• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah metode penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah metode penelitian"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

JENIS – JENIS dan KONSEP

PENELITIAN

Makalah ini diajukan untuk mata kuliah “ Metode Penelitian”

Dosen Pembimbing :

Dr . H . Abd . Kadir , M.A

Oleh :

M Labib Amin A ( D31208023 )

M Dwi Fidiqsa

( D31208034 )

FAKULTAS TARBIYAH

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan dan kekuatan dalam menyusun tugas ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah member tauladan dan petunjuk dalam mengarungi bahtera kehidupan di dunia dan di akherat kelak. Alhamdulillah , akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar.

Dengan kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada “ Dr H Abd Kadir MA”, selaku dosen pembimbing mata kuliah “ Metode Penelitian ” telah tercurahkan perhatiannya demi terselesaikan makalah ini , dan tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada segenap pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tugas ini.

Akhirnya hanya kepada allah SWT jualah penulis berserah diri dengan senatiasa mengharap ridho-Nya . Semoga penyusunan makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Surabaya , 31 Maret 2010

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia diberi oleh Allah akal yang berguna unuk berfikir. Berfikir adalah upaya manusia untuk memperbaiki dirinya baik dihadapan Allah maupun manusia , sebab denga proses berfikir mnusia akan cederung terlihat bijaksana dalam menyelesaikan masalahnya.

Keinginan untuk menjadi cerdas dari yang adalah wajar. Karena itu manusia selalu ‘mencoba-coba’ apakah hal itu sesuai dengan pemikirannya atau tidak. Kita semua faham bahwa sesungguhnya ,makanan bagi akal kita adalah sepiring akal dan segelas nasihat. Dengan itu, manusia akan selalu merasa ditinya ‘kan selalu dalam kebaikan.

Demi menunjang ketercapaiannya itu, maka adakalanya kita butuh apa yang disebut dengan penelitian. Penelitian memiliki maksud untuk menjadi lantaran bagi jalan kita dalam membuat suatu rancangan dasar bagi pemahaman kita. Kita tidak akan mengerti ataupun memahami jikalau kita tidak berusaha untuk meneliti masalah atau hal itu. Penelitian memiliki bermacam-macam jenis seperti yang akan kami jelaskan. Semoga ini tidak membosankan dan dapat membuka wawasan kita tentang penelitian tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Sebutkan Jenis-jenis penelitian ?

2. Bagaimana konsep penelitian menurut tujuannya ? 3. Bagaimana konsep penelitian menurut pendekatannya ? 4. Bagaimana konsep penelitian menurut bidang keilmuannya ?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis – Jenis Penelitian

Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mengumpulkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.1

Ciri ilmiah :

• Rasional

• Empiris

• Sistematis2

Syarat data untuk penelitian :

• Valid (derajat ketepatan)

• Reliabel (derajat konsistensi/keajegan)

• Objektif (interpersonal agreement)

• Data yang valid maka reliabel dan objektif, tetapi tidak sebaliknya.3

Data valid diperoleh dengan cara :

• Menggunakan instrumen penelitian yang valid.

• Mengunakan sumber data yang tepat dan cukup jumlahnya.

• Menggunakan metode pengumpulan data yang tepat/benar4.

Data reliabel diperoleh dengan cara :

1 Marzuki, C. Metodologi Riset.( Jakarta: Erlangga, 1999),4

2 Ibid., 3 Ibid.,5 4 Ibid.,

(5)

• Menggunakan instrumen penelitian yang reliabel. Data objektif diperoleh dengan cara :

• Menggunakan sampel atau sumber data yang besar (jumlahnya mendekati populasi). Untuk memahami masalah jenis-jenis dan konsep dari penelitian , maka kami berikan rinciannya sebagai berikut:

A. Menurut Tujuan

1. Penelitian Eksploratif

Bertujuan untuk mengungkap secara luas dan mendalam tentang sebab-sebab dan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu.

2. Penelitian Pengembangan

Bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan suatu prototipe baru atau yang sudah ada dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan sehingga diperoleh hasil yang lebih produktif, efektif dan efisien.

3. Penelitian Verifikatif

Bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian yang dilakukan terdahulu/ sebelumnya5.

B. Menurut Pendekatan

4. Penelitian Longitudinal (Bujur)

Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses dan waktu yang lama terhadap sekelompok subjek penelitian tertentu (tetap) dan diamati/diukur terus menerus mengikuti masa perkembangannya (menembak beberapa kali terhadap kasus yang sama).

5. Penelitian Cross-Sectional (Silang)

Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses kompromi (silang) terhadap beberapa kelompok subjek penelitian dan diamati/diukur satu kali untuk tiap kelompok subjek penelitian tersebut sebagai wakil perkembangan dari tiap tahapan perkembangan subjek (menembak satu kali terhadap satu kasus)6.

C. Menurut Bidang Ilmu

5 Ibid., 6 6 Ibid., 7-8

(6)

Secara umum, ilmu-ilmu dapat dibedakan antara ilmu-ilmu dasar dan ilmu-ilmu terapan.Termasuk kelompok ilmu dasar, antara lain ilmu-ilmu yang dikembangkan di fakultas-fakultas MIPA (Mathematika, Fisika, Kimia, Geofosika), Biologi, dan Geografi.

Kelompok ilmu terapan meliputi antara lain: ilmu-ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmuteknologi pertanian. Ilmu-ilmu dasar dikembangkan lewat penelitian yang biasa disebut sebagai “penelitian dasar” (basic research), sedangkan penelitian terapan (applied research) menghasilkan ilmu-ilmu terapan. Penelitian terapan (misalnya di bidang fisika bangunan) dilakukan dengan memanfaatkan ilmu dasar (misal: fisika). Oleh para perancang teknik, misalnya, ilmu terapan dan ilmu dasar dimanfaatkan untuk membuat rancangan keteknikan (misal: rancangan bangunan). Tentu saja, dalam merancang, para ahli teknik bangunan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal lain, misalnya: keindahan, biaya, dan sentuhan budaya. Catatan: Suriasumantri menamakan penelitian dasar tersebut di atas sebagai “penelitian murni” (penelitian yang berkaitan dengan “ilmu murni”, contohnya: Fisika teori).

Pada perkembangan keilmuan terbaru, sering sulit menngkatagorikan ilmu dasar dibedakan dengan ilmu terapan hanya dilihat dari fakultasnya saja. Misal, di Fakultas Biologi dikembangkan ilmu biologi teknik (biotek), yang mempunyai ciri-ciri ilmu terapan karena sangat dekat dengan penerapan ilmunya ke praktek nyata (perancangan produk). Demikian juga, dulu Ilmu Farmasi dikatagorikan sebagai ilmu dasar, tapi kini dimasukkan sebagai ilmu terapan karena dekat dengan terapannya di bidang industri. Karena makin banyaknya hal-hal yang masuk pertimbangan ke proses perancangan/perencanaan, selain ilmu-ilmu dasar dan terapan, produk-produk perancangan/perencanaan dapat menjadi obyek penelitian. Penelitian seperti ini disebut sebagai penelitian evaluasi (evaluation research) karena mengkaji dan mengevaluasi produk-produk tersebut untuk menggali pengetahuan/teori “yang tidak terasa” melekat pada produk-produk tersebut (selain ilmu-ilmu dasar dan terapan yang sudah ada sebelumnya).

Bila tidak melihat apakah penelitian dasar atau terapan, maka macam penelitian menurut bidang ilmu dapat dibedakan langsung sesuai macam ilmu. Contoh: penelitian pendidikan,

(7)

penelitian keteknikan, penelitian ruang angkasa, pertanian, perbankan, kedokteran, keolahragaan, dan sebagainya7.

B. PENJELASAN RAGAM dan KONSEP PENELITIAN

Seperti yang sudah disinggung di atas mengenai jenis-jenis penelitian. Kami sedikit akan mengulas konsep yang ada di dalamnya dan beberapa hal yang berkaitan denganya.

1. Penelitian Eksplorasi

Penelitian eksploratori (exploratory–dalam istilah “lama” disebut penelitian eksploratif), merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian (kadang disebut pula dengan desain penelitian). Pendekatan (desain) penelitian lainnya (selain eksploratori) adalah penelitian deskriptif, dan penelitian kausal.Penelitian eksploratori, menurut Kotler, adalah “penelitian yang bertujuan menghimpun informasi awal yang akan membantu upaya menetapkan masalah dan merumuskan hipotesis.”Penyebutan penelitian eksploratori sebagai salah satu pendekatan penelitian antara lain:

The exploratory approach attempts to discover general information about a topic that is not well understood by the marketer. For instance, a marketer has heard news reports about a new internet technology that is helping competitors but the marketer is not familiar with the technology and needs to do research to learn more. (Pendekatan eksploratori berupaya menemukan informasi umum mengenai sesuatu topik/masalah yang belum dipahami sepenuhnya oleh seseorang petugas pemasaran (bisa kita ganti sebutannya dengan yang lebih umum: peneliti). Sebagai contoh, seorang petugas pemasaran (peneliti) telah mendengar berita tentang adanya teknologi internet baru yang bisa membantu pihak-pihak yang berkompetisi di dunia pemasaran, tetapi si petugas pemasaran tersebut belum akrab (kenal, paham) benar dengan peralatan teknologi

(8)

tersebut dan berkeinginan untuk melakukan penelitian guna mengenal lebih jauh mengenainya.8

Istilah “disain” (bukan pendekatan) sebenarnya lebih menunjuk ke sisi operasional pendekatan tersebut. .

The basic difference between exploratory and descriptive research is the researh design (Perbedaan pokok antara penelitian eksploratori dan deskriptif adalah pada desainnya). Exploratory research follows a format that is less structured and more flexible than descriptive research (Penelitian eksploratori tatacara atau langkah-langkah penelitiannya tidak terstruktur-baku seperti penelitian deskriptif, dan jauh lebih luwes-dapat diubah-ubah sesuai situasi-pula).

This approach works well when the marketer doesn’t have an understanding of the topic or the topic is new and it is hard to pinpoint the research direction .(Pendekatan penelitian eksploratif ini akan sangat cocok digunakan apabila si petugas pemasaran/peneliti belum paham benar mengenai sesuatu topik/masalah yang akan dilteliti, atau topik tersebut merupakan sesuatu yang baru yang sangat sulit sekali untuk menentukan arah ke mana penelitian terhadapnya akan menuju).9

Nah, jadi, penelitian eksploratif merupakan salah satu pendekatan penelitian yang digunakan untuk meneliti sesuatu (yang menarik perhatian) yang belum diketahui, belum dipahami, belum dikenali, dengan baik.

2. Objek penelitian eksploratori

Istilah untuk menyebut sifat-keadaan topik/masalah penelitian eksploratori seperti

disebutkan di atas itu bermacam-macam, antara lain:

(1) a topic is not well understood(topic belum diketahui)

(2) s/he doesn’t know enough about (something–yang bersangkutan/peneliti belum tahu

8 Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. (Jakarta: Ghalia Indonesia,1999) ,12

(9)

benar mengenainya/sesuatu yang akan diteliti),

(3) an issue or problem where there are few or no earlier studies to refer to (persoalan atau masalah yang sedikit sekali atau bahkan tidak ada sama sekali hasil-hasil penelitian

terdahulu yang bisa dijadikan rujukan mengenainya),

(4) hardly anything is known about the matter at the outset of the project (sejak awal proyek penelitian hampir-hampir tiada sesuatu apapun yang diketahui mengenai masalah yang akan diteliti itu)10

Maka, “When gaining insight (i.e., discovery) on an issue is the primary goal, exploratory research is used” [apabila yang menjadi tujuan utama penelitian adalah memperoleh pengetahuan yang mendalam (misalnya "menemukan sesuatu yang belum diketahui") mengenai sesuatu masalah/hal/objek penelitian, maka pendekatan penelitian eksploratorilah yang paling tepat digunakan].

Dari beberapa penjelasan tersebut dapatlah dipahami bahwa apabila penelitian-penelitian “kuantitatif-positivistik yang bersifat “mengukur-ukur” dan “uji hipotesis” dimulai dari adanya sesuatu “masalah” (yang diidentifikasi lewat membaca literatur, membuka-buka dokumen–data statistik dsb, atau pengamatan selintas–lewat wawancara dsb), lalu membatasi masalah yang akan diteliti (salah satu atau beberapa dari sekian masalah yang sudah teridentifikasi tersebut), kemudian dipertanyakan dipermasalahkan (kenapa, apa penyebab dsb) yang dirumuskan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat tanya), penelitian eksploratif tidak mulai dengan langkah (desain) seperti itu. Penelitian eksploratif mulai dari “ketidaktahuan” akan sesuatu fenomena yang menarik untuk, atau perlu, diteliti.

3. Langkah penelitian eksploratori konvensional

Di atas disebutkan bahwa ada perbedaan disain antara penelitian eksploratori dan deskriptif, yaitu dalam hal penelitian eksploratori tahapannya tidak sebaku seperti penelitian deskriptif. Namun demikian, agar tidak terlampau sulit memahaminya, Penulis lebih suka membuat pilihan, bisa gunakan yang agak konvensional baku juga seperti yang akan dipaparkan berikut.

(10)

Langkah pertama, pada “latar belakang penelitian” dikemukakanlah mengenai adanya sesuatu fenomena yang “menarik” (misalnya–dalam contoh di atas–adanya produk teknologi internet baru yang sangat penting untuk dunia pemasaran). Contoh lain dalam pendidikan adalah adanya gerakan baru dalam manajemen sekolah (untuk saat ini misalnya adanya ISOnisasi, SBN-isasi, SBI-nisasi). Konsep atau ide tentang ISO, SBN, SBI mungkin bisa dirujuk dari literatur atau aturan/pedoman tertentu. Pelaksanaannya di lapangan seperti apa, itu yang benar-benar belum ada rujukan tentangnya. Ini sebagai contoh, dalam kenyataan sekarang tentu sudah ada beberapa penelitian tentangnya. Jadi, anggap ISO,SBN, SBI sebagai ide yang benar-benar baru.11

Selanjutnya, langkah kedua, dimunculkanlah “pertanyaan penelitian” (permasalahan penelitian) yang dinyatakan sebagai “rumusan masalah” (dalam kalimat tanya), misalnya, mengacu contoh di atas, “Seperti apakah sosok teknologi internet baru tersebut dan seberapa besar tingkat kemanfaatannya untuk pelaksanaan pemasaran?” Atau, “Bagaimana sekolah melaksanakan upaya untuk mencapai standar sekolah nasional/internasional?” (Kasus SBN dan SBI). Atau “Bagaimana sekolah merancang dan mengelola program untuk memberikan layanan prima kepada para pemangku kepentingannya?” (Kasus: ISO).

Pertanyaan penelitian tersebut hanya berkaitan dengan aspek “what” dan/atau “how” sesuatu yang diteliti (isu, problem) . Jadi, dengan kata lain, tidak mengenai “why” (sebab-akibat).

Langkah berikutnya (berdasarkan langkah penelitian “baku”) adalah merumuskan tujuan penelitian. Tentu saja tujuannya adalah “mengetahui (secara mendalam/”understand”) mengenai sesuatu (topik/masalah) tersebut, untuk kemudian “mendeskripsikannya”. Dengan kata lain, rumusannya boleh berupa “(untuk) mengetahui ….” atau “(untuk) mendeskripsikan …” “Untuk mengetahui” berdasar pada awal penelitian yang mulai dari “ketidaktahuan”, sementara “Untuk mendeskripsikan”

(11)

berdasar pada nantinya hasil penelitian akan dilaporkan seperti apa (dalam ujud tipe pelaporan yang bagaimana).12

Langkah berikutnya, menelaah berbagai literatur (jika dipandang perlu–umumnya perlu) untuk mendapatkan gambaran umum mengenai sesuatu (objek penelitian) tersebut, terutama untuk mempertegas memperjelas “konsep-konsep” (istilah, sebutan) yang berkaitan dengan sesuatu tersebut. Misalnya mempertegas memperjelas makna/pengertian/definisi sebutan (konsep) ISO/TQM, sekolah berstandar nasional/internasional, dan yang terkait dengannya.

Langkah berikutnya menjelaskan bagaimana penelitian itu akan dilakukan (metode, prosedur, atau desain penelitian), yaitu penetapan sumber data/informasi (subjek/responden/narasumber penelitian), serta penggunaan teknik pengumpulan dan analisis data yang akan digunakan.

Itu jika berupa proposal. Jika suda dilakukan diubah jadi bagaimana penelitian (dalam hal ini pengumpulan data) dilakukan.

Langkah terakhir, jika sudah meneliti, adalah menganalisis data yang diperoleh. Ambil contoh permasalahan mengenai apa saja upaya yang dilakukan sekolah agar menjadi sekolah berstandar internasional. Data diperoleh dengan wawancara terhadap narasumber. Informasi (data) dari narasumber (semua narasumber) itu diolah (sama dengan analisis) menjadi simpulan umum apa saja upaya yang dilakukan. Tentu harus dikelompok-kelompokkan sesuai dengan temuan yang diperoleh. Misalnya mengenai upaya menjalin kerja sama dengan lembaga pendidikan luar negeri, upaya membina (membentuk) komitmen seluruh wearga sekolah untuk menjadi SBI, upaya memperoleh dana sumber dana, upaya meningkatkan profesionalisem staf sekolah, upaya memenuhi persyaratan fasilitas, upaya meningkatkan KBM/PBM, dan sebagainya.13

12 Ibid.,22 dan Kerlinger, Fred N. 2000. AsasAsas Penelitian Behavioural. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press. 13 Ibid.,22-24

(12)

4. Langkah murni eksplorasi14

Penelitian eksploratori (eksploratif), sesuai dengan namanya, merupakan penelitian penggalian, menggali untuk menemukan (konsep atau masalah). Jadi, karena bersifat menggali (betul-betul mengeksplorasi), maka sebenarnya tidak ada langkah yang baku. Lakukan saja penggalian, lalu seleksi segala macam yang tergali itu, temukan bulir-bulir yang bernas, yang bermakna daripadanya.Ibaratkan seperti orang mencari emas. Gali saja pasir-pasir dan tanah, lalu ayak, dan buang yang bukan emas, ambil yang emas.

Jika cara ini yang dilakukan, bisa jadi (andaikata berkenaan dengan mahasiswa), mahasiswa dan dosen pembimbingnya akan bingung karena di luar langkah-langkah konvensional seperti dicontohkan di atas. Kan tidak semua dosen paham sepenuhnya metodologi penelitian. Sudah terbiasa dengan “pola kuantiatif positivistik” pula.

Contoh:

Sebuah yayasan pendidikan melakukan terobosan baru dalam pelaksanaan pendidikan. Murid-murid (yang disebut murid) tidak diberi pelajaran di kelas oleh guru yang berceramah. Murid diajak bermain-main dengan alam. Semua belajar dengan dan dari alam. Berbahasa dengan alam, bermatematika dengan alam, berIPA dengan alam, berIPS dengan alam, berPKn dengan alam, berKertakes dengan alam, berolah raga dengan alam. Pokoknya segala macam materi “skolastik” (pelajaran sekolah) dipelajari di, dengan, dan lewat alam. Tidak ada ceramah dari guru, tidak ada ulangan dan ujian. Lalu, apa ukuran keberhasilan “bersekolah”-nya? Bagaimana pula murid-murid itu belajar, dan bagaimana guru mengajar?

Kan sebetulnya tertemukan juga pola (langkah) penelitiannya, walau benar-benar akan eksploratif.

Pertama, ada sekolah alam yang tidak sama dengan sekolah alam yang sudah ada. Itu latar belakangnya (ketidaksamaan dengan sekolah manapun).

(13)

Kedua, dipertanyakan banyak hal (menurut ukuran konvensional sistem sekolah): pelajarannya apa saja, gurunya mengajar bagaimana, muridnya belajar bagaimana, evaluasinya bagaimana, sarana-prasarana apa saja, dan sebagainya. Itu permasalahan penelitian (rumusan msalah).

Ketiga, mengapa diteliti? Apa tujuannya? Rumusannya: Mengetahui seluk beluk “sekolah alam” tersebut.

Keempat, menelaaah literatur? Ya tidak bakalan ada, lah! Kata bahasa gaulnya. Jadi lewat. Langsung ke metode (prosedur) penelitian. Objeknya “seluk beluk sekolah alam tersebut. Subjeknya “sekolah alam tadi itu. Narasumbernya seluruh staf penyelenggara dan pelaksana. Teknik mengumpulkan datanya dengan wawancara dan observasi partisipan (partisipatif/partisipatoris). Analisis datanya bisa kuantitatif, bisa kualitatif, dan mungkin cukup hanya sampai taraf deskriptif (nah, istilah deskriptif ini suka membingungkan–nanti kita bahas).

Kelima, laporan. Olah data, ceritera singkat gambaran umum, butir-butir penting saja, jangan semua hal dimasukkan (“reduksi” atau penyaringan data di kepala saja, tak usah diceriterakan data yang dibuang dan data yang dipakai). Kelompokkan menurut yang lazim ada sebagai komponen sistem pendidikan (gurunya, muridnya, kurikulumnya, sarana dan prasarananya, KBM-nya, dsb).

Misal: Siapa saja yang menjadi guru (latar belakang pendidikan, bagaimana “dilatih” untuk belajar-mengajar di, dengan, dan lewat alam, bagaimana mengembangkan profesionalismenya sebagai pendidik, dsb). Siapa saja yang menjadi murid, dari kalangan orang tua yang seperti apa, bagaimana gairah belajarnya, bagaimana (seperti apa) pengetahuan yang dimilikinya, bagaimana daya nalarnya, bagaimana kemampuan “meneliti alam” yang dikuasainya, dsb. Dan aspek lainya digambarkan seara ringkas, padat, mencakup, dan komunikatif.

(14)

Ketika isu sertifikasi profesi muncul ke permukaan, apa yang dimaksudkan dengan sertifikasi itu saja masih diperdebatkan orang. Sebagian punya pemahaman tertentu, sebagian lain punya pemahaman lain lagi. Siapa yang melakukan sertifikasi juga macam-macam pandangan, ada yang harus si empunya pendidikan akademik terkait, ada yang memandang itu bagian asosiasi profesi, ada yang memandang dilakukan bersama-sama. Itu yang muncul di media masa dan ceritera dari mulut ke mulut, ada yang berupa artikel ada pula berita para pejabat.

Salah satu jabatan profesi adalah pustakawan. Menarik karenanya untuk digali (dieksplor) pemahaman pustakawan dan tenaga perpustakaan mengenainya. Itu yang saya lakukan sekian tahun yang lalu. Pustakawan yang dijadikan sampel sekedar memperoleh dari berbagai lembaga (UNY, IAIN/UIN Sunan Kalijaga, UII, dan beberapa sekolah). Tidak banyak, tapi cukup memberikan gambaran ragam pendapat mengenainya. Pertanyaan diajukan agak terstruktur lewat angket semi terbuka. Ada tambahan pendapat atau pandangan yang boleh dituliskan sebagai jawaban atau opini di luar yang dituliskan dalam angket. Laporannya (deskriptif, kuantitatif hitung-hitung persentase yang berpendapat begini begitu) jadilah sebagai makalah seminar “Ilmu Pendidikan” di UPI Bandung.

2. Penelitian Pengembangan ( developmental )

Seiring dengan diberlakukannya kebijaksanaan otonomi daerah pada awal tahun 2001, maka tuntutan akan penelitian yang hasilnya langsung dapat dimanfaatkan/diterapkan oleh masyarakat/daerah semakin terasa. Hal ini berkaitan dengan sinyalemen yang menyatakan bahwa pada saat ini terdapat kesenjangan antara penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi (yang kebanyakan berorientasi pada penelitian dasar untuk mengembangkan teori), dengan kebutuhan masyarakat terhadap penelitian yang hasilnya langsung dapat dimanfaatkan15.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, maka jenis penelitian pengembangan (research and development) merupakan jawaban yang tepat. Hal ini karena penelitian

15 Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang (UNM). Metodologi Penelitian Pengembangan Bidang

(15)

pengembangan bukanlah penelitian yang dimaksudkan untuk menemukan teori, melainkan penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan atau mengembangkan suatu produk. Produk dalam kaitannya dengan pendidikan dan pembelajaran bisa berupa kurikulum, model, sistem managemen, sistem pembelajaran, bahan/media pembelajaran dan lain-lain. Dengan dihasilkannya berbagai produk pendidikan/ pembelajaran, maka pihak-pihak yang berkepentingan tinggal menerapkan produk produk tersebut dalam kegiatan pendidikan/pembelajaran.

Untuk mengembangkan produk-produk pendidikan/pembelajaran, perlu ditempuh melalui sebuah pendekatan penelitian. Hal ini dimaksudkan agar produk-produk yang dihasilkan merupakan produk yang layak untuk dimanfaatkan dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan

A. Hakekat Penelitian Pengembangan

Untuk lebih memahami hakekat dari jenis penelitian dan pengembangan (research and development) perlu dikemukakan tiga hal yang saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain dalam upaya pemecahan masalah-masalah pendidikan/pembelajaran. Tiga hal tersebut adalah penelitian (research), evaluasi (evaluation) dan pengembangan (development). Gephart menjelaskan tentang tiga hal tersebut bahwa proses penelitian tujuannya untuk menemukan/mengetahui sesuatu (need to know), proses evaluasi bertujuan untuk menentukan pilihan (need to choose), dan proses pengembangan bertujuan untuk menemukan suatu cara/metode yang effektif (need to do)16. Perlu penulis

ditambahkan di sini bahwa dalam evaluasi terkandung kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan informasi tentang sesuatu hal yang bersifat ilmiah, yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan.

Asim menjelaskan bahwa: “Kalau kita ingin membuat atau menemukan suatu teori, maka perlu melakukan penelitian, ingin mengetahui apakah sesuatu itu baik atau buruk, perlu melakukan evaluasi dan kalau ingin memproduksi atau memperbaiki sesuatu maka perlu melakukan penelitian pengembangan”.

16 Gephart, William J, Toward a Taxonomy of Empirically-Based Problem Solving Strategies. (Viscounsin: University of Viscounsin, 1972),3

(16)

Setelah diperoleh gambaran tentang perbedaan ketiga hal tersebut, selanjutnya apa yang dimaksud dengan penelitian pengembangan. Borg and Gall memberikan batasan tentang penelitian pengembangan sebagai usaha untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam pendidikan17. Pengertian yang hampir sama

dikemukakan oleh Asim bahwa penelitian pengembangan dalam pembelajaran adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam proses pembelajaran18. Suhadi Ibnu memberikan pengertian tentang

penelitian pengembangan sebagai jenis penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan suatu produk hard-ware atau soft-ware melalui prosedur yang khas yang biasanya diawali dengan need assesment, atau analisis kebutuhan, dilanjutkan dengan proses pengembangan dan diakhiri dengan evaluasi19.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian pengembangan di bidang pendidikan merupakan suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk menghasilkan produk-produk untuk kepentingan pendidikan/pembelajaran yang diawali dengan analisis kebutuhan dilanjutkan dengan pengembangan produk, kemudian produk dievaluasi diakhiri dengan revisi dan penyebaran produk (disseminasi).

B. Kegiatan-kegiatan Penting Dalam Penelitian dan Pengembangan

Dwiyogo mengemukakan tiga hal penting yang harus dilaksanakan dalam kegiatan penelitian pengembangan yaitu menganalisis kebutuhan, mengembangkan produk dan menguji coba produk20. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu , namun menurut

Asim, ketiga langkah tersebut masih perlu dilengkapi langkah yang keempat, yaitu diseminasi (penyebaran) produk.

• Analisis Kebutuhan (Need Assesment)

17 Borg W.R. and Gall M.D., Educational Research : An Introduction, 4 th edition. (London: Longman Inc., 1983),5 18 Asim, Dr. M.Pd, Sistematika Penelitian Pengembangan. (Malang : Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Malang, 2001),1

19 Suhadi, Ibnu, MA..Ph.D. Kebijakan Penelitian Perguruan.( Malang: Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Malang, 2001),5

20 Dwiyogo Wasis D Dr. M.Pd, Pelaksanaan Penelitian Pengembangan. (Malang: Lembaga Penelitian-Universitas Negeri Malang, 2001),1

(17)

Analisis Kebutuhan (Need Assesment) merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam kegiatan penelitian di bidang pengembangan. Analisis tersebut dimaksudkan untuk mengetahui kebutuhan apa saja yang diperlukan guna mengatasi masalah yang ditemui dalam kegiatan pendidikan/pembelajaran. Dengan demikian diharapkan produk yang dihasilkan benar-benar produk yang sesuai dengan kebutuhan (based on need).Kaufman menjelaskan bahwa kebutuhan pada hakekatnya merupakan kesenjangan (gap) antara keadaan yang seharusnya (ideal) dengan kenyataan yang ada. Sebagai contoh untuk menyiapkan peserta didik yang lulusannya siap bersaing di arena global setiap sekolah di Indonesia seharusnya diberikan fasilitas untuk bisa akses ke internet.

Sedangkan kenyataanya baru sekolah di kota-kota besar saja yang dilengkapi fasilitas internet. Dengan demikian fasilitas untuk bisa akses ke internet merupakan kebutuhan (need) bagi setiap sekolah di Indonesia. Kebutuhan dalam konteks pendidikan/pembelajaran dibedakan menjadi tiga macam yaitu kebutuhan yang langsung dirasakan oleh peserta didik, kebutuhan yang dirasakan oleh pihak-pihak lain (misalnya para pakar bidang pendidikan dan pembelajaran, para guru, pemerintah, masyarakat dan lain-lain), dan kebutuhan yang ingin diterapkan karena adanya sumber-sumber pendukung setempat 21. Namun demikian kebutuhan bisa juga merupakan perpaduan dari

ketiga hal tersebut. Oleh karena itu dalam pengumpulan data untuk kepentingan analisis kebutuhan di samping meminta masukan secara langsung dari calon peserta didik yang akan menjadi sasaran, juga perlu meminta masukan dari pihak-pihak lain yang berkepentingan dengannya. Sebagai contoh ketika Pustekkom melakukan studi tentang analisis kebutuhan Diklat bagi guru-guru SD melalui Siaran Radio Pendidikan (Diklat-SRP), di samping meminta masukan langsung dari para guru yang bersangkutan juga meminta masukan dari pemerintah (Direktur Ditgutentis, Direktur Ditdikdas, Para Kepala Bidang Dikdasgu) para pakar/pengamat bidang pendidikan, para kepala SD, serta para tokoh PGRI.

21 W a l d o p o. Modul Pelatihan Produksi Program Audio: Teknik Menulis Naskah Untuk Program Audio/Radio

(18)

Contoh lainnya, ketika banyak terlihat adanya fenomena kemerosotan moral di kalangan warga masyarakat seperti narkoba, perampokan, pemerkosaan, tawuran antar pelajar, perkelahaian antara warga, pertikaian antar etnis dan lain-lain maka pemerintah (Depdiknas) dan para pakar pendidikan/pembelajaran merasakan adanya suatu kebutuhan akan bentuk/ model pendidikan moral (budi pekerti) yang cukup menarik efektif dan efisien.

• Mengembangkan Produk

Pada langkah ini, produk yang akan dimanfaatkan dalam kegiatan pendidikan/pembelajaran harus dikembangkan lebih dahulu. Untuk mengembangkan produk tersebut diperlukan keterlibatan dari berbagai pakar. Sebagai contoh bila kita ingin mengembangkan program-program pendidikan Budi Pekerti bagi anak-anak usia SD melalui TV, diperlukan keterlibatan banyak pakar seperti pakar pendidikan, pakar media pembelajaran, psikolog, pakar komunikasi, ahli ceritera anak-anak, para praktisi produksi media televisi dan lain-lain, agar program tersebut menarik untuk ditonton dan sekaligus pesan moralnya dapat diserap oleh pemirsanya. Tentu hal ini akan membutuhkan kemampuan managerial yang cukup tinggi serta biaya yang tidak sedikit, namun jika kita mengingat akan dampak (jangka panjang) yang akan ditimbulkan yaitu pembentukan kharakter dan perbaikan moral bangsa (nation and character building) , tentu hal ini tidaklah mahal. Di samping itu mengingat kemampuan media televisi yang sangat luar biasa dalam mempengaruhi sikap dan perilaku pemirsanya dan dalam waktu yang bersamaan dapat ditonton oleh sejumlah orang yang tidak terbatas jumlahnya, maka hal tersebut secara teoritis menjadi tidak mahal, bahkan boleh dikatakan sangat murah 22.

• Ujicoba Produk

Produk pendidikan/pembelajaran yang telah dihasilkan sebelum dimanfaatkan secara massal perlu dievaluasi terlebih dahulu yaitu dengan diujicobakan. Ujicoba ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan-masukan maupun koreksi tentang produk yang

22 Perin, Donald G. Instructional Television : Synopsis of Television in Education.( New Jersey: Educational Technology Publications, 1977),8

(19)

telah dihasilkan. Berdasarkan masukan-masukan dan koreksi tersebut, produk tersebut direvisi/diperbaiki.

Ada tiga kelompok penting yang perlu dijadikan subyek ujicoba produk penelitian pengembangan yaitu: para pakar, sasaran kelompok kecil dan kelompok besar yang sifatnya lebih heterogen.

• Ujicoba kepada para pakar (Expert Judgement)

Kepada para pakar diminta untuk mencermati produk yang telah dihasilkan, kemudian mereka diminta untuk memberikan masukan-masukan tentang produk tersebut. Berdasarkan masukan-masukan dari para pakar produk tersebut direvisi. Seyogyanya para pakar yang sejak awal sudah terlibat itulah yang diminta untuk mencermati program.

• Ujicoba kepada kelompok kecil (Small Group Try-out)

Kumpulkan sekitar 10 hingga 15 anak (yang dianggap memiliki karakteristik yang sama dengan peserta didik yang akan menjadi target sasaran program atau main audience) untuk menonton tayangan program, kemudian mereka diminta memberikan komentar/masukan tentang program yang baru saja mereka tonton. Berdasarkan masukan-masukan dari small group ini program direvisi. Sebagai contoh jika yang menjadi sasaran utamanya anak-anak usia SD, maka ujicoba program juga diberikan kepada siswa-siswa SD.

• Ujicoba Lapangan (Field Try-out)

Ujicoba pada tahap ini diberikan kepada jumlah anak yang banyak dengan subyek yang lebih heterogen.Kalau ujicoba kepada para pakar dan kelompok kecil bisa dilakukan oleh pihak intern yang terlibat dalam kegiatan penelitian pengembangan, maka ujicoba lapangan sebaiknya dilakukan oleh pihak luar. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga obyektifitas dari kesimpulan yang dihasilkan. Sebagai contoh ketika Pustekkom Depdiknas melakukan ujicoba lapangan tentang penayangan program Pendidikan Budi

(20)

Pekerti melalui Serial Sinetron Laskar Anak Bawang (LAB), maka dalam pelaksanaannya Pustestekkom bekerja sama dengan IFES dan LP3 ES23.

Masukan-masukan dari hasil ujicoba lapangan inilah yang menjadi dasar terakhir bagi perbaikan dan penyempurnaan produk. Setelah diperbaiki sesuai masukan dari lapangan, maka produk dianggap final dan siap untuk disebarkan atau dimanfaatkan secara massal.

 Penyebaran (Disemination)

Sebenarnya setelah langkah ujicoba lapangan dan produk telah diperbaiki dan disempurnakan sesuai masukan-masukan yang diperoleh dari kegiatan ujicoba (baik ujicoba dari para pakar, ujicoba kelompok kecil maupun ujicoba lapangan), maka proses kegiatan penelitian pengembangan telah selesai. Hal ini karena penelitian telah menghasilkan produk yang dianggap final (final product), namun Asim berpendapat masih ada satu langkah lagi yang harus dijalankan yaitu penyebaran produk (disemination)24. Hal ini bisa dimengerti manakala orang berpendapat bahwa tidak akan

banyak manfaatnya jika produk yang telah dikembangkan dengan susah payah dengan menghabiskan fikiran, tenaga dan biaya yang tidak sedikit, begitu selesai hanya ditumpuk dan sekedar menjadi bahan dokumentasi dan wacana saja tanpa disebarkan kepada warga masyarakat untuk dimanfaatkan.

Namun kalau hal ini akan dilaksanakan perlu dilakukan sebuah evaluasi summatif yaitu setelah pemanfaatan produk berjalan selama pereode tertentu perlu dilakukan suatu evaluasi untuk menilai apakah produk efektif dan efisien atau tidak, hal ini berkaitan dengan pengambilan keputusan untuk menentukan apakah program tersebut diteruskan atau tidak. Evaluasi pada tahap ini disebut dengan evaluasi summatif. Sedangkan evaluasi pada tahap ujicoba pakar, kelompok kecil dan lapangan disebut dengan evaluasi formatif yang tujuannya untuk memperbaiki/menyempurnakan produk.

23 Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES). Laporan Akhir Studi Evaluasi

Program Pendidikan Moral Melalui Televisi. (Jakarta: Pustekkom, LP3ES dan IFES, 2000),2

(21)

C. Pelaksanaan Penelitian Pengembangan

Karena sifatnya yang berorientasi pada pengembangan produk pendidikan/ pembelajaran, maka pelaksanaan penelitian dapat dilakukan secara bertahap. Waktunya bisa satu tahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun atau bahkan lebih tergantung pada pentahapannya. Misalnya pada tahap I melaksanakan analisis kebutuhan, dilaksanakan pada tahun pertama. Tahap II mengembangkan produk, dilaksanakan antara tahun kedua sampai dengan tahun ketiga, tahap III ujicoba dan merevisi produk dilaksanakan pada tahun ke empat. Tahap IV penyebaran (diseminasi) produk dilaksanakan tahun kelima dan seterusnya. Dalam melaksanakan penelitian tentunya peneliti tidak dapat melaksanakannya sendirian, melainkan harus melibatkan berbagai pakar sesuai dengan jenis produk yang akan dikembangkan.

3. Penelitian Verifikatif

Jenis penelitian ini bertujuan untuk menguji kebenaran suatu fenomena. Misalnya saja, masyarakat mempercayai bahwa air sumur Pak Daryan mampu mengobati penyakit mata dan kulit. Fenomena ini harus dibuktikan secara klinik dan farmakologik, apakah memang air tersebut mengandung zat kimia yang dapat menyembuhkan penyakit mata.

4. Penelitian Longitudinal

Penelitian longitudinal memiliki cakupan pengertiaserta karakteristik sebagai berikut :

a. Data dikumpulkan untuk setiap variabel pada dua atau lebih periode waktu tertentu.

b. Subjek atau kasus yang dianalisis sama, atau setidaknya dapatdiperbandingkan, antara satuperiode dengan periode berikutnya.

c. Analisis melibatkan perbandingan data yangsama dalam satu periode dan antar berbagaimetode yang berbeda.25

Penelitian longitudinal biasanya lebih kompleksdan membutuhkan biaya lebih besar daripadapenelitian cross-sectional, namun lebih andal dalammencari jawaban tentang dinamika perubahan. Selainitu, penelitian longitudinal berpotensi menyediakan

(22)

informasi yang lebih lengkap, bergantung pada operasionalisasi teori dan metodologi penelitiannya.Termasuk dalam rancangan penelitian longitudinaladalah cross-sectional berulang (repeated cross-sectional) atau time-series, rancangan prospektif,dan rancangan retrospektif 26. Tiga cara penelitian longitudinal ini dapat dipahami berikut ini:

1) Cross-Sectional Berulang (repeated crosssectional)atau Time-Series

Dalam penelitian sosial, observasi cross-sectionalsering digunakan untuk menilai faktor pengaruh(determinan) perilaku, namun tidak memadai untuk analisis diakronis tentang perubahan sosial.

Untuk mengatasi kendala tersebut maka dapat dilakukan pendataan cross-sectional pada beberapa periode waktu, dengan sampel berbeda di setiap pengambilan datanya, namun jumlah populasinya dijaga tetap. Jika data cross-sectional diulang dengan konsistensi yang tinggi pada setiap pertanyaannya, maka dimungkinkan bagi peneliti untuk melihat suatu trend perubahan.

Peneliti dapat mengamati stabilitas atau perubahan dari bentuk unit tertentu, atau melacak situasi dan kondisinya dari masa ke masa.

2) Rancangan prospektif

Data temporal yang paling sering dijumpai dalam hasil penelitian sosial adalah data panel, yang diambil dari sejumlah individu yang sama, yang diwawancarai secara berulangkali dari waktu ke waktu selama periode tertentu. Rancangan prospektif ini lebih unggul daripada tipe longitudinal lain, namun lebih sulit dilakukan. Dalam studi panel peneliti mengamati individu-kelompok-atau organisasi yang sama persis, selama rentang periode waktu tertentu.

Rancangan ini menuntut peneliti untuk mengikuti perjalanan orang yang sama (sama persis responden dan kriterianya) dalam beberapa waktu. Terkadang orang yang diamati telah meninggal atau tidak dapat dijumpai lagi karena sudah berpindah lokasi. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat, bahkan penelitian panel secara singkat sekalipun dapat memberikan gambaran jelas tentang dampak suatu peristiwa tertentu terhadap individu-kelompok-organisasi yang sama. Rancangan panel memiliki variasi sebagai berikut:

a. Panel Representatif 26 Ibid,7

(23)

Sampel ditetapkan secara random untuk individu yang sama, pada interval yang tetap misal tiap 2-3 bulan atau tiap tahun).

Pengamatan dilakukan pada kebiasaan waktu tertentu. Tujuan utama panel representative adalah untuk mendeteksi dan memastikan perubahan yang dialami individual.

b. Panel Cohort (atau biasa disebut rancangan cohort)

Cohort didefinisikan sebagai sekelompok orang dalam populasi dan geografis tertentu, yang didelineasi mengalami peristiwa hidup yang sama dalam periode waktu tertentu.

Tujuan panel cohort adalah untuk meneliti perubahan dalam jangka panjang dan proses perkembangan individual. Sampel biasanya diinterview ulang setiap lima tahunan. Studi cohort dapat menjadi serial studi panel bila sampel diambil dengan kriteria yang tetap sama (misal usia yang sama bukan kelompok orang atau unit yang sama) dan pengamatan ditujukan pada sekumpulan orang yang memiliki kategori pengalaman hidup yang sama dalam periode waktu tertentu.

Fokus analisis cohort adalah pada cohort atau kategori tertentu, bukan pada individu spesifiknya. Biasanya cohort yang digunakanadalah semua orang yang lahir pada tahunyang sama (disebut birth cohort), semua orang yang dipekerjakan pada waktu yang sama,semua orang yang pensiun pada rentang satu atau dua tahun, atau orang yang lulus pada tahun yang sama. Tidak seperti studi panel murni, sampel penelitian ini tidak perlu orang yang persis sama tetapi kelompok yang mengalami peristiwa hidup sehari-hari yang sama.

c. Panel Terhubung (linked panel)

Dalam rancangan ini data yang semula terkumpul (misal data sensus) bukan untuk

maksud studi panel, dicoba dihubunghubungkan dengan menggunakan pengidentifikasi personal yang khusus.

3) Rancangan retrospektif (rancangan observasi berorientasi pada peristiwa)

Dalam rancangan retrospektif, data tentang periode waktu di masa lampau dihimpun pada masa kini dengan menggunakan cara studi sejarah hidup (life-

(24)

histories event) dan menandainya dengan peristiwa-peristiwa yang dianggap signifikan. Rancangan retrospektif seringkali disebut rancangan quasi-longitudinal, karena memiliki banyak kelemahan, pendekatannya kualitatif dan sangat mengandalkan pada rekonstruksi peristiwa masa lampau27.

5. Penelitian Cross Sectional

Penelitian cross-sectional lebih banyak dilakukan dibanding penelitian longitudinal, karena lebih sederhana dan lebih murah. Dalam penelitian crosssectional, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada satu titik waktu tertentu. Pada penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya. Kelemahan rancangan cross-sectional lainnya adalah ketidakmampuannya untuk menjelaskan proses yang terjadi dalam objek/variabel yang diteliti serta hubungan korelasionalnya. Rancangan crosssectional mampu menjelaskan hubungan antara dua variabel, namun tidak mampu menunjukkan arah hubungan kausal di antara kedua variabel tersebut 28.

6. Penelitian Pendidikan

Penelitian pendidikan pada umumnya mengandung dua ciri pokok, yaitu logika dan pengamatan empiris29. Kedua unsur penciri pokok penelitian ini harus dipakai dengan

konsisten, artinya dua unsur itu harus memiliki hubungan fungsional-logis. Dalam hal ini logika merujuk kepada (a) pemahaman terhadap teori yang digunakan dan (b) asumsi dasar yang digunakan oleh peneliti ketika akan memulai kegiatan penelitian. Di samping itu pengamatan empiris bertolak dari (a) hasil kerja indera manusia dalam melaksanakan observasi dan kekuatan pemahaman manusia terhadap data-data lapangan. Kegiatan antara penggunaan logika dan pengamatan empirik harus berjalan konsisten: artinya kedua unsur

27 Kerlinger, Fred N. Op.cit.,22

28 Shklovski, Irina; Kraut, Robert; dan Rainie, Lee..“The Internet and Social Participation:Contrasting Cross-Sectional and LongitudinalAnalysis”. Journal of Computer-MediatedCommunication. Vol. 10, No. 1. 2004),12

(25)

(logika dan pengamatan empiris) harus memiliki keterpaduan dan memungkinkan terjadi dialog intensif. Dengan demikian pengamatan empiris harus dilakukan sesuai dengan pertimbangan logis yang ada. Sebagai contoh: dalam bidang pendidikan menurunnya prestasi siswa dapat diterangkan dengan asumsi bahwa (a) telah terjadi berkurangnya minat siswa terhadap mata pelajaran tertentu di sekolah sebagai akibat dari terbatasnya prasarana laboratorium dan buku penunjang belajar (b) telah terjadi penurunan rerata nilai ujian untuk matakuliah tertentu, disebabkan guru belum memahami pelaksanaan kurikulum yang berbasis kepada KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).

Penelitian pendidikan sebenarnya suatu proses untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar konsep yang dijadikan bahan kajian dalam penelitian. Hubungan antar konsep itu ditunjukkan dalam sebuah hubungan .Setiap konsep yang kembangkan sebagai variabel penelitian harus dapat menunjukkan beberapa indikator empirik yang ada di lapangan. Sebagai contoh konsep kemampuan mengajar guru, maka indikator empirik yang dapat diketahui adalah (a) kemampuan penggunaan metode belajar guru di dalam kelas (b) penguasaan materi belajar pada mata pelajaran tertentu di kelas, dan (c) kemampuan guru mengadakan asosiasi beberapa mata pelajaran tertentu di kelas.

Hakekat pendidikan untuk mencerdaskan dan mencetak nilai-nilai luhur mengalami reduksi besar-besaran yang cenderung bertumpu pada kepentingan pragmatis liberal semata. Dunia dalam percepatan bukan diisi oleh generasi yang mampu menghadapi perubahan, melainkan lebih pada generasi yang mengabdi pada kekuasaan.

Arah pendidikan makin jelas menuju pada kepentingan jangka pendek, seolah anak ditempa menjadi manusia yang harus paham berbagai masalah dengan mengabaikan kebebasan individunya. Anak diharuskan menjadi pribadi dengan predikat superlatif (serba cakap-pandai), sedangkan yang tak memenuhinya silakan minggir. Menurut Benny, ini akibat proses belajar yang terjadi bukan secara humanistik melainkan doktriner sehingga pantaslah pendidikan kita hanya menghasilkan generasi robot, generasi yang dituntut selalu seragam hingga menafikan perilaku luhur30.

(26)

Pendidikan memang perlu, tapi esensinya sudah tak penting lagi sehingga yang dikejar adalah titel selangit.

Singkatnya, salah seorang pelopor pendidikan kita, R.A Kartini, menyebut perengkuhan pendidikan berarti habis gelap terbitlah terang. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia, KI Hajar Dewantoro sebagai Bapak Pendidikan Nasional sebagai bukti konkrit lain, bahwa melalui pendidikanlah manusia Indonesia bisa jadi maju dan beradab sehingga bisa bergaul, sejajar, dan dikenal di antara bangsa-bangsa di dunia.

Dalam prakteknya, pendidikan memang beragam. Beberapa metode pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah Muhammad SAW di antaranya melalui tiga tingkatan, yakni lisan, tangan, dan hati. Tiga aspek pendidikan ini kemudian dijabarkan oleh para ahli terori pendidikan dari Barat, misalnya Bloom, dengan pemenuhan aspek-aspek pengetahuan (cognitive), keterampilan (psychomotor), dan sikap (affective). Jelasnya, gabungan tiga aspek inilah yang dikehendaki oleh Islam.

Di bangku sekolah, teori pendidikan dan tujuan pendidikan di atas kelihatannya rumit sekali. Mahasiswa bisa dibuat puyeng oleh segudang teori pendidikan. Padahal jika dikaji lebih dalam, kenyataannya tidaklah demikian. Hakekat pendidikan sebenarnya sederhana dan mudah diterapkan. Pula hasilnya bisa direngkuh.

Metodologi dalam arti umum, adalah studi yang logis dan sistematis tentang prinsip-prinsip yang mengarahkan penelitian ilmiah. Dengan demikian, metodologi dimaksudkan sebagai prinsip-prinsip dasar dan bukan sebagai methods atau cara-cara untuk melakukan penelitian.

Dalam bahasa sehari-hari, pengertian methodology dan methods ini sering dikacaukan. Seringkali dijumpai istilah metodologi atau metode penelitian, padahal yang dimaksudkan sebenarnya adalah methods atau cara penelitian-sebagai salah satu tahap dalam metodologi penelitian yang kemudian dituangkan dalam usulan penelitian. Dengan demikian, istilah ”metodologi” di sini adalah dalam arti yang terbatas/sempit.

(27)

Sebagai suatu pola, cara penelitian tidak bersifat kaku-bagaimanapun, suatu cara hanyalah alat (tool) untuk mencapai tujuan. Cara penelitian digunakan secara bervariasi, tergantung antara lain pada obyek (formal) ilmu pengetahuan, tujuan penelitian, dan tipe data yang akan diperoleh. Penentuan cara penelitian sepenuhnya tergantung pada logika dan konsistensi peneliti.

Pembuatan usulan penelitian merupakan suatu langkah konkret pada tahap awal penelitian. Seorang guru yang baru meneliti atau ingin meneliti, dalam hal ini ingin memperoleh informasi dari instrumen yang digunakan. Guru harus memiliki sejumlah keterampilan khusus. Demikian pula, penelitian itu sedapat mungkin ditujukan untuk memecahkan suatu masalah pendidikan yang dihadapi oleh masyarakat, negara, dan ilmu.

Sebagai suatu proses, penelitian membutuhkan tahapan-tahapan tertentu yang oleh Bailey disebut sebagai suatu siklus yang lazimnya diawali dengan:

1. pemilihan masalah dan pernyataan hipotesisnya (jika ada); 2. pembuatan desaian penelitian;

3. pengumpulan data;

4. pembuatan kode dan analisis data; dan diakhiri dengan intepretasi hasilnya31.

Dalam kenyataannya, seorang peneliti dapat mengakhiri penelitiannya setelah interpretasi hasil. Akan tetapi, proses penelitian sendiri tidak berhenti pada tahap itu. Ada kemungkinan bahwa penelitian yang dilakukan tidak membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini peneliti perlu melakukan revisi atas asumsi/ hipotesisnya dengan melewati tahap pertama. Atau, mungkin juga asumsi/hipotasisnya benar tetapi terdapat kesalahan pada hal-hal lain, misalnya kesalahan dalam penentuan sampel, kesalahan dalam penentuan sampel, kesalahan dalam pengukuran konsep-konsep, atau ketidaktepatan analisis data. Maka dalan hal ini peneliti harus mengulang seluruh proses penelitiannya32. Pendapat ini

memperkuat posisi, bahwa pelaksanaan penelitian bersifat dinamis: yaitu penelitian yang

31 Ibid., dan Bailey. Educational Research (London : Oxford university,1990),10. 32 Bailey.Op.cit.

(28)

bersifat terbuka, dilakukan dengan berbagai pendekatan yang tidak kaku (rigit). Proses penelitian diketahuai adalah proses yang dinamis, artinya perkembangan suatu teori diawali dengan pemahaman terhadap teori itu sendiri, yang kemudian menghasilkan hipotesis, lalu dari hipotesis itu diperoleh cara untuk melakukan observasi, dan pada gilirannya observasi itu menghasilkan generalisasi. Atas dasar generalisasi inilah teori itu mungkin didukung atau ditolak.

Pada hakekatnya sebuah penelitian adalah pencarian jawaban dari pertanyaan yang ingin diketahui jawabannya oleh peneliti. Selanjutnya hasil penelitian akan berupa jawaban atas pertanyaan yang diajukan pada saat dimulainya penelitian. Untuk menghasilkan jawaban tersebut dilakukan pengumpulan, pengolahan dan analisis data dengan menggunakan metode tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa satu ciri khas penelitian adalah bahwa penelitian merupakan proses yang berjalan secara terus-menerus hal tersebut sesuai dengan kata aslinya dalam bahasa inggris yaitu research, yang berasal dari kata re dan search yang berarti pencarian kembali.

Biasanya, begitu seorang peneliti mendapatkan ide adanya masalah atau pertanyaan tertentu, maka pada saat itu juga seorang peneliti mungkin sudah mempunyai jawaban sementara atas masalah itu. Dengan demikian seorang peneliti harus berfikir : Apakah masalah yang sedang terjadi, apakah pertanyaan yang ingin dicari jawabnya, atau apakah hipotesis yang akan diuji. Dalam melakukan penelitian, berbagai macam metode digunakan seiring dengan rancangan penelitian yang digunakan. Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam menyusun rancangan penelitian diantaranya adalah: Pendekatan apa yang akan digunakan, metode penelitian dan cara pengumpulan data apa yang dapat digunakan dan bagaimana cara menganalisis data yang diperoleh.

Yang perlu diperhatikan bahwa sifat masalah akan menentukan cara-cara pendekatan yang sesuai, dan akhirnya akan menentukan rancangan penelitiannya. Saat ini berbagai macam rancangan penelitian telah dikembangkan dan salah satu jenis rancangan penelitian adalah Penelitian Deskriptif. Berbagai macam definisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan

(29)

antara variabel satu dengan variabel yang lain 33. Pendapat lain mengatakan bahwa,

penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan34. Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat

penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam arti ini pada penelitian deskriptif sebenarnya tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan atau komparasi, sehingga juga tidak memerlukan hipotesis. Namun demikian, dalam perkembangannya selain menjelaskan tentang situasi atau kejadian yang sudah berlangsung sebuah penelitian deskriptif juga dirancang untuk membuat komparasi maupun untuk mengetahui hubungan atas satu variabel kepada variabel lain. Karena itu pula penelitian komparasi dan korelasi juga dimasukkan dalam kelompok penelitian deskriptif 35.

Secara lebih mendalam tujuan penelitian korelasi adalah untuk mengetahui sejauh mana hubungan antar variabel yang diteliti. Penelitian jenis ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling hubungannya. Hasil yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan dan bukan ada atau tidak ada saling hubungan tersebut. Dalam penelitian komparatif akan dihasilkan informasi mengenai sifat-sifat gejala yang dipersoalan, diantaranya apa sejalan dengan apa, dalam kondisi apa, pada urutan dan pola yang bagaimana, dan yang sejenis dengan itu.

Dalam kaitannya dengan tugas mengajar guru maka jenis penelitian yang diharapkan adalah penelitian yang memiliki dampak terhadap pengembangan profesi guru dan peningkatan mutu pembelajaran. Untuk itu walaupun penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang bersifat ex post facto, namun tetap harus mendeskripsikan upaya yang telah dilakukan guru untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran 36. Upaya

tersebut dapat berupa penggunaan metode pembelajaran yang baru, metode penilaian atau upaya lain dalam rangka memecahkan masalah yang dihadapi guru atau dalam rangka

33 Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. (Bandung: Alfabeta,1999),21 34 Arikunto, Op.cit.,.21

35 Ibid.,

(30)

meningkatkan mutu pembelajaran. Dilihat dari syarat penelitian deskriptif yang sesuai dengan kegiatan pengembangan profesi tersebut (mendeskripsikan upaya yang telah dilakukuan), sebenarnya penelitian seperti itu dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian Pre Experimental Design One Shot Case Study atau One-Group Pretest-Posttest Design37.

Namun demikian, karena pelaksanaan penelitian dilakukan setelah kejadian berlangsung maka tetap dapat dikatakan sebagai penelitian deskriptif. Lebih tepatnya, rancangan penelitian seperti itu dapat disebut penelitian deskriptif analitis yang berorientasi pemecahan masalah, karena sesuai dengan aplikasi tugas guru dalam memecahkan masalah pembelajaran atau dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran.

Ilustrasi38

Sebagai ilustrasi dapat digambarkan sebagai berikut. Pak Sahid seorang guru Fisika SMP kelas IX. Dia mempunyai masalah di kelas IX-A karena siswanya sering gaduh dan malas dalam mengikuti pelajaran. Berkali-kali pak Sahid sudah memperingatkan siswanya agar mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi masih belum berhasil juga. Untuk itu dia berfikir untuk menemukan cara bagaimana menarik perhatian siswa agar mau mengikuti pelajaran dengan baik dan aktif dalam belajar. Untuk itu pak Sahid mencoba menerapkan metoda pembelajaran dengan metode penemuan/inkuiri ditambah penggunaan berbagai media pembelajaran. Mulailah dirancang langkah-langkah pembelajaran tersebut dan dituangkannya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Selanjutnya pak Sahid mulai menerapkan metode tersebut yang ternyata mampu menarik siswanya sehingga mau mengikuti pelajaran dengan baik dan lebih aktif dari sebelumnya. Selama pelajaran berlangsung pak Sahid mencatat segala tingkah laku siswa, mana hal-hal yang membuat siswa senang dan termotivasi, dan mana yang kurang menarik siswa. Dia juga merekam nilai yang diperoleh siswa sebelum dan setelah metode tersebut diterapkan.

Karena keberhasilannya tersebut pak Sahid ingin mengetahui lebih mendalam tentang sebab-sebab siswa tidak tertarik dan kemudian menjadi tertarik untuk mengikuti pelajaran. Dia mulai menanyai (wawancara) siswanya tentang apa yang membuat menarik dan mana yang tidak menarik, mana yang perlu dilakukan dan mana yang tidak perlu dan sebagainya.

37 Sugiyono,Op.cit.,19 38 Suhardjono, Op.cit. 30-32

(31)

Selain itu dia juga membuat angket yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih dalam pendapat siswa terhadap metode pembelajaran yang diterapkannya. Dari hasil wawancara, angket maupun hasil penilaian, kemudian dilakukan analisis dan pembahasan tentang penyebab ketidaktertarikan dan penyebab ketertarikan siswa, hal-hal yang membuat siswa bergairah dan sebagainya. Selanjutnya pak Sahid menuliskan segala pengalamannya dalam bentuk laporan penelitian, dituliskannya upaya yang telah dilakukan tersebut secara sistematis mulai dari latar belakang mengapa dia menerapkan metode pembelajaran baru, rumusan masalahnya, landasan teori dan metode penelitian yang digunakan serta te

Demikian tadi, pak Sahid sudah melakukan penelitian deskriptif analitis tentang upaya yang telah dilakukan untuk memecahkan masalah dalam proses pembelajaran di knik analisis/pembahasan dan akhirnya menyusun kesimpulan hasil penelitiannya. kelasnya.

Sebuah penelitian beranjak dari masalah yang ditemukan atau dirasakan. Yang dimaksud masalah adalah setiap hambatan atau kesulitan yang membuat seseorang ingin memecahkannya. Jadi sebuah masalah harus dapat dirasakan sebagai satu hambatan yang harus diatasi apabila kita ingin melakukan sesuatu. Dalam arti lain sebuah masalah terjadi karena adanya kesenjangan (gap) antara kenyataan dengan yang seharusnya. Penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah itu, atau dengan kata lain dapat menutup atau setidak-tidaknya memperkecil kesenjangan itu.

Setelah masalah diidentifikasi, dipilih, maka lalu perlu dirumuskan. Perumusan ini penting, karena berdasarkan rumusan tersebut akan ditentukan metode pengumpulan data, pengolahan data maupun analisis dan peyimpulan hasil penelitian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan masalah, yaitu: Sebaiknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya, padat dan jelas, memberi petunjuk tentang memungkinkannya pengumpulan data, dan cara menganalisisnya.

Setelah masalah dirumuskan, maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teoritis penelitian yang akan dilakukan itu. Hal lain yang lebih penting makna dari penelaahan kepustakaan adalah untuk memperluas wawasan keilmuan bagi para calon peneliti, karena kita sadari bahwa semua informasi yang

(32)

berkaitan dengan keilmuan dalam hal ini teori ataupun hasil penelitian para ahli semua sudah tertuang dalam kepustakaan.

Secara garis besar, sumber bacaan itu dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (a) sumber acuan umum, dan (b) sumber acuan khusus. Teori-teori dan konsep-konsep pada umumnya dapat diketemukan dalam sumber acuan umum, yaitu kepustakaan yang berwujud buku-buku teks, ensiklopedia, dan sejenisnya. Generalisasi-generalisasi dapat ditarik dari laporan hasil-hasil penelitian terdahulu itu pada umumnya seperti jurnal, tesis, disertasi dan lain-lain sumber bacaan yang memuat laporan hasil penelitian. Dua kriteria yang biasa digunakan untuk memilih sumber bacaan itu ialah (a) prinsip kemutakhiran dan (b) prinsip relevansi.

Setelah peneliti menjelaskan permasalahan secara jelas maka diperkirakan selanjutnya adalah suatu gagasan tentang letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang letak-letak persoalan atau masalahnya dalam hubungan yang lebih luas. Dalam hal ini peneliti harus dapat memberikan sederetan asumsi dasar atau anggapan dasar. Anggapan dasar ini merupakan landasan teori di dalam melaporkan hasil penelitian nanti. Untuk sebuah penelitian deskriptif yang bertujuan mendeskripsikan gejala yang ada maka setelah ditetapkan anggapan dasar maka dapat langsung melangkah pada identifikasi variabel. Namun untuk penelitian deskriptif yang akan dilanjutkan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel, maka langkah berikutnya adalah merumuskan hipotesis.

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Konsep penting lain mengenai hipotesis adalah mengenai hipotesis nol. Hipotesis nol, yang biasa dilambangkan dengan Ho, adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau hipotesis yang menyatakan tidak adanya perbedaan antara kelompok yang satu dan kelompok yang lainnya. Di dalam analisis statistik, uji statistik biasanya mempunyai sasaran untuk menolak kebenaran hipotesis nol itu. Hipotesis lain yang bukan hipotesis nol disebut hipotesis alternatif, yang biasa dilambangkan dengan Ha, yang menyatakan adanya saling hubungan antara dua variabel atau lebih, atau menyatakan adanya

(33)

perbedaan dalam hal tertentu pada kelompok-kelompok yang berbeda. Pada umumnya, kesimpulan uji statistik berupa penerimaan hipotesis alternatif sebagai hal yang benar.

Selanjutnya perlu dilakukan identifikasi variabel dan variabel-variabel tersebut perlu didefinisikan secara operasional. Penyusunan definisi operasional ini perlu, karena definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data mana yang cocok untuk digunakan.Variabel dapat dibedakan atas kuantitatif dan kualitatif. Contoh variabel kuantitatif misalnya banyaknya siswa dalam kelas, jumlah alat praktikum yang disediakan dan sejenisnya. Contoh variabel kualitatif misalnya kedisiplinan siswa, keseriusan guru dalam mengajar, dan sejenisnya. Berkaitan dengan kuantifikasi, data biasa digolongkan menjadi empat jenis, yaitu (1) data nominal; (2) data ordinal; (3) data interval; dan (4) data ratio. Demikian pula variabel, kalau dilihat dari segi ini biasa dibedakan cara yang sama. Variabel nominal, yaitu variabel yang ditetapkan berdasar atas proses penggolongan, contoh : jenis kelamin, status perkawinan, dan sejenisnya. Variabel ordinal, yaitu variabel yang disusun berdasarkan atas jenjang dalam atribut tertentu. Jenjang tertinggi biasa diberi angka 1, jenjang di bawahnya diberi angka 2, lalu dibawahnya diberi angka 3, dan dibawahnya lagi diberi angka 4, dan seterusnya. Contoh : hasil lomba cerdas cermat, peringkat siswa di kelas, dan sejenisnya. Variabel interval, yaitu variabel yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran itu diasumsikan terdapat satuan (unit) pengukuran yang sama. Contoh : variabel interval misalnya prestasi belajar, sikap terhadap metode pembelajaran, dan sejenisnya. Variabel ratio, adalah variabel yang dalam kuantifikasinya memiliki angka nol mutlak.

Dalam hal subyek peneltian, maka peneliti dapat memilih apakah akan meneliti populasi atau sampel. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi. Studi atau penelitiannya

Setelah peneliti melakukan persiapan seperti dijelaskan di atas, maka selanjutnya dilakukan pengumpulan data. Untuk seorang guru, pengumpulan data dapat dilakukan di kelasnya sendiri. Dalam hal rancangan penelitian deskriptif aplikatif, maka pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan angket (bagi siswa SMP, SMA, SMK) atau wawancara (bagi siswa TK atau SD) dan data yang dikumpulkan misalnya tentang

(34)

tanggapan siswa atas metode pembelajaran baru yang telah dilakukan guru atau hasil observasi atas sikap siswa pada saat guru menyajikan pembelajaran dengan metode baru. Data lain yang perlu dikumpulkan misalnya adalah nilai hasil belajar siswa, yang diperoleh dari metode dokumentasi, dan keaktifan siswa, yang diperoleh dari hasil pengamatan.

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dilakukan pengolahan data. Pertama-tama data itu diseleksi atas dasar reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya serta data yang kurang lengkap digugurkan atau dilengkapi sesuai aturan. Selanjutnya data yang lolos seleksi tersebut disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan lain-lain agar memudahkan dalam pengolahan serta analisis selanjutnya.

Data hasil olahan tersebut kemudian harus dianalisis, untuk data kuantitatif (data dalam bentuk bilangan) dianalisis secara statistik, untuk data yang bersifat kualitatif (deskriptif kualitatif) dilakukan analisis non statistik. Data deskriptif kualitatif sering hanya dianalisis menurut isinya dan karenanya analisis seperti ini juga disebut analisis isi (content analysis). Dalam analisis deskriptif, data disajikan dalam bentuk tabel data yang berisi frekuensi, dan kemudian dihitung mean, median, modus, persentase, standar deviasi atau lainnya. Untuk analisis statistik, model analisis yang digunakan harus sesuai dengan rancangan penelitiannya. Apabila penelitian yang dilakukan guru hanya berhenti pada penjelasan masalah dan upaya pemecahan masalah yang telah dilakukan (untuk meningkatkan mutu pembelajaran), maka setelah disajikan data hasil wawancara, angket, pengamatan atau dokumentasi, maka selanjutnya dianalisis atau dibahas dan diberi makna atas data yang disajikan tersebut. Tetapi apabila penelitian juga dimaksudkan untuk mengetahui tingkat hubungan maka harus dilakukan pengujian hipotesis sebagaimana hipotesis yang telah ditetapkan untuk diuji. Misalnya uji statistik yang dilakukan adalah uji hubungan, maka akan diperoleh hasil uji dalam dua kemungkinan, yaitu hubungan antar variabel-variabel penelitian atau perbedaan antara sampel-sampel yang diteliti, dengan taraf signifikansi tertentu, misalnya 5% atau 10%., atau dapat terjadi hubungan antar variabel penelitian atau perbedaan antara sampel yang diteliti tidak signifikan. Apabila ternyata dari hasil pengujian diketahui bahwa hipotesis alternatif diterima (hipotesis nol ditolak) berarti menyatakan bahwa dugaan tentang adanya saling hubungan atau adanya perbedaan diterima sebagai hal yang benar, karena telah terbukti demikian. Sebaliknya dalam kemungkinan hasil yang

(35)

kedua dinyatakan hipotesis alternatif tidak terbukti kebenarannya, maka berati hipotesis nol yang diterima. Dengan telah diambilnya hasil pengujian mengenai penerimaan atau penolakan hipotesis maka berati analisis statistik telah selesai, tetapi perlu diingat bahwa pelaksanaan penelitian masih belum selesai, karena hasil keputusan tersebut masih harus diberi interprestasi atau pemaknaan.

Hasil analisis dari pengujian hipotesis dapat dikatakan masih bersifat faktual, untuk itu selanjutnya perlu diberi arti atau makna oleh peneliti. Dalam pemaknaan sering kali hasil pengujian hipotesis penelitian didiskusikan atau dibahas dan kemudian ditarik kesimpulan. Dalam penelitian dipastikan seorang peneliti mengharapkan hipotesis penelitiannya akan terbukti kebenarannya. Jika memang demikian yang terjadi, maka kemungkinan pembahasan menjadi tidak terlalu berperan walaupun tetap harus dijelaskan arti atau maknanya. Tetapi jika hipotesis penelitian itu ternyata tidak tahan uji, yaitu ditolak, maka peranan pembahasan menjadi sangat penting, karena peneliti harus mengekplorasi dan mengidentifikasi sumber masalah yang mungkin menjadi penyebab tidak terbuktinya hipotesis penelitian. Akhirnya dalam kesimpulan harus mencerminkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Jangan sampai antara masalah penelitian, tujuan peneltian, landasan teori, data, analisis data dan kesimpulan tidak ada runtutan yang jelas. Apabila penelitian mengikuti alur atau sistematika berpikir yang runut seperti itu maka penelitian akan dapat dikatakan telah memiliki konsistensi dalam alur penelitiannya.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa program bimbingan difokuskan pada tiga jenis karya ilmiah, yaitu penelitian deskriptif, penelitian eksperimen dan penelitian tindakan kelas. Dalam kaitannya dengan penilaian angka kredit guru terhadap penulisan karya ilmiah, maka salah satu kriteria karya tulis ilmiah adalah Asli, Perlu, Ilmiah, dan Konsisten 39. Jadi yang

perlu diperhatikan bahwa karya tulis ilmiah tersebut harus asli buatan sendiri (bukan dibuat orang lain), perlu atau bermanfaat untuk pengembangan profesi guru, ilmiah dalam arti sesuai kaidah keilmuan dan penulisan ilmiah, serta konsisten dalam hal bidang yang diteliti, yang diantaranya meliputi kesesuaian dengan tugas guru yaitu bidang pendidikan khususnya pembelajaran, dan sesuai dengan latar belakang guru yang bersangkutan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian, maka disimpulkan bahwa sistem informasi geografis Monitoring Penyebaran Penyakit di Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan KB

Penelitian ini menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) sebagai kerangka teoritis untuk menganalisis perilaku pengguna dalam penerimaan teknologi informasi

Penelitian ini menarik di angkat karena berbicara tentang sengketa wilayah daerah otonom yang satu dengan lainnya yakni antara kota Bitung dengan Kabupaten Minahasa

Tentu, pada tataran realita tidak mungkin akan kita dapati praksis yang sesuai dengan teori yang berasas tersebut. Jika setiap orang tetap akan memaksakan pengaplikasian di

memberikan kesempatan berusaha bagi pegusaha kecil dan koperasi. Kep-236/MBU/2003, adalah sebuah aturan hukum yang menjembatani antara perusahaan dengan masyarakat untuk

Dengan kata lain level ruang media dalam konteks akun @qurancall dapat diidentifikasi melalui berbagai elemen postingan mereka yang menjadi identitas sebagai bagian

Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa pengambilan keputusan penentuan waktu simpan beras Bansos Rastra menggunakan metode fuzzy mamdani lebih baik dibandingkan

Bekenaan dengan penetapan segementasi pasar dalam promosi PTS di Jawa Barat, kiranya dapat melihat kegiatan promosi yang telah dilakukan Universitas Kristen Maranatha