas.

6) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan tingkat Kabupaten/Kota mengusulkan nama peserta kepada Bupati/Walikota untuk penetapan pemenang 1, 2, dan 3. 7) Bupati/Walikota mengusulkan nama pemenang pada panitia tingkat

Provinsi. b. Provinsi

(17)

23

2) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan Tingkat Provinsi melakukan penilaian terhadap peserta Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ yang disulkan oleh Tingkat Kabupaten/Kota.

3) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan Tingkat Provinsi mengusulkan nama peserta kepada Gubernur untuk penetapan pemenang 1, 2, dan 3.

4) Gubernur mengusulkan nama pemenang pada panitia tingkat Nasional. c. Nasional

1) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ tingkat Nasional melakukan penilaian dan evaluasi terhadap peserta Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ yang diusulkan oleh tingkat Provinsi.

2) Panitia pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ jalan tingkat Nasional mengusulkan nama peserta kepada Menteri Perhubungan melalui Dirjen untuk penetapan pemenang 1, 2, dan 3.

9. Penilaian

a. Kriteria Penilaian

(18)

24 1) Kepemimpinan/Leadership

a) Empati/kepedulian.

Pandangannya tentang kehidupan, hubungan antar manusia dan lingkungan: dalam keluarga (ortu, saudara sekandung, saudara lainnya), dengan tetangga, dengan teman, dengan manusia lainnya, dengan lingkungan sekitar (hewan, tumbuhan, dsb).

b) Inisiatif.

Potensi tindakan yang dilakukan jika menemukan suatu masalah c) Percaya diri, tidak grogi, gugup.

1. Dapat dilihat dari kata sambutan pada awal, tengah, penutupan, dan mengatasi kesulitan atau permasalahan yang timbul mendadak ketika sedang presentasi;

2. Dapat dilihat melalui tatapan matanya, gerakan tangan, gerakan bibir, dan bahasa tubuh lainnya.

d) Kemampuan meyakinkan orang lain.

1. Dapat dilihat melalui mimik mukanya,tatapan matanya, gerakan tangan, gerakan bibir, dan bahasa tubuh lainnya.

2. Dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan dan penggunaan kata dan kalimat yang meyakinkan.

e) Penampilan rapih menguatkan citra diri.

(19)

25

2. Kelengkapan tambahan / aksesoris yang sesuai dan mendukung.

2) Kemampuan berbicara di depan umum (public speaking)

a) Non verbal communication (eyecontact, postur berdiri, dll). Dapat dilihat melalui mimik mukanya, tatapan matanya, gerakan tangan, gerakan bibir, dan bahasa tubuh lainnya.

b) Pilihan kata dan penggunaan bahasa (verbal). Penyampaian dengan mengunakan kata, kalimat, dan istilah yang tepat sesuai dengan hal-hal yang sedang disampaikan.

c) Intonasi dan artikulasi.

Pengeluaran suara yang sesuai dengan pernyataan yang sedang diungkapkan, apakah semakin memperjelas, biasa saja, atau justru menjauh dari pengertiannya.

d) Penggunaan alat peraga / bantu dalam presentasi. Pemakaian bahan-bahan peraga yang mendukung presentasi, seperti bentuk2 tampialn slide dan alat-alat lainnya.

e) Pesan mudah dimengerti.

Keseluruhan penampilan apakah menunjukkan substansi yang sudah dibuat dapat disampaikan dan diterima serta dipahami dengan baik oleh pemirsa.

f) Pemanfaatan waktu

(20)

26

a) Aplikasi peraturan/ norma/etika dalam presentasi

1) Pengetahuan mengenai peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku yang terkait dengan lalu lintas jalan, seperti tata cara berlalu lintas, dll

2) Wawasan mengenai kondisi lalu lintas di daerahnya 3) Pengetahuan tentang etika berlalu lintas

4) Penerapan peraturan yang berlaku dalam berlalu lintas,baik oleh masyarakat setempat maupun petugas terkait

b) Inovasi/ ide baru sebagai masukan terhadap peraturan.

1) Identifikasi kelemahan – kelemahan dari peraturan yang diterapkan

2) Masukan pemikiran untuk menyempurnakan peraturan – peraturan yang berlaku

3) Identifikasi permasalahan-permasalahan yang timbul,baik antar pengguna jalan maupun antar instansi terkait

4) Inovasi / ide – ide baru untuk mengatasi permasalahan – permasalahan lalu lintas jalan yang ada

5) Mampu memberikan contoh keselamatan jalan dalam keseharian.

(21)

27

b. Berbagai upaya dalam meningkatkan keselamatan di jalan, baik pada diri sendiri, keluarga maupun kepada masyarakat. 4) Materi karya tulis.

a) Struktur penulisan (latar belakang, problem, solusi,dll).

1) Format penulisan karya tulis telah sesuai atau belum dengan format penulisan laporan pada umumnya.

2) Adanya hubungan antar bab. b) Kualitas isi.

1) Ruang lingkup karya tulis menyangkut pemikiranuntuk mengatasi suatu permasalahan-permasalahan yang saat ini sedang dihadapi, yang tidak dapat di atasi.

2) Keakuratan data-data yang diperoleh.

Analisa dapat diterima secara logis dan dapatditerapkan untuk menganalisa permasalahan- permasalahan sejenis.

c) Pesan dan harapan.

1) Pesan untuk mengatasi setiap permasalahan-permasalahan lalu lntas jalan yang sedang maupun yang akan dihadapi, baik kepada orang lain, lembaga, maupun pemerintah.

2) Harapan mengenai dunia transportasi jalan, baik perkembangan teknologi, kebijakan, sumber daya manusia dan lain-lain agar terciptanya keselamatan jalan

(22)

28

2) Kalimat yang dipergunakan mudah dan langsung dapat dimengerti serta saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya

e) Bahan presentasi.

1) Bahan presentasi secara umum sudah mewakili karya tulis 2) Mudah dan langsung dapat dimengerti isi penulisannya, sesuai

dengan karya tulis yang dibuat 3) Efisien dan efektif

b. Metode Penilaian

Adapun metode penilaian diatur dalam pasal 18 dan 19 dalam pedoman teknis pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ, yaitu sebagai berikut:

1) Penentuan peserta terbaik atau juara didasarkan pada urutan jumlah nilai akhir

terbesar.

2) Nilai akhir merupakan rata-rata dari nilai akhir para anggota tim penilai.

3) Apabila terdapat nilai akhir yang sama maka ditentukan berdasarkan pada nilai akhir Kategori yang mempunyai bobot terbesar, yaitu kategori substansi karya tulis dan bahan presentasi.

(23)

29

5) Untuk penilaian Tingkat Nasional di samping penilaian terhadap karya tulis dan pengetahuan di bidang LLAJ dilakukan penilaian terhadap hasil test psikologi. Test psikologi mempergunakan rekomendasi dari Psikolog penyedia bahan test psikologi

Selanjutnya dalam lampiran ketiga peraturan Dirjen Pehubungan Darat diatur mengenai pembobotan penilaian Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ. Metode penilaian yang digunakan adalah dengan sistem pembobotan, yaitu kelima kategori tersebut diberi nilai bobot sesuai dengan tingkat pentingnya dan total nilai bobot adalah 100%, sebagai berikut :

1 Leadership : 25 % 2 Public Speaking : 25 % 3 Norma/Etika : 20 % 4 Materi Karya : 28 %

____________________________ + Total : 100 % c. Pendidikan dan Pembekalan

Adapun pendididikan dan pembekalan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ diatur pada pasal 20 dalam SK 825/AJ 705/DRJD/2010 menyatakan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembekalan kepada para peserta pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ didahului dengan kegiatan outbound. 2. Kegiatan outboundsebagaimana dimaksud pada ayat 1 dimaksudkan

(24)

30

dalam pelaksanaan tugas, tanggung jawab, hak/kewajiban, disiplin, sopan santun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan dan norma-norma masyarakat. 3. Pelaksanaan pendidikan/pembekalan dilakukan dengan metoda antara

lain: a) ceramah; b) diskusi; c) tanya jawab; d) simulasi;dan e) demonstrasi.

B. Tugas dan Peran Pelajar Pelopor Keselamatan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ. Kegiatan sosialisasi tersebut diadakan di setiap daerah yang memiliki perwakilan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ. Tugas tersebut diantaranya adalah melakukan sosialisasi tentang keselamatan bagi kalangan pelajar tingkat SMA. Selain itu kegiatan Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ ini bekerja sama dengan dinas dan lembaga pendidikan terkait untuk melakukan sosialisasi. Adapun jenis sosialisasi yang dilakukan adalah melalaui beberapa macam media yaitu:a) permainan tentang marka jalan, b) soal-soal interaktif mengenai lalu lintas, c) video tentang lalu lintas, d) kemudian memberikan modul tentang materi sosialisasi keselamatan berlalulintas untuk remaja atau SMA(Modul Keselamatan Berlalu Lintas untuk Remaja)

(25)

31

makin mampu mewujudkan masyarakan yang tertib berlalu lintas dan mampu mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat setiap tahun serta menurunkan jumlah korban yang meninggal ataupun luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas.

C. Peraturan Lalu Lintas

1. Pengertian

Peraturan lalu lintas mengatur pengguna jalan-jalan umum dan memberikan kerangka kerja untuk mendorong dan, apabila dibutuhkan untuk menegakkan perilaku para pengguna jalan yang lebih aman. Peraturan lalu lintas memberikan kerangka kerja bagi polisi lalu lintas dan badan-badan penegak hukum lainnya untuk memastikan dipenuhinya peraturan berkendara. Peraturan yang ada harus dikaji ulang, diperbarui, dan dikonsolidasikan bila dimungkinkan. Peraturan mengenai berkendara dalam keadaan mabuk, penggunaan sabuk keselamatan dan helm, dan batas kecepatan apabila belum ada harus dibuat sesegera mungkin (Charles Melhuish, dkk. 1996:4.10 - 3)

2. Asas dan Tujuan

Asas dan tujuan peraturan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan dicantumkan dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 pada bab 2 pasal 2 dan 3 sebagai berikut:

a) Asas

(26)

32

berkelanjutan; d) Asas partisipatif; e) Asas bermanfaat; f) Asas efisien dan efektif; g) Asas seimbang; h) Asas terpadu; dan i) Asas mandiri b) Tujuan

Lalu lintas dan angkutan jalan diselenggarakan dengan tujuan:

1) Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa;

2) Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

3) Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

3. Tata Cara Berlalu Lintas

Tata cara berlalu lintas diatur dalam uu no 22 tahun 2009 pada bagian keempat, pasal 105 sampai dengan pasal 121 sebagai berikut:

Pasal 105 mengatur mengenai setiap orang yang menggunakan jalan wajib: a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

(27)

33

a. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. b. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

c. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.

d. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan:a) Rambu perintah atau rambu larangan; b) Marka jalan; c) Alat pemberi isyarat lalu lintas; d) Gerakan lalu lintas; e) Berhenti dan parkir; f) Peringatan dengan bunyi dan sinar; g) Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau; h) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain

e. Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:

1. Surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat tanda coba kendaraan bermotor; 2) Surat izin mengemudi; 3) Bukti lulus uji berkala; dan/atau ; 4) Tanda bukti lain yang sah.

f. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di Jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

(28)

34

keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

h. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda Motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

i. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

Mengenai tata tertib penggunaan lampu utama diatur dalam pasal 107 pada ayat 1 dan 2 sebagai berikut:

1. Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib menyalakan lampu utama kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada kondisi tertentu.

2. Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Kemudian pada pasal 108 sampai dengan pasal 111 mengatur mengenai penggunaan jalur atau lajur lalu lintas adapun isi dari pasal tersebut sebagai berikut:

Pasal 108

1. Dalam berlalu lintas Pengguna Jalan harus menggunakan jalur Jalan sebelah kiri.

(29)

35

b. Diperintahkan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk digunakan sementara sebagai jalur kiri.

3. Sepeda Motor, Kendaraan Bermotor yang kecepatannya lebih rendah, mobil barang, dan Kendaraan Tidak Bermotor berada pada lajur kiri Jalan.

4. Penggunaan lajur sebelah kanan hanya diperuntukkan bagi Kendaraan dengan kecepatan lebih tinggi, akan membelok kanan, mengubah arah, atau mendahului Kendaraan lain.

Pasal 109

1. Pengemudi Kendaraan Bermotor yang akan melewati Kendaraan lain harus menggunakan lajur atau jalur Jalan sebelah kanan dari Kendaraan yang akan dilewati, mempunyai jarak pandang yang bebas, dan tersedia ruang yang cukup.

2. Dalam keadaan tertentu, Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat menggunakan lajur Jalan sebelah kiri dengan tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan. 3. Jika Kendaraan yang akan dilewati telah memberi isyarat akan menggunakan lajur atau jalur jalan sebelah kanan. Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat 1dilarang melewati kendaraan tersebut. Pasal 110

(30)

36

2. Pengemudi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 jika terhalang oleh suatu rintangan atau Pengguna Jalan lain di depannya wajib mendahulukan Kendaraan yang datang dari arah berlawanan.

Pasal 111

Pada jalan yang menanjak atau menurun yang tidak memungkinkan bagi Kendaraan untuk saling berpapasan, pengemudi Kendaraan yang arahnya menurun wajib memberi kesempatan jalan kepada Kendaraan yang mendaki.

Pasal 112 sampai dengan pasal 114 mengatur mengenai bagaimana tata tertib mengemudi dalam hal belokan atau simpangan sebagai berikut:

1. Pengemudi Kendaraan yang akan berbelok atau berbalikarah wajib mengamati situasi Lalu Lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat dengan lampu penunjuk arah atau isyarat tangan.

2. Pengemudi Kendaraan yang akan berpindah lajur atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi lalu lintas di depan, di samping, dan di belakang Kendaraan serta memberikan isyarat.

(31)

37

1. Pada persimpangan sebidang yang tidak dikendalikan dengan alat pemberi isyarat lalu lintas, pengemudi wajib memberikan hak utama kepada:

a. Kendaraan yang datang dari arah depan dan/atau dari arah cabang persimpangan yang lain jika hal itu dinyatakan dengan rambu lalu lintas atau marka jalan;

b. Kendaraan dari jalan utama jika pengemudi tersebut datang dari cabang persimpangan yang lebih kecil atau dari pekarangan yang berbatasan dengan jalan;

c. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan sebelah kiri jika cabang persimpangan 4 (empat) atau lebih dan sama besar; d. Kendaraan yang datang dari arah cabang sebelah kiridi persimpangan 3

(tiga) yang tidak tegak lurus; atau

e. Kendaraan yang datang dari arah cabang persimpangan yang lurus pada persimpangan 3 (tiga) tegak lurus.

2. Jika persimpangan dilengkapi dengan alat pengendali lalu lintas yang berbentuk bundaran, pengemudi harus memberikan hak utama kepada kendaraan lain yang datang dari arah kanan.

Pasal 114

Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan Jalan, pengemudi kendaraan wajib:

(32)

38 b. Mendahulukan kereta api; dan

c. Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintasi rel.

Selanjutnya mengenai tata tertib kecepatan laju kendaraan bermotor diatur pada pasal 115 sampai dengan pasal 117 yaitu sebagai berikut:

Pasal 115

Pengemudi Kendaraan Bermotor di jalan dilarang:

a. Mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, dan/atau b. Berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.

Pasal 116

1. Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan rambu lalu lintas.

2. Selain sesuai dengan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 pengemudi harus memperlambat kendaraannya jika:

a. Akan melewati kendaraan bermotor umum yang sedang menurunkan dan menaikkan penumpang;

b. Akan melewati kendaraan tidak bermotor yang ditarik oleh hewan, hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;

c. Cuaca hujan dan/atau genangan air;

(33)

39

e. Mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta api; dan/atau

f. Melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang. Pasal 117

Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus mengamati situasi lalu lintas di samping dan di belakang kendaraan dengan cara yang tidakmembahayakan kendaraan lain.

Kemudian pada pasal 120 sampai dengan 121 mengatur mengenai ketentuan parkir bagi kendaaraan bermotor yaitu sebagai berikut:

Pasal 120

Parkir Kendaraan di Jalan dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah Lalu Lintas.

Pasal 121

1. Setiap Pengemudi Kendaraan Bermotor wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat peringatan bahaya, atau isyarat lain pada saat berhenti atau Parkir dalam keadaan darurat di Jalan.

2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku untuk Pengemudi Sepeda Motor tanpa kereta samping.

D. Pelanggaran Peraturan dalam Berlalu Lintas dan Sanksi yang Diberikan

Pelanggaran peraturan dalam berlalu lintas yang dimaksud dalam pasal 316 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 adalah :

(34)

40

283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal 313 adalah pelanggaran.

Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat. Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda.

Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan. Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi. Adapun tingkatan sanksi pelanggaran yang diberikan Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 2009 sesuai dengan pasal 316 ayat 1, adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1. Daftar Sanksi atas Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No

. Jenis Pelanggaran Pasal

Pasal Dilanggar

(35)

41 yang menimbulkan luka berat.

273 pada jalan rusak atau belum diperbaiki.

273

(3) 24 (2) 1.500.000 6 bulan

B. Kendaraan Bermotor

1. Merusak dan mengganggu fungsi jalan.

274

(1) 28 (1) 24.000.000 1 tahun

2.

Mengganggu fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan.

275

(1) 28 (2) 2.500.000 1 bulan

3.

Merusak fungsi rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki, dan alat pengaman pengguna jalan.

275

5. Tidak memasang tanda nomor

kendaraan bermotor. 280 68 (1) 500.000 2 bulan

6. Tidak memiliki SIM. 281 77 (1) 1.000.000 4 bulan

7. Tidak mematuhi perintah petugas

di jalan. 282 104 (3) 250.000 1 bulan

8. Mengemudi tidak konsentrasi

(sambil menggunakan HP) 283 106 (1) 750.000 3 bulan

9. Tidak mengutamakan pejalan kaki

atau pesepeda. 284 106 (2) 500.000 2 bulan

12. Melanggar rambu dan marka. 287

(1) 106 (4) 500.000 2 bulan

13. Melanggar APPIL (lampu lalu lintas)

287

(2) 106 (4) 500.000 2 bulan

14. Melanggaran aturan gerakan lalu lintas.

287

(3) 106 (4) 250.000 1 bulan

15. Menghalangi ambulans. 287

(4) 106 (4) 250.000 1 bulan

(36)

42

atau kecepatan minimum. (5)

17. Melanggar aturan penggandengan atau penempelan

287

(6) 106 (4) 250.000 1 bulan

18. Tidak dapat menunjukkan STNK. 288

(1) 106 (5) 500.000 2 bulan

19. Tidak dapat menunjukkan SIM. 288

(2) 106 (5) 250.000 1 bulan

20. Tidak member isyarat lampu

seinsaat belok atau putar arah. 294 1 12 (1) 250.000 1 bulan

21. Tidak member isyarat lampu sein

saat berpindah jalur. 295 1 12 (2) 250.000 1 bulan

22. Tidak memperhatikan sinyal

perlintasan kereta api. 296 1 14 750.000 3 bulan

23. Balap-balapan di jalan. 297 1 15 3.000.000 1 tahun

24. Parkir darurat tanpa memasang

peralatan isyarat. 298 121 (1) 500.000 2 bulan

25. Tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan.

280

(a) 124 (1) 250.000 1 bulan

26. Tidak menggunakan kelas

jalansesuai dengan ketentuan. 281 125 250.000 1 bulan

27.

29. Kecelakaan menyebabkan korban luka ringan.

310

(2) 229 (3) 2.000.000 1 tahun

28. Kecelakaan menyebabkan korban luka berat.

310

(3) 229 (4) 10.000.000 5 tahun

31. Kecelakaan menyebabkan korban meninggal dunia.

38. Tidak mengasuransikan awak

kendaraan dan penumpang. 313 1.500.000 6 bulan

39. Pencabutan surat izin mengemudi. 314 250.000 1 bulan

(37)

43 1. Tidak memakai helm standar . 291

(1) 106 (8) 250.000 1 bulan

2. Membiarkan penumpang tidak menggunakan helm SNI.

291

(2) 106 (8) 250.000 1 bulan

3. Mengangkut penumpang lebih dari

satu orang tanpa kereta samping. 292 106 (9) 250.000 1 bulan

4. Tidak menyalakan lampu utama pada malam hari.

293

(1) 107 (1) 250.000 1 bulan

5. Tidak menyalakan lampu utama pada siang hari.

2. Tidak menggunakan sabuk

keselamatan. 289 106 (6) 250.000 1 bulan

3.

Tidak memberhentikan kendaraan ketika menaikan atau menurunkan penumpang.

280

(b) 124 (1) 250.000 1 bulan

4. Tidak menutup pintu kendaraan sebagaimana mestinya.

Hasil penelitian yang relevan yang relevan tentang program Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ dilakukan oleh Afila Nuri Wardani pada tahun 2014 di Kota Surakarta dengan judul program percontohan tertib dan pelopor keselamatan berlalu lintas serta implikasinnya terhadap penguatan civic disposition pelajar di Kota Surakarta (Studi Sekolah Pelopor Keselamatan Lalu Lintas). Dalam penelitian ini mendapatkan hasil sebagai berikut:

(38)

44

Polresta Surakarta dan Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota Surakarta dan Tindakan penertiban oleh Satlantas Polresta Surakarta.Hasil penindakan dilaporkan kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kota Surakarta. Untuk selanjutnya dilaporkan kepada sekolah-sekolah dari pelajar yang terbukti melanggar lalu lintas.

2. Implikasi Program Percontohan Tertib Dan Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas terhadap penguatan Civic disposition pelajar di Kota Surakarta. Program Percontohan Tertib Dan Pelopor Keselamatan Berlalu Lintas Berhasil Menekan Angka Pelanggaran Lalu Lintas oleh Pelajar di Surakarta dan juga berhasil menurunkan Angka Kecelakaan Lalu Lintas Usia Pelajar (16-30 tahun). Namun pelajar dari sekolah pelopor keselamatan lalu lintas Kota Surakarta belum menunjukkan adanya kesadaran hukum karena berdasarkan hasil wawancara terungkap bahwa pelajar mematuhi hukum karena takut dihukum oleh Sat Lantas Polresta Surakarta yaitu adanya proses penilangan.

(39)

45

Tsanawiyah. Kata Kunci: Pendidikan Lalu Lintas, Penguatan Civic

disposition, Pengembangan Kurikulum 2013

Berdasarkan penjelasan di atas terlihat adanya relevansi penelitian yang dilakukan di Kota Surakarta dengan penelitian di Kota Salatiga. Di sisi lai terdapat perbedaan penelitian tersebut dilakukan pada tingkat sekolah di sebuah sekolah, sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini ada pada tingkat Kota yang memiliki ruang yang lebih besar akan tetapi hanya terbatas pada beberapa sekolah tingkat menengah atas yaitu SMA/SMK di Kota Salatiga. Adapun perbedaan yang paling mendasar dari dua penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada pokok pembahasan utama yaitu dalam hal ini yang akan diteliti adalah mengenai dampak sebuah program, dalam hal ini adalah program Pelajar Pelopor Keselamatan LLAJ dengan tingkat pelanggaran dalam berlalu lintas

F. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori dan penelitian yang relevan tersebut maka dikemukakan kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

Pelanggaran Peratutan Lalu

Lintas

Program Pelajar Pelopor

(40)

46

Pelanggaran adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan dan menimbulkan akibat hukum. Pelanggaran merupakan perbuatan pidana yang tergoloh tidak seberat kejahatan. Salah satu contoh pelanggaran yang sering terjadi adalah pelanggaran dalam berlalu lintas. Dewasa ini kasus pelanggaran terhadap lalu lintas semakin meningkat ditunjukkan dengan tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang salah satunya diakibatkan oleh pelanggaran lalu lintas.

Gambar

Tabel 2.1. Daftar Sanksi atas Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Gambar  2.1 Kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang

Pengabdian ini dilakukan dengan metode pengakajian dan pengamatan dari setiap pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan beserta mahasiswa praktikannya, yang kemudian

For all students of SMAN Englishindo, we announce English Speech Contest.. Time : Saturday, 22

The conclusions of the study can be summarised as follows: the "locational" aspect alone (no added symbols) of picture designs appears to be unhelpful in direct- ing

Penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut,

• Bagaimana respons jemaat GKPB Pniel Blimbingsari terhadap penggunaan gamelan Bali sebagai sarana musik pengiring ibadah dalam kaitannya dengan usaha kontekstualisasi

Aspek risk profile yang diukur dengan risiko likuiditas (LDR) menunjukkan tingkat kesehatan rata-rata yang cukup sehat dengan perolehan nilai rata-rata sebesar 97%

pengelolaannya belum ada petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh pemerintah Daerah Kabupaten Parigi Moutong untuk pengelolaan dana kapitasi JKN pada FKTP