KAIDAH ‘ILLAH PADA HADIS (Sanad dan Matan)
Dipresentasekan pada Seminar Mata Kuliah “Qawa>‘id al-Tah}di>s\”
Semester II
Konsentrasi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Kelas Reguler
Oleh:
Muhammad Dirman Rasyid 80600216003
Dosen Pemandu:
Prof. Dr. Hj. Rosmaniah Hamid, M.Ag. Dr. Tasmin Tangngareng, M.Ag.
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2017
1
Kaidah dalam periwayatan hadis merupakan hal yang sangat penting, mengingat kedudukan hadis sebagai sumber kedua ajaran Islam. Hal ini diperlukan sebagai upaya menjaga keotentikan hadis. Dalam upaya tersebut ulama telah menyusun kaidah berkaitan dengan syarat-syarat diterima atau ditolaknya suatu riwayat demikian pula dengan tingkatan kualitas suatu riwayat, apakah layak dijadikan hujjah atau hanya sebatas untuk diketahui saja.
Dalam kaidah periwayatan hadis, suatu hadis dapat diterima atau dinyatakan sahih apabila memenuhi lima unsur yaitu, pertama bersambungnya sanad, kedua diriwayatkan oleh orang-orang yang adil, ketiga diriwayatkan oleh orang-orang yang
d}a>bit}, keempat tidak syaz\, dan kelima tidak mengandung ‘illah.1 Di antara kelima
unsur tersebut yang tersulit untuk diketahui adalah persoalan ‘illah, bahkan dianggap
sebagai ilmu yang paling rumit di antara cabang ilmu-ilmu hadis.2
Ilmu tentang ‘illah ini biasa disebut sebagai ilmu ‘ilal hadis memuat tentang kaidah-kaidah mengenai ‘illah pada hadis yang berfungsi untuk menyingkap kecacatan tersembunyi dan samar dalam sebuah hadis dan ini hanya diketahui oleh seseorang memiliki pengetahuan yang luas tentang hadis baik dari segi sanad maupun dari segi matan, sebab ‘illah bisa terjadi pada sanad maupun matan. Menurut Ibn al-S{alah} dalam
1Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Tadri>b al-Ra>wi> fi Syarh Taqri>b al-Nawa>wi>, Juz 1 (Al-Riya>d}: Da>r
T{aibah, [t.th.]) , h. 60.
2‘A<dil Ibn ‘Abd al-Syaku>r Ibn ‘Abba>s al-Zurqi>, Qawa>‘id al-‘Ilal wa Qara>’in al-Tarji>h}
2
Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu ini merupakan ilmu yang mulia dan halus yang hanya dapat diketahui oleh Ahl al-Khibrah, yaitu orang-orang yang mempunyai pengalaman luas
serta pemahaman yang cemerlang.3
Pengetahuan mengenai kaidah ‘illah pada hadis merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mengetahui sebuah riwayat apakah sahih atau tidak, jika terdapat illah di dalamnya tentu hal tersebut akan menurunkan kualitas suatu hadis yang bisa saja sebelumnya dinilai sahih atau secara kasat mata tampak sahih menjadi d}a‘i>f. Selain itu, kaidah ini juga berfungsi untuk menjaga keotentikan hadis sebagai sumber ajaran Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka pokok masalah pada makalah ini adalah “bagaimana kaidah ‘illah pada hadis?”. Bertolak dari pokok masalah tersebut maka dirumuskan sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaiamana hakikat kaidah ‘illah pada hadis? 2. Bagaimana wujud kaidah ‘illah pada hadis?
3. Bagaimana kedudukasn dan urgensi kaidah ‘illah pada hadis?
C. Tujuan dan Kegunaan 1. Tujuan
a. Untuk menjelaskan hakikat kaidah ‘illah pada hadis. b. Untuk mendeskripsikan kaidah ‘illah pada hadis. c. Untuk memahami ugensi kaidah ‘illah pada hadis.
3Hasbi Ash-Shiddieqy, Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis, Vol. 2 (Cet. VI; Jakarta: Bulan
2. Kegunaaan
a. Makalah ini diharapkan memiliki arti ilmiah yang dapat menambah informasi, memperkaya dan mengembangkan khasznah keilmuan dan keislaman, khususnya dalam kajian ilmu hadis dan memberikan gambaran serta penjelasan mengenai kaidah ‘illah pada hadis.
b. Secara praktis, makalah ini diharapkan dapat menjadi khasanah keilmuan bagi mahasiswa yang mempelajari ilmu-ilmu hadis.
4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ‘Illah
Secara bahasa term‘illah merupakan term yang terbentuk dari kata dasar
ّ لع
,yang mempunyai makna antara lain; penghalang, sakit atau penyakit4, pengalihan
seseatu. Adapun bentuk objek dari kata kerja tersebut adalah
لَّلعم
atauلولعم
.5 Ditinjaudari segi bahasa dan dikaitkan dengan hadis, maka secara leksikal ‘illah pada hadis diartikan sebagai suatu kecacatan atau penyakit yang dapat menjadi penghalang bagi hadis menyebabkan kualitasnya jatuh.
Adapun yang dimaksud ‘illah dalam must\}alah} al-h}adi>s\ secara umum adalah segala seseatu yang menyebabkan jatuhnya kesahihan hadis, baik yang nyata maupun samar. Sedangkan makna ‘illah yang lebih khusus dan yang dimaksudkan pada para pakar hadis adalah sebab-sebab tersembunyi atau samar yang menjatuhkan kualitas kesahihan suatu hadis yang tampak atau terlihat (secara kasat mata) sebagai hadis yang
dapat diterima (sahih atau hasan).6
Menurut Ibn S{ala>h}, ‘illah merupakan istilah untuk suatu sebab samar yang menjadikan suatu mengakibatkan turunnya kualitas suatu hadis, dan hadis mu‘allal adalah hadis yang di dalamnya terdapat cacat sehingga menyebabkan jatuhnya
4Ah}mad Ibn Fa>ris, Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lugah, Juz 4 ([t.t.]: Da>r alFikr, 1979 M/1399 H) , h.
13-14.
5Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Tadri>b al-Ra>wi> fi Syarh Taqri>b al-Nawa>wi>, Juz 1, h. 254.
6Abi> Usya>mah Was}i> Allah Ibn Muh}ammad ‘Abba>s, ‘Ilm ‘Ilal H{adi>s\ wa Dauruhu fi H{ifz}
kualitas kesahihan, sedangkan tampak (secara z}a>hir) hadis itu terbebas dari cacat tersebut .7
Dari beberapa pengertian di atas mengenai ‘illah secara khusus dapat dipahami bahwa ruang lingkup dari ‘illah adalah hadis-hadis yang tampak selamat dari cacat atau hadis-hadis secara z}a>hir tidak cacat dalam pengertian bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh orang-orang adil dan s\iqah. Dalam hal ini al-Hakim menyatakan bahwa hadis yang dinyatakan ber-‘illah bukanlah hadis yang diriwayatkan oleh
orang-orang yang dikategorikan jarh}.8 Dari pengertian tersebut juga dipahami bahwa‘illah
harus mencakup dua kategori, yaitu; pertama dia adalah seseatu yang tersembunyi, dan kedua seseatu itu menyebabkan jatuhnya kualitas hadis.
Agar dapat mengetahui hakikat dari ‘illah, maka perlu diketahui perbedaan anatara dalil-dalil ‘illah, sebab-sebab ‘illah dan ‘illah itu sendiri. Jadi, yang dimaksud dengan dalil-dalil ‘illah adalah tanda atau indikator yang membuka atau menampakkan ‘illah pada suatu hadis, dan hal ini hanya diketahui oleh seorang ulama kritikus hadis yang kepakaran dan otoritas keilmuannya diakui, ‘illah pada hadis ini diibaratkan penyakit dalam pada manusia yang hanya bisa diketahui oleh dokter spesialis pada bidang tersebut yang mengetahui gejala, tanda dan indikator penyakit itu. Menurut pakar kritikus hadis indikator dari ‘illah pada suatu hadis antara lain dapat dilihat dari berbedanya hadis tersebut dengan riwayat lain, terjadinya penyimpangan dalam riwayat, dan kesalahan periwayatan dengan makna. Kemudian, yang dimaksud sebab-sebab ‘illah adalah sebab-sebab-sebab-sebab terjadinya kesalahan dalam riwayat seperti kurangnya
7‘Usma>n Ibn ‘Abd al-Rah}ma>n Taqy al-Di>n Ibn al-S{ala>h}, Muqaddimah Ibn a;-S{ala>h} (Bairu>t:
Da>r al-Fikr al-Mu‘a>s}arah, 1986 M/1406H), h. 90.
8Ma>hir Ya>si>n Fah}l al-Hi>ti>, As\ar ‘Ilal al-H{adi>s\ fi Ikhtila>f al-Fuqaha> (‘Amma>n: Da>r ‘Amma>r,
6
ke-s\iqah-an dan ke-d}a>bit}-an, dan ‘illah merupakan kesalahan atau kecacatan yang
terdapat dalam riwayat atau hadis.9
Dari penjelasan dan uraian di atas tampak bahwa ada hubungan atau persamaan pada beberapa hal antara hadis mu‘allal atau hadis yang terindikasi terdapat‘illah dan hadis sya>z}. Hubungan antara keduanya adalah hubungan umum dan khusus, maksudnya adalah tiap hadis sya>z} merupakan hadis yang terindikasi tedapat ‘illah, jadi
hadis sya>z} bisa dikatakan bagian dari hadis yang ber-‘illah.10 Yang membedakan
keduanya adalah pada hadis yang ber-‘illah mencakup semua riwayat atau hadis yang mempunyai cacat, sedangakan hadis sya>z} hanya mencakup riwayat atau hadis yang berbeda dengan riwayat atau hadis diriwayatkan oleh yang lebih s\iqah atau lebih d}a>bit}. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semua hadis yang sya>z} pasti ber-‘illah atau memiliki cacat, tapi tidak semua hadis yang ber-‘illah.
B. Tinjauan Epistemologis ‘Illah pada Hadis 1. Metode Mengetahui ‘Illah pada Hadis
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengetahuan mengenai ‘illah pada hadis merupakan pengetahuan yang cukup rumit, olehnya itu ia hanya dapat diketahui oleh pakar hadis yang berkompeten dalam arti memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang hadis secara mendalam serta luas. Menurut Ibn al-Madi>ni> dalam al-Suyu>t}i>, tidak dapat diketahui kesalahannya (‘illah) kecuali setelah menghimpun semua
jalur-jalur periwayatan.11 Selain itu, hal lain yang membuat penelitian ‘illah pada hadis sulit
9Yu>suf Ibn Jaudah Yasn Da>wudi>, Syarh Manz}u>mah Baiqu>niyyah fi ‘Ilm Mus}t}a>lah}
al-H{adi>s\ (Al-Manu>fiyyah: Da>r al-Andalus, 2015 M/1436 H), h. 52-53.
10Yu>suf Ibn Jaudah Yasn Da>wudi>, Syarh Manz}u>mah Baiqu>niyyah fi ‘Ilm Mus}t}a>lah}
al-H{adi>s\, h. 54.
karena ‘illah mencakup hadis yang bertentangan dan hadis yang tersendiri dalam periwayatannya.
Namun, secara garis besar metode untuk mengetahui atau melacak ‘illah pada
hadis, dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut:12
a. Menghimpun jalur-jalur hadis yang berbeda-beda.
b. Langkah selanjutnya adalah menentukan topik perbedaan yang dimaksud, kemudian meneliti tiap riwayat yang berbeda tersebut dan meneliti juga keadaan rawi-rawi serta negeri-negeri mereka dan keistimewaannya dibanding rawi yang berbeda dengannya.
c. Setelah melalukan penelitian pada langkah sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemilihan antara riwayat mana yang sahih dan mana yang mengandung ‘illah atau melakukan kompromi antar riwayat jika hal tersebut memungkinkan.
2. Objek ‘Illah pada Hadis
Adapun yang dimaksdukan objek di sini adalah letak terjadinya ‘illah pada hadis. ‘Illah pada hadis dapat terjadi pada sanad dapat pula terjadi pada matan, atau terjadi pada keduanya sekaligus, tetapi pada banyak kasus ‘illat lebih sering ditemukan pada sanad dibanding yang lainnya. Terjadinya ‘illah pada sanad karena sanad hadis terputus, seperti sanad yang tampak bersambung dari marfu‘ ternyata mauqu>f atau
ternyata mursal,13 bisa juga dikarenakan kesalahan penyebutan nama rawi.
Berikut contoh ‘illah pada sanad:
12‘A<dil Ibn ‘Abd al-Syaku>r Ibn ‘Abba>s al-Zurqi>, Qawa>‘id al-‘Ilal wa Qara>’in al-Tarji>h}, h. 40. 13Muhammad Yahya, Kaedah-Kaedah Periwayatan Hadis Nabi (Makassar: Alauddin Press,
8
ام
ّ
هاور
ّ
ىلعي
ّ
نب
ّ
ديبع
ّ
،يسفانطلا
ّ
نع
ّ
،يروثلا
ّ
نع
ّ
ورمع
نب
رانيد
،ّ
نع
ّ
نبا
ّ
،رمع
ّ
نع
ّ
بينلا
ّ
ىلص
ّ
الله
ّ
هيلع
ّ
ملسو
ّ:
ِّّناَعِّ يَ بْلا
ّ
ِّّراَيِّْلِّْبِ
ّّ
ّ لُك
ّ
ّ د ِّحاَو
ّ
اَمُهْ نِّم
ّ
ىَلَع
ّ
ِّّهِّب ِّحاَص
ّ
،ِّراَيِّْلِّْبِ
ّ
اَمّ
َّْلّ
اَقَّرَفَ تَ ي
ّ
َّّلِّّإ
ّ
َّعْيَ ب
ّ
ِّّراَيِّْلْا
14Menurut Ibn al-S{ala>h}, hadis di atas sanadnya bersambung dan diriwayatkan dari
rawi adil dari rawi adil, matannya pun sahih tetapi sanadnya terdapat ‘illah.15 Letaknya
pada kesalahan Yu‘la Ibn ‘Ubaid dalam menyebutkan nama “‘Amr Ibn Dina>r”, semestinya yang tepat adalah “‘Abd Allah Ibn Dina>r” sebagaimana yang diriwayatkan
para imam-imam yang lainnya.16 Seperti yang diriwayatkan Imam Bukha>ri> dan Imam
Muslim yang menyebutkan “‘Abd Allah Ibn Dina>r”, bukan “‘Amr Ibn Dina>r”. Berikut riwayat yang dikeluarkan Imam Bukha>ri>| dan Imam Muslim dalam kitabnya:
اَنَ ثَّدَح
ّ
ُّدَّمَُمُ
ّ
ُّنْب
ّ
،َفُسوُي
ّ
اَنَ ثَّدَح
ّ
،ُناَيْفُس
ّ
ّْنَع
ّ[
ص
:
65
ّ]
دْبَع
َللّا
نْب
راَني د
،ّ
ِّّنَع
ّ
ِّّنْبا
ّ
َّرَمُع
ّ
َّيِّضَر
ّ
َُّّللّا
ّ
،اَمُهْ نَع
ّ
ِّّنَع
ّ
ِّّ ِّبيَّنلا
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
،َمَّلَسَو
ّ
َّلاَق
ّ:
«
ّ لُك
ّ
ِّّْيَعِّ يَ ب
ّّ
َلّ
ّ
َّعْيَ ب
ّ
اَمُهَ نْ يَ ب
ّ
َّّتَّح
ّ
،اَقَّرَفَ تَ ي
ّ
َّّلِّّإ
ّ
َّعْيَ ب
ّ
ِّّراَيِّلْا
»
ّ.
)يراخبلاّهاور(
17ّ
اَنَ ثَّدَح
ّ
َّيَْيَ
ّ
ُّنْب
ّ
، َيَْيَ
ّ
َّيَْيََو
ّ
ُّنْب
ّ
،َبو يَأ
ّ
،ُةَبْ يَ تُ قَو
ّ
ُّنْباَو
ّ
، رْجُح
ّ
َّلاَق
ّ
َّيَْيَ
ّ
ُّنْب
ّ
َّيَْيَ
ّ:
،َنَََبَْخَأ
ّ
َّلاَقو
ّ
َّنوُرَخ ْلْا
ّ:
اَنَ ثَّدَح
ّ
ُّليِّعاَْسِّْإ
ّ
ُّنْبّ
، رَفْعَج
ّ
ْنَع
دْبَع
الل
نْب
راَني د
،ّ
ُّهَّنَأ
ّ
َّعَِّسْ
ّ
َّنْبا
ّ
،َرَمُع
ّ
ُّلوُقَ ي
ّ:
َّلاَق
ّ
ُّلوُسَر
ّ
ِّّالله
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
َّمَّلَسَو
ّ«
ّ لُك
ّ
ِّّْيَعِّ يَ ب
ّ
َّلّّ
َّعْيَ ب
ّ
اَمُهَ نْ يَ ب
ّ
َّّتَّح
ّ
،اَقَّرَفَ تَ ي
ّ
َّّلِّّإ
ّ
ُّعْيَ ب
ّ
ِّّْلْا
ِّّراَي
»
ّ.
)ملسمّهاور(
18Adapun contoh dari ‘illah pada matan adalah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dengan jalur tunggal dari al-Wali>d Ibn Muslim, sebagai berikut:
14Abu> Yu‘la> Ah}mad Ibn ‘Ali>, Musnad Abi> Yu’la>, Juz 10 (Damasyq: Da>r al-Ma’mu>n li al-Tura>s\,
1984 M/1404 M), h. 192.
15Muhammad Yahya, Kaedah-Kaedah Periwayatan Hadis Nabi, h. 132. 16Ma>hir Ya>si>n Fah}l al-Hi>ti>, As\ar ‘Ilal al-H{adi>s\ fi Ikhtila>f al-Fuqaha>, h. 32.
17Muh}ammad Ibn Isma>‘i>l al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 3 ([t.t.]: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422
H), h. 64.
18Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H}asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, Al-Musnad al-S{ah}i>h}
al-Mukhtas}ar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasu>l Allah S}alla Allah ‘Alaihi wa Sallam, Juz 3 (Bairu>t: Da>r
ّ يِّعاَزْوَلأاّاَنَ ثَّدَحّ مِّلْسُمُّنْبُّدْيِّلَولاّةياورّنم
ّ
ّْنَع
ّ
َّةَداَتَ ق
ّ
ُّهَّنَأّ
ّ
َّبَتَك
ّ
ِّّهْيَلِّإ
ّ
ُّهُِّبَُْيُ
ّ
ّْنَع
ّ
ِّّسَنَأ
ّ
ِّّنْب
ّ
، كِّلاَم
ّ
ُّهَّنَأ
ّ
ُّهَثَّدَح
ّ
َّلاَق
ّ"ّ:
ُّتْيَّلَص
ّ
َّفَلَخ
ّ
ِّّ ِّبيَّنلا
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
َّمَّلَسَو
ّ
ِّّبَأَو
ّ
، رْكَب
ّ
،َرَمُعَو
ّ
،َناَمْثُعَو
ّ
اوُناَكَف
ّ
َّنوُحِّتْفَ تْسَي
ّ
ِّّب
ّ
ُّدْمَْلْا
ّ
َِِّّّّللّ
ّ
ِّّ بَر
ّ
،َيِّمَلاَعْلا
ّ
َل
َنوُرُكْذَي
{
مْس ب
الل
نَْحَْرلا
مي حَرلا
[ }
ةتحافلا
:
1
]
ف
لَوَأ
ةَءاَر ق
َلَو
ف
اَه ر خآ
ّ"
19Hadis di atas terjadi ‘illah pada matan, yang secara jelas menafikan pembacaan basmalah sebelum al-Fa>tih}ah. Hal ini berbeda dengan apa yang diriwayatkan yang lainnya dengan tidak menyebutkan penafian pembacaan basmalah, sebagaimana dalam riwayat Imam al-Bukha>ri> berikut:
اَنَ ثَّدَح
ّ
ُّصْفَح
ّ
ُّنْب
ّ
،َرَمُع
ّ
َّلاَق
ّ:
اَنَ ثَّدَح
ّ
،ُةَبْعُش
ّ
ّْنَع
ّ
،َةَداَتَ ق
ّ
ّْنَع
ّ
ِّّسَنَأ
ّ
ِّّنْب
ّ
ّ كِّلاَم
ّ"ّ:
َّّنَأ
ّ
َِّّّبيَّنلا
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
َّمَّلَسَو
ّ
َّبَِأَو
ّ
، رْكَب
ّ
َّرَمُعَو
ّ
َّيِّضَر
ّ
َُّّللّا
ّ
اَمُهْ نَع
ّّ
اوُناَك
ّ
َّنوُحِّتَتْفَ ي
ّ
َّةَلاَّصلا
ّ
ِّّب
ّ
{
ُّدْمَلْا
ّ
َِِّّّّللّ
ّ
ِّّ بَر
ّ
َّيِّمَلاَعلا
[ّ}
ةتحافلا
ّ:
2
]
" 20 Penambahan redaksi pada hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dianggap sebagai periwayatan dengan makna dengan memahami redaksiّ
َِِّّّّللّ
ّ
ُّدْمَْلْا
ّ
ِّّب
ّ
َّنوُحِّتْفَ تْسَي
ِّّ بَر
ّ
،َيِّمَلاَعْلا
sebagai tidak dibacanya basmalah, sedang pemahan tersebut kurang tepat.Sebab makna dari redaksi tersebut adalah shalat dibuka dengan surat al-Fa>tih}ah (
ّ
ُّدْمَلْا
َّيِّمَلاَعلاِّّّ بَرَِِّّّّّللّ
), dan tidak menafikan pembacaan basmalah.21Kemudian adapun contoh dari ‘illah pada sanad dan matan adalah hadis yang diriwayatkan Ibn Ma>jah dalam sunan-nya:
19Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H}asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, Al-Musnad al-S{ah}i>h}
al-Mukhtas}ar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasu>l Allah S}alla Allah ‘Alaihi wa Sallam, Juz 1 (Bairu>t: Da>r
Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, [t.th.]), h. 299.
20Muh}ammad Ibn Isma>‘i>l al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 1 ([t.t.]: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422
H), h. 149.
21Abu> al-H{usain ‘Ali> Ibn ‘Umar al-Da>ruqt}uni>, Al-‘Ilal al-Wa>ridah fi al-Ah}a>di>s\ al-Nabawiyyah,
10
اَنَ ثَّدَح
ّ
وُرْمَع
ّ
ُّنْب
ّ
َّناَمْثُع
ّ
ِّّنْب
ّ
ِّّديِّعَس
ّ
ِّّنْبّ
ّ
ِّّيِّثَك
ّ
ِّّنْب
ّ
اَنيِّد
ّ رّ
ّ يِّصْمِّْلْا
ّ
َّلاَق
ّ:
اَنَ ثَّدَح
ّ
ُّةَّيِّقَب
ّ
ُّنْب
ّ
ِّّديِّلَوْلا
ّ
َّلاَق
ّ:
اَنَ ثَّدَح
ّ
ُّسُنوُي
ّ
ُّنْب
ّ
َّديِّزَي
ّ
، يِّلْيَْلأا
ّ
ِّّنَع
ّ
ِّّ يِّرْه زلا
،
ْنَع
، لِاَس
نَع
نْبا
،َرَمُع
ّ
َّلاَق
ّ:
َّلاَق
ّ
ُّلوُسَر
ّ
َِّّّللّا
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
َّمَّلَسَو
ّ:
«
ّْنَم
ّ
َّكَرْدَأ
ّ
ّ ةَعْكَر
ّ
ْن م
ة َلََص
ةَعُمُْلْا
ّ
ّْوَأّ
،اَهِّْيَغ
ّ
ّْدَقَ ف
ّ
َّكَرْدَأ
ّ
َّة َلاَّصلا
»
22Abu> H{a>tim menjelaskan bahwa hadis tersebut cacat dari segi sanad dan matannya. Sebenarnya hadis ini diriwayatkan melalui Abu> Salamah dari Abu> Hurairah sebagaimana dalam S{ah}i>h} al-Bukha>ri>:
اَنَ ثَّدَح
ّ
ُّدْبَع
ّ
َِّّّللّا
ّ
ُّنْب
ّ
،َفُسوُي
ّ
َّلاَق
ّ:
َّنَََبَْخَأ
ّ
،ٌكِّلاَم
ّ
ِّّنَع
ّ
ِّّنْبا
ّ
، باَهِّش
ّ
ّْنَع
ّ
ِّّبَأ
ّ
َّةَمَلَس
ّ
ِّّنْب
ّ
ِّّدْبَع
ّ
،ِّنَْحَّْرلا
ّ
ّْنَع
ّ
ّ ِّبَأ
ّ
َّةَرْ يَرُه
ّ:
َّّنَأ
ّ
َّلوُسَر
ّ
َِّّّللّا
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
َّمَّلَسَو
ّ
َّلاَق
ّ:
«
ّْنَم
ّ
َّكَرْدَأ
ّ
ّ ةَعْكَر
ّ
َّنِّم
ّ
،ِّةَلاَّصلا
ّ
ّْدَقَ ف
ّ
َّكَرْدَأ
ّ
َّةَلاَّصلا
»
23Dan dalam S{ah}i>h} Muslim:
اَنَ ثَّدَحَو
ّ
َّيَْيَ
ّ
ُّنْب
ّ
، َيَْيَ
ّ
َّلاَق
ّ:
ُّتْأَرَ ق
ّ
ىَلَع
ّ
، كِّلاَم
ّ
ِّّنَع
ّ
ِّّنْبا
ّ
، باَهِّش
ّ
ّْنَع
ّ
ِّّبَأ
ّ
َّةَمَلَس
ّ
ِّّنْب
ّ
ِّّدْبَع
ّ
،ِّنَْحَّْرلا
ّ
ّْنَع
ّ
ّ ِّبَأ
ّ
،َةَرْ يَرُه
ّ
َّّنَأ
ّ
َِّّّبيَّنلا
ّ
ىَّلَص
ّ
ُّالله
ّ
ِّّهْيَلَع
ّ
،َمَّلَسَو
ّ
َّلاَق
ّ:
«
ّْنَم
ّ
َّكَرْدَأ
ّ
ّ ةَعْكَر
ّ
َّنِّم
ّ
،ِّة َلاَّصلا
ّ
ّْدَقَ ف
ّ
َّكَرْدَأ
ّ
َّة َلاَّصلا
»
24ّ
Adapun dari segi matannya tampak redaksi
ةعملْا
نم
berbeda dengan redaksihadis yang dikeluarkan oleh Imam Bukha>ri> dan Imam Muslim. Sehingga menurut Abu>
H{a>tim itu merupakan seseatu yang diakibatkan salah sangka,25
ّ
jadi kesalahanmemahami sebagaimana pendapat Abu> H{a>tim merupakan sebab terjadinya ‘illah. Adapun berbedanya redaksi yang oleh riwayat lebih kuat pada hadis tersebut
merupakan indikator ‘illah, dan ‘illah pada hadis tersebut adalah frasa
ةعملْا
نم
.
22Ibn Ma>jah Abu> ‘Abd Allah Muh{ammad Ibn Yazi>d al-Qazawaini>, Sunan Ibn Ma>jah, Juz 1
([t.t.]: Da>r Ih}ya> al-Kutub al-‘Arabi>, [t.th.]), h. 356.
23Muh}ammad Ibn Isma>‘i>l al-Bukha>ri>, S{ah}i>h} al-Bukha>ri>, Juz 1, h. 120.
24Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H}asan al-Qusyairi> al-Naisa>bu>ri>, Al-Musnad al-S{ah}i>h}
al-Mukhtas}ar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasu>l Allah S}alla Allah ‘Alaihi wa Sallam, Juz 1, h. 423.
3. Jenis-Jenis ‘Illah
Al-H{a>kim membagi jenis-jenis ‘illah menjadi sepuluh jenis, adapun pembagian
yang dimaksud adalah sebagai berikut:26
a. Riwayat yang sanadnya tampak sahih tapi di dalamnya terdapat rawi yang tidak diketahui apakah ia mendengar langsung hadis yang diriwayatkannya. b. Me-marfu>‘ hadis mursal.
c. Hadis yang mah}fu>z} dari seornag sahabat kemudian diriwayatkan darinya dua rawi atau lebih yang berbeda negara. Seperti jika rawi dari Madinah meriwayatkan dari rawi Kufah, mereka “tergelincir” dalam periwyatan. d. Hadis yang mah}fu>z} dari seornag sahabat kemudian diriwayatkan dari
tabi’in, lalu menjadikan tabi’in seoalah-olah langsung menerima dari Rasulullah saw.
e. Hadis yang diriwayatkan dengan ‘an-‘an dan di antara perawinya ada yang gugur, diketahui melalui jalur-jalur lain.
f. Berbedanya rawi dengan yang lebih s\iqah.
g. Perbedaaan mengenai penamaan guru seorang rawi dan ke-majhu>l-annya. h. Seorang rawi merwayatkan hadis dari seorang yang ia temui dan secara
langsung mendengar darinya, namun ia tidak mendengar beberapa hadis tertentu. Ketika ia meriwayatkan hadits tersebut tanpa perantara, maka ‘illah pada hadis tersebut adalah ia tidak pernah mendengar hadis tersebut dari orang itu.
26Abu> ‘Abd Allah H{a>kim Ibn Bi>‘, Ma‘rifah ‘Ulu>m H{adi>s\ (Cet. II; Bairu>t: Da>r Kutub
12
i. Jalur suatu hadis yang cukup populer, tetapi salah satu perawinya meriwayatkan suatu hadits dari jalur yang berbeda dengan jalur tersebut, maka rawi dalam jalur tersebut terkena wahm.
j. Seorang rawi meriwayatkann hadis marfu>‘ dari suatu jalur dan hadis mauqu>f dari jalur lainnya.
4. Skema ‘Illah pada Hadis
Sebagai gambaran umum mengenai ‘illah pada hadis serta untuk memudahkan memahami pembahasan ini, maka penting untuk menyusun skema mengenai ‘illah pada hadis.
Skema ‘Illah pada Hadis
C. Kedudukan dan Urgensi Kaidah ‘Illah pada hadis
Para ulama khususnya ulama dalam bidang ilmu hadis memandang ilmu atau kaidah tentang ‘illah pada hadis merupakan seseatu yang sangat penting. Di antara sebabnya karena terhindarnya suatu hadis dari ‘illah merupakan salah satu syarat kesahihan hadis. ‘Illah pada Hadis Sanad dan Matan Sanad Matan
‘Abd al-Rah}ma>n Ibn Mahdi> dalam Ibn Abu> H{a>tim menyatakan bahwa ia lebih senang untuk mengetahui satu ‘illah dalam hadis yang ia riwayatkan dibanding menulis
dua puluh hadis yang bukan dari riwayatnya.27 Sementara itu, Ibn H{ajar al-Asqala>ni>
memandang bahwa ilmu ini merupakan bagian yang tersulit dari ilmu-ilmu hadis yang hanya diketahui oleh orang-orang yang dikarunia Allah ilmu serta pengetahuan yang
luas.28 Dengan ilmu ini seseorang dapat membuka dan menyingkap kecacatan suatu
riwayat sehingga diketahui mana yang sahih dan tidak.
Melalui kaidah atau ilmu ini dapat diketahui mengenai penambahan dan pengurangan dalam matan suatu hadis, memberikan gambaran mengenai kesalahan pemahaman dalam periwayatan dengan makna. Sehingga, pemahaman terhadap maksud dan tujuan hadis Nabi saw. pun tidaklah salah.
Dengan pengetahuan terhadap ‘illah memberikan pengetahuan baru terkait rawi-rawi yang secara kasat mata terlihat selamat dari cacat, namun setelah diteliti oleh pakar kritikus hadis yang mempunyai ototritas dalam bidang ini ditemukan kecacatan-kecacatan mereka. Tentu pelacakan ini bukan untuk membongkar aib melainkan sebagai bentuk keseriusan umat dalam menjaga hadis Nabi saw.
27Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn Muh}ammad Ibn Abi> H{a>tim, Al-‘Ilal li Ibn Abi> H{a>tim,
Juz 1 ([t.t.]: Da>r al-H{ami>d}i>, 2006 M/1424 H), h. 388.
28Ibn H{ajar al-Asqala>ni>, Al-Nukat ‘ala Kita>b Ibn al-S{ala>h}, Juz 2 (Al-Madi>nah al-Munawwarah:
14
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Dari uraian pada bab sebelumnya mengenai kaidah ‘illah pada hadis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. ‘Illah dalam kaidah hadis merupakan salah satu syarat kesahihan hadis, dalam arti suatu riwayat harus terhindar dari ‘illah serta memenuhi syarat-syarat lainnya sehingga suatu riwayat bisa dinyatakan sahih. ‘Illah merupakan seseatu yang tersembunyi atau samar yang dapat merusak kualitas suatu hadis. Karena ia seseatu yang tersembunyi atau samar pada hadis sehingga ketika suatu hadis tidak diteliti dengan seksama maka tampak hadis tersebut selamat dari cacat (‘illah). Adapun sebab terjadinya ‘illah bisa karena kurangnnya ke-s\iqah-an dan ke-d}a>bit}-an seorang rawi.
2. Ada banyak jenis dari ‘illah namun secara garis besarnya dapat ditinjau dari objek atau letak terjadinya. Ditinjau dari letak terjadinya maka dapat dibagi tiga, pertama ‘illah pada sanad, kedua ‘illah pada matan dan ketiga ‘illah pada sanad dan matan sekaligus. Ketiga objek ini bisa dijadikan sebagai kaidah mayor dalam ‘illah pada hadis dengan turunan sepuluh jenis sebagaimana yang telah diklasifikasikan oleh al-H{a>kim. Adapun metode untuk mengetahui atau mengidentifikasi ‘illah pada hadis adalah harus dengan cara mengumpulkan riwayat-riwayat dengan jalan yang berbeda-beda berkaitan dengan hadis tersebut.
3. Pengetahuan mengenai kaidah ‘illah pada hadis merupakan hal yang sangat penting. Sebab dengan mengetahui ‘illah pada suatu hadis dapat diketahui
antara hadis-hadis yang dapat diterima dan diamalkan dan hadis-hadis yang cukup untuk diketahui dan dipelajari saja. Hal ini juga dimaksudkan sebagai bentuk pemeliharaan dan penjagaan kemurnian hadis Nabi saw.
B. Implikasi
Implikasi dari makalah ini secara teoritis diharapkan memiliki konstribusi dalam pengembangan kajian keislaman terkhusus dalam bidang ilmu-ilmu hadis. Lebih rinci lagi pembahasan pada makalah ini yaitu, ‘illah, terlebih literatur mengenai pembahasan ini hampir mirip di banyak tempat. Olehnya itu, pada kesimpulan ditperkenalkan suatu istilah menengani kaidah mayor dalam ‘illah yang mencakup tiga objek ‘illah pada hadis, dengan kaidah minor atau turunannya mengadopsi klasifikasi jenis-jenis ‘illah oleh al-H{a>kim.
Adapun secara praktis, diharapkan makalah ini dapat berkonstribusi pada mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar, khususnya konsentrasi ilmu al-Qur’an dan ilmu hadis.
16
DAFTAR PUSTAKA
‘Abba>s, Abi> Usya>mah Was}i> Allah Ibn Muh}ammad. ‘Ilm ‘Ilal al-H{adi>s\ wa Dauruhu fi
H{ifz} al-Sunnah al-Nabawiyyah. Al-Riya>d}: Da>r al-Mihaj, [t.th.].
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadis. Vol. 2. Cet. VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Asqala>ni>, Ibn H{ajar. Al-Nukat ‘ala Kita>b Ibn S{ala>h}. Juz 2. Al-Madi>nah al-Munawwarah: ‘Ima>dah al-Bahs\ al-‘Ilmi> bi Ja>mi‘ah al-Isla>miyyah, 1984 M/1404 H.
al-Bukha>ri>, Muh}ammad Ibn Isma>‘i>l. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 1. [t.t.]: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
---. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 3. [t.t.]: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.
Da>ruqt}uni>, Abu> H{usain ‘Ali> Ibn ‘Umar. Al-‘Ilal Wa>ridah fi Ah}a>di>s\ al-Nabawiyyah. Juz 1. Al-Riya>d}: Da>r T{aibah, 1985 M/1405 M.
al-Da>wudi>, Yu>suf Ibn Jaudah Yasn. Syarh al-Manz}u>mah al-Baiqu>niyyah fi ‘Ilm
Mus}t}a>lah} al-H{adi>s\. Al-Manu>fiyyah: Da>r al-Andalus, 2015 M/1436 H.
al-Hi>ti>, Ma>hir Ya>si>n Fah}l. As\ar ‘Ilal al-H{adi>s\ fi Ikhtila>f al-Fuqaha>. ‘Amma>n: Da>r ‘Amma>r, 2000 M/1420 H.
Ibn ‘Ali>, Abu> Yu‘la> Ah}mad. Musnad Abi> Yu’la>. Juz 10. Damasyq: Da>r al-Ma’mu>n li al-Tura>s\, 1984 M/1404 M.
Ibn Abi> H{a>tim, Abu> Muh}ammad ‘Abd al-Rah}ma>n Ibn Muh}ammad. Al-‘Ilal li Ibn Abi> H{a>tim. Juz 1. [t.t.]: Da>r al-H{ami>d}i>, 2006 M/1424 H.
Ibn al-S{ala>h}, ‘Usma>n Ibn ‘Abd al-Rah}ma>n Taqy al-Di>n. Muqaddimah Ibn al--S{ala>h}. Bairu>t: Da>r al-Fikr al-Mu‘a>s}arah, 1986 M/1406H.
Ibn Bi>‘, Abu> ‘Abd Allah H{a>kim. Ma‘rifah ‘Ulu>m H{adi>s\. Cet. II; Bairu>t: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1977 M/1397 H.
Ibn Fa>ris, Ah}mad. Mu‘jam Maqa>yi>s al-Lugah. Juz 4. [t.t.]: Da>r alFikr, 1979 M/1399 H.
al-Naisa>bu>ri>, Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-H}asan al-Qusyairi>. Al-Musnad al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasu>l Allah S}alla Allah ‘Alaihi wa Sallam. Juz 1. Bairu>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, [t.th.].
---. Al-Musnad al-S{ah}i>h} al-Mukhtas}ar bi Naql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila> Rasu>l Allah
S}alla Allah ‘Alaihi wa Sallam. Juz 3. Bairu>t: Da>r Ih}ya>’ al-Tura>s\ al-‘Arabi>, [t.th.].
al-Qazawaini>, Ibn Ma>jah Abu> ‘Abd Allah Muh{ammad Ibn Yazi>d. Sunan Ibn Ma>jah. Juz 1. [t.t.]: Da>r Ih}ya> al-Kutub al-‘Arabi>, [t.th.].
al-Suyu>t}i>, Jala>l al-Di>n. Tadri>b al-Ra>wi> fi Syarh Taqri>b al-Nawa>wi>. Juz 1. Al-Riya>d}: Da>r T{aibah, [t.th.].
Yahya, Muhammad. Kaedah-Kaedah Periwayatan Hadis Nabi. Makassar: Alauddin Press, 2012.
al-Zurqi>, ‘A<dil Ibn ‘Abd al-Syaku>r Ibn ‘Abba>s. Qawa>‘id al-‘Ilal wa Qara>’in al-Tarji>h}. Al-Riya>d}: Da>r al-Muh}addis\, 1425 H.
al-Qazawaini>, Ibn Ma>jah Abu> ‘Abd Allah Muh{ammad Ibn Yazi>d. Sunan Ibn Ma>jah. Juz 1. [t.t.]: Da>r Ih}ya> al-Kutub al-‘Arabi>, [t.th.].
---. S{ah}i>h} al-Bukha>ri>. Juz 3. [t.t.]: Da>r T{auq al-Naja>h, 1422 H.