• Tidak ada hasil yang ditemukan

Form Ujian Komisi Etik Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Form Ujian Komisi Etik Penelitian"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULIR ETIK PENELITIAN KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS 1. Peneliti Utama (title, unit penelitian):

Annisa Fitriani Nasution

Multisenter: √ Tidak Ya

2. Judul Penelitian:

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

3. Subyek: √ Penderita Non-Penderita Hewan

4. Perkiraan waktu penelitian yang dapat diselesaikan untuk tiap subyek Waktu penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai Agustus 2016 dengan perincian sebagai berikut:

a. Pengukuran awal ( Pretest ) skala nyeri pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dilaksanakan pada akhir Juli 2016.

b. Sebelum diberikan perlakukan sampel diukur terlebih dahulu skala nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale.

c. Pelaksanaan intervesi terhadap kelompok intervensi dengan memberikan terapi musik klasik dilakukan setiap hari selama 3 hari pada siang hari pukul 13.00-15.00. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan intervensi apapun. Terapi musik diberikan oleh peneliti setiap hari. Efek samping bisa dicatat, kalau ada efek samping dikonsulkan pada perawat rumah sakit yang telah diajak bekerja sama.

d. Pengukuran akhir ( Post test ) skala nyeri dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

5. Ringkasan usulan penelitian yang mencakup tujuan penelitian, manfaat/relevansi dari hasil penelitian, dan alasan/motivasi untuk

melakukan penelitian (ditulis dalam bahasa yang mudah dipahami oleh orang yang bukan dokter)

(2)

Ringkasan usulan penelitian

PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR DI RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Latar Belakang

Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2012). Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur juga dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik, kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi disebut lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006). Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya karena tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang berakibat pada rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Smeltzer dan Bare. 2002).

Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti proses degeneratif dan patologi (Depkes RI, 2005). Menurut Depkes RI 2011, dari sekian banyak kasus fraktur di Indonesia, fraktur pada ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi diantara fraktur lainnya yaitu sekitar 46,2%. Dari 45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan, 19.629 orang mengalami fraktur pada tulang femur, 14.027 orang mengalami fraktur cruris, 3.775 orang mengalami fraktur tibia, 970 orang mengalami fraktur pada tulang-tulang kecil di kaki dan 336 orang mengalami fraktur fibula. Walaupun peran fibula dalam pergerakan ektremitas bawah sangat sedikit, tetapi terjadinya fraktur pada fibula tetap saja dapat menimbulkan adanya gangguan aktifitas fungsional tungkai dan kaki. Terjadinya fraktur tersebut termasuk didalamnya insiden kecelakaan, cedera olahraga, bencana kebakaran, bencana alam dan lain sebagainya (Mardiono, 2010).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2011-2012 terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Tingkat kecelakaan transportasi jalan di kawasan Asia Pasifik memberikan kontribusi sebesar 44% dari total kecelakaan di dunia, yang didalamnya termasuk Indonesia. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 didapatkan data kecenderungan peningkatan proporsi cedera transportasi darat (sepeda motor dan darat lain) dari 25,9% pada tahun 2007 menjadi 47,7%.

Penanganan terhadap fraktur dapat dengan pembedahan atau tanpa pembedahan, meliputi imobilisasi, reduksi dan rehabilitasi. Reduksi adalah prosedur yang sering dilakukan untuk mengoreksi fraktur, salah satu cara dengan pemasangan fiksasi internal dan fiksasi eksternal melalui proses operasi (Smeltzer & Bare, 2002). Russel dan Palmieri (1995) dalam Maher, Salmond & Pullino (2002) menyatakan bahwa perubahan posisi untuk fraktur yang tidak stabil adalah perencanaan tindakan Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) dengan menggunakan plate, skrup, atau kombinasi keduanya.

(3)

Tindakan ORIF ini selain menstabilkan fraktur juga membantu mengatasi cedera vaskular seperti sindroma kompartemen yang terjadi pada pasien fraktur.

Hampir semua pembedahan mengakibatkan rasa nyeri. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Perawat lebih banyak menghabiskan waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan (Brunner & Suddart, 2008).

Nyeri pasca operasi muncul disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan mediator-mediator kimia nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Intensitas bervariasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan (Potter & Perry, 2006). Nyeri pasca operasi hebat dirasakan pada pembedahan intra toraks, pembedahan ortopedik mayor, operasi apendiktomi, laparatomi dan sectio cesarea. Respon nyeri pasien dilaporkan berada pada level severe karena tindakan pembedahan ortopedi yang dilakukan (Niles, LeFevre, Mallon, 2009). Nyeri pembedahan mayor pada ortopedi seperti tindakan ORIF atau Total Joint Replacement (TJR) menunjukkan peningkatan resiko perioperatif. Peranan tim pemberi layanan kesehatan sangat penting untuk meminimalkan efek-efek samping nyeri post operasi fraktur.

Efek samping yang bisa ditimbulkan dari nyeri pasca pembedahan ortopedi adalah waktu pemulihan yang memanjang, terhambatnya ambulasi dini, penurunan fungsi sistem, terhambatnya discharge planning. Selain itu, efek samping analgesik dengan pengonsumsian yang terus menerus berakibat merugikan pasien dari sisi ekonomi (Maher, Salmond & Pullino, 2002). Dari segi psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stres yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancaman merusak diri sendiri.

Tindakan untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan dengan tindakan pengobatan (farmakologis) dan tanpa pengobatan (non farmakologis). Tindakan farmakologis yaitu dengan memberikan obat-obatan seperti obat analgesik, analgesik non narkotika dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID) (Potter & Perry, 2006). Secara non farmakologis ada beberapa metode yang digunakan untuk membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupuntur untuk nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi tubuh-pikiran (musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation) (Andarmoyo, 2013). Salah satu tindakan non farmakologis adalah pemberian terapi musik yang merupakan mind-body therapy pada terapi komplementer dan alternatif (NCCAM, 2006). Terapi musik dipilih karena musik mampu menstimulasi pelepasan endorfin di otak. Zat kimia otak ini mampu memblok transmisi stimulus nyeri sehingga nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang (Tamsuri, 2007).

Penggunaan musik sebagai terapi telah dikenal sejak zaman Yunani kuno dan mulai diterapkan pada masa perang dunia I dan II. Studi tentang terapi musik banyak dikembangkan, setelah diketahuinya pengaruh Mozart pada tahun 1993. Dalam bidang kedokteran, terapi musik dikenal sebagai complementary medicine yang dapat digunakan untuk meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik, mental, emosional, maupun spiritual dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu (Samuel, 2007). Vibrasi dan harmonisasi irama musik yang dihasilkan musik akan

(4)

mempengaruhi seseorang secara fisik yang menyebabkan seseorang menjadi rileks dan santai, sedangkan irama yang teratur mempengaruhi seseorang secara psikis yang membuatnya menjadi nyaman dan tenang sehingga musik yang berirama lembut dan teratur mampu mempengaruhi keadaan fisik dan mental seseorang (Djohan, 2009).

Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit agar dapat memberikan efek teraupeutik. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca operasi pasien (Potter& Perry, 2006).

Jika musik yang digunakan sesuai, maka pendengar akan merasa nyaman, dan kenyamanan akan membuat seseorang tenang. Selain itu, vibrasi musik sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan kemudian melalui saraf pendengaran disalurkan kebagian otak yang memproses emosi. Sehingga musik bermanfaat dalam meningkatkan kreativitas, mengoptimalkan kecerdasan, mengatasi autisme pada anak, menyembuhkan insomnia, mencegah penyakit alzheimer dan mengurangi nyeri (Aizid, 2011).

Beberapa musik yang memberi efek positif terhadap kesehatan diantaranya: musik jazz, klasik, baroque, dan alternatif. Dari sekian banyak karya musik, karya musik klasik yang lebih dianjurkan untuk dijadikan sebagi terapi karena musik klasik lebih memberikan efek positif bagi kesehatan karena berirama tenang dan alunannya lembut dan mempunyai efek stimulasi (Alfred, 2006).

Musik klasik jenis mozart, karya musisi Wolfgang Amadeus Mozart dikenal sebagai musik yang dapat mengalihkan perhatian pasien terhadap reaksi nyeri yang dihadapi post operasi. Adapun cara kerja musik klasik dalam penurunan intensitas nyeri post operasi adalah mengaktifkan hormon endorfin (semacam protein yang dihasilkan di dalam otak dan berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit), meningkatkan perasaan rileks, secara fisiologis memperbaiki sistem tubuh sehingga menurunkan aktivitas gelombang otak, menghalangi masuknya suara-suara bising dari luar (M.Ortiz, 2002).

Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa musik dapat menurunkan tekanan darah, metabolisme dasar, dan pernafasan sehingga mengurangi tekanan terhadap respon fisiologis (Djohan, 2009). Penelitian yang dilakukan McCaffrey (1993) dalam Jerrard (2004) menemukan bahwa intensitas nyeri menurun sebanyak 33% setelah terapi musik dengan menggunakan musik klasik mozart terhadap pasien osteoarthritis selama 20 menit dengan musik mozart.

Penurunan intensitas nyeri pada responden yang mendengarkan terapi musik dimungkinkan juga oleh adanya peningkatan pengeluaran endorfin. Endorfin merupakan bahan neuroregulator jenis neuromodulator yang terlibat dalam sistem analgesia, banyak ditemukan di hipotalamus dan area sistem analgesia (sistem limbik dan medulla spinalis). Sifat analgesia ini menjadikan endorfin sebagai opioid endogen. Endorfin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan hambatan postsinaptik pada serabut nyeri (nosiseptor) yang bersinaps di kornu dorsalis. Serabut ini diduga mencapai inhibisi melalui penghambatan neurotransmiter nyeri seperti kalsium, prostaglandin, dan lain-lain, terutama substansi. Hal ini sesuai dengan penelitian Bahr (1994) yang membuktikan bahwa terdapat peningkatan kadar endorfin pada pasien yang mendengarkan musik, ini dimungkinkan karena musik yang diperdengarkan dapat merangsang pengeluaran endorfin yang berdampak menurunkan nyeri dan menimbulkan rasa nyaman pada pasien (Hanifah, 2007).

Setelah melakukan terapi musik klasik terjadi penurunan nyeri 46,81% responden post operasi sectio caesar, dimana skala nyeri pada kelompok eksperimen

(5)

lebih rendah setelah dilakukan terapi musik yaitu 53,18% dari 100% kelompok kontrol dan menyimpulkan ada pengaruh terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri pada post operasi (Zega dalam Todi, 2011).

Penelitian yang dilakukan Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell (2006) sudah membuktikan bahwa musik klasik mozart mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Dari hasil penelitian nyeri berkurang setelah diberikan terapi musik dengan musik klasik. Menurut Wilgram (2002) dalam Novita (2012) musik klasik memiliki alunan yang rileks, rhytm yang pelan sehingga dapat mengubah aktivasi gelombang beta di otak menjadi gelombang alfa (gelombang yang berkaitan dengan relaksasi sehingga menimbulkan efek tenang). Musik klasik bekerja pada seluruh area di otak, lebih optimal jika musik klasik tersebut memiliki unsur jazz, sementara musik pop hanya bekerja pada sebagian sisi saja di otak (Campbell (2006) dalam Novita, 2012).

Penelitian terapi musik pada pasien pembedahan abdomen yang dilakukan oleh Good , et al. pada tahun 2005 di Amerika Serikat dengan menggunakan metode Randomized Controlled Trial (RCT) menunjukkan hasil sebanyak 16-40% lebih besar penurunan nyerinya pada kelompok intervensi daripada kelompok kontrol. Penelitian lainnya menggunakan terapi musik pada setting klinik menunjukkan bahwa terapi musik merupakan terapi nonfarmakologi yang efektif untuk menurunkan nyeri pasien post operasi ginekologi pada perempuan di Korea (Good & Ahn, 2008).

Terapi musik juga telah terbukti efektif menurunkan nyeri pada pembedahan hernia ingunalis di Swedia (Nilsson, 2008). Chiang (2012) melakukan penelitian bahwa terapi musik berpengaruh dalam menurunkan tingkat nyeri pada pasien kanker di unit hospice Taiwan. Dengan demikian, menggunakan terapi musik sebagai bagian dari asuhan keperawatan bisa menurunkan penderitaan dari gejala fisik, psikososial, dan stress emosional, dan spiritual dan perhatian religius untuk nyeri kronis pasien kanker.

Penelitian yang dilakukan oleh Djamal, et al. (2015) tentang pengaruh terapi musik pada pasien fraktur di IRINA A RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado menunjukkan hasil yang signifikan dimana terdapat pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi fraktur dengan nilai P value <0,05 yakni 0,000. Hasil yang sama juga dapat dilihat pada penelitian Novita (2012) dimana terdapat pengaruh yang signifikan antara terapi musik klasik terhadap skala nyeri pada pasien post operasi ORIF.

Berdasarkan data yang di peroleh pasien fraktur pada tahun 2010-2012 tercatat sebanyak 890 kasus dan 553 kasus diantaranya yang mengalami operasi dengan rincian 70,16% fraktur tibia fibula dan 29,93% fraktur femur. Pada tahun 2015 dari bulan Januari-Desember pasien dengan operasi fraktur tercatat sebanyak 156 orang yang jika dirata-ratakan setiap bulan dilakukan operasi fraktur sebanyak 13 kali (Rekam Medis Ruang Trauma CenterRSUP M. Djamil Padang).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Ruang Trauma Centre RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 15 April 2016 peneliti melakukan wawancara kepada 4 orang pasien post operasi fraktur. Hasil wawancara dengan keempat pasien tersebut didapatkan data bahwa nyeri adalah keluhan yang paling dominan. Dari hasil pengukuran nyeri keempat pasien tersebut satu orang ada pada skala nyeri 7, dua orang ada pada skala 5, dan satu orang pada skala 3. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Numeric Rating Scale. Keempat pasien yang diwawancarai seluruhnya mengalami fraktur akibat kecelakaan kenderaan bermotor. Nyeri dirasakan berkurang ketika mendapat obat ketorolac dan nyeri dirasakan kembali seiring hilangnya efek obat. Nyeri dirasakan menghambat aktivitas pasien, pasien hanya mengandalkan bantuan dari keluarga untuk membantu melakukan aktivitasnya. Pasien hanya bisa

(6)

berbaring dan takut menggerakkan bagian tubuh yang patah karena rasa nyeri. Pasien kebanyakan mengatakan belum pernah melakukan terapi musik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan dan hanya mengandalkan obat yang diberikan.

Peneliti juga melakukan wawancara dengan perawat yang bertugas di Ruang Trauma Centre dan didapatkan hasil wawancara dimana perawat mengatakan masalah utama pada pasien post operasi adalah nyeri. Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan selama ini adalah dengan kolaborasi pemberian obat analgetik NSAID yaitu ketorolac kepada pasien post operasi. Selain terapi farmakologi tersebut perawat mengatakan mengajarkan pasien teknik nafas dalam untuk mengurangi nyeri. Terapi musik klasik sendiri belum diberikan kepada pasien post operasi fraktur sebagai terapi untuk mengurangi intensitas nyeri pasien.

Berdasarkan fenomena di atas peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah ada pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang ?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui skala nyeri pada pasien post operasi fraktur sebelum/sesudah dilakukan pemberian terapi musik klasik pada kelompok intervensi.

2. Untuk mengetahui skala nyeri pada pasien post operasi fraktur sebelum/sesudah dilakukan pemberian terapi musik klasik pada kelompok kontrol.

3. Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pre dan post pemberian terapi musik klasik pada pasien post operasi fraktur kelompok intervensi.

4. Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pre dan post pemberian terapi musik klasik pada pasien post operasi fraktur kelompok kontrol.

Hipotesa Penelitian

Hipotesa Penelitian ini adalah :

Terdapat pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur di RSUP Dr. M. Djamil Padang

(7)

METODA PENELITIAN LOKASI PENELITIAN

- Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Trauma Center Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang.

SAMPEL PENELITIAN

Sebagai sampel penilitian adalah pasien yang diambil dari populasi pasien post operasi fraktur yang berjumlah 20 orang. Adapun teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode consecutive sampling, kemudian dikelompokan menjadi :

1) Kelompok intervensi (mendapat terapi musik klasik) sebanyak 10 orang 2) Kelompok kontrol (tanpa perlakuan) sebanyak 10 orang

PENGUMPULAN DATA

Tahapan Kegiatan Pengumpulan Data

Pada penelitian ini diperlukan perijinan yaitu dari Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang dan Ka. IRNA Bedah Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang serta kesediaan responden itu sendiri.

Rekruitmen Pelaksana dan Pembaca

Dibutuhkan 1 orang pendamping untuk menemani peneliti dalam melaksanakan penelitian, yaitu untuk menjaga lingkungan responden kondusif ketika terapi sedang berlangsung. Pengukuran skala nyeri dilakukan peneliti dengan meminta responden menyebutkan skala nyeri yang dirasakannya dan dalam hal ini peneliti melakukan secara mandiri.

Pelatihan

Tidak perlu dilakukan karena peneliti sudah terlatih sebelumnya untuk melakukan pengukuran nyeri.

Prosedur kerja

a. Peneliti mengajukan surat permohonan kepada pihak Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Setelah mendapat izin dan berdasarkan hasil uji etik penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dilanjutkan dengan proses perizinan dari bagian Diklit RSUP. DR. M. Djamil Padang

b. Meminta izin kepada kepala bagian ruang bedah untuk melakukan penelitian sesuai dengan surat izin dari Diklit RSUP DR. M. Djamil.

c. Pasien yang terdiagnosa fraktur dan mendapat tindakan operasi yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, dijadikan sebagai sampel setelah menyetujui lembar persetujuan yang diajukan peneliti.

d. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, serta prosedur penelitian. e. Meminta kesedian responden berpatisipasi dalam penelitian ini.

f. Responden diukur skala nyeri (pretest) pada kelompok intervensi dan kontrol dan hasil tersebut dicatat dalam lembar observasi hasil pengukuran.

(8)

g. Peneliti memberikan terapi musik klasik kepada responden kelompok intervensi setiap hari selama 3 hari pada waktu yang sama setiap harinya yaitu pukul 13.00. Sebelumnya responden diberikan kesempatan untuk mendengarkan lagu yang ingin didengarkan.Bila saat terapi berlangsung responden menolak untuk melanjutkan terapi maka terapi akan dihentikan. Terapi dilaksanakan dengan mendengarkan musik klasik melalui earphone dari mp3player yang disediakan peneliti. Sedangkan kelompok kontrol hanya diobservasi saja.

h. Peneliti melakukan pemantauan setiap harinya. Hal yang diobservasi adalah apakah respon responden terhadap musik klasik baik dan memberikan efek kepada responden sesuai hasil yang diharapkan peneliti dan tidak mendapat terapi komplementer lainnya sebagai penurun nyeri.

i. Peneliti melakukan pengukuran skala nyeri kembali (posttest) kepada kelompok intervensi setelah diberikan terapi musik klasik selama 3 hari pada pukul 13.00 – 15.00 WIB. Kelompok kontrol juga dilakukan pengukuran skala nyeri akhir. Hasil pengukuran tekanan darah dicatat pada lembar observasi hasil pengukuran. 6. Masalah Etik yang mungkin timbul:

Kesediaan responden dalam mengikuti terapi, responden yang tidak menyukai musik klasik berhak untuk memilih tidak mengikuti terapi.

7. Prosedur eksperimen (frekuensi, interval, dan jumlah total segala tindakan

invasive yang akan dilakukan, dosis dan cara pemberian obat, isotop, radiasi, atau tindakan lain)

a. Pasien yang terdiagnosa fraktur dan mendapat tindakan operasi yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, dijadikan sebagai sampel setelah menyetujui lembar persetujuan yang diajukan peneliti.

b. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, serta prosedur penelitian. c. Meminta kesedian responden berpatisipasi dalam penelitian ini.

d. Responden diukur skala nyeri (pretest) pada kelompok intervensi dan kontrol dan hasil tersebut dicatat dalam lembar observasi hasil pengukuran.

e. Peneliti memberikan terapi musik klasik kepada responden kelompok intervensi setiap hari selama 3 hari pada waktu yang sama setiap harinya yaitu pukul 13.00. Sebelumnya responden diberikan kesempatan untuk mendengarkan lagu yang ingin didengarkan.Bila saat terapi berlangsung responden menolak untuk melanjutkan terapi maka terapi akan dihentikan. Terapi dilaksanakan dengan mendengarkan musik klasik melalui earphone dari mp3player yang disediakan peneliti. Sedangkan kelompok kontrol hanya diobservasi saja.

f. Peneliti melakukan pemantauan setiap harinya. Hal yang diobservasi adalah apakah respon responden terhadap musik klasik baik dan memberikan efek kepada responden sesuai hasil yang diharapkan peneliti dan tidak mendapat terapi komplementer lainnya sebagai penurun nyeri.

8. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian dan cara mencegah atau mengatasi kejadian (termasuk rasa nyeri dan keluhan)

(9)

Terapi musik klasik tidak memberikan bahaya potensial langsung atau tidak langsung secara berarti. Jika pada saat terapi responden mengeluh rasa tidak nyaman maka terapi akan dihentikan.

9. Pengalaman yang terdahulu (sendiri atau orang lain) dari tindakan yang akan diterapkan.

Penelitian pemberian terapi musik klasik sudah banyak dilakukan bahkan oleh peneliti sendiri diharapkan tidak ada efek samping yang terjadi karena terapi musik klasik adalah terapi yang aman dan memberi efek menenangkan.

10. Bila penelitian ini menggunakan orang sakit dan dapat memberi manfaat untuk subyek yang bersangkutan, uraikan manfaat itu.

Penelitian ini bagi pasien post operasi fraktur memberi manfaat untuk menurunkan intensitas nyeri yang dirasakan pasien setelah pembedahan.

11. Bagaimana cara memilih penderita/ sukarelawan sehat?

Penelitian ini menggunakan penderita/ pasien yang menderita fraktur dan

mendapatkan operasi. Cara memilih adalah disesuaikan dengan beberapa kriteria yang dimaksudkan dalam penelitian, jika responden memenuhi kriteria maka akan dimasukkan sebagai sampel

12. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, jelaskan hubungan antara peneliti utama dengan subyek yang diteliti

Subyek penelitian adalah pasien post operasi fraktur dan hubungan antara subyek dengan peneliti adalah independen.

13. Bila penelitian ini menggunakan orang sakit, jelaskan diagnosis dan nama dokter yang bertanggung jawab merawatnya. Bila menggunakan orang sehat jelaskan cara pengecekan kesehatannya

Penelitian menggunakan orang sakit dalam hal ini pasien yang didiagnosa fraktur dan mendapat tindakan pembedahan fraktur dan yang bertanggung jawab atas pasien ini adalah dokter dan perawat yang bekerja di RSUP Dr.M. Djamil. 14. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian, termasuk efek samping dan

komplikasi bila ada

Pencatatan dilakukan dari hasil pengukuran, keluhan sampel dan wawancara langsung di lakukan oleh peneliti sendiri, keluhan sampel waktu intervensi. 15. Bila penelitian ini menggunakan subyek manusia, jelaskan bagaimana cara

memberitahukan dan mengajak subyek (lampirkan surat persetujuan penderita) Sebelum di lakukan penelitian subjek akan di terangkan tentang tujuan penelitian ini.

(10)

16. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek dapat ganti rugi bila ada gejala efek samping?

Tidak

17. Bila penelitian menggunakan subyek manusia, apakah subyek diasuransikan? Tidak

18. Nama tim peneliti: Organisasi Pelaksana

Penelitian ini merupakan persyaratan untuk menyelesaikan studi Program Sarjana Keperawatan Universitas Andalas dengan peneliti sebagai berikut.

Peneliti : Annisa Fitriani Nasution

Pembimbing I : Ns. Hermalinda, M.Kep, Sp.Kep.An Pembimbing II : Ns. Ilfa Khairina, S.Kep

19. Tempat dan Waktu penelitian

- Di Ruang Trauma Center Rumah Sakit Umum Pusat Dr. M. Djamil Padang.

Waktu penelitian

- Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Juli 2016 sampai Agustus 2016 dengan perincian sebagai berikut:

a. Pengukuran awal ( Pretest ) skala nyeri pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol dilaksanakan pada akhir Juli 2016.

b. Sebelum diberikan perlakukan sampel diukur terlebih dahulu skala nyeri dengan menggunakan Numeric Rating Scale.

c. Pelaksanaan intervesi terhadap kelompok intervensi dengan memberikan terapi musik klasik dilakukan setiap hari selama 3 hari pada siang hari pukul 13.00-15.00. Sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan intervensi apapun. Terapi musik diberikan oleh peneliti setiap hari. Efek samping bisa dicatat, kalau ada efek samping dikonsulkan pada perawat rumah sakit yang telah diajak bekerja sama.

d. Pengukuran akhir ( Post test ) skala nyeri dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.

Padang, Juli 2016 Peneliti Utama

Referensi

Dokumen terkait