• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SORTASI BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SORTASI BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH SORTASI BENIH TERHADAP VIABILITAS BENIH LAMTORO (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.)

Oleh : Eliya Suita

Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX. 105 Bogor, Tlp. 0251-8327768

Email : eliyasuita@yahoo.co.id

ABSTRAK

Benih yang mempunyai mutu fisik fisiologis tinggi biasanya berkorelasi dengan ukuran benih. Adanya dugaan bahwa benih berukuran besar memberikan keuntungan fisiologis karena persediaan cadangan makanan yang lebih mencukupi untuk perkecambahan benih perlu diteliti untuk jenis lamtoro. Diharapkan adanya klasifikasi ukuran benih ini akan memperbaiki kualitas fisiologis lot benih yang dapat menjamin perkecambahan dan pertumbuhan bibit menjadi lebih baik. Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh sortasi benih terhadap viabilitas benih lamtoro. Sortasi benih dengan menggunakan seed gravity table. Sesuai dengan alat, benih terbagi menjadi 4 kriteria ukuran ( a1 = kelompok berat benih I (KB1); a2 = kelompok berat benih II (KB2); a3 = kelompok berat benih III (KB3); a4 = kelompok berat benih IV (KB4). Sortasi benih dengan alat Seet Gravity Table dapat mengklasifikasikan mutu benih dengan kriteria terbaik ( daya berkecambah, kecepatan berkecambah dan berat 1000 butir) terdapat pada kriteria KB1, KB2 dan KB3, sedangkan kriteria KB4 mempunyai nilai terendah.

Kata kunci : Lamtoro, sortasi, viabilitas,

PENDAHULUAN

Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit.). Lamtoro terkenal sebagai tanaman multiguna. Manfaatnya ialah sebagai berikut: daun dan biji muda untuk sayur dan lalaban; daun sebagai pakan ternak, selain itu juga dijadikan pellet. Kayunya digunakan sebagai kayu bakar, diolah menjadi arang bermutu tinggi, untuk tiang, balok gandar atau ganjal roda mobil besar, dijadikan kepingan-kepingan papan atau kayu lapis dan untuk pulp, serta sebagai bahan mebel. Kayu lamtoro gung merupakan kayu setengah keras, dengan berat jenis 0,5-0,6, kandungan air 30-50 %, tingkat lignin rendah, serat kayu pendek (1,1-1,3 mm), sehingga kualitas kertas yang dihasilkan umumnya sangat baik (Yuwono. 1994). Menurut Wikipedia (2012), Lamtoro terutama disukai sebagai penghasil kayu api. Kayu lamtoro memiliki nilai kalori sebesar 19.250 kJ/kg, terbakar dengan lambat serta menghasilkan sedikit asap dan abu. Arang kayu lamtoro berkualitas sangat baik, dengan nilai kalori 48.400 kJ/kg. Kayunya termasuk padat untuk ukuran pohon yang lekas tumbuh (kepadatan 500—600 kg/m³) dan kadar air kayu basah antara 30—50%, bergantung pada umurnya. Lamtoro cukup mudah dikeringkan dengan hasil yang baik, dan mudah dikerjakan.

Habitat aslinya di Salvador, Guetamala dan Honduras. Lamtoro gung tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi, hingga ketinggian 1.000 m dpl. Curah hujan tahunan diperlukan berkisar

(2)

2

65-1.500 mm, walaupun ada juga yang hidup di lahan yang lebih basah atau lebih kering (Yuwono, 1994).

Pada hakekatnya benih adalah produk pertanaman yang harus memiliki mutu fisik, mutu genetik, mutu fisiologi dan mutu pathologis yang tinggi. Mutu fisik benih digambarkan oleh penampilan fisiknya yang menarik yaitu bersih dari kotoran serta seragam ukuran, bobot, warna, bentuk dan sifat fisik lainnya. Benih yang murni dan tidak tercampur dengan varietas lain merupakan gambaran dari mutu genetik benih, sedangkan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang normal merupakan cerminan mutu fisiologi benih (Suhartanto, 2013).

Ukuran benih akan berkorelasi dengan vigor (Schmidt, 2000). Benih yang relatif berat/besar lebih dipilih karena umumnya berhubungan dengan perkecambahan (Sorensen dan Campbell, 1993; Schmidt, 2000). Begitu juga menurut Suseno (1975) dalam Riskendarsyah (1986), mengatakan bahwa untuk spesies tertentu, benih berat/besar mempunyai kualitas yang lebih baik daripada benih kecil. Tetapi untuk buah mahoni, ukuran buah secara umum tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap daya berkecambah dan nilai perkecambahan benih yang dihasilkan (Riskendarsyah, 1986). Menurut Hendromono (1996) benih H. courbaril yang besar menghasilkan bibit yang pertumbuhannya lebih cepat daripada yang kecil dan sifat ini berlanjut sampai tanaman berumur satu tahun di lapangan. Untuk jenis Khaya anthoteca menurut Yulianti dan Nurhayati (1999), benih dari buah yang berukuran sedang dan besar mampu menghasilkan perkecambahan yang lebih baik dibanding benih dari buah berukuran kecil untuk variabel daya berkecambah (DB) dan kecepatan berkecambah (KB), sedang untuk respon kecepatan pertumbuhan ditunjukkan oleh benih dari buah berukuran besar. Demikian juga pada benih tanjung yang berukuran besar ( panjang 16,6 – 19,9mm) dan sedang (panjang 14,0 – 16,5mm) memiliki daya berkecambah yang lebih tinggi (94,67 – 98,67 %) dan lebih cepat berkecambah (0,21 - 0,42 % Kecambah Normal/et mal), sehingga lebih vigor dan mampu untuk tumbuh menjadi tanaman normal di lapangan ( Suita dan Nurhasybi, 2008). Untuk mendapatkan benih lamtoro yang bermutu tinggi, maka diperlukan suatu kegiatan penelitian mengenai pengaruh sortasi benih terhadap viabilitas benih lamtoro (Leucaena leucocephala).

BAHAN DAN METODE

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Benih Lamtoro berasal dari Banten, Riau dan Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Balai Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Waktu pelaksanaan mulai dari bulan Februari sampai Desember 2013.

B. Bahan dan Peralatan :

Bahan yang digunakan adalah benih Lamtoro dengan menngunakan media kertas merang. Peralatan yang digunakan meliputi oven, inkubator, germinator, timbangan analitik, petridish, seed gravity table, label, dan lain-lain.

(3)

3

Ekstraksi benih dilakukan dengan polong yang sudah tua, yang ditandai dengan warna polong berwarna hijau tua kecoklatan, dijemur di bawah sinar matahari sampai polong merekah (2-3 hari), kemudian dipisahkan dari kulitnya. Benih mempunyai kulit yang keras (dormansi fisik) sehingga untuk meningkatkan dan mempercepat perkecambahan diperlukan perlakuan pendahuluan. Benih direndam Asam Sulfat selama 5-10 menit, kemudian dicuci bersih dengan air mengalir dan ditabur di cawan petri dengan media kertas merang.

C.1. pengujian kadar air benih

Kadar air dinyatakan dalam persen berat dan dihitung dalam 1 desimal (ISTA, 2010) dengan rumus sebagai berikut :

Kadar air = (M2 - M3) x 100% (M2-M1)

dimana:

M1 : berat wadah dan penutup dalam gram

M2 : berat wadah, penutup, dan benih sebelum pengeringan M3 : berat wadah, penutup, dan benih sesudah pengeringan Pengujian kadar air menggunakan 3 ulangan @ 5 gram benih.

C.2. Kemurnian benih

Benih diambil sebanyak 175 gram, dipisahkan antara benih murni, benih lain dan kotoran, kemudian masing-masing ditimbang dan dihitung persen berat masing-masing komponen dengan rumus sebagai berikut ;

Benih Murni = K1 X 100% K1+ K2+ K3 Benih lain = K2 X 100% K1+ K2+ K3 Kotoran = K3 X 100% K1+ K2+ K3

Keterangan: K1 = benih murni K2 = benih lain K3 = kotoran

C.3. Penentuan berat 1000 butir benih,

Penentuan berat 1.000 butir benih dengan cara menimbang 100 butir benih secara acak yang diulang 8 kali. Dari berat rata-rata 100 butir benih, kemudian dikalikan 10.

Tujuan dari penentuan berat adalah untuk menghitung berat 1.000 butir benih. Penghitungan ini dengan mudah diubah ke dalam bentuk jumlah benih per kilogram (DPTH, 2002)

C.5. Sortasi benih

(4)

4

Kemiringan = horizontal 0,1° dan vertikal -0,8°; skala hembusan = 5,5 getaran/detik; curah umpan = 120 mm/detik; kecepatan getaran = 300 mm/detik.

Benih hasil seleksi dikelompokkan berdasarkan alat SGT ke dalam empat kelas ukuran benih yaitu: kelompok benih 1 (K1), kelompok benih 2 (K2), kelompok benih 3 (K3), dan kelompok benih 4 (K4).

C.8. Parameter yang diukur/diamati terdiri dari : 1. Kadar Air

2. Kemurnian 3. Berat 1000 butir

4. Perkecambahan benih (daya berkecambah dan kecepatan berkecambah)

Daya berkecambah ditentukan dengan jumlah benih yang sudah berkecambah normal. Menurut Sadjad (1999), daya berkecambah menjabarkan parameter viabilitas potensial dan rumus daya berkecambah (DB) adalah :

DB = ∑ KN X 100% N

∑KN = jumlah benih yang menjadi kecambah normal sampai hari ke-60 N = jumlah benih yang ditabur

Kecepatan berkecambah yang dihitung adalah benih yang berkecambah dari hari pengamatan ke-1 sampai dengan hari terakhir. Dengan penghitungan kecambah normal pada setiap pengamatan dibagi dengan etmal (1 etmal = 24 jam). Menurut Sadjad (1999) dan Widajati (2013), kecepatan berkecambah menjabarkan parameter vigor dan rumus kecepatan berkecambah sebagai berikut : i=n Kct = ∑ %Kn/etmal i=0 Keterangan: Kct = ... i = hari pengamatan Kn = Kecambah normal etmal = 24 jam D. Analisis data

Data dianalisis dengan Rancangan Faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap Asal Benih x Ukuran Benih. Uji-Tukey digunakan untuk membandingkan nilai rata-rata antar kelas ukuran benih.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air, kemurnian dan berat 1000 butir benih lamtoro

(5)

5

Tabel 1. Kadar air, kemurnian, berat 1000 butir benih dan jumlah benih/ kg jenis lamtoro

Jenis Asal benih

KA (%) Kemurnian (%) Berat 1000 butir (gr) Jumlah benih/kg (butir) Lamtoro Carita 8,16 99,82 56,48 17.706 Riau 8,52 99,11 54,92 18.208 Sumbar 7,21 99,66 54,01 18.515

Jenis lamtoro dari berbagai lokasi mempunyai kadar air yang cukup rendah yaitu rata-rata di bawah 9% (Tabel 1.). Secara fisiologis benih terbagi dalam 2 kategori yaitu benih ortodoks yang toleran terhadap penurunan kadar air (kurang dari 10%) dan viabilitasnya dapat dipertahankan selama penyimpanan pada suhu rendah, serta benih rekalsitran yang tidak tahan terhadap pengeringan (kadar air awal benih 20-50%) dan tidak dapat disimpan pada suhu rendah, sehingga tidak mampu disimpan lama (Bonner et.al. 1994). Dengan demikian benih lamtoro dapat dikategori termasuk benih ortodoks. Kemurnian mencerminkan seberapa bersih kondisi lot benih. Kemurnian lot benih menunjukkan proporsi benih murni suatu jenis dan banyaknya kotoran dan benih lain yang terkandung di dalamnya (ISTA 2010). Benih lamtoro mempunyai kemurnian yang cukup tinggi yaitu di atas 99,11%.

Penentuan berat 1000 butir benih digunakan untuk memprediksi jumlah benih dalam 1 kg yang sangat berguna dalam perencanaan penanaman terutama dalam penentuan jumlah benih yang diperlukan untuk persemaian guna memenuhi target bibit siap tanam. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata berat 1000 butir benih lamtoro berkisar 54,01- 56,48 gram, atau berat per 1 kg benih lamtoro berkisar 17.706-18.515 butir.

B. Sortasi benih lamtoro

Tabel 2. Hasil analisis keragaman daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih lamtoro terhadap asal benih dan kriteria benih

Parameter

Lamtoro

Daya kecambah Kecepatan

berkecambah

Asal ** **

Kriteria ** **

Asal x Kriteria ** **

Keterangan : ** = berbeda nyata, tn = tidak berbeda nyata pada tingkat nyata (α = 5%)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa faktor asal benih, criteria benih, begitu juga interaksi asal benih dengan kriteria benih berpengaruh secara signifikan terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih lamtoro.

Tabel 3 . Rekapitulasi hasil uji-Tukey untuk rata-rata daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih

lamtoro dengan menggunakan alat Seed Gravity Table

Asal benih Daya kecambah Kecepatan berkecambah

(6)

6

Carita 89,50b 88,75a 74,25b 54,25c 20,83b 20,14a 17,92b 12,58c

Riau 94,50a

b 94,25a 90,75a 72,59a 22,78a 22,76a 22,02a 17,80a

Sumbar 96,75a 98,25a 92,75a 68,00b 23,02a 23,03a 22,18a 16,07b

Catatan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada tingkat

kepercayaan 95%

Hasil analisis plot interaksi antar asal benih dan alat seleksi benih dengan menggunakan SGT terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah terjadi interaksi yang signifikan. Hasil uji lanjut asal benih pada K1 menunjukkan bahwa daya berkecambah asal benih Carita berbeda secara signifikan dengan asal benih Sumbar sedangkan asal Riau dan Sumbar tidak berbeda, untuk kecepatan berkecambahnya asal benih Carita berbeda secara signifikan dengan Riau dan Sumbar, begitu juga pada K3 asal benih Carita berbeda secara signifikan dengan Riau dan Sumbar dan K4 dari ketiga lokasi berbeda secara signifikan. Asal benih pada K2 tidak memberikan respon daya berkecambah dan kecepatan berkecambaha yang siginifikan (Tabel 3).

Sumbar Riau Carita 95 90 85 80 75 70 65 K4 K3 K2 K1 asal D a y a B e rk e ca m b a h ( % ) ukuran K4 K3 K2 K1 100 90 80 70 60 50 ukuran D a y a B e rk e ca m b a h ( % ) Carita Riau Sumbar asal

Plot faktor utama (1a) Plot interaksi antar faktor (1b)

Gambar 1. Plot faktor utama dan interaksi antar faktor terhadap daya berkecambah

Sumbar Riau Carita 23 22 21 20 19 18 17 16 15 K4 K3 K2 K1 asal K e ce p a ta n B e rk e ca m b a h ( % K N / e tm a l) ukuran K4 K3 K2 K1 24 22 20 18 16 14 12 ukuran K e ce p a ta n B e rk e ca m b a h ( % K N / e tm a l) Carita Riau Sumbar asal

Plot faktor utama (2a) Plot interaksi antar faktor (2b)

Gambar 2. Plot faktor utama dan interaksi antar faktor terhadap kecepatan berkecambah

Daya berkecambah benih lamtoro (Gambar 1a.) yang diseleksi dengan alat SGT, Daya kecambah tertinggi terdapat pada benih asal Sumbar, kemudian diikuti Riau dan terendah Carita, dengan ukuran K1, K2 dan K3 mempunyai daya berkecambah di atas rata-rata. Kecepatan berkecambah (Gambar 2a) tertinggi adalah benih asal Riau, kemudian diikuti Sumbar dan terendah Carita, dengan ukuran K1, K2 dan K3 di atas rata-rata.

Plot interaksi antar faktor (Gambar 1b dan 2b), menunjukkan bahwa yang mempunyai daya berkecambah dan kecepatan berkecambah terendah adalah benih yang berasal dari Carita baik ukuran

(7)

7

benih K1, K2, K3 sampai K4, dan yang tertinggi adalah benih yang berasal dari Sumbar tetapi hanya pada ukuran benih K1,K2 dan K3, sedang kan untuk K4 asal Sumbar lebih rendah dari Riau. Dengan demikian benih lamtoro yang terbaik adalah benih yang berasal dari Sumbar dengan kriteria ukuran benih adalah K1, K2 dan K3. Hal ini menunjukkan bahwa benih dengan ukuran berat menunjukkan daya berkecambah yang lebih baik karena benih tersebut mempunyai cadangan makanan yang lebih banyak, sehingga berkecambah lebih baik. Dengan demikian, untuk seleksi benih yang baik adalah benih yang tergolong berat karena ukuran benih akan berkorelasi dengan vigor (Schmidt, 2000). Seperti pada benih tanjung yang berukuran besar (panjang 16,6 – 19,9 mm) dan sedang (panjang 14,0 – 16,5 mm) yang memiliki daya berkecambah yang lebih tinggi (94,67 – 98,67%) dan lebih cepat berkecambah (0,21 - 0,42% Kecambah Normal/et mal), sehingga lebih vigor dan tanaman tumbuh normal (Suita dan Nurhasybi, 2008). Hal ini mendukung pendapat (Sorensen dan Campbell, 1993; Schmidt, 2000) bahwa benih yang relatif berat/besar yang dipilih. Begitu juga menurut Suseno (1975) dalam Riskendarsyah (1986), menyatakan bahwa untuk spesies tertentu benih berat/besar mempunyai kualitas yang lebih baik daripada benih kecil.

KESIMPULAN ...

1. Kadar air benih lamtoro berkisar 7,21% - 8,52%

2. Kemurnian benih lamtoro di atas 99,11%,

3. Rata-rata berat 1000 butir benih lamtoro berkisar (54,01- 56,48 gram), atau berat per 1 kg benih lamtoro berkisar (17.706-18.515 butir).

7. Daya kecambah tertinggi yang diseleksi dengan alat Seed Gravity Table terdapat pada benih asal Sumbar dengan ukuran K1, K2 dan K3.

DAFTAR PUSTAKA

Bonner, F.T., Vozzo, J.A., Elam, W.W., and S.B. Land. 1994. Instructor’s manual; Tree seed technology training course. United Stated Departement of Agriculture. New Orleans. Louisiana.

ISTA. 2010. International rules for seed testing: Edition 2010. The International Seed Testing Association. Bassersdorf. Switzerland.

Riskendarsyah, A. 1986. Pengaruh ukuran dan saat perekahan buah dalam proses ekstraksi terhadap viabilitas benih Mahoni (Swietenia macrophylla King). LUC No. 8 (Tidak Diterbitkan). Departemen Kehutanan, Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi lahan. Bogor.

Sadjad S, E. Muniarti, S. Ilyas.1999. Parameter Pengujian Vigor Benih Komparatif ke Simulatif. Jakarta : PT. Grasindo.

(8)

8

Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Terjemahan. Kerjasama Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dengan Indonesia Forest Seed Project. PT. Gramedia Jakarta.

Sorensen, F.C. and Campbell, R.K. 1993. Seed Weight-Seedling Size Correlation in Coastal Douglas Fir: Genetic and Enviromental Component. Canadian Jurnal of Forest Research. 23:2, 275-285.

Suhartanto M.R. 2013. Teknologi Pengolahan dan Penyimpanan Benih. Dalam: Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Hlm. 63-84. IPB Press.

Suita, E. dan Nurhasybi. 2008. Pengaruh Ukuran Benih Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Tanjung (Mimusops elengi L.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. XIV (1). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Widajati E. 2013. Metode Pengujian Mutu Benih. Dalam: Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Hlm. 109-148. IPB Press.

Wikipedia. 2012. Lamtoro. http://id.wikipedia.org/wiki/Lamtoro. (11-10-2012)

Yulianti dan Nurhayati K. 1999. Pengaruh ukuran dan cara ekstraksi buah Khaya anthoteca terhadap perkecambahan serta mutu bibit. Buletin Teknologi Perbenihan. Vol 6(1). Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.

Yuwono, C.S.M. 1994. Menyiasati lahan dan iklim dalam pengusahaan pertumbuhan 5 jenis-jenis tanaman terpilih. Yayasan Prosea. Bogor.

Gambar

Tabel 1. Kadar air, kemurnian, berat 1000 butir benih dan jumlah benih/ kg jenis lamtoro   Jenis  Asal benih

Referensi

Dokumen terkait

Tingginya jumlah hotspot pada tahun 2006 tersebut juga berpengaruh pada parameter Aerosol PM ₁₀ , Karbon monoksida, Sulfur dioksida, Ozon permukaan, dan Nitrogen dioksida

Dengan menggunakan data penelitian Patanas Jawa Timur yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Agro Ekonomi pada tahun 1987/1988, tulisan ini mencoba mengungkapkan struk- tur

Nama-nama Bank Umum Syariah diatas merupakan sampel yang akan dianalisis peneliti pengaruh biaya operasional dan pendapatan operasional (BOPO)

Disamping itu orang tua dapat melihat kegiatan anak di laboratorium, di bengkel, dan di kebun (Soetopo, dan Soemanto 1989, hlm. Kunjungan orang tua siswa ke sekolah

Berahikan anak bini orang, atau seseorang perempuan yang kuat dikawali oleh lakinya, atau siapa-siapa yang berkuasa, atau berkehendak akan sesuatu yang berharga, yang molek atau

PIHAK PERTAMA atau Tim yang ditunjuknya dan aparat yang terkait dengan program DAK Tahun Anggaran .... berhak melakukan pemeriksaan dan menolak setiap hasil pekerjaan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN HARGA DIRI PADA WARIA YANG TERHIMPUN DALAM KOMUNITAS SRIKANDI PASUNDAN DI BANDUNG.. Ferdinan Sihombing*), Fransiska Setiyani Purwanti**)