• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Music Engagement untuk Meregulasi Emosi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Music Engagement untuk Meregulasi Emosi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Music Engagement untuk Meregulasi Emosi

1. Defenisi

Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan kondisi emosi (Rickard dan Chin, 2012; Gross, 2000). Music engagement untuk meregulasi emosi merupakan hubungan antara individu dengan suatu aktifitas bermusik yang merefleksikan keterlibatan seseorang dengan musik untuk dapat mengelola dan mengatur kondisi emosinya (Russell, Ainley & Frydenberg, 2005; Reeve, 2004). Regulasi emosi adalah kemampuan mengendalikan kondisi emosi (Gross, 2007); mengenal, mengevaluasi dan membatasi respon emosi (Thompson, 2000); menyatakan regulasi emosi adalah suatu kemampuan menerima, mempertahankan dan mengendalikan instensitas dan lamanya emosi yang dirasakan (Gottman dalam Wilson, 1999).

(2)

Sedangkan sikap terhadap musik merupakan penilaian individu terhadap fungsi yang dirasakan dari penggunaan musik dan pertimbangan penggunaan musik untuk meregulasi emosi, dan motivasi mendengarkan musik dari luar diri maupun dalam diri individu.

2. Aspek-aspek music engagement untuk meregulasi emosi

Adapun aspek music engagement untuk meregulasi dalam Rickard dan Chin (2012) antara lain sebagai berikut :

a. Aktifitas bermusik

Terdapat dua aktifitas bermusik yang didasarkan pada proses bermusik, yaitu :

1) Proses productive, merupakan aktifitas menghasilkan, memainkan dan menampilkan permainan musik. Kemampuan memproduksi musik dipengaruhi oleh hasil latihan memainkan musik secara teratur, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal dalam jangka waktu yang lama.

2) Proses receptive, merupakan proses menerima informasi dari musik yang dilakukan dengan mendengarkan musik, menikmati musik, dan membuat arti dari suatu lagu. Receptive membutuhkan kemampuan menginterpretasi informasi suara (audio) yang berpengaruh pada pemaknaan dan keyakinan seseorang terhadap musik yang didengarkan (Elliot, 1995).

(3)

lebih memungkinkan seseorang menerima informasi dari musik bukan hanya sekedar merasakan emosi dari musik yang didengar, namun juga untuk mendapatkan pesan melalui emosi yang dirasakan dari musik tersebut. North, dkk (2000) dalam penelitiannya mendapati bahwa aktifitas mendengarkan musik merupakan cara yang lebih efektif untuk meregulasi emosi. Rickard dan Chin (2012) juga menyatakan bahwa aktifitas mendengarkan musik efektif meningkatkan afek positif dan menurunkan afek negatif. Sehingga dalam penelitian ini proses yang dilakukan untuk meregulasi emosi adalah aktifitas mendengarkan musik (receptive).

b. Fungsi penggunaan musik

Secara umum, terdapat beberapa fungsi penggunaan musik dalam kehidupan sehari-hari manusia, yaitu :

(4)

2) Fungsi afektif, merupakan fungsi penggunaan musik untuk mengelola afek, baik untuk meningkatkan afek positif maupun menurunkan afek negatif (North, dkk., 2000); meningkatkan pengalaman emosional dan spiritual (Gabrielson, 2010); mengontrol kondisi mood, dan juga meningkat self awareness yang dapat membantu mengelola perasaan (Schafer, 2013).

Sloboda (2001) mengungkapkan bahwa musik berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan ketenangan. Selain itu musik juga digunakan untuk tujuan relaksasi (Chamorro dan Furnham, 2007).

3) Fungsi sosial, digunakan sebagai media komunikasi sosial (Chin dan Rickard, 2012); dan sebagai indentitas diri dalam kelompok maupun antar kelompok (North, dkk., 2000). Selain itu musik juga berfungsi untuk menghilangkan rasa kesepian dalam diri seseorang; menciptakan suatu interaksi sosial pada individu-individu, bahkan dapat membentuk suatu ikatan dalam kelompok sosial ketika individu-individu yang berkumpul memiliki selera musik yang sama (North dan Hargreaves, 2007).

(5)

digunakan sebagai alat terapi, seperti treatment untuk gangguan motorik seperti neurodegenerative disorders dan stroke (Pacchetti, 2000).

Fungsi penggunaan musik yang terlibat dalam proses meregulasi emosi adalah kombinasi fungsi afektif dan fungsi kognitif. Proses meregulasi emosi melibatkan kemampuan kognitif dalam menilai dan merespon situasi atau peristiwa yang sedang dihadapi individu yang mempengaruhi kondisi emosinya (Gross, 1998). Menurutnya terdapat dua strategi regulasi emosi, yaitu (1) reappraisal, yang merupakan strategi regulasi emosi yang dilakukan dengan

mengubah cara berpikir seseorang menjadi lebih positif dalam menafsirkan atau menginterpretasi suatu peristiwa yang menimbulkan emosi. (2) suppression, yang merupakan cara mengelola respon emosi dengan menghambat ekspresi emosi berlebihan yang meliputi ekspresi wajah, nada suara dan perilaku. Strategi ini efektif untuk menghambat respon emosi yang berlebihan, namun tidak dapat membantu mengurangi emosi yang dirasakan.

Penelitian Rickard dan Chin (2012) mendapati bahwa music engagement untuk meregulasi emosi berkorelasi kuat dengan strategi regulasi

(6)

meregulasi emosinya mengindikasikan kemungkinan individu tersebut dapat mengarahkan kondisi emosinya pada kondisi yang diinginkan dan dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya.

c. Motivasi penggunaan musik

Music engagement untuk meregulasi emosi didorong oleh adanya keinginan

menggunakan musik untuk mengelola kondisi emosi dari faktor intrinsik dan ekstrinsik (Sloboda, 2005). Motivasi intrinsik merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri individu. Dorongan ini muncul dari pengalaman yang menyenangkan dengan musik, sehingga hal ini dapat membentuk keterlibatan individu dengan musik untuk meregulasi emosinya yang didorong oleh komitmen personal yang mendalam dengan musik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang muncul dari luar diri individu. Keterlibatan individu dengan musik didorong oleh karena adanya keinginan untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu.

3. Musik Engagement Style-I: Cognitive And Emotional Regulation

Music Engagement Style-I: Cognitive and Emotional Regulation (MES-I:

CER) merupakan salah satu jenis music engagement dalam The Music Use (MUSE)

(7)

fisik), proses bermusik (productive dan receptive), motivasi menggunakan musik (ekstrinsik dan intrinsik).

Penelitiannya mendapatkan lima jenis music engagement, antara lain (1) jenis cognitive and emotional regulation merefleksikan seseorang yang terlibat dengan musik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya dan juga mengelola emosinya pada kondisi emosi yang diinginkan. (2) Engaged Production menggambarkan seseorang yang terlibat dengan musik bertujuan untuk menghasilkan musik, melakukan improvisasi musik, menampilkan keahlian bermusik, serta melakukan evaluasi diri mengenai kualitas musik yang dihasilkan. (3) Social Connection merefleksikan seseorang membentuk engagement dengan musik dengan tujuan untuk mencari kelompok sosial dan untuk berbaur dengan kehidupan sekitarnya. (4) Physical practice menggambarkan keterlibatan seseorang dengan musik untuk melakukan latihan fisik, dan juga untuk menjaga kesehatan tubuh, (5) dance menggambarkan seseorang terlibat dengan musik untuk melakukan aktifitas fisik berupa kesenian seperti seni tari.

(8)

Rickard dan Chin (2012) juga mengukur hubungan antara music engagement dengan Emotional Regulation Questionnaire (ERQ; Gross dan John, 2003) untuk melihat validitas MES-I: CER dalam mengukur penggunaan musik untuk meregulasi emosi. ERQ memuat dua strategi meregulasi emosi, yaitu melakukan penilaian terhadap suatu informasi atau situasi yang mempengaruhi kondisi emosi (Reappraisal, ERQ-R) dan menutupi atau menyembunyikan ekspresi emosi (Suppression, ERQ-S). Hasil dari pengukuran tersebut didapatkan MES-I: CER memiliki korelasi yang sangat kuat dengan ERQ-R, dan berkorelasi negatif dengan ERQ-S.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi music engagement dalam meregulasi emosi a. Usia

Individu yang berada dalam masa perkembangan dewasa muda menghadapi situasi dan peristiwa yang lebih kompleks seperti membentuk keluarga baru, membuat keputusan mengenai karir, menjadi individu yang mandiri (Kail & Cavanaugh, 2010). Hal ini mendorong dewasa muda lebih aktif dalam menemukan strategi untuk mengelola emosi pada situasi yang sedang dihadapinya.

Vitulić and Prosen (2015) mengungkapkan bahwa orang dewasa yang

(9)

antara pengalaman internal dengan ekspresi yang muncul. Hal ini berkorelasi negatif terhadap well being dan juga fungsi sosialnya. Roni (2014) juga dalam penelitiannya mendapati individu dewasa awal yang menggunakan strategi suppression berpengaruh terhadap distress psikologis yang tinggi.

Bhawana (2002) dalam penelitiannya mendapati bahwa orang dewasa kadang mengarahkan perhatiannya dari situasi mempengaruhi emosinya pada hal-hal lain dengan menggunakan strategi Reappraisal. Ia mengungkapkan bahwa dewasa awal lebih mampu melakukan Reappraisal terhadap situasi yang sedang dihadapinya dibandingkan individu yang berada di masa perkembangan yang lain.

Rickard dan Chin (2012) menyatakan bahwa Reappraisal berkorelasi positif dengan penggunaan musik untuk meregulasi emosi. Hal ini menunjukkan bahwa musik dapat digunakan untuk membantu melakukan penilai seseorang terhadap situasi yang mempengaruhi emosinya, dengan tujuan mengarahkan kondisi emosinya ke arah yang lebih diinginkan.

(10)

lebih memilih untuk mendengarkan lagu senang ketika sedang dalam kondisi bad mood dibandingkan individu dalam usia dewasa awal.

b. Jenis kelamin

Terdapat beberapa penelitian yang mendapati bahwa ada perbedaan laki-laki dan perempuan dalam hal meregulasi emosi. Dalam meregulasi emosi, laki-laki tetap mempertahankan kondisi emosi yang muncul ketika menghadapi situasi yang sama, sedangkan perempuan lebih sering membuat penilaian ulang terhadap suatu situasi dengan cara yang positif (Folkman dan Lazarus, 1987). Selain itu McRae (2008) juga mendapati bahwa perempuan juga lebih berkeinginan untuk mencoba berdamai dengan situasi yang mempengaruhi emosinya dibandingkan pria.

Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama dapat meregulasi emosinya dengan menggunakan musik. Namun penelitian Bhawana (2011) mendapati bahwa perempuan lebih banyak melakukan strategi meregulasi emosi tertentu dibandingkan laki-laki. Helena (2014) menambahkan dengan temuan bahwa perempuan mencoba untuk mempengaruhi emosinya dengan melakukan aktifitas fisik, mencari dukungan sosial dan bahkan menggunakan makanan untuk meregulasi emosinya dibandingkan pria.

c. Pengalaman bermusik

(11)

mampu melakukan proses produksi musik merupakan individu yang mampu mencipta, memimpin, atau menampilkan alat musik; pencipta atau pemain musik, atau yang disebut sebagai musisi (KBBI). Sedangkan yang tidak mampu memproduksi musik dapa dikatakan sebagai non-musisi.

Selain itu, pengalaman seseorang dalam mempelajari musik juga dapat berpengaruh. penelitian oleh Dana L. Strait dan Nina Kraus (2014) menemukan bahwa terdapat bukti biologis dari oberservasi perilaku yang mengindikasikan bahwa pengalaman latihan musik dapat meningkat kemampuan mempersepsikan emosi yang disampaikan dari musik khususnya melalui vocal, dan juga meningkatkan peran subcortical dalam mengenali emosi yang disampaikan dalam aktifitas mendengarkan lagu. Sehingga hal ini dapat memunculkan perbedaan penggunaan musik pada setiap individu.

(12)

Chamoro-Premuzic and Furnham (2007) juga mengungkapkan bahwa individu yang memiliki pengalaman aktifitas bermusik productive memiliki kemungkinan lebih terlibat dengan musik untuk fungsi analytical, yang lebih fokus pada struktur musik. Hasil ini berkaitan dengan kemampuan individu dalam meregulasi emosinya dengan cara menilai ulang suatu peristiwa yang dihadapi melalui musik yang didengarkan. Beberapa peneliti mengungkapkan pandangan yang berbeda mengenai pengaruh penggunaan musik yang berkaitan dengan emosi individu.

Hasil penelitian Helena (2014) mendapati bahwa individu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah menggunakan strategi suppression dan zat untuk menyesuaikan emosinya dibandingkan yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

d. Persepsi bermusik

(13)

B. Dinamika Music Engagement untuk Meregulasi Emosi

Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan kondisi emosi (Rickard dan Chin, 2012; Gross, 2000). Keterlibatan dengan musik untuk meregulasi emosi merefleksikan hubungan antara individu dengan suatu aktifitas bermusik yang bertujuan untuk mengendalikan kondisi emosi; mengenal, mengevaluasi dan membatasi respon emosi; menyatakan regulasi emosi adalah suatu kemampuan menerima, mempertahankan dan mengendalikan instensitas dan lamanya emosi yang dirasakan (Gottman dalam Wilson, 1999; Gross, 2007; Thompson, 2000; Russell, Ainley & Frydenberg, 2005; Reeve, 2004).

Rickard dan Chin (2012) mengemukakan bahwa music engagement seseorang dapat dilihat dari perilaku yang muncul berupa aktifitas yang bermusik melalui proses menghasilkan musik (productive) dan mendengarkan music (receptive). Proses productive dilakukan oleh orang yang mencipta, memimpin, atau menampilkan alat musik; pencipta atau pemain musik, atau yang disebut sebagai musisi (KBBI), sedangkan receptive dapat dilakukan oleh semua individu baik musisi maupun non-musisi.

(14)

untuk meregulasi emosi (North, dkk, 2000); dan meningkatkan afek positif dan menurunkan afek negatif (Rickard dan Chin, 2012). Proses receptive merupakan aktifitas menerima informasi dari musik yang dilakukan dengan mendengarkan musik, menikmati musik, dan membuat arti dari suatu lagu. Receptive membutuhkan kemampuan menginterpretasi informasi suara (audio) yang berpengaruh pada pemaknaan dan keyakinan seseorang terhadap musik yang didengarkan (Elliot, 1995). Menurut Elliiot (1995) proses mendengarkan musik lebih memungkinkan seseorang menerima informasi dari musik bukan hanya sekedar merasakan emosi dari musik yang didengar, namun juga untuk mendapatkan pesan melalui emosi yang dirasakan dari musik tersebut.

Selain dari aktifitas bermusik yang dilakukan, music engagement juga merefleksikan sikap individu terhadap musik (Rickard dan Chin, 2012), yaitu penilaian individu terhadap fungsi penggunaan musik dan pertimbangan penggunaan musik berdasarkan motivasi dari luar diri maupun dalam diri individu.

(15)

(Gabrielson, 2010); mengontrol kondisi mood, dan juga meningkat self awareness yang dapat membantu mengelola perasaan (Schafer, 2013). Sloboda (2001) mengungkapkan bahwa musik berkaitan erat dengan perubahan suasana hati dan dapat menghasilkan ketenangan. Selain itu musik juga digunakan untuk tujuan relaksasi (Chamorro dan Furnham, 2007).

Adanya kombinasi fungsi afektif dan fungsi kognitif dalam meregulasi emosi menunjukkan bahwa music engagement untuk meregulasi emosi berkorelasi kuat dengan strategi regulasi emosi Reapprasial (Rickard dan Chin, 2012). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang meregulasi emosi melalui musik melakukan strategi meningkatkan pemikiran positif dan menilai ulang situasi atau kondisi yang mempengaruhi emosi melalui musik yang didengarkan, untuk dapat mengarahkan atau mengontrol kondisi emosinya. Rickard dan Chin (2012) juga menyatakan bahwa individu yang sangat terlibat dengan aktifitas mendengarkan musik untuk meregulasi emosinya mengindikasikan kemungkinan individu tersebut dapat mengarahkan kondisi emosinya pada kondisi yang diinginkan dan dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya

(16)

musik. Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang muncul dari luar diri individu. Biasanya motivasi muncul karena dipengaruhi oleh dorongan untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu.

Meregulasi emosi menggunakan musik merupakan salah satu strategi yang populer dilakukan saat ini, termasuk dari kalangan usia tertentu. Strategi untuk meregulasi emosi dipengaruhi oleh tugas masa perkembangan individu. Pada individu dewasa muda, situasi yang dihadapi adalah situasi yang lebih kompleks seperti membentuk keluarga baru, membuat keputusan mengenai karir, menjadi individu yang mandiri (Kail & Cavanaugh, 2010), sehingga hal ini mendorong individu dewasa awal lebih aktif dalam menemukan strategi untuk mengelola emosi pada situasi yang sedang dihadapinya.

Penelitian Bhawana (2014) mendapati bahwa perempuan lebih banyak melakukan strategi meregulasi emosi tertentu dibandingkan laki-laki. Helena (2015) menambahkan dengan temuan bahwa perempuan mencoba untuk mempengaruhi emosinya dengan melakukan aktifitas fisik, mencari dukungan sosial dan bahkan menggunakan makanan untuk meregulasi emosinya dibandingkan pria. Dengan kata lain, perempuan dapat meregulasi emosinya dengan cara mendengarkan musik, namun berpotensi juga menemukan cara lain untuk mengelola kondisi emosinya.

(17)

penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang berstatus sebagai musisi dan yang pernah mempelajai musik dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk membantu menilai ulang situasi yang mempengaruhi kondisi emosinya.

Gross dan John (2003) mengungkapkan bahwa individu yang mampu melakukan strategi regulasi emosi dapat meningkatkan fungsi interpersonal dan juga meningkatkan wellbeing. Sejalan dengan hasil tersebut, Groarke (2015) juga dalam penelitiannya menemukan bahwa mendengarkan musik juga berfungsi untuk meningkatkan wellbeing. Dengan kata lain dengan music engagement untuk meregulasi emosi dapat pula berpengaruh terhadap kesehatan mental individu.

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa mengerti tentang Routing Tables yang dipakai oleh router dalam meneruskan paket berdasarkan Static Routing, Distance Vector Routing dan Link State Routing6.

Sasaran pemberian bantuan beasiswa ditujukan untuk siswa berprestasi dan siswa tidak mampu yang berada di lingkungan SMK BINA INFORMATIKA. Siswa mampu mempertahankan

produk tas tiruan di Kota Denpasar. Pengetahuan produk akan menentukan keputusan pembelian dan secara tidak langsung berpengaruh juga nantinya pada intensitas pembelian.

Malaysian palm oil futures fell to a three-week low on Thursday as market worried on demand outlook that could take a hit from a European Union (EU) move towards banning the use

Di samping itu, seperti yang telah saya paparkan, masuk atau bertambahnya alokasi obligasi Indonesia dalam indeks obligasi dunia juga membuat dana asing pada pasar

c) Sekat-sekat ruang utama (Menggunakan bahan yang kuat dan lembut, membuat sekat menjadi lebih ketat serta khusus untuk sekat laptop agar ditambah bantalannya

Pertama , yaitu dari sudut tinjauan historisitas kultural pesantren, pesantren merupakan sebuah institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia, di mana tradisi pesantren

Berdasarkan analisis pengaruh nilai tukar mata uang (kurs) rupiah terhadap dollar di Provinsi Jawa Tengah, diketahui bahwa Nilai tukar mata uang selalu mengalami kenaikan