PERSEPSI MAHASISWA TRISAKTI TERHADAP SEMINAR BUDAYA BETAWI YANG DIADAKAN OLEH DINAS KEBUDAYAAN DAN
PERMUSEUMAN JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
DISUSUN OLEH:
NAMA : ANA RETNO DEWI
NIM : 04201 – 132
HUBUNGAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA 2008
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
BIDANG STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT
ABSTRAKSI Ana Retno Dewi (04201-132)
Persepsi Mahasiswa Trisakti terhadap Seminar Budaya Betawi yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta.
xi +84 halaman dan 34 lampiran, Bibliografi: 21 (1972-2004)
Keberadaan budaya Betawi yang merupakan “tuan rumah DKI” Jakarta, mempunyai berbagai keanekaragaman di dalamnya. Namun demikian seiring dengan laju perkembangan jaman keberadaannya mulai bersaing dengan budaya asing yang semakin gencar masuk. Guna memelihara budaya Betawi agar tetap lestari dan semakin dicintai oleh generasi muda, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang kebudayaan dan permuseuman mengadakan special event yakni dengan menggelar Seminar Budaya Betawi dengan sasaran generasi muda yakni di Universitas Trisakti .
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi mahasiswa Universitas Trisakti terhadap Seminar budaya Betawi yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode suvei dengan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner kepada total mahasiswa Trisakti yang mengikuti Seminar sebanyak 75 responden
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa Seminar yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta adalah positif ini terbukti dari perhitungan berdasarkan weight mean score sebesar 71% yang berarti hasil tersebut dikategorikan positif.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil alamin…
Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, Tuhan pencipta alam semesta, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi
dengan baik. Skripsi ini merupakan syarat untuk memenuhi Gelar Sarjana S1 Jurusan Hubungan Masyarakat Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.
Hidup adalah anugerah, setiap langkah merupakan nikmat yang patut kita syukuri, namun disisi lain hidup merupakan perjuangan dimana butuh usaha yang
kuat untuk dapat menyatukan hati dan pikiran melawan rintangan yang selama ini menjadi penghalang. Setiap penyakit pasti ada obatnya begitu pula setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, dan Allah SWT tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Al-Baqoroh : 286). Inilah yang menjadi
suplemen bagi penulis untuk tetap semangat berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini dengan perjalanan panjang dan penuh liku.
Mustahil penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa ridho dari yang Maha
Pengasih dan Penyayang serta bantuan dari orang yang penulis cintai. Oleh karena itu pada kesempatan yang bahagia ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada:
1. Ibu Marhaeni FK, S.Sos, M.Si selaku Kepala Bidang studi Public Relations. 2. Ibu Dra. Agustina Zubair. M.Si selaku Pembimbing Pertama Penulis yang
dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, koreksi, semangat dan banyak memberikan masukan dan pendapatnya kepada penulis.
3. Bapak Rosady Ruslan SH, MM selaku Pembimbing Kedua yang telah
meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan bimbingan, koreksi, serta nasehat bagi penulis.
4. Seluruh Dosen Fikom dan staf TU, yang telah banyak membantu penulis selama ini
5. Keluarga Besar Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, terutama Bapak T. Dani (Kepala Sub Dinas Pembinaan), Bapak Fabrianto (Kepala Seksi Publikasi & Informasi Subdinas Promosi), Ibu Nani (Kepala Seksi
Dokumentasi & Perpustakaan) serta seluruh sataf Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman yang berkenan meluangkan waktu dan memberikan informasi
serta kesediannya memberikan kesempatan dan fasilitas dalam proses pencarian data.
6. Seluruh peserta Seminar Budaya Betawi (Mahasiswa Universitas Trisakti) yang telah membantu penulis dalam pengisian kuesioner.
7. Keluarga Besar Rusli Suharsono : Bapak dan (Alm) Ibu, Ibu yang telah
melimpahkan kasih sayang serta doa; kakak – kakakku tercinta: Widodo, Agus, dan Ambar serta adikku Niken.
8. Keluarga Besar Agus Soeseno yang selama ini memberikan dukungan baik
moril maupun materiil, terimakasih telah menjadi motivator perubahan besar dalam hidupku.
9. Untuk seseorang yang sangat berharga Adhe Prabowo terimakasih untuk dukungan, kesabaran, pengorbanan, pengertian, serta kesetiaan yang
diberikan.
10. Keluarga besar Djumedi S.W. terimakasih untuk dukungan dan doa yang diberikan.
11. Divisi Content PT. Indonusa Telemedia / TELKOMVision, Bpk Bambang
Lusmiadi (Dir. Content & Marketing), Ibu Maria Liza Ginting (GM Content, Programming & Ad Sales), Rina Apriyani (Asst. Manager Channel Relations), Doni T Sibarani (Spv in House Promo), Dudun (Spv Programme
Acquisition), Omen (Animator), Tomi (VOC), Agus (EPG & Assist. Animator), Dian (Administration Staff Content), Irvan (Traffic). Seribu kata tetap tidak bisa mengungkapkan rasa terimakasih saya untuk dukungan dan
ijin yang diberikan, I LOVE YOU ALL “One more thank you Mrs. Liza, Rina, Doni, Omen, Tomi, Agus”
12. Ibu Heldiana ( HRD Manager PT. Indonusa Telemedia) terimakasih untuk
approval memo ijin bimbingan skripsi.
13. Sobat – sobatku yang kadang deket kadang jauh namun selalu mendukung “Genk Jelek”, Wulan, Weni, Omah, Windi, Ani, Yuda, Dian (spesial teman seperjuangan, terimakasih untuk ijin menginap & maaf suka merepotkan)
serta Emi, Samsul, Dharma, dan Megi..
14. Keluarga besar Safrudin terimakasih untuk doa yang diberikan.
15. Teman & mitra kerja : Claudia Sitepu, Ika, Ica, Panda ( Mitra Metrotama),
Nanang (Fasindo Bandung), terimakasih untuk bantuan dan doa cepat lulus.
16. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyusun skripsi
ini secara materi, moral, dan spiritual yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan kita semua. Amien..
Tak ada gading yang tak retak dan tak ada yang sempurna kecuali Allah
Subhanahu Wata’ala. Dalam menyusun skripsi ini penulis merasa masih banyak
kekurangan, maka dari itu penulis senantiasa sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk dapat menyempurnakan Skripsi ini. Walhamdulilahi Robbil’alamin.
Jakarta, Agustus 2008
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………...I
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah………1
1.2 Rumusan Permasalahan………6
1.3 Tujuan Penelitian………...6
1.4 Signifikasi Penelitian……….7
1.4.1 Signifikasi Akademis………7
1.4.2 Signifikasi Praktis……….7
BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pengertian Komunikasi………..8
2.2 Pengertian Humas………10
2.3 Pengertian Persepsi………..12
2.4 Pengertian Budaya………...18
2.4.1 Pengertian Budaya Betawi………..20
2.5 Pengertian Special Event……….27
2.5.1 Pengertian Seminar……….29
BAB III METODOLOGI 3.1 Tipe Penelitian……….36
3.2 Metode Penelitian………36
3.3 Populasi dan Sampel………37
3.3.1 Populasi………...37
3.3.2 Sampel……….38
3.4 Tehnik Pengumpulan data………38
3.5 Definisi Konsep………....39
3.6 Operasionalisasi Konsep………..40
3.7 Tehnik Analisa Data………46
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Objek Penelitian………..49
4.4.1 Profil Dinas Kebudayaan dan Permuseuman………….49 4.4.2 Peran Humas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman….51
4.2 Hasil Penelitian………52
4.2.1 Identitas Responden………53
4.2.2 Pola Mengikuti Seminar……….55
4.3 Persepsi mahasiswa Trisakti terhadap Seminar Budaya Betawi dalam dimensi pengetahuan………57
4.4 Persepsi mahasiswa Trisakti terhadap Seminar Budaya Betawi dalam dimensi penafsiran………....68
4.5 Hasil Keseluruhan………79
4.6 Pembahasan………..81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………...82 5.2 Saran………...83 5.1.1 Saran Praktis………83 5.1.2 Saran Akademis………...84 DAFTAR TABEL DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jakarta sebagai ibu kota negara R.I. merupakan kota terbesar dan paling padat penduduknya di seluruh Indonesia, dengan penduduknya sekitar sembilan juta yang terdiri dari berbagai bangsa dan suku-suku bangsa dari seluruh wilayah
Indonesia. Keanekaragaman ditambah dengan pengaruh bangsa asing melahirkan keanekaragaman corak seni dan budaya, yang menjadi tempat berkumpulnya berbagai bangsa dan suku- suku bangsa dan bermacam-macam adat istiadat, bahasa
dan budaya daerah masing-masing. Berbaurnya suku-suku bangsa dari seluruh tanah air dengan berbagai bangsa lain seperti; Cina, Arab, Turki, Persia, Inggris dan Belanda mengakibatkan terjadinya perkawinan di antara mereka, sehingga terjadilah perpaduan adat istiadat, budaya dan falsafah hidup hingga melahirkan corak budaya
dan tata cara yang baru.
Dengan demikian sejak abad ke 19 nampak suatu proto type etnis Betawi, hal ini tergambar dalam cara dan kesenian masyarakat Betawi dimana ada pengaruh
Ciri kebudayaan yang paling menonjol dari masyarakat Betawi, yang membedakannnya dari kelompok etnis yang lain, adalah Bahasa Melayu dialek Betawi, yang digunakan mereka secara turun temurun sebagai bahasa sehari-hari.1 Berdasarkan penggunaan bahasa tersebut secara turun temurun oleh penduduk “aslinya”, ternyata bahwa wilayah budaya Betawi bukan hanya meliputi seluruh wilayah DKI Jakarta saja, melainkan juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten
Tangerang, sebagian dari wilayah kabupaten Bogor, sebagian wilayah Kabupaten Bekasi, bahkan sebagian dari wilayah Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang, yang letaknya di seberang timur kali Citarum.
Menurut garis besarnya, wilayah Budaya Betawi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Betawi Tengah atau Betawi Kota dan Betawi Pinggiran. Yang termasuk wilayah Betawi Tengah dapatlah disebutkan kawasan yang pada akhir Pemerintah kolonial Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia, kecuali beberapa
tempat seperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedang daerah-daerah lain di luar daerah tersebut, terutama daerah-daerah diluar wilayah DKI Jakarta, merupakan wilayah Budaya Betawi Pinggiran, yang pada masa lalu oleh orang Betawi Tengah
biasa disebut Betawi Ora.
1Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Ikhtisar Kesenian Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,2000), kata pengantar iii
Pembagian kedua wilayah budaya itu bukan semata-mata berdasarkan
geografis, melainkan berdasarkan ciri-ciri budayanya, termasuk bahasa dan
kesenian tradisi yang didukungnya. Di wilayah budaya Betawi Tengah tampak keseniannya sangat besar dipengaruhi kesenian Melayu, sebagaimana jelas terlihat
pada orkes dan tari Samrah. Disamping itu masyarakatnya merupakan pendukung kesenian bernafaskan agama Islam, sedangkan didaerah pinggiran berkembang kesenian tradisi lainnya, seperti Wayang, Topeng, Lenong, Tanjidor, dan
sebagainya, yang tidak terdapat dalam lingkungan masyarakat Betawi Tengah. Keberadaan kesenian Betawi yang merupakan kesenian “tuan rumah”di DKI Jakarta, mempunyai berbagai keanekaragaman, karena paling tidak terdapat 73 jenis
kesenian Betawi dari seluruh disiplin seni termasuk ragam hias yang pernah dan masih berkembang di DKI Jakarta. Namun demikian, keanekaragaman kesenian Betawi tersebut belum banyak diketahui secara lebih dekat oleh masyarakat Jakarta terutama generasi muda mengenal lebih jauh beragam budaya Betawi termasuk
didalamnya sejarah Betawi, Gambang Kromong, Lenong Betawi, Ondel –ondel, Topeng Betawi. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi kepada masyarakat, baik informasi secara lisan maupun melalui media cetak dan media-media lainnya.2
Sebagai bentuk apresiasi terhadap seni dan kebudayaan Betawi yang merupakan produk unggulan wisata Provinsi DKI Jakarta, Humas Dinas
2
Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Ikhtisar Kesenian Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,2000), hal 1-2.
Kebudayaan dan Permuseuman sebagai salah satu lembaga pemerintahan yang
bergerak di bidang kebudayaan berusaha untuk tetap eksis melestarikan budaya Betawi agar tidak punah diantaranya yakni dengan mengadakan special event seperti Seminar Budaya Betawi yang diadakan di kampus Universitas Trisakti.
Guna meningkatkan pelestarian budaya Betawi, Humas sangat penting sebagai jembatan komunikasi antara kepentingan organisasi dengan khalayaknya.3
Peran serta Humas di dalam suatu organisasi tergantung kepada dari
organisasi yang bersangkutan. Semakin besar kebutuhan organisasi dalam menjalankan aktivitas komunikasi dalam organisasi, maka semakin besar pengaruh Humas yang bersangkutan. Program komunikasi yang dilakukan untuk
menjembatani hubungan organisasi dengan publiknya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran,motivasi, dedikasi, loyalitas publik didalam mendukung pencapaian tujuan organisasi.Tujuan special event yang dilakukan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dengan mengadakan seminar dimaksudkan untuk
pelestarian terhadap Budaya Betawi yang merupakan kekayaan budaya komunitas Jakarta. Special event yang salah salah satu kegiatan didalamnya adalah dengan mengadakan Seminar Budaya Betawi di kampus Universitas Trisakti tersebut
dijalankan oleh seksi Publikasi dan Informasi Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta, yang mana memiliki fungsi sebagai Humas.
Humas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta dalam mengadakan
special events selain untuk mengkampanyekan program kerja, aktivitas dan
informasi, tujuan lainnya adalah untuk memperkenalkan, meningkatkan kesadaran atau pengertian dan mencari dukungan publik dari sasaran khalayaknya (target
audience), dan sekaligus mempengaruhi serta membujuk sasaran khalayak yang
terkait dan dituju (significant publik), perkembangan berikutnya dikenal dengan
stake holder (khalayak sasaran yang terkait), dimana diharapkan mahasiswa
Universitas Trisakti pada khususnya dapat lebih peduli dalam melestarikan Budaya Betawi agar tidak terlindas perkembangan jaman, apalagi Jakarta sebagai Ibukota Negara adalah pusat dari segala masuknya arus budaya asing.
Peneliti akan mengangkat Persepsi Mahasiswa Trisakti terhadap Seminar Budaya Betawi yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta sebagai topik penelitian yakni untuk mengetahui persepsi Mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta terhadap pelaksanaan program Seminar tersebut. Alasan
peneliti memilih Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta karena Dinas Kebudayaan dan Permuseuman tersebut adalah salah satu lembaga pemerintah yang tetap eksis dan fokus membidangi kebudayaan Betawi.
Peneliti tertarik mengambil tema Persepsi Mahasiswa Trisakti terhadap Seminar Budaya Betawi yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan & Permuseuman Jakarta, karena dewasa ini kebudayaan betawi telah memudar lebih
banyak kalah bersaing dengan kebudayaan dari pendatang baru asing yang masuk.
Sehingga hal tersebut memberikan dampak yang kurang baik terhadap masyarakat, terutama generasi muda. Seminar terhadap mahasiswa Trisakti mengenai pelestarian budaya Betawi yang dilakukan oleh Dinas kebudayaan dan Permuseuman adalah
sesuatu hal yang menarik karena hal tersebut dapat memberikan dampak positif bagi generasi muda, dimana kebudayaan Betawi mulai tergilas zaman namun masih terdapat organisasi yang masih tetap eksis berusaha melestarikan budaya Betawi.
1.2 Rumusan Permasalahan
Bersadarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan pada bagian
terdahulu, maka perumusan masalah atas hal tersebut adalah:
Sejauh mana Persepsi Mahasiswa Trisakti terhadap Seminar Budaya Betawi yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan & Permuseuman Jakarta.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui bagaimana persepsi Mahasiswa Trisakti terhadap
Seminar Budaya Betawi yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan & Permuseuman Jakarta.
1.4 Signifikasi Penelitian
1.4.1. Signifikasi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur dan pengetahuan pada
ilmu studi komunikasi khususnya dibidang Humas tentang bagaimana cara penyampaian seminar terhadap khalayaknya sehingga dapat menimbulkan persepsi seperti yang diharapkan.
1.4.2. Signifikasi Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan
pemikiran yang berarti pada Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta mengenai Seminar Budaya Betawi yang dilakukan Humas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta dalam menumbuhkan persepsi positif seperti yang diharapkan.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena tanpa adanya komunikasi, maka kehidupan tidak dapat berjalan. Menurut
John R. Wenburg dan William W. Wilmot, Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, setidaknya ada tiga kerangka komunikasi yaitu, komunikasi sebagai tindakan satu-arah, komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai
transaksi.4
Kerangka pertama komunikasi ialah satu-arah, merupakan proses komunikasi yang lebih menekankan penyampaian pesan dari sumber (komunikator) ke penerima (komunikan). Pada kerangka pertama ini, umpan balik dari penerima
tidak terlalu diperhatikan. Sehingga, konsep komunikasi sebagai tindakan satu-arah ialah menyoroti penyampaian pesan yang efektif. Sekaligus mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat persuasif.
Kerangka komunikasi yang kedua ialah komunikasi sebagai interaksi. Konsepnya berupaya penyetaraan komunikasi dengan suatu proses sebab akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Sehingga dalam proses komunikasi 4Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya.Bandung.2001.hal 61
interaksi ini, umpan balik dapat terlihat dengan jelas. Karena pada umumnya
komunikasi ini dilakukan secara tatap-muka.
Sedangkan kerangka komunikasi ketiga, yaitu komunikasi sebagai transaksi. Pengertiannya ialah proses komunikasi yang memiliki hasil akhir tidak hanya
sekedar pada umpan balik yang diterima, namun juga adanya perubahan sikap diantara para pelaku komunikasi tersebut.
Selain memiliki arti penting, komunikasi juga mempunyai fungsi yaitu yang
pertama, informasi adalah pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain.
Sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat. Kedua, sosialisasi, yaitu menyediakan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang untuk besikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif, sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan aktif di masyarakat. Ketiga, motivasi, yaitu menjelaskan tujuan
setiap masyarakat, baik jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong kegiatan individu. Keempat, diskusi, yang menyediakan dan saling menyebar fakta yang diperlukan untuk persetujuan.5
Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari komunikator ke komunikannya dengan menghasilkan suatu efek atau feedback tertentu. Feedback tersebut diantaranya adalah adanya perubahan pada para pelaku komunikasi. 5Onong Uchjana Effendy.Ilmu Komunikasi & Praktek.Bandung.Remaja Rosdakarya.1994.hal 4
Perubahan tersebut meliputi, pertama perubahan kognitif ialah perubahan pada
individu dari yang semula tidak tahu mengenai suatu informasi kemudian menjadi tahu mengenai informasi tertentu. Kedua, efek afektif yaitu perubahan yang terjadi dari yang semula tidak setuju menjadi setuju mengenai suatu hal. Efek ketiga adalah
konatif, yaitu adanya perubahan perilaku diantara pelaku komunikasi. Komunikasi yang baik adalah komunikasi efektif, yang mana hasilnya adalah efek konatif diantara para pelaku komunikasinya. Efek konatif sendiri ditandai dengan adanya
perubahan perilaku dari tidak mau menjadi mau, untuk melakukan suatu hal tertentu. Adapun cara menumbuhkannya adalah dengan menyamakan persepsi diantara para perilaku komunikasinya.
2.2 Humas
Pengertian PR/Humas yang pertama didefinisikan oleh Prof. John
Marston, seperti yang dinyatakan Onong Uchjana Efendy, bahwa PR/ Humas
merupakan fungsi manajemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijaksanaan dan tata cara sebuah organisasi demi kepentingan publik, dan melaksanakan program kegiatan dan komunikasi untuk meraih pengertian umum
dan dukungan publik.6
Frank Jefkins mendefinisikan Humas adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu kedalam ataupun keluar, antara 6Onong Uchjana Efendy,Human Relations dan Public Relations,CV Mandar Maju Bandung ,1993.Hal 53
suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan
spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.7
Menurut Harsono Suwardi, seperti yang dikutip oleh F. Rachmadi, secara umum dapat diartikan sebagai seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu
lembaga atau organisasi melalui petugas Humas. Hal tersebut dimaksudkan guna menciptakan saling pengertian yang lebih baik antara lembaga dan khalayaknya.8
Pengertian Humas mengacu pada segenap kegiatan yang dilakukan oleh
suatu organisasi atau lembaga, khususnya oleh suatu organisasi khusus didalamnya yang terdiri dari public relation officer (PRO) dalam rangka mengorganisasikan dan mengkomunikasikan segala sesuatu guna mencapai saling pengertian yang lebih
baik antara organisasi dengan publik yang dituju.
Dari definisi dua ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PR/Humas merupakan fungsi manajemen yang kegiatannya bertujuan untuk memperoleh good
will, kepercayaan, saling pengertian yang baik dari masyarakat. Humas mempunyai
tugas menciptakan opini publik semua pihak, selain itu Humas juga berusaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara suatu badan atau organisasi dengan masyarakat melalui suatu proses komunikasi timbal balik atau dua arah.
Melalui proses komunikasi timbal balik, hubungan yang harmonis timbul dari adanya pengertian bersama, mutual confidence, dan citra yang positif. Ini
7Frank Jefkin, Public Relations edisi keempat Jakarta, Erlangga 1995. Hal 9 8F.Rachmadi,op.cit.Hal 14
semua merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh oleh Humas untuk
mencapai hubungan yang harmonis dengan publik
Pada dasarnya kegiatan Humas dapat dapat dibagi dua bagian, yaitu hubungan kedalam (internal relations) dan hubungan keluar (external relations)
untuk itu mutlak diperlukan suatu kegiatan komunikasi. Kegiatan Humas eksternal dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan kepada publik eksternal yaitu masyarakat diluar organisasi yang memerlukan informasi melalui pihak Humasnya
Untuk memperoleh hasil optimal dari kegiatan Humas maka diperlukan program yang memungkinkan terjadinya komunikasi tatap muka (face to face) dengan masyarakat lingkungannya. Kegiatan tatap muka oleh para ahli dianggap
sebagai jenis komunikasi yang efektif untuk mengubah sikap, pendapat, dan tingkah laku. Kegiatan tatap muka ini termasuk dalam kegiatan verbal yang dilakukan Humas
2.3 Pengertian Persepsi
Robert A. Baron dan Paul B. Paulus dalam Deddy Mulyana mengatakan, bahwa persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses
tersebut mempengaruhi perilaku kita.9
Sebelum seseorang terkena pesan – pesan dari suatu media, maka ia harus menjadi bagian dari khalayak sasaran kegiatan tersebut. Tahap ini dinamakan media
eksposure ( pengenaan media). Setelah seseorang terekspos tahap suatu media.
Tahap paling awal dalam penerimaan pesan adalah sense (sensasi) yaitu proses
menangkap stimulasi oleh alat indera sehingga manusia dapat memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya, dimana manusia harus memiliki awareness (sadar tahu) terhadap apa yang akan ia perhatikan.
Setelah itu timbullah perhatian atau atensi terhadap sesuatu. Lalu berlanjut pada tahap interprestasi, dimana individu selalu memberi makna pada setiap rangsangan yang masuk ke pusat kesadarannya yang dipengaruhi oleh faktor fungsional dan struktural. Tindakan memberi makna ini disebut interprestasi. Setelah melalui tahap
interprestasi, hasil yang diperoleh dari pemberian makna terhadap objek yang dipersepsikan akan mempengaruhi sikap.
Menurut David Krech dan Richard S. Cutfiled faktor yang mempengaruhi persepsi adalah :
1. Faktor Fungsional
Faktor ini berasal dari kebutuhan, pengalaman, masa lalu, pendidikan,
kebudayaan yang termasuk faktor personal.
2. Faktor Struktural
Faktor ini berasal dari stimuli fisik yang ditimbulkan pada sistem syaraf
individu.
Pada persepsi sosial, pengelompokan tidak murni struktural, sebab apa yang
dianggap sama atau berdekatan oleh seorang individu, tidaklah dianggap sama atau berdekatan oleh individu lain.
Jadi menurut Krech dan Crutchfield, kecenderungan untuk mengelompokkan stimuli berdasarkan kesamaan dan kedekatan adalah hal yang universal, yang menentukan dalam proses pembentukan sikap individu. Sikap adalah suatu predisposisi dalam hal menanggapi suatu topik (situasi tertentu). Sikap
merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap objek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan
kesediaan untuk bereaksi dari orang terhadap objek.10
Dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap seseorang,
merupakan sebuah bagian yang terpenting untuk dilakukan. Adapun faktor – faktor yang menunjang perubahan sikap diantaranya adalah11:
a. Dasar utama yang terjadinya perubahan sikap adalah adanya imbalan dan hukuman, dimana individu mengasosiasikan reaksi yang disertai dengan imbalan dan hukuman.
b. Stimulus mengandung harapan bagi individu sehingga dapat terjadi perubahan
dalam sikap.
c. Stimulus mengandung prasangka bagi individu yang mengubah sikap semula seperti yang diuraikan diatas, dalam proses komunikasi berkenaan dengan perubahan sikap yang terpenting adalah bagaimana cara mengubah sikap
tersebut, dan dalam perubahan tersebut, tampak bahwa sikap dapat berubah hanya jika stimulus yang menerpa benar – benar, dalam perubahan sikap harus ada tiga variable penting diantaranya, perhatian, pengertian, dan penerimaan
dari stimulus.
Teori Stimulus – Organisme – Response (S-O-R)
Teori stimulus organisme response (S-O-R) menjelaskan bahwa efek merupakan reaksi terhadap stimuli ( rangsangan ) tertentu. Efek yang ditimbulkan 11Newcomb, Thomas Sikap & Pengukurannya. 1978.Hlm.10
adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat
mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.
Unsur - unsur yang terdapat didalam teori stimulus – organisme- response (S-O-R) adalah :
1. Pesan (stimulus)
2. Komunikan (organisme)
3. Efek (response).12
Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima
atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan dan kemudian diteruskan pada proses berikutnya dimana komunikan menjadi mengerti. Setelah komunikan mengolah dan menerimanya maka terjadilah kesediaan untuk
mengubah sikap.
Jadi ketika stimulus atau pesan sampai ke orgasme atau komunikan sebelum
menjadi efek, pesan tersebut diolah dahulu oleh organisme atau komunikan. Proses pengolahan pesan yang terjadi terhadap individu yaitu :
1. Stimulus yang diberikan pada organisme dapat diretima atau dapat ditolak,
maka proses selanjutnya terhenti. Ini berarti bahwa stimulus tersebut tidak efektif dalam mempengaruhi organisme, maka tidak ada perhatian ( attention) dari organisme. Dalam hal ini, stimulus adalah efektif dan ada reaksi.
2. Langkah berikutnya adalah jika stimulus telah mendapat perhatian dari
organisme, maka proses selanjutnya adalah mengerti terhadap stimulus (Correctly Comprehended). Kemampuan dari organisme inilah dapat melanjutkan proses berikutnya.
3. Langkah berikutnya adalah bahwa organisme dapat menerima secara baik apa yang telah diolah sehinggga dapat terjadi kesediaan untuk perubahan sikap.13
Hal ini juga dibahas oleh Mar’at dalam bukunya ‘Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya’. Mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variabel penting, yaitu :
1. Perhatian 2. Pengertian 3. Penerimaan
Dari penjelasan diatas teori S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut :
Stimulus---> Organisme ( Perhatian, Pengertian, Penerimaan)--->Response (Perubahan Sikap)
Prinsip stimulus – organisme – response merupakan prinsip – prinsip belajar
yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap suatu stimuli tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antar pesan – pesan media dan reaksi audience. Ketika stimuli masuk ke dalam
diri organisme melalui panca indera maka terjadilah proses yang dinamakan proses sensory stimuli yang merupakan suatu proses yang dialami oleh seseorang ketika menerima stimuli lewat seluruh inderanya. Dalam komunikasi massa, stimuli alat indera tergantung pada jenis media massa. Pada Surat kabar dan majalah, pembaca
hanya melihat, pada radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, pada televisi dan film kita hanya mendengar serta melihat, pada seminar kita dapat melihat, mendengar serta dapat berkomunikasi langsung secara dua arah.
2.4 Pengertian Budaya
Kata kebudayaan berasal dari kata budh, yang dalam bahasa Sansekerta
yang berarti akal, kemudian menjadi Budhi (tunggal)/Budhaya (majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran/akal manusia.14Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal
yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya adalah perbuatan/
ihktiar sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal
dan ikhitiar manusia.15
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan adalah culture, berasal dari bahasa culere (bahasa Yunani), yang berarti mengerjakan tanah. Dengan mengerjakan tanah,
manusia mulai hidup sebagai penghasil makanan (food producing). Hal ini berarti, manusia telah berbudi daya mengerjakan tanah karena telah meninggalkan kehidupan yang hanya memungut hasil alam saja (food gathering).16 Menurut Ki Hajar Dewantara, kebudayaan adalah buah budi manusia, hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan masyarakat)yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi
pekertinya. Tujuh unsur kebudayaan universal yaitu lingkungan alam dan dempgrafi, asal mula suku bangsa, bahasa, teknologi, mata pencaharian, organisasi social, pengetahuan, kesenian dan religi/kepercayaan.
Sedangkan Malinowski, kebudayaan, pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai system kebutuhan manusia tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak
15Drs. Supartono W.M.M, Ilmu Budaya Dasar, Edisi Revisi GI, hal.3 16Ibid hal 7
budaya yang khas, misalnya guna memenuhi kebutuhan manusia atas
keselamatannya maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni seperangkat budaya dan bentuk tertentu seperti lembaga kemasyarakatan.
C.A. Van Peursen, kebudayaan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang
dan kehidupan setiap kelompok orang berlainan dengan hewan, manusia tidak dapat hidup begitu saja ditengah alam. Oleh karena itu, untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh alam, contoh, beras, agar dapat
dimakan harus diubah dulu menjadi nasi.17
Jadi kebudayaan berkenaan dengan cara manusia hidup, manusia belajar berfikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut
budayanya. Oleh karena itu, budaya mempengaruhi proses persepsi sedemikian rupa sehingga kita memiliki tatanan-tatanan perceptual yang tergantung pada budaya.18
2.4.1 Budaya Betawi
Suku Betawi berasal dari hasil perkawinan antar etnis dan bangsa di masa lalu. Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke
Batavia. Apa yang disebut dengan orang atau Suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta. Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai
17
Drs. Supartono. W.M.M, Ilmu Budaya Dasar, Edisi Revisi GI, hal 35
18Penyunting Drs. Deddy Mulyana, M.A & Drs. Jalaludin Rakhmat, M.Sc, Komunikasi Antar Budaya, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1989, hal 25
kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti orang Sunda,
Jawa, Arab, Bali, Sumbawa, Ambon, Melayu dan Tionghoa.
Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata "Batavia," yaitu nama kuno Jakarta yang diberikan oleh Belanda19.
Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang
Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.
Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun
1815-1893. Perkiraan ini didasarkan atas studi sejarah demografi penduduk Jakarta yang dirintis sejarawan Australia, Lance Castle. Di zaman kolonial Belanda, pemerintah selalu melakukan sensus, yang dibuat berdasarkan bangsa atau golongan etnisnya.
Dalam data sensus penduduk Jakarta tahun 1615 dan 1815, terdapat penduduk dari
berbagai golongan etnis, tetapi tidak ada catatan mengenai golongan etnis Betawi20.
Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690. Pada awal abad ke 20 ini masih terdapat beberapa rumah seperti ini di daerah Kota. Hasil sensus tahun 1893 menunjukkan hilangnya sejumlah golongan etnis yang sebelumnya ada. Misalnya saja orang Arab dan Moor,
orang Jawa dan Sunda, orang Sulawesi Selatan, orang Sumbawa, orang Ambon dan Banda, dan orang Melayu
Pada tahun 1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa dan menjadi mayoritas penduduk Batavia waktu itu.
Antropolog Universitas Indonesia lainnya, Prof Dr Parsudi Suparlan menyatakan, kesadaran sebagai orang Betawi pada awal pembentukan kelompok
etnis itu juga belum mengakar. Dalam pergaulan sehari-hari, mereka lebih sering menyebut diri berdasarkan lokalitas tempat tinggal mereka, seperti orang Kemayoran, orang Senen, atau orang Rawabelong21.
20Guinness, Patrick The Attitudes and values of Betawi Fringe Dwellers in Djakarta, Berita Antropologi 8 (September),1972, hal 78.
21Shahab, Yasmine (ed), Betawi dalam Perspektif Komtemporer: Perkembangan, Potensi, dan Tantangannya, Jakarta : LKB, 1997
Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis
dan sebagai satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan
Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga
mencakup penduduk di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai
bahasa nasional. Hal ini terjadi karena pada abad ke-6, kerajaan Sriwijaya menyerang pusat kerajaan Tarumanegara yang terletak di bagian utara Jakarta sehingga pengaruh bahasa Melayu sangat kuat disini.
Sejak akhir abad yang lalu dan khususnya setelah kemerdekaan (1945), Jakarta dibanjiri imigran dari seluruh Indonesia, sehingga orang Betawi — dalam arti apapun juga — tinggal sebagai minoritas. Pada tahun 1961, 'suku' Betawi
mencakup kurang lebih 22,9 persen dari antara 2,9 juta penduduk Jakarta pada waktu itu. Mereka semakin terdesak ke pinggiran, bahkan ramai-ramai digusur dan tergusur ke luar Jakarta. Walaupun sebetulnya, ’suku’ Betawi tidaklah pernah
ada di Indonesia hingga kini terus berlangsung dan melalui proses panjang itu
pulalah ’suku’ Betawi hadir di bumi Nusantara.
Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera.
Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20, Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang
berbeda dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia).22Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng (yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah
menjadi Cideung dan tearkhir menjadi Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah kuno Bujangga Manik yang saat ini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.
22Knoerr, Jacqueline Im Spannungsfeld von Traditionalitat und Modernitat:Die Orang Betawi und Betawi-ness in Jakarta, Zeitschrifr fur Ethnologie 128 (2), 2002,hal 203
Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa
Indonesia, bahasa informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi.
Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang
Portugis-Arab,dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong.
Orang Betawi sebagian besar menganut agama Islam. Tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Diantara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka
adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa.
Di Jakarta, orang Betawi sebelum era pembangunan orde baru, terbagi atas
beberapa profesi menurut lingkup wilayah (kampung) mereka masing-masing. Semisal di kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak
menjadi guru, pengajar, dan pendidik semisal K.H. Djunaedi, K.H. Suit, dll. Profesi
pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
Asumsi kebanyakan orang tentang masyarakat Betawi ini jarang yang berhasil, baik dalam segi ekonomi, pendidikan dan teknologi. padahal tidak sedikit orang betawi yang berhasil. sebut saja Muhammad Husni Thamrin, Benyamin S,
bahkan hingga Gubernur Jakarta saat ini, Fauzi Bowo.
Ada beberapa hal yang positif dari Betawi antara lain Jiwa sosial mereka
sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius. orang betawi juga sangat menjaga nilai-nilai agama yang tercermin dari ajaran orangtua (terutama yang beragama islam), kepada
anak-anaknya. Masyarakat betawi sangat menghargai pluralisme. hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat betawi dan pendatang dari luar Jakarta.
Orang betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat
betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi di lahan lahirnya sendiri, namun tetap ada optimisme dari masyarakat betawi generasi mendatang yang justru akan menopang modernisasi tersebut.
Diantara Tokoh Betawi: Benyamin Sueb (Seniman Betawi Legendaris), Muhammad Husni Thamrin (Pahlawan Nasional), Ismail Marzuki ( Pahlawan Nasional), Bokir (Seniman Lenong), Nasir (Seniman Lenong), Mandra (Artis), Fauzi Bowo (pejabat pemerintahan), K.H Noerali (Pahlawan Nasional & Ulama)23.
2.5 Special Event
Special event merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh humas guna
mendapatkan perhatian dan minat publik terhadap produk/jasa atau kebijakan organisasi, perusahaan.
Secara khusus, public relations special events bisa meningkatkan 4 unsur penting yakni:
1. Awareness ( pengenalan) produk/jasa,policy, organisasi 2. Pleasure, upaya pemenuhan selera publik
3. Knowledge, meningkatkan pengetahuan publik 4. Image, meningkat citra positif perusahaan.
Bentuk special events dilihat dari jenis kegiatannya terdiri dari :
1. Acara peresmian. Peresmian gedung/fasilitas baru, kantor cabang, dll
2. Acara peringatan tertentu, missal peringatan Isra Mi’raj, peringatan Hari
kemerdekaan
3. Acara komersial, peluncuran produk barang/jasa tertentu
4. Acara Sosial, misalnya pemberian santunan yatim piatu, sumbangan bencana, dll.
Bentuk-bentuk special events yang sudah dikenal saat ini di antaranya :
1. Festival, misalnya A Mild Jazz Festival, festival musik jazz yang diselenggarakan produsen rokok A Mild
2. Fair, misalnya Jakarta Fair, Banten Fair
3. Parade, biasanya menghadapi perayaan ahri-hari besar tertentu. 4. Seminar, acaranya lebih formal, membahas tema tertentu.
5. Open house, mengundang publik untuk mendatangi perusahaan guna melihat
langsung perusahaan tsb.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan special
1. Penyusunan jadwal, mulai dari persiapan, pelaksanaan atau kegiatan serta tema
dari special events itu sendiri, dan dukungan dana (budget) fasilitas, personel (manajemen) serta kemudian evaluasinya.
2. Personel yang terkait mensukseskan acara. Mulai dari panitia pelaksana,
sponsorhip, tamu undangan, sampai master of ceremony.
3. Rancangan pelaksanaan kegiatan, bagaimana bentuk penyajian dll. 4. Tujuan khusus dan umum special events tersebut.
2.5.1 Seminar
Tujuan seminar adalah untuk mengeksplorasi sebuah ide24. Dengan demikian seminar berbeda dengan pelatihan, di mana di dalam pelatihan, ada sebuah keahlian yang dibawakan oleh seorang yang menguasainya dan di dalam pelatihan terjadi transfer ilmu.
Yang kedua adalah bagaimana peran orang yang ikut di dalam seminar. Seminar adalah satu pertemuan di mana semua para pesertanya terlibat aktif. Di dalam seminar yang dimaksud ini, tidak ada pembicara dan peserta, seperti
yang dikenal dalam seminar pada umumnya. Tidak ada perbedaan antara pembicara dan peserta. Dengan demikian seminar dibedakan dari kuliah, di mana ada seorang lektor membawakan suatu tema atau ide, dan peserta kuliah
mendengarkan dan bertanya. Lektor adalah seseorang yang menguasai tema
tersebut, sedangkan peserta adalah orang yang mempelajari tema tersebut.
Untuk berjalannya sebuah seminar dengan baik perlulah dipikirkan beberapa syarat:
1. Ruang Seminar
Ruang seminar yang memadai adalah sebuah ruang yang
memungkinkan interaksi aktif selurah peserta seminar. Sebuah meja bundar besar adalah sebuah contoh yang baik. Atau kursi yang disusun dengan melingkar. Ruangan tentu saja harus cukup tenang dan cukup terang untuk
memberikan iklim yang enak untuk berseminar. Adanya sebuah papan tulis dapat membantu.
2. Peserta
Untuk berjalannya sebuah seminar dengan baik, semua peserta adalah
bukan kertas kosong yang menunggu diisi, seperti halnya kuliah. Mereka harus sudah membaca tentang tema yang akan diseminarkan. Mereka bisa membuat sebuah esei pendek tentang tema yang diseminarkan. Bila yang diseminarkan adalah sebuah teks, teks tersebut telah dibaca secara analitis, ditandai, disertai
Dengan terlebih dahulu membaca tentang tema yang akan
diseminarkan, mereka telah mengolahnya di dalam kepala mereka. Mereka telah memiliki bayangan akan apa yang diseminarkan. Kertas di tangan yang berisi ringkasan tema yang diseminarkan menurut masing-masing peserta, akan
memandu mereka nantinya di dalam seminar.
3. Moderator
Seorang moderator di dalam seminar berbeda dengan seorang lektor di dalam kuliah. Ia bukanlah seorang yang memberikan pelajaran, melainkan
orang yang mengarahkan jalannya seminar.
Semestinyalah seorang moderator adalah orang yang paling senior dalam tema yang akan diseminarkan. Ini bukan berarti pendapatnyalah yang paling benar. Senioritas dalam penguasaan materi semata-mata untuk mengarahkan seminar, karena ia mestinya yang paling tahu tentang seluk beluk
tema yang diseminarkan.
Peran seorang moderator ada dua: mengarahkan (directing) dan
memoderasi (moderating)25. Dalam mengarahkan, ia menjaga agar seminar tidak melenceng dari tema. Dengan memoderasi, ia menjaga agar tidak ada satu
orang atau satu ide tertentu yang terlalu mendominasi seminar sehingga seluruh
tema seminar tidak tereksplorasi dengan baik.
Sebelum seminar, seorang moderator harus telah membaca tema yang akan diseminarkan, menyiapkan catatan tentang tema tersebut, menentukan kata-kata kunci, dan menyusun pertanyaan-pertanyaan kunci yang nantinya akan ditanyakan di dalam seminar. Di awal seminar ia dapat menuliskan
terlebih dahulu poin-poin yang akan didiskusikan atau menggambarkan sebuah diagram yang mencerminkan ide yang akan didiskusikan.
Seorang moderator yang baik haruslah seorang pendengar dan pembicara yang baik. Ia mampu menangkap maksud sebuah pembicaraan dan membuatnya lebih jelas. Ia mampu memparafrasekan sebuah pertanyaan
menjadi pertanyaan lain yang lebih jelas.
Mengingat beratnya tugas seorang moderator, sebaiknya seorang
moderator tidak memimpin sebuah seminar lebih dari satu kali dalam sehari.
4. Jalannya seminar
Seminar dimulai dengan pengantar singkat dari moderator, dan langsung dilanjutkan dengan pertanyaan kunci yang dibahas oleh semua peserta
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya seminar berjalan baik:
1. Seminar adalah sebuah diskusi dua arah. Tidak ada seorang yang lebih
mendominasi pembicaraan. Adalah tugas moderator untuk memperhatikan ini.
2. Seminar bisa dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah jelas ada jawabannya, lalu mengarah ke pertanyaan-pertanyaan lain yang lebih dalam dan tidak jelas jawabannya. Pertanyaan jenis kedualah yang memberikan manfaat terbesar. Tidaklah banyak pertanyaan yang seperti
demikian.
3. Semua pertanyaan dan pernyataan dinyatakan dengan jelas tanpa ambiguitas. Jika sebuah pertanyaan atau pernyataan belum jelas, moderator harus bisa menunjukkan itu dan meminta sang pengujar untuk memperjelasnya.
4. Masih berhubungan dengan poin pertama, setiap pertanyaan haruslah jelas sebelum ditanggapi dengan jawaban. Penanggap berhak meminta
penjelasan lebih lanjut atas pertanyaan sebelum ia menjawab. Tanggapan tentunya juga harus relevan dengan pernyataan. Moderator juga harus memperhatikan ini.
5. Sebuah pertanyaan bisa dilihat sebagai jembatan kepada pertanyaan lain
yang lebih mendasar. Hanya dengan cara demikian sebuah seminar dapat memberikan manfaat lebih.
6. Bila ada istilah yang sama, tetapi dipakai dengan arti yang berbeda oleh beberapa orang, moderator harus menunjukkan itu dan membuat kesepakatan dalam arti apa istilah itu dipakai sebelum melanjutkan
seminar.
7. Etiket harus diperhatikan dalam sebuah seminar, seperti halnya di
sebuah meja makan. Bahasa harus santun dan tidak merendahkan. Moderator terlebih harus memberikan contoh yang dapat diikuti oleh peserta yang lain. Bukan berarti seminar tidak bisa dilakukan dengan
ringan dan diiringi tawa, namun canda dan tawa dilakukan dengan wajar dan memberi makna di dalam seminar. Tidak ada yang lebih membantu untuk mengingat ketimbang ide-ide kreatif yang kadang membangkitkan tawa.
8. Seminar adalah sebuah tempat untuk menggodok ide. Ia bukanlah
tempat untuk membenarkan diri. Setiap orang harus kritis namun menerima bila ada pendapat yang lebih baik. Di dalam seminar semua orang memiliki posisi yang sama.
9. Sebuah seminar yang baik tidaklah harus menghasilkan sebuah
kesimpulan tunggal. Setiap orang bisa pulang dengan pendapatnya masing-masing. Yang terpenting adalah mata mereka lebih terbuka, mereka telah melihat ide-ide baru yang sebelumnya tidak terpikirkan
oleh mereka.
Demikianlah sebuah seminar sebaiknya dilaksanakan. Dengan seminar
seperti ini, semua peserta dapat mengambil manfaat. Sebuah seminar yang baik seperti ini dapat memberi manfaat seumur hidup yang mengendap sebagai manfaat terbaik yang dapat diberikan oleh sebuah pendidikan.
BAB III METODOLOGI
3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif sebagai metode dalam suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistim pemikiran ataupun kelas
peristiwa pada masyarakat sekarang. Tujuannya yaitu untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat.26
Adapun deskriptif ditujukan untuk : (1) mengumpulkan informasi aktual
secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah lisan memeriksa kondisi dan praktek yang berlaku, (3) membuat perbandingan atau evakuasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang
akan datang.27
3.2 Metode Penelitian
Berdasarkan teknik pengamatannya, penelitian ini menggunakan metode
survei. Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan. Dengan survei, peneliti
26Mohamad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta. Ghalia Indonesia, 1988.Hlm. 141
hendaknya menggambarkan karakteristik tertentu dari suatu populasi, apakah
berkenaan dengan sikap, tingkah laku, atau aspek sosial lainnya.
Pada penelitian survei ini dilakukan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa, dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan dimasa yang akan datang. Penelitian ini dilakukan terhadap sejumlah individu dan unit, baik secara sensus maupun dengan sampel. Penelitian
survei ini berarti penelitian dengan mengambil sampel dari suatu polulasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.28
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala, nilai-nilai, tes, peristiwa-peristiwa dan
benda-benda sebagai sumber data yang memiliki karakteristik didalam suatu penelitian. Populasi juga merupakan jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga.29 Populasi juga sebagai wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai karakteristik tertentu dan mempunyai kesempatan
28Opcit, hal 13.
yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel.30Populasi dalam penelitian ini yaitu mahasiswa Universitas Trisakti sebagai peserta yang mengikuti seminar budaya Betawi dengan total sebanyak 75 mahasiswa.
3.3.2. Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Total Sampling, yakni seluruh populasi menjadi anggota yang akan diamati sebagai sampel, karena sampel yang besar cenderung memberikan / lebih mendekati nilai sesungguhnya terhadap populasi atau dapat dikatakan semakin kecil pula kesalahan (penyimpanan
terhadap nilai populasi). Sedangkan tehnik sampelnya adalah menggunakan teknik sampel purposif yakni menyeleksi responden berdasarkan kriteria – kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian.31
3.4. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari
lapangan oleh peneliti. Data primer ini juga disebut data asli atau data baru.
30
Umar Husein, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Raja Grafindo, Jakarta, 1999, hal 77. 31Rachmat Kriyantono. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Kencana Prenada Media Group,
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini menggunakan data primer berupa
angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner adalah tehnik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirim daftar pertanyaan kepada responden. Responden adalah orang yang memberikan tanggapan (respons). Atau
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.32 Dalam penelitian ini, yang menjadi responden adalah mahasiswa Universitas Trisakti yang mengikuti seminar budaya Betawi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data ini biasanya diperoleh melalui perpustakaan atau laporan-laporan peneliti terdahulu.33
3.5 Definisi Konsep
Persepsi
Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita untuk mengorganisasikan, menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. ,
32M.Iqbal Hasan, Opcit,hal 83. 33Ibid, hal 83.
Seminar
Seminar merupakan satu pertemuan yang dirancang guna membahas atau mengkomunikasikan suatu pesan kepada khalayak yang mengikuti kegiatan tersebut
di mana semua para pesertanya terlibat aktif.
Budaya Betawi
Budaya Betawi merupakan kebudayaan yang terbentuk dari hasil percampuran berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah
lain di Nusantara maupun kebudayaan asing seperti China, Arab, Portugis, Belanda. Cerminan dari kebudayaan tersebut dapat dilihat dari, bahasa, adat istiadat, kesenian yang membentuk jati diri masyarakat Betawi.
3.6 Operasionalisasi Konsep
Persepsi yang dimaksud pada penelitian ini adalah proses internal mahasiswa Universitas Trisakti yang mengikuti seminar serta dalam tahap pengetahuan, penafsiran dan sikap mereka terhadap isi seminar Budaya Betawi
a. Pengetahuan (Kognitif)
Pengetahuan terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsikan khalayak. Kognitif terjadi pada diri komunikan yang sifatnya
informatif bagi dirinya.
Pada operasionalisasi konsep, indikator yang digunakan untuk persepsi
pengetahuan (kognitif) dari isi seminar Budaya Betawi meliputi:
1. Pengetahuan mahasiswa tentang isi seminar Budaya Betawi:
a. Pengetahuan mahasiswa tentang sejarah Betawi
b. Pengetahuan mahasiswa tentang Gambang Kromong
c. Pengetahuan mahasiswa tentang Ondel – Ondel
d. Pengetahuan mahasiswa tentang Topeng Betawi
e. Pengetahuan mahasiswa tentang Lenong Betawi
3. Pengetahuan mahasiswa tentang istilah – istilah yang digunakan oleh
narasumber.
4. Pengetahuan mahasiswa tentang media pendukung presentasi seminar
Budaya Betawi:
a. Pengetahuan mahasiswa tentang isi website
b. Pengetahuan mahasiswa tentang isi brosur
c. Pengetahuan mahasiswa tentang slide show
d. Pengetahuan mahasiswa tentang isi video
b. Penafsiran (Interpretation)
Persepsi sebagai suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan – kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan
mereka.
Pada operasionalisasi konsep, indikator yang digunakan untuk persepsi
1. Penilaian mahasiswa tentang isi seminar Budaya Betawi:
a. Penilaian mahasiswa tentang sejarah Betawi
b. Penilaian mahasiswa tentang Gambang Kromong
c. Penilaian mahasiswa tentang Ondel – Ondel
d. Penilaian mahasiswa tentang Topeng Betawi
e. Penilaian mahasiswa tentang Lenong Betawi
2. Penilaian mahasiswa tentang penjelasan narasumber
3. Penilaian mahasiswa tentang istilah – istilah yang digunakan oleh
narasumber.
4. Penilaian mahasiswa tentang media pendukung presentasi seminar Budaya Betawi:
a. Penilaian mahasiswa tentang isi website
b. Penilaian mahasiswa tentang isi brosur
c. Penilaian mahasiswa tentang slide show
TABEL 1.1
OPERASIONALISASI KONSEP
No Variabel Dimensi Unsur Indikator
1 Persepsi Pengetahuan Pengetahuan mengenai isi (kognitif) Seminar Budaya Betawi:
1.Mahasiswa mengetahui Sangat mengetahui Sejarah Budaya Betawi
Mengetahui 2.Mahasiswa dapat mengetahui
Gambang Kromong sebagai Kurang mengetahui Bagian dari musik Betawi
Tidak mengetahui 3.Mahasiswa dapat mengetahui
Ondel - ondel sebagai bagian
da-Sangat tidak mengetahui ri teater Betawi
4.Mahasiswa dapat mengetahui Topeng Betawi sebagai bagian dari tari Betawi
5.Mahasiswa dapat mengetahui Lenong sebagai bagian dari teater Betawi
6.Mahasiswa dapat mengetahui penjelasan narasumber 7.Mahasiswa dapat mengetahui
penggunaan istilah yang digu-Nakan narasumber
Pengetahuan mahasiswa Tentang media pendukung Seminar:
8.Mahasiswa dapat mengetahui isi pesan dalam brosur 9.Mahasiswa mengetahui isi
10.Mahasiswa mengetahui isi pe-san yang ditampilkan dalam slide show
11.Mahasiswa mengetahui isi pe-san yang ditampilkan dalam Video
2 Penafsiran Penilaian mengenai isi
Seminar :
12.Penilaian mahasiswa tentang Sangat baik Sejarah Betawi
Baik 13.Penilaian mahasiswa tentang
Gambang Kromong sebagai Kurang baik bagian dari musik Betawi
Tidak baik 14.Penilaian mahasiswa tentang
Ondel - ondel sebagai bagian Sangat tidak baik dari teater Betawi
15.Penilaian mahasiswa tentang Topeng Betawi sebagai bagian dari tari Betawi
16.Penilaian mahasiswa tentang Lenong Betawi sebagai bagian dari teater Betawi
17.Penilaian mahasiswa terhadap penjelasan narasumber 18.Penilaian mahasiswa tentang
istilah - istilah yang digunakan narasumber
Penilaian mahasiswa tentang media pendukung Seminar :
19.Penilaian mahasiswa tentang isi pesan dalam brosur
20.Penilaian mahasiswa tentang isi pesan dalam website 21.Penilaian mahasiswa tentang
isi pesan yang ditampilkan Dalam slide show
22.Penilaian mahasiswa tentang isi pesan yang ditampilkan Dalam video
3.7 Tehnik Analisa Data
Pada penelitian ini, pada tahap analisa data diawali dengan memproses seluruh hasil kuesioner yang telah dijawab responden, untuk kemudian dilanjutkan dengan membuat koding data guna mengklarifikasikan jawaban- jawaban responden
menurut macamnya. Kemudian menyajikan data – data tersebut dalam bentuk tabel frekuensi. Setelah itu diadakan analisa kuantitatif yang dikaitkan dengan teori – teori yang relevan.
Tahap selanjutnya dilakukan pemeriksaan keabsahan data, kemudian tahap interpretasi data guna menarik suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dengan menggunakan skala Likert maka variabel dapat diukur dan dijabarkan menjadi indikator – indikator menjadi komponen yang dapat diukur.
Komponen yang diukur kemudian dijadikan sebagi titik tolak untuk menyusun item
instrumen berupa pertanyaan – pertanyaan untuk dijawab oleh responden.
Jawaban dari setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Selanjutnya indikator dikomputerisasikan untuk mendapatkan satu kesatuan akan tingkat jawaban responden dengan mengukur setiap poin seperti:
Jawaban Bobot Nilai
Pilihan jawaban 1 5
Pilihan jawaban 2 4
Pilihan jawaban 3 3
Pilihan jawaban 4 2
Pilihan jawaban 5 1
Kategori tersebut akan dipilih oleh responden yang diajukan untuk mengetahui bagaimana Persepsi mahasiswa Trisakti Jakarta terhadap Seminar Budaya Betawi yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta.
Analisa data jawaban pada kuesioner mengenai hal tersebut ditentukan
dalam weight mean score yakni34:
∑ = ni x i x 100% n + 5
Keterangan :
ni : jumlah jawaban responden
n : jumlah responden
5 : jumlah kategori
i : variasi
Yang kemudian dimasukkan kedalam penelitian yaitu:
80 – 100 = Sangat positif
70 – 79 = Positif
60 – 69 = Cukup positif
50 – 59 = Kurang positif
< 50 = Tidak positif
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Objek Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah sebuah instansi Pemerintahan yakni Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Jakarta dimana Dinas Kebudayaan dan
Permuseuman merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pelestarian kebudayaan dan permuseuman.
4.1.1 Profil Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Dinas Kebudayaan dan Permuseuman dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Dinas kebudayaan dan permuseuman dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Asisten Kesejahteraan Masyarakat.
Tugas pokok dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman adalah melaksanakan pembinaan, pegawasan dan pengembangan kebudayaan yang
meliputi kesenian, kesastraan dan kebahasaan, budaya, spiritual, folklor dan lingkungan budaya, kesejarahan, arkeologi, dan permuseuman.
Sedangkan fungsi dari Dinas Kebudayaan dan Permuseuman adalah:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebudayaan dan permuseuman.
b. Perencanaan kegiatan kebudayaan dan permuseuman.
c. Pembinaan kebudayaan dan permuseuman dalam rangka meningkatkan kualitas kebudayaan dan permuseuman.
d. Pelaksanaan kegiatan sosialisaasi, informasi dan promosi kebudayaan dan
permuseuman.
e. Penyelenggaraan pembelajaran pada masyarakat yang melliputi sekolah, sanggar, dan lembaga seni budaya serta masyarakat umum di bidang
kebudayaan dan permuseuman.
f. Penilaian, pengkajian, pendokumentasian, pelestarian dan pengembangan kebudayaan dan permuseuman.
g. Pelaksanaan dan pengawasan pemugaran, pengelolaan, pemanfaatan
bangunan dan lingkungan cagar budaya.
h. Penyediaan, pengelolaan, pendayagunaan sarana dan prasarana kebudayaan dan permuseuman dalam rangka pelayanan masyarakat.
i. Pemberian izin tertentu di bidang kebudayaan dan permuseuman.
j. Pelaksaaan kerjasama dengan instansi terkait baik di dalam maupun luar negeri dalam rangka pengembangan kebudayaan dan permuseuman.
k. Pemberian sertifikat untuk tenaga teknis keahlian kebudayaan,
permuseuman, karya budaya, benda cagar budaya dan situs arkeologi. l. Pemungutan retribusi di bidang kebudayaan dan permuseuman.
m. Pemberian bantuan kepada masyarakat kebudayaan dan permuseuman.
n. Pengelolaan dukungan teknis dan administratif. o. Pembinaan teknis pelaksanaan kegiatan suku dinas.
4.1.3 Peran Humas Dinas Kebudayaan dan Permuseuman
Dinas Kebudayaan dan Permuseuman selaku unsur pelaksana Pemerintah
Daerah di bidang Kebudayaan dan Permuseuman menyerahkan tugas dan fungsi Humasnya kepada Sub Dinas Promosi dimana didalamnya terdapat Seksi Publikasi dan Informasi. Seksi Publikasi dan informasi berperan untuk mempublikasikan kegiatan – kegiatan seni budaya dan permuseuman melalui media cetak, elektronik
dan sarana lainnya, menyelenggarakan penerbitan hasil kegiatan seni budaya dan permuseuman, menyelenggarakan kegiatan penyuluhan seni budaya dan permuseuman bagi masyarakat, mendistribusikan hasil penerbitan dan rekaman
kegiatan seni budaya dan permuseuman.Disamping peran tersebut Seksi Publikasi dan Informasi juga menyelenggarakan hubungan fungsional dengan instansi terkait yang berhubungan dengan fungsinya serta menerapkan prinsip koordinasi, integrasi
dan sinkronisasi baik di lingkungan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman maupun
dalam hubungan – hubungan dengan instansi lain baik Pemerintah maupun Swasta.
4.2 Hasil Penelitian
Analisa data merupakan suatu tahapan yang sangat penting dalam metode
ilmiah. Karena dengan menganalisa, data tersebut akan diberi arti dan makna yang bermanfaat dalam memecahkan masalah penelitian.
Jumlah total mahasiswa yang mengikuti seminar sebanyak 75 orang dan diambil secara total sampling. Dalam analisis ini penulis menggunakan tabel
tunggal dan dianalisis secara deskriptif. Secara berurutan akan dibahas bagaimana persepsi mahasiswa Trisakti terhadap seminar Budaya Betawi yang diadakan oleh Dinas Kebudayaan & Permuseuman dalam tahap pengetahuan, penafsiran, dan
sikap.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan membagikan kuesioner kepada responden, maka penulis menguraikan hasil penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut:
4.2.1 Identitas Responden
Berdasarkan karakteristik responden dapat dijelaskan dalam berbagai kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.1 Jenis Kelamin
n=75
NO Angkatan Jenis Kelamin f %
1 2005 Laki - laki 9 12 % Perempuan 11 14,7 % 2 2006 Laki - laki 11 14,7 % Perempuan 10 13,3 % 3 2007 Laki - laki 14 18,7 % Perempuan 20 26,7 % Jumlah 75 100% Sumber: Kuesioner no 1
Berdasarkan hasil jawaban dari 75 responden yang tertera pada tabel 2.1 diperoleh keterangan mengenai jenis kelamin responden angkatan 2005, 2006, 2007, yang terbagi menjadi laki – laki dan perempuan. Dengan jumlah responden
angkatan 2005 laki – laki sebanyak 9 responden atau sebesar 12%, dan responden perempuan sebanyak 11 atau14,7%. Responden angkatan 2006 laki – laki sebanyak 11 responden atau sebesar 14,7% dan responden perempuan sebanyak 10 responden atau sebesar 13,3 %.Responden angkatan 2007 laki – laki sebanyak 14 responden
Tabel 2.2. Usia n=75 NO Usia f % 1 18 – 20 tahun 45 60% 2 20 - 22 tahun 18 24% 3 22 tahun keatas 12 16% Jumlah 75 100% Sumber: Kuesioner no 2
Berdasarkan hasil jawaban dari 75 responden yang tertera pada tabel 2.2
diperoleh keterangan mengenai usia responden yang terbagi menjadi tiga kategori yaitu: usia 18 – 20 tahun sebanyak 45 responden atau sebesar 60%. Usia 20 – 22 tahun tahun keatas sebanyak 18 responden atau 24%. Usia 22 tahun keatas sebanyak 12 responden atau sebanyak 16%
Tabel 2.3
Angkatan Peserta Seminar
n=75
NO Angkatan Peserta Seminar f %
1 2005 12 16%
2 2006 18 24%
3 2007 45 60 %
Jumlah 75 100%
Sumber : Kuesioner no 3
Berdasarkan hasil jawaban dari 75 responden yang tertera pada tabel 2.3 dapat diketahui bahwa peserta seminar angkatan 2005 sebanyak 12 responden atau