ANALISIS PENALARAN MODEL TOULMEN
ANALISIS PENALARAN MODEL TOULMEN
Tugas akhir ini dikumpulkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Tugas akhir ini dikumpulkan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
“BAHASA INDONESIA” “BAHASA INDONESIA”
Dosen Pengampu: Dosen Pengampu:
Yuentie Sova Puspidalia, M. Pd Yuentie Sova Puspidalia, M. Pd
MPA/2 MPA/2 Disusun Oleh: Disusun Oleh: Fatih
Fatih Muhammad Muhammad (211215005)(211215005)
JURUSAN TARBIYAH
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
(STAIN) PONOROGO
2016
2016
PEMBAHASAN PEMBAHASAN A.A. Analisis Artikel Model ToulminAnalisis Artikel Model Toulmin FAO/WHO
FAO/WHO International International Conference Conference on on Nutrition Nutrition (Deklarasi (Deklarasi Roma) Roma) tahun tahun 19921992 telah mendeklarasikan bahwa memperoleh makanan, minuman yang bergizi, cukup dan aman telah mendeklarasikan bahwa memperoleh makanan, minuman yang bergizi, cukup dan aman adalah hak setiap manusia. Pangan yang aman adalah yang terbebas dari cemaran biologis, adalah hak setiap manusia. Pangan yang aman adalah yang terbebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat membahayakan kesehatan manusia, dengan menjaga pangan kimia dan benda lain yang dapat membahayakan kesehatan manusia, dengan menjaga pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi dan tak bertentangan dengan agama, keyakinan dan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi dan tak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk hidup sehatm ak
budaya masyarakat untuk hidup sehatm aktif dan produktif.tif dan produktif. 1.
1. Analisis:Analisis: kalimat di atas termasuk dalam elemen “kalimat di atas termasuk dalam elemen “GROUND”,GROUND”, karena pernyataan tersebutkarena pernyataan tersebut memiliki alasan atau fakta yang te
FAO dan WHO juga sepakat, keamanan pangan (food safety) merupakan salah satu komponen ketahanan pangan (food security). Untuk itu, program ketahanan pangan nasional harus memasukkan aspek keamanan pangan untuk kesehatan manusia. Dukungan pemerintah RI terhadap keamanan pangan terlihat dari perubahan Undang – Undang (UU) Pangan Nomor 7/1996 yang telah diganti menjadi UU Nomor 18/2012 tentang Pangan. Dalam UU baru, keamanan pangan telah memasukkan aspek keamanan pangan rohani serta diatur lebih mendetail dan peran pemerintah dalam penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria keamanan pangan serta pegawasannya yang harus dipertegas.
2. Analisis: kalimat di atas termasuk dalam elemen “Backing”, karena pernyataan tersebut memiliki pendukung yang kuat dari hasil penelitian, observasi dan para ahli.
Hal ini karena masyarakat, baik produsen maupun konsumen belum memilki pengetahuan dan pemahaman yang cukup sehingga masalah keamanan pangan belum menjadi prioritas dalam memilih pangan untuk dikonsumsi. Selain itu, belum efektifnya penanganan keamanan pangan segar karena belum berkembangnya sistem pembinaan.
3. Analisis: kalimat di atas termasuk dalam elemen “Claim” karena pernyataan tersebut memiliki sebuah kesimpulan yang bercirikan, selain itu, oleh karena itu dan sehingga serta hal ini.
Disisi lain, tuntutan pasar dan standar international terhadap keamanan pangan terus meningkat serta keamanan pangan telah menjadi tolak ukur kepercayaan dunia akan hasil produk pangan suatu negara.
4. Analisis: kalimat di atas termasuk dalam elemen “Modal Qualifier”, karena pernyataan tersebut memiliki derajat (tolak ukur) dan keyakinan (kepercayaan) dalam berargumen.
Pangan yang tercemar mikroba menyebabkan berbagai kasus Penyakit Bawaan Makanan (PBM), seperti diare. Sedangkan pangan yang terkontaminasi cemaran kimia, seperti residu pestisida dan toksin diduga sebagai penyebab penyakit kanker.
5. Analisis: kalimat di atas termasuk dalam elemen “Rebutttal”, karena pernyataan tersebut memiliki kalimat yang memperkuat pembahasan itu xendiri.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisis dalam kalimat pertama termasuk dalam elemen “Ground”, karena pernyataan tersebut memiliki alasan atau fakta yang telah terjadi di dalam kehidupan sehari –
hari.
Analisis dalam kalimat kedua termasuk dalam elemen “Backing”, karena pernyataan tersebut memiliki pendukung yang kuat dari hasil penelitian, observasi dan para ahli.
Analisis dalam kalimat ketiga termasuk dalam elemen “Claim” karena pernyataan tersebut memiliki sebuah kesimpulan yang bercirikan, selain itu, oleh karena itu dan sehingga serta hal ini.
Analisis dalam kalimat keempat termasuk dalam elemen “Modal Qualifier”, karena pernyataan tersebut memiliki derajat (tolak ukur) dan keyakinan (kepercayaan) dalam berargumen.
Analisis dalam kalimat kelima termasuk dalam elemen “Rebutttal”, karena pernyataan tersebut memiliki kalimat yang memperkuat pembahasan itu sendiri.
B. Saran
Demikian tugas akhir “Bahasa Indonesia” ini saya ajukan. Penulis sangat sekali membutuhkan saran dan kritikkan, karena dengan adanya ini, penulis dapat memperbaiki kesalahan yang terdapat dalam menyelesaikan tugas tersebut. Semoga bagi pembaca, pengetahuan Anda semakin bertambah. Amiiin.
https://www.youtube.com/watch?v=FI6Gym3_e2I https://www.youtube.com/watch?v=V8YCccbFa0M
1. Model Toulmin
Model ini terdiri atas enam unsur, yaitu (1) data atau dasar (data/ grounds), (2) pendirian (klaim), (3) dasar kebenaran (warrant ), (4) dukungan (backing ), (5) modalitas (modal
qualifiers), (6) sanggahan (rebuttal ). Data atau dasar (data/grounds), pendirian (klaim), dasar kebenaran (warrant ) merupakan unsur utama penalaran dan dukungan (backing ), modalitas (modal qualifiers), sanggahan (rebuttal ) merupakan unsur pelengkap (Toulmin, 1990)
Kegiatan argumen merupakan kegiatan memengaruhi orang l ain. Argumen yang baik
memerlukan penalaran yang sahih. Kesahiran penalaran bergantung pada konteks penalaran Penalaran dinilai dari (1) tingkat kelayakan, (2) ketepatan, (3) kemasukalan, (4) keetisan (Warnick dan Inch, 1994). Konteks penalaran atau argumen terdiri atas (1) budaya ( culture) mencakup gagasan, adat, dan seni yang dihasilkan masyarakat melalui ekspr esi bentuk simbolis berupa lambang, upacara, cerita, mitos, (2) bidang ( field ) merupakan konteks
sosiologis yang mengikat pola-pola komunikasi dan secara umum diterima penutur dan lawan tutur,(3) situasi (occasion) mencakup waktu dan tempat penggunaan penalaran, dan etika (ethics) menyangkut kebenaran dan keadilan moral.
Poespoprodjo (1987) dalam buku Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu à kekeliruan terdiri atas:
1. kekeliruan dalam bahasa terdiri atas (1) ekuivokasi, (2) amfibiologi, (3) komposisi, (4) kekeliruan pembagian, (4) aksentuasi
2. kekeliruan karena penalaran terdiri atas
1. Mencampur kebetulan dengan hal hakiki, anggapan sesuatu selalu benar 2. Sah dalam arti tertentu, tetapi kemudian dimutlakkan
3. Ignoratio Elenchi: (a) argumen ad hominem, (b) argumen ad populum, (c) argumen ad misericordiam, (d) argumen ad verecundiam, (e )argumen ad baculum,(f) buktikan banyak,tapi tidak buktikan apa-apa, (f) terlalu sedikit beri bukti,tidak berarti
4. Petitio principii:dianggap benar,digunakan sebagai premis, padahal justru kesimpulan masih harus dibuktikan
5. Mencampurkan bukan sebab: (a) post hoc ergo propter hoc, (b) suatu kondisi dianggap sebagai sebab, (3) bukan premis dianggap premis
6. Argumen ad ignorantian: A harus diterima karena non-A tidak dapat ditunjukkan, tidak dapat dibuktikan
7. Menyembunyikan fakta
8. Analogi palsu: pemikiran analogi induktif tapi ada perbedaan serius 9. Non sequitur: kesimpulan muncul dari premis ayng ada, padahal tidak 10. Kekeliruan “beberapa”, “banyak”, “kebanyakan”, menjadi “semua” 11. Berbagai pernyataan dianggap satu
12. Asumsi salah: Anda tidak mempunyai jiwa karena Anda tidak melihatnya. 13. Argumen a silentio: fakta tidak ada karena tidak ada catatannya
14. Ipse dixit: memberhalakan kewibawaan, pemberhalaan akal budi 15. Mengutip lepas dari konteks
16. Mengutuk sumber: Yang dikatakan Hitler dalam buku Mein Kampf salah semua, padahal ada juga yang benar
17. Kekeliruan serba konkret: semua dianggap serba konkret, padahal ada hal yang tidak bisa dikonkretkan
Beberapa kajian tentang argument dilakukan juga oleh William James(1842 – 1910) dalam esai 1896, “The Will to Believe”, mengkaji argumen pragmatis untuk mendukung keyakinan teistik sebagai argumen moral. Selain itu, Adele E. Goldberg dalam Handbook of
Pragmatics menyatakan bahwa pragmatik dan struktur argumen digunakan untuk merujuk kepada berbagai hal dalam literatur sesuai perspektif (1) tradisi logis, struktur argumen mengacu pada jumlah dan jenis argumen yang berhubungan dengan predikat (misalnya, verba), (2) struktur argumentasi memberikan tiga tempat predikat, membutuhkan agen, tema, dan argumen penerima. J. Anthony Blair pada 1996 juga membahas tentang kemungkinan adanya argumen visual yang menjadikan gambar sebagai sebuah argumen.