• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2005 sampai dengan bulan Mei 2008, di Laboratorium Fisiologi dan Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Biokimia Pangan di Fakultas Teknologi Pertanian, serta Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan 27 ekor kelinci (Oryctolagus cinuculus) dari ras New Zealand White jenis kelamin jantan yang berusia 5-6 bulan dengan bobot badan awal berkisar antara 2.0-3.0 kg. Kelinci dan ransum kelinci (Jenis Rb 11) diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Bahan baku berupa daun cengkeh tua dari tipe Zanzibar diperoleh dari Kebun Rempah Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor.

Bahan kimia yang digunakan adalah metanol, aquades, etanol, asam linoleat, FeCl2, reagen Folin Denis, sodium karbonat, asam galat, larutan fiksasi Bouin,

alkohol, xylol, parafin, NaCl fisiologis, phosphat buffer saline (PBS), H2O2, metanol, bovine serum albumin (BSA), larutan pewarna hematoxylin eosin (HE), antibodi manoklonal superoxide dismutase (SOD), Dako Envision Peroksidase System. Diaminobenzidine (DAB), ransum standar kelinci, aguades, kolesterol (Sigma), kit kolesterol total, HDL, dan trigliserida (Human). Bahan untuk analisis enzim antioksidan dan peroksidasi lipid pada lampiran 5-8.

Alat yang digunakan antara lain kandang individual kelinci, seperangkat alat bedah, gelas piala, gelas objek, kaca penutup, pipet, mikropipet, mikrotom, oven, mikroskop cahaya , inkubator, pipet mikro 10 dan 1000 µl, spektrofotometer spektronik 20DT, cuvet diameter 1 cm, sentrifus (3600 rpm), dan tabung ependorf.

(2)

Ransum Kelinci

Ransum utama yang digunakan adalah ransum standar untuk pemeliharaan dan pertumbuhan kelinci yang biasa digunakan di bagian pengelolaan kelinci, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. Komposisi ransum standar tersebut disajikan pada Tabel 1, sedangkan kand ungan nutrisi ransum disajikan pada Tabel 2. Ransum standar diberikan kepada semua kelinci, baik selama masa adaptasi maupun perlakuan. Untuk meningkatkan kadar kolesterol darah kelinci, maka ditambahkan bubuk kolesterol 1% pada ransum kelinci kelompok perlakuan selama 50 hari.

Tabe l 1 Susunan Ransum Standar per 100 kg Bahan (BPT Ciawi, Bogor)

No. Bahan Satuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12 13. 14. 15 Tepung ikan Bungkil kedele Bungkil kelapa Jagung Tepung tulang Dedak

Pollard (dedak gandum) Rumput gajah kering/daun tebu Minyak sayur

Molasses

Top mix (vitamin) Garam dapur

Dikalsium fosfat/tepung tulang Kalsium karbonat

Natrium dikalsium fosfat (NDCP)

Kg Kg Kg Kg g Kg Kg Kg Kg Kg g g g g g 8 18 7 15 250 8.5 8.5 25 2.5 3 400 250 250 300 300 Jumlah Total Kg 100

Tabel 2 Kandungan Nutrisi Ransum Standar per 100 g Bahan

No. Nutrisi Kandungan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Air (g) Abu (g) Lemak (g) Protein (g) Serat kasar (g) Karbohidrat (g) Energi (Kal) 9.9 6.6 7.7 17.65 10.43 58.15 372.5

(3)

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang menjadi 2 tahap utama , yaitu: A. Uji in vitro ekstrak daun cengkeh

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jenis pelarut yang paling baik untuk daun cengkeh serta aktivitas antioksidan dari ekstrak daun cengkeh yang terpilih. Adapun parameter yang digunakan adalah rendemen, total fenol, dan aktivitas antioksidan daun cengkeh. Selain itu, pada tahap percobaan ini dilakukan analisis fitokimia guna mengetahui bioaktif yang terdapat pada ekstrak daun cengkeh B. Uji in vivo ekstrak metanol daun cengkeh pada kelinci

Percobaan ini bertujuan untuk menge valuasi secara in vivo daya hipokolesterolemia dan kapasitas antioksidan ekstrak daun cengkeh baik secara kimiawi (katalase, superoksida dismutase, dan glutation peroksidase) maupun secara immunohistokimia (Cu, Zn-SOD) pada kelinci hiperkolesterolemia. Selain itu juga percobaan ini bertujuan untuk menge valuasi kapasitas antioksidan ekstrak daun cengkeh sebagai pencegah aterosklerosis dan kelainan histologi hati dan ginjal kelinci hiperkolesterolemia.

Metode Penelitian

A. Uji in vitro Ekstrak Daun Cengkeh I. Ekstraksi Daun Cengkeh

Ekstraksi daun cengkeh dilakukan menggunakan cara refluks. Refluks adalah salah satu cara ekstraksi tanaman dengan cara pemanasan (Gambar 4). Daun cengkeh yang telah tua dipetik dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, setelah itu dihancurkan dengan menggunakan blender. Sebanyak 25 g serbuk daun direfluks dengan menggunakan 3 jenis pelarut, yaitu air, metanol, dan etanol. Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan vakum rotatori evaporator, lalu dikeringkan, dan ditimbang untuk menentukan nilai rendemennya.

(4)

Gambar 4. Proses ekstraksi daun cengkeh secara refluks

I.1 Rendemen dan Total Fenol Ekstrak Daun Cengkeh.

Rendemen ekstrak daun cengkeh ditentukan dengan cara sebagai berikut : Jumlah ekstrak yang dihasilkan (g)

Rendemen = x 100% Berat daun cengkeh yang diekstrak (g)

Analisis kandungan total fenol dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Sebanyak 5 mg ekstrak daun cengkeh dilarutkan dengan menggunakan 2 ml etanol 95% ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya, setiap tabung ditambahkan 5 ml aquades dan 0.5 ml reagen Folin 50% (v/v). Setelah 5 menit, campuran tersebut ditambahkan larutan Na2CO3 5% (b/v), kemudian dihomogenisasi

dan diinkubasi pada keadaan gelap selama 1 jam. Setelah 1 jam, campuran dihomogenisasi kembali dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm.

I.2 Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Cengkeh

Penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap oks idasi dan tahap analisis. Pada tahap oksidasi dilakukan pencampuran dalam vial gelas tertutup 1.0 ml buffer sodium fosfat 0.1 M pH 7.00, 1.0 ml asam linoleat 50 mM dalam etanol 99.8% dan 500µg ekstrak daun cengkeh yang dilarutkan dalam 0.5 ml air bebas ion. Selanjutnya, campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37°C dan campuran ini disebut sebagai contoh.

Tahap analisis adalah tahap pengamatan aktivitas antioksidan ekstrak daun cengkeh. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari. Tahap analisis dilakukan dengan cara

(5)

mencampur 50µL contoh dengan 2.35 etanol 75%, 50µL ammonium tiosianat 30% dan 50µL FeCl2 2 0 mM dalam HCl 3.5%. Campuran larutan tersebut diinkubasi

selama 3 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm. Adapun perlakuannya adalah (1) kontrol (pelarut PBS), (2) ekstrak air daun cengkeh, (3) ekstrak metanol daun cengkeh, (4) ekstrak etanol daun cengkeh, (5) α-tokoferol sebagai pembanding.

Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai faktor protektif. Faktor protektif diperoleh dari perbandingan antara oksidasi pada emulsi yang ditambah antioksidan (hari). Faktor protektif dalam penelitian ini dinyatakan sebagai perbandingan antara periode induksi sampel (hari) dan periode induksi kontrol (hari). Yang dimaksud dengan periode induksi adalah hari yang dibutuhkan contoh untuk mencapai nilai absorbansinya 0.30 (Chen et al. 1996).

Periode induksi sampel (hari) FP =

Periode induksi kontrol (hari)

II. Komponen Fitokimia Ekstrak Metanol Daun Cengkeh.

Analisis komponen fitokimia antara lain uji alkaloid, saponin, tannin, triterpenoid, steroid , flavonoid, dan Sn Fenol Hidroquinon, serta menguji kerberadaan eugenol dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).

Uji alkaloid. Sebanyak 0.3 gram ekstrak dan simplisia daun cengkeh dibasakan dengan larutan ammonia 10%, kemudian diekstraksi dengan kloroform. Selanjutnya, ekstrak kloroform diasamkan dengan HCl I N. Lapisan asam dipisahkan dan diuji dengan pereaksi Meyer dan pereaksi Dragendorf. Bila hasilnya positif, pereaksi Dragendorf menunjukkan adanya endapan merah jingga dan pereaksi Meyer menunjukkan adanya endapan putih (Harborne 1987).

Uji Saponin. Sebanyak 0.2 gram ekstrak kasar dan simplisia daun cengkeh ditambahkan air secukupnya sampai filtrat terendam dan dipanaskan pada penangas selama 5 menit. Setelah dingin, filtrat disaring dan dikocok kuat, kemudian diamati kestabilan busa yang terbentuk setinggi 1 cm selama 30 menit.

(6)

Uji Tanin. Sebanyak 0.2 gram ekstrak kasar dan simplisia daun cengkeh ditambahkan air secukupnya kemudian dipanaskan. Selanjutnya, filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Bila terbentuk warna biru atau hijau kehitaman setelah ditambahkan FeCl3

1% menunjukkan adanya tannin dalam filtrat (Harborne 1987).

Uji Triterpenoid dan Steroid. Sebanyak 0.3 gram esktrak kasar dan simplisia daun cengkeh ditambahkan asam asetat anhidrida sampai filtrat terendam, lalu dibiarkan selama 15 menit. Selanjutnya, filtrat ditambahkan 1 tetes larutan H2SO4 pekat. Bila setelah ditambahkan H2SO4 pekat dan terbentuk warna hijau, ini

menunjukkan adanya steroid , sedangkan triterpenoid ditandai dengan terbentuknya warna ungu.

Uji Flavonoid. Sebanyak 0.2 gram ekstrak kasar dan simplisia daun cengkeh ditambahkan serbuk Mg dan larutan HCl 2 N, kemudian dipanaskan pada penangas air selama 5-10 menit. Setelah dingin, filtrat disaring dan ditambahkan amil alk ohol lalu dikocok kuat. Warna merah atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alk ohol menunjukkan adanya flavonoid (Harborne 1987).

Uji Flavanoid Sn Fenol Hidroquinon. Sebanyak 0.2 gram ekstrak kasar dan simplisia daun cengkeh ditambahkan metanol, kemudian divorteks dan dipanaskan dalam air mendidih selama 30 detik. Pada bagian atas spot plate ditetesi asam sulfat 2 M (uji flavonoid) dan NaOH 10% (uji Fenol). Adanya endapan hijau pada plat menunjukkan adanya flavonoid dan endapan merah cokelat menunjukkan adanya fenol (Harborne 1987).

Uji Eugenol. Senyawa eugenol dideteksi dalam ekstrak eter daun cengkeh dengan menggunakan analisis kualitatif kromatografi lapis tipis (KLT). Plat GF-254 yang digunakan telah diaktifkan dengan pemanasan pada suhu 110oC selama 4 jam. Plat diberi spot ekstrak daun cengkeh yang dimulai pada garis batas, selanjutnya dimasukkan ke dalam wadah pengembang yang telah jenuh dengan eluen heksan dan khloroform dengan rasio 3:2. Perambatan eluen dibiarkan sampai batas akhir. Plat tersebut dikeluarkan dari wadah pengembang dan terlihat fraksi- fraksi yang terpisah satu sama lainnya karena memiliki nilai Rf (Retardation Factor) yang berbeda. Nilai

(7)

Rf merupakan rasio jarak yang ditempuh oleh zat yang larut (spot awal sampai batas akhir) terhadap jarak fase gerak (Harborne 1987).

B. Uji In vivo Ekstrak Metanol Daun Cengkeh pada Kelinci Pemeliharaan Hewan Uji

Sebelum mendapat perlakuan, hewan diadaptasikan dengan lingkungan selama 4 minggu. Pada tahap ini, semua kelinci diberi ransum standar dan minum ad libitum selama empat minggu masa adaptasi. Sebelum diberi perlakuan, kelinci ditempatkan pada masing- masing kandangnya, kelinci ditimbang bobotnya untuk mengetahui bobot badan. Selanjutnya hewan percobaan secara acak dibagi menjadi 9 kelompok perlakuan yang masing- masing terdiri atas 3 ekor hewan coba. Adapun kelompok perlakuan adalah sebagai berikut :

Kelompok 1. Merupakan kelompok kontrol negatif (K-). Kelompok kelinci yang hanya diberi pakan standar

Kelompok 2. Merupakan kelompok kontrol positif/hiperkolesterolemia (K+). Kelompok kelinci yang diberi ransum standar dan kolesterol 1% bobot ransum selama 50 hari.

Kelompok Preventif (pencegahan), merupakan kelompok hewan yang diberi ekstrak daun cengkeh (1 g/kg/BB/hari) selama 10 hari (kelompok 3; P10), 20 hari (kelompok 4; P20), dan 30 hari (kelompok 5; P30 ) sebelum diberikan pakan kolesterol (1%) selama 50 hari.

Kelompok Kuratif (kelompok pengobatan), merupakan kelompok kelinci yang diberi pakan kolesterol (1%) selama 50 hari, selanjutnya diberikan ekstrak daun cengkeh (1 g/kg/BB/hari) selama 10 hari (kelompok 6; C10), 20 hari (kelompok 7; C20), dan 30 hari (kelompok 8; C30).

Kelompok 9 (EDC+K), merupakan kelompok kelinci yang diberi ekstrak daun cengkeh (1 g/kg/bb/hari) dan kolesterol 1% selama 50 hari secara bersamaan.

(8)

Ekstrak daun cengkeh 1 gr/kg bb/hari (Vidhya & Devaraj 1999) diberikan secara oral selama 10, 20, dan 30 hari secara berturut-turut. Kolesterol diberikan sebanyak 1% (Fani et al. 1988)dari berat ransum rata-rata yang biasa dikonsumsi kelinci. Dari masa adaptasi diketahui bahwa kelinci mengkonsumsi ransum sekitar 100 g/ekor/hari, sehingga jumlah kolesterol yang ditambahkan adalah 1% dari 100 g atau 1 g/ekor/hari. Pemberian kolesterol dilakukan dengan cara mencampurkan 1 g kristal kolesterol ke dalam sebagian kecil ransum (30 g). Campuran ini diberikan terlebih dahulu pada kelinci untuk dikonsumsi. Setelah ransum tersebut dipastikan habis dikonsumsi, sisa ransum sebanyak 170 g (dari total 200 g yang diberikan kepada setiap ekor kelinci) yang tidak mengandung kolesterol (pakan standar) diberikan selanjutnya untuk dikonsumsi kelinci. Dengan cara demikian kolesterol dapat dipastikan bahwa kolesterol dikonsumsi kelinci dalam jumlah tetap setiap hari.

Pengambilan darah dilakukan untuk pengukuran profil lipid darah kelinci yang meliputi kadar kolesterol total, trigliserida, high density lipoprotein (HDL), dan low density lipoprotein (LDL). Pengambilan darah untuk kelompok 1, 2, dan 9 dilakukan pada hari 0, dan 50, untuk kelompok preventif pada hari 0, hari ke-60 (kelompok 3), 70 (kelompok 4), dan 80 (kelompok 5) setelah diberi kolesterol 1%. Untuk kelompok kuratif dilakukan pada hari 0, hari 60 (kelompok 6), hari ke-70 (kelompok 7), hari ke-80 (kelompok 8) setelah diberi ekstrak daun cengkeh (Gambar 6). Pada hari-hari yang telah ditetapkan, sebanyak 5 ml darah diambil dari pembuluh darah vena atau arteri telinga kelinci. Sebelum pengambilan darah, kelinci dipuasakan. Selanjutnya darah disimpan dalam tabung reaksi untuk diambil serum darah tersebut. Kemudian serum disimpan dalam freezer suhu -4oC untuk dianalis is selanjutnya.

Pada akhir penelitian, kelinci dikorbankan dengan cara pemutusan pembuluh darah di leher menggunakan pisau tajam. Setelah darah dikeluarkan, tubuh kelinci kemudian dibedah untuk diambil organ aorta, hati, dan ginjal.

(9)

Gambar 5. Skema pembagian kelompok perlakuan pada kelinci = Pengambilan darah pertama

= Terminasi (pengambilan darah, hati, ginjal, dan aorta)

Persiapan Jaringan Hati, Ginjal, dan Aorta untuk Pewarnaan Imunohistokimia, Hematoksilin Eosin, dan Verhoeff-von Gieson.

Segera setelah organ hati, ginjal, dan aorta dikeluarkan dari tubuh, organ-organ tersebut segera dicuci dengan NaCl fisiologis 0.9%, selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan Bouin selama 24 jam untuk memfiksasi dan mencegah terjadinya autolisis. Selanjutnya dilakukan pemotongan jaringan dengan ukuran 0.5-1.0 cm2 dan dilakukan proses dehidrasi (penarikan molekul air dalam jaringan). Proses ini dilakukan dengan merendam jaringan ke dalam alkohol dengan persentase rendah kemudian setingkat demi setingkat menuju ke alk ohol konsentrasi tinggi (70%, 80%, 90%, dan 95%) dengan lama perendaman selama 24 jam pada masing-masing larutan

(10)

dan dilanjutkan dengan alkohol 100% selama 1 jam sebanyak tiga kali. Setelah proses dehidrasi, dilakukan perendaman jaringan dalam xylol (clearing) selama satu jam sebanyak tiga kali dan dilanjutkan dengan infiltrasi parafin, untuk kemudian ditanam pada parafin (embedding).

Blok parafin yang berisi jaringan disayat menggunakan mikrotom putar (rotary microtome) dengan ketebalan 4 µm. Sayatan diletakkan pada gelas objek. Khusus untuk pewarnaan imunohistokimia, gelas objek tersebut dilapisi dengan neophren in toluen 0.2%, selanjutnya dilakukan proses pewarnaan secara imunohistokimia (Lampiran 1).

I. Analisis Profil Lipid Serum Kelinci Kadar Kolesterol Total Serum

Kadar kolesterol total diukur dengan metode CHOD-PAP (Cholesterol Oxidase-?-Aminophenozone) dengan prinsip pengujian secara enzimatis kalorimetri berdasarkan reaksi:

Kolesterol esterase

Kolesterol ester + H2O kolesterol + RCOOH

Kolesterol oksidase

Kolesterol + O2 4-kolesten-3-one + H2O

Peroksidase

2H2O2 + fenol + 4-aminoanthipirin kuinin merah + 4H2O

Prosedur analisis

Sebanyak 0.01 ml serum darah dicampurkan dengan 1 ml reagen kit kolesterol, kemudian dimasukkan ke dalam tabung dan dicampur sampai homogen. Setelah campuran homogen, diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit. Selanjutnya campuran d iukur absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm. Perhitungan kadar kolesterol total dilakukan dengan menggunakan rumus :

(11)

Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Serum

Pengukuran HDL dilakukan dengan metode CHOD-PAP (kit Human). Sebelum pengujian kadar HDL, dilakukan persiapan sampel, yaitu sebanyak 200 µl serum darah dicampurkan dengan 500 µl reagen presipitasi kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu kamar. Setelah itu, campuran disentrifuse dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit sehingga dihasilkan supernatan yang siap untuk dianalisis. Selanjutnya, sebanyak 100 µl supernatant dicampur dengan 100 µl larutan reagen. Setelah tercampur, larutan tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit dan selanjutnya d iukur absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm. Perhitungan kadar kolesterol HDL dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar kolesterol HDL (mg/dl) = [ absorbansi sample/ absorbansi standar] x 200 mg/dl

Kadar Trigliserida Serum

Prinsip pengujian berdasarkan reaksi di bawah ini: Lipase

Trigliserida + H2O gliserol + 3RCOOH Glyserol oksidase

Gliserol + ATP gliserol-3-fosfat + ADP Glycerol-3-fosfat oksidase

Gliserol-3- fosfat dihidroksiaseton fosfat + H2O2

Peroksidase

2H2O2 + fenol + 4-aminoanthipirin kuinin merah + 4H2O

Prosedur Analisis

Sebanyak 0.01 serum darah dicampur dengan 1 ml reagen (kit Human). Setelah itu diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit, setelah 5 menit d iukur absorbansinya pada panjang gelombang 546 nm. Perhitungan kadar trigliserida dilakukan dengan menggunakan rumus :

Kadar Trigliserida (mg/dl) = [ absorbansi sample/ absorbansi standar] x 200 mg/dl

Kadar Low Density Lipoprotein (LDL) Serum

Kadar LDL dihitung secara langsung menggunakan rumus : Kadar LDL = Total Kolesterol - (HDL + TG/5)

(12)

TG/5 diasumsikan sebagai kadar VLDL (very low density lipoprotein) (Das et al.2002).

Indeks Aterogenik

Indeks aterogenik diukur untuk mengetahui besarnya resiko kelinci percobaan terkena aterosklerosis, karena indeks aterogenik merupakan salah satu prediktor untuk melihat resiko terkena aterosklerosis. Indeks aterogenik diukur berdasarkan hasil pengukuran kadar kolesterol total dan HDL. Nilai indeks aterogenik dihitung dengan menggunakan rumus:

Indeks aterogenik = Total kolesterol-HDL / HDL (Athanasios et al. 2006)

II. Kapasitas Antioksidatif Ekstrak Daun Cengkeh pada Jaringan Hati dan Ginjal Kelinci

II.1 Kadar Malondialdehid (MDA).

Prinsip metode ini berdasarkan kemampuan pembentukan komplek s berwarna merah jambu antara MDA dan asam tiobarbiturat (TBA) (Capeyron et al. 2002). Adapun persiapan sampel adalah sebanyak 1.25 gram hati dan ginjal kelinci yang telah disimpan dalam freezer -20oC, dicairkan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis pada suhu ruang. Hati dan ginjal dimasukkan ke dalam gelas piala, dicacah dengan siring yang telah dilepas jarumnya (dicacah dalam kondisi dingin), dengan ditambahkan 2.5 ml buffer fosfat yang mengandung 11.5 g/L kalium klorida dalam kondisi dingin pH 7.4 (disimpan pada suhu 5oC). Campuran ini disentrifus 4000 rpm 10 menit, diambil supernatan keruh dan disentrifuse lagi 4000 rpm selama 10 menit, sebanyak 1 ml supernatan jernih diambil dan ditambahkan 4 ml campuran larutan asam klorida dingin 0.25 N (2.23 ml asam klorida pekat/100 ml) yang mengandung 15% asam trikloroasetat (w/v); 0.38% asam tiobarbiturat dan 0.5% butilat hidroksitoluen. Campuran larutan asam klorida dan supernatan tersebut dipanaskan dalam inkubator pada suhu 80oC selama 1 jam, selanjutnya didinginkan dengan air mengalir dan disentrifus 3500 rpm 10 menit. Supernatan hasil sentrifus tersebut kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 532 nm.

(13)

MDA (µmol/g protein) = A (µmol/g 50µL x 7.5 ml 1.25 g (bb)

A = Kadar MDA yang diperoleh dari persamaan regresi kurva standar

II.2 Aktivitas Enzim Antioksidan Superoksida dismutase (SOD).

Aktivitas SOD diuji berdasarkan laju penghambatan reduksi ferrisitokrom c oleh anion superoksida yang dihasilkan oleh xantin/xantin oksidase. Terjadi oksidasi xantin menjadi asam urat dan anion superoksida yang terbentuk selanjutnya mereduksi ferris itokrom c. Reduksi ferrisitokrom c diamati berdasarkan kenaikan absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.

Persiapan Larutan Standar. Larutan standar dibuat dengan melarutkan SOD murni (komersial) menjadi beberapa konsentrasi larutan, yaitu 0, 50, 100, 250, 300, dan 500 unit/H2O dan digunakan untuk membuat kurva baku/standar.

Persiapan Sampel. Potongan hati dan ginjal yang masih segar dianalisis dengan cara dihaluskan terlebih dahulu dengan menggunakan blender, kemudian ditambahkan buffer fosfat pH 7.4 dengan perbandingan tidak lebih dari 1: 0.5. Campuran ini kemudian disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit dan diambil supernatannya. Supernatan hati dan ginjal dengan segera disimpan pada suhu -20oC untuk dianalisis. Sebanyak 400 µl larutan kloroform/etano l dingin 37.5/62.5 (v/v) ditambahkan ke dalam 150 µl supernatan hati dan ginjal. Kemudian divorteks selama 3 detik dan disentrifuse pada kecepatan 4400 rpm pada suhu 4oC selama 10 menit. Selanjutnya , supernatan disimpan pada suhu 2-8oC sampai saat akan dianalisis.

Prosedur Pengukuran Aktivitas SOD. Larutan yang dipersiapkan adalah buffer fosfat 50 mM yang mengandung EDTA 0,1 mM pH 7.8 (balanko), larutan xantin, dengan melarutkan xantin 0.76 mg ke dalam 10 ml 0.001 M NaOH kemudian ditambahkan 100 ml larutan sitokrom c ke dalamnya dan larutan xantin oksidase, dengan melarutkan xantin oksidase ke dalam buffer fosfat mengandung EDTA pH 7.8 dengan aktivitas 0.2 U/ml, dan disimpan pada suhu 4oC. Pengukuran aktivitas enzim ini berlangsung pada suhu 25oC, larutan xantin oksidase harus tetap dalam

(14)

keadaan dingin (didinginkan selama 15 menit) sebelum digunakan. Pengukuran akitivitas SOD dilakukan dengan cara memasukkan 2.9 ml larutan campuran larutan xantin dan larutan sitokrom c ke dalam tabung reaksi 3 ml. Selanjutnya ditambahkan 50 µl larutan sampel atau larutan kontrol (air destilasi) dan divorteks secara perlahan. Setelah itu, ditambahkan 50 µl larutan xantin oksidase dan divorteks secara perlahan. Untuk blanko digunakan buffer fosfat sebagai pengganti sampel. Perubahan absorbans yang terjadi diamati pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm. (Rice-Evans & Anthony 1991). Pereaksi untuk analisis SOD dapat dilihat pada Lampiran 4 dan kurva standar SOD pada Lampiran 5.

Aktivitas (U/gram) = A (U/ml) x 0.67 ml 0.5 gram (bb) A= aktivitas yang diperoleh dari persamaan regresi

Persiapan sampel untuk analisis Katalase dan GPX.

Sebanyak 0.5 gram hati dan ginjal kelinci dihaluskan dan ditambahkan 1 ml larutan buffer fosfat dengan pH 7.4. Selanjutnya disentrifus pada kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4oC selama 20 menit. Kemudian, supernatan diambil dan disimpan dalam freezer pada suhu -20oC untuk kemudian digunakan dalam analisis enzim antioksidan (katalase dan glutation peroksidase).

Aktivitas Katalase

Prinsip metode yang dikembangkan oleh Sinha ini menggunakan zat warna sebagai indikator. Zat warna yang digunakan adalah potassium bikromat K2Cr2O7 5%

dalam suasana asam asetat glasia (1:3). Ion bikromat, dalam suasana asam akan direduksi oleh H2O2 menjadi kromat yang memberikan warna pada panjang

gelombang 570 nm. Satu unit aktivitas katalase dinyatakan sebagai banyaknya H2O2

dalam mol yang dapat digunakan oleh katalase permenit.

Cr+6 + H2O2 H+ Cr+3 + H2O + O2

Ekstraksi Sampel. Sebanyak 1 ml homogenat hati dan ginjal ditambahkan dengan 0,5 ml Triton X – 100 0.1%, kemudian disentrifus dengan kecepatan 4.000

(15)

rpm selama 5 menit pada suhu dingin. Selanjutnya, diambil supernatannya dan digunakan dalam mengukur aktivitas katalase.

Pengukuran aktivitas katalase. Sebanyak 1 ml sampel (supernatan) ditambahkan dengan 5 ml buffer fosfat 0,05 M pH 7.0 sambil divorteks. Selanjutnya, campuran ditambahkan 4 ml H2O2 0.2 M dan d iinkubasi selama 60 detik. Sebanyak 1

ml campuran larutan ditambahkan 2 ml lautan warna kalium bikromat, kemudian dipanaskan pada air mendidih selama 10 menit. Setelah dingin, serapan diukur pada panjang gelombang 570 nm (Lampiran 6)

Kurva standar dan perhitungan aktivitas katalase. Kurva standar dibuat dari larutan H2O2 30% menjadi larutan standar H2O2 pada konsentrasi 0.00, 0.04, 0.08,

12.00, 0.16 dan 0.20 M. Sebanyak 1 ml larutan standar H2O2 ditambahkan dengan 2

ml larutan bikromat 5% dan dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Setelah didinginkan, serapannya dibaca pada panjang gelombang 570 nm. Absorban pada sumbu y dan konsentrasi H2O2 pada sumbu x. Jumlah H2O2 yang dipakai katalase =

0.2 M – konsentrasi H2O2 terbaca. Pembuatan kurva standar H2O2 disajikan pada

Lampiran 7.

Katalase (U/gram protein ) = A (U/ml x 1.14 ml 0.5 g (bb)

A = Konsentrasi katalase yang diperoleh dari persamaan regresi kurva standar

Aktivitas Glutation peroksidase (GPx)

Prinsip metode ini adalah glutation peroksidase mengkatalis glutation tereduksi menjadi glutation teoksidasi (Pigeolet et al. 1990). Glutation teroksidasi direduksi kembali menjadi glutation tereduksi oleh enzim glutation reduktase dengan kofaktor NADP dalam suasana asam. Jumlah glutation tereduksi diukur dengan menentukan jumlah mikromol NADPH sebagai pereduksi (Lampiran 8).

Persiapan sampel. 100 µl homogenat hati dan ginjal ditambah dengan 200 µl buffer fosfat pH 7.0 dan divortek s. Larutan disentrifuse pada 3.000 rpm selama 5 menit dalam kondisi dingin. Selanjutnya, diambil supernatannya dan digunakan dalam mengukur aktivitas glutation peroksidase (GSH-Px).

(16)

Pengukuran aktivitas glutation peroksidase. Sebanyak 200 µl buffer fosfat 0.1 M pH 7.0 mengandung 0.1 mM EDTA ditambahkan dengan 200 µl sampel, 200 µl glutation tereduksi (GSH) 10 mM, dan 200 µl enzim glutation reduktase 2.4 unit, selanjutnya diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37°C. Larutan yang telah diinkubasi ditambahkan 200 µl NADPH 1.5 mM, dan kemudian larutan tersebut diinkubasi lagi pada suhu yang sama selama 3 menit. Setelah diinkubasi, ditambahkan 200 µl H2O2 1.5 mM ke dalam larutan. Selanjutnya, serapan larutan

dibaca di antara waktu 1-2 menit pada panjang gelombang 340 nm. Perhitungan untuk mendapatkan mU GSH-Px

mUnit GSH-Px = ? abs x Vt x 2 x 1000 x 1 6.22 x Vs mg protein

? abs = perubahan absorban Vt = volume total dalam ml Vs = volume sampel dalam ml

6,22 = koefisien ekstensik dari NADPH

2 = 2 mol GSH yang setara dengan untuk mengoksidasi 1 mol NADPH 1000 = perubahan menjadi milliunit

III. Kandungan Antioksidan Cu,Zn-SOD pada Jaringan Hati dan Ginjal Secara Imunohistokimia.

Pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu, Zn-SOD dideteksi secara imunohistokimia. Penelitian ini diawali dengan deparafinisasi dengan xylol, rehidrasi menggunakan alkohol dan air mengalir, lalu dicuci dengan aquades. Jaringan dimasukkan ke dalam campuran larutan hidrogen peroksida (H2O2) dan metanol.

Setelah itu, dilakukan pencucian dengan air mengalir dan dibilas dengan aquades dan PBS. Tiap sediaan ditetesi dengan normal serum (BSA) sebanyak 50-60 µL dan selanjutnya diinkubasi di dalam inkubator selama 60 menit pada suhu 37oC. Selanjutnya, sediaan dicuci dengan mengggunakan PBS sebanyak tiga kali selama lima menit tiap pencucian. Kemudian tiap sedian diinkubasi kembali dengan antibodi SOD (1:200) sebanyak 50-60 µL selama 48 jam pada suhu 4 oC di dalam lemari

(17)

pendingin (refrigerator). Setelah diinkubasi dicuci dengan PBS sebanyak tiga kali selama 10 menit tiap pencucian. Langkah selanjutnya, tiap sediaan ditetesi dengan antibodi II yaitu Dako Envision Peroksidase System sebanyak 50-60 µL, kemudian sediaan diinkubasi selama satu jam pada suhu 37oC. Selanjutnya , sediaan dicuci kembali dengan PBS dan direndam pada kondisi gelap di dalam larutan DAB yang telah ditambahkan H2O2 selama kurang lebih 20 menit, selanjutnya dicek di bawah

mikroskop. Proses akhir pewarnaan adalah setiap sediaan dicuci di dalam aquades dan dilakukan dehidrasi, clearing, dan mounting (Lampiran 9).

Pewarnaan imunohistokimia terhadap Cu,Zn-SOD dilakukan untuk mendeteksi sel-sel penghasil Cu,Zn-SOD yang dapat menunjukkan jumlah sel penghasil serta kandungan antioksidan Cu,Zn-SOD. Hal ini untuk mengetahui profil antioksidan Cu,Zn-SOD pada jaringan hati dan ginjal kelinci kelompok perlakuan.

Pengamatan terhadap sel-sel penghasil Cu,Zn-SOD dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengamatan kualitatif dan pengamatan kuantitatif jumlah inti sel hati dan tubuli renalis. Pengamatan kualitatif dilakukan terhadap produk reaksi positif pada sitoplasma sel hati dan sel tubuli renalis dengan membandingkan intensitas warna cokelat yang terbentuk dan distribusinya pada seluruh bagian setiap preparat yang diamati. Intensitas warna cokelat tersebut menunjukkan kandungan Cu,Zn-SOD, warna cokelat yang semakin tua dan semakin merata berarti mengandung semakin banyak Cu,Zn-SOD.

Pengamatan kuantitatif dilakukan terhadap inti sel dan tubuli renalis yang memberikan reaksi positif pada berbagai tingkat kandungan terhadap Cu,Zn-SOD (coklat tua atau positif kuat/+++, cokelat sedang atau positif sedang/++, dan cokelat muda kebiruan atau positif muda/ +/-, dan biru atau negatif/-). Perhitungan inti sel-sel tersebut dilakukan tiap lapang pandang pada pembesaran 400x yang dilakukan pada lima lapang pandang yang berbeda secara acak pada setiap preparat jaringan.

IV. Pengamatan Histologi Jaringan Hati dan Ginjal Kelinci.

(18)

jaringan hati dilihat kejadian perlemakan, sedangkan pada ginjal diamati kelainan glomerulus. Perlemakan hati dan kelainan glomerulus pada ginjal dideteksi dengan menggunakan pewarnaan HE. Proses pewarnaan ini diawali dengan melakukan deparafinisasi jaringan hati dan ginjal dengan xylol yang bertujuan untuk menghilangkan parafin pada jaringan. Langkah selanjutnya ialah rehidrasi menggunakan alkohol untuk mengembalikan kandungan air jaringan. Kemudian diletakkan pada air mengalir dan setelah itu tiap sediaan dibilas dengan aquades. Setelah sediaan dibilas dengan aquades dimasukkan ke dalam larutan pewarna hematoksilin. Kemudian tiap sediaan diletakkan kembali di dalam air mengalir dan dibilas aquades. Tahap berikutnya dilanjutkan dengan memberikan warna eosin pada tiap sediaan jaringan. Proses akhir pewarnaan eosin adalah setiap sediaan dilakukan dehidrasi, clearing, dan mounting (Lampiran 10). Pada organ hati dilihat kejadian perlemakan dengan menghitung butir-butir halus pada sitoplasma sel hati, sedangkan pada ginjal diamati kelainan glomerulus dengan menghitung jumlah glomerulus yang terdapat endapan protein.

V. Pemeriksaan Lesi Aterosklerosis Aorta Kelinci

Organ aorta difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam untuk mencegah terjadinya autolisis. Setelah dilakukan embedding dengan paraffin, contoh disiapkan lebih lanjut untuk pengujian morfologi. Terlebih dahulu setiap bagian aortic arch diseksi secara potongan serial berurutan (ketebalan 5 µm) sehingga luas plak maksimum dapat ditentukan. Pewarnaan Verhoeff-von Gieso dimaksudkan untuk melihat perubahan kolagen dan elastin pada plak yang terbentuk . Prosedur pemeriksaan lesi aterosklerosis secara skematis disajikan pada Lampiran 11. Ketebalan plak diukur dengan cara mengukur lebar bagian aorta yang terdapat plak kemudian dikurangi dengan bagian aorta yang tidak terdapat plak.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan program SPSS 13.0 dan uji beda lanjut dengan uji Duncan.

Gambar

Tabe l 1 Susunan Ransum Standar per 100 kg Bahan (BPT Ciawi, Bogor)
Gambar 5. Skema pembagian kelompok perlakuan pada kelinci    =    Pengambilan darah pertama

Referensi

Dokumen terkait

Initial symptomatic treatment of patients with PD with selegiline in order to confer mild, symptomatic benefit prior to the institution of dopaminergic therapy may be

Secara umum, sebagaimana contoh di atas jika pinjaman sebesar M, yang akan dilunasi secara anuitas tahunan sebesar A, selama n tahun, dengan suku bunga i pertahun, anuitas

Pemberian ekstrak etanol daun alpukat (Persea amaricana Mill) dapat mengurangi kerusakan pada ginjal tikus yang diinduksi etilen glikol yang dilihat melalui

Hubung singkat pada suatu penyulang dapat terjadi pada sisi atas trafo, kabel, rel dan pemutusan sirkit. Dalam hal ini perhitungan digunakan untuk menentukan

Kapal sebagai mode transportasi bagi rakyat Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau, menjadikan kapal sebagai pilihan yang wajib untuk bepergian guna memenuhi kebutuhan sehari-hari

pencermatannya peserta didik. Guru meminta kembali peserta didik untuk mengamati gambar yang ada yang ada di kolom “Mari Mengamati”. Peserta didik mengemukakan pendapatnya

presentasi siswa bernomor sama dengan YUM dari kelompok lain menangapi hasil pekerjaannya. Tanggapan yang diberikan yaitu jawaban yang diperoleh sama dan sudah

menyebabkan siswa tersebut memiliki kemampuan untuk belajar secara mandiri tanpa menunggu perintah guru. Peran guru dalam hal ini hanya sebagai fasilitator dan