• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

x DAFTAR ISI

JUDUL……… i

PRASYARAT GELAR………. ii

LEMBAR PENGESAHAN………... iii

UCAPAN TERIMAKASIH……….. iv

ABSTRAK………. viii

ABSTRACT………... ix

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR GAMBAR………. xiii

DAFTAR TABEL……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………. xv

DAFTAR ISTILAH……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN………. 1 1.1 Latar Belakang………. 1 1.2 Rumusan Masalah……… 7 1.3 Tujuan Penelitian………. 8 1.3.1 Tujuan Umum………. 8 1.3.2 Tujuan Khusus………. 9 1.4 Manfaat Penelitian……… 9 1.4.1 Manfaat Teoretis……….. 9 1.4.2 Manfaat Praktis……….... 10

1.5 Ruang Lingkup Penelitian………. 10

1.5.1 Ruang Lingkup Masalah……….. 10

1.5.2 Ruang Lingkup Objek……….. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN………... 11

2.1 Tinjauan Pustaka………... 11

2.2 Konsep Penelitian…………...……….. 16

2.2.1 Pelabuhan………. 17

2.2.2 Pusat Perdagangan……… 18

2.2.3 Pemerintah Kolonial Belanda………... 19

2.3 Landasan Teori……….. 20

2.3.1 Teori Perkembangan Pelabuhan………... 20

2.3.2 Teori Struktural Fungsional…...……….. 22

2.3.3 Teori Perdagangan Internasional……….. 23

2.4 Model Penelitian……… 26

BAB III METODE PENELITIAN………... 28

3.1 Rancangan Penelitian………. 28

(2)

xi

3.3 Jenis dan Sumber Data………... 29

3.3.1 Jenis Data……….. 29

3.3.2 Sumber Data……….. 29

3.4 Instrumen Penelitian………... 30

3.5 Teknik Pengunpulan Data……….. 31

3.5.1 Studi Pustaka………. 31

3.5.2 Observasi ……….. 31

3.5.3 Wawancara……….... 32

3.6 Teknik Analaisis Data……… 33

3.6.1 Analisis Kualitatif………. 33

3.6.2 Analasis Kontekstual………. 33

3.6.3 Analisis Etnoarkeologi……….. 34

3.7 Penyajian Hasil Penelitian……….. 34

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN…...………. 37

4.1 Identifikasi Lokasi Penelitian………. 37

4.1.1 Letak Geografis Pelabuhan Sangsit………... 37

4.1.2 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Sangsit………. 39

4.2.Sejarah Pelabuhan Sangsit Sampai pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda………... 45

4.3 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Sangsit pada abad XIX…………. 50

4.4 Tinggalan Arkeologi di Desa Sangsit……… 53

4.4.1 Pelabuhan Sangsit Kuno………... 53

4.4.2 Pasar Desa Sangsit……… 57

4.4.3 Jalan Raya Provinsi ……….. 60

4.4.4 Rumah Tinggal (Ex Kantor Syahbandar)……...………... 62

4.4.5 Rumah Milik Pedagang Cina………. 65

BAB V FAKTOR PENDUKUNG PERKEMBANGAN PELABUHAN SANGSIT PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA………... 69

5.1 Faktor-faktor Pendukung Perkembangan Pelabuhan Sangsit Menjadi Pusat Perdagangan Pada Masa Pemerintah Kolonial Belanda Abad XIX……… 67

5.1.1 Faktor Geografis……… 70

5.1.2 Faktor Sosial Ekonomi……….. 75

5.1.3 Faktor Sosial Budaya………. 80

5.1.4 Faktor Politik………. 87

BAB VI PERAN DAN KONTRIBUSI PELABUHAN SANGSIT PADA MASA PEMERINTAHAN KOLONIAL BELANDA... ... 94

6.1 Peran dan Kontribusi Pelabuhan Sangsit Pada Masa Pemerintah Kolonial Belanda………... 94

(3)

xii

6.1.1 Bidang Ekonomi...……… 95

6.1.2 Bidang Politik……...……… 109

6.1.3 Bidang Sosial Budaya.……….. 117

6.2 Pelabuhan Sangsit Pasca Masa Penjajah Kolonial………. 122

BAB VII PENUTUP……..………... 127

7.1 Simpulan………... 127

7.2 Saran………. 129

Daftar Pustaka………. 131

(4)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Model Penelitian…………... 26 Gambar 4.1 Masjid Jami’ Almunawwarah……… 56 Gambar 4.2 Pasar Desa Sangsit………. 58 Gambar 4.3 Jalan Raya Provinsi (Singaraja-Sangsit-Kubutambahan)………….. 62 Gamabr 4.4 Kantor Syahbandar berarsiketur fungsionalis……… 63 Gambar 4.5 Kantor Syahbandar Tampak Samping Kiri……… 64 Gambar 4.6 Rumah Miliki Pedagang Cina………. 66

(5)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pertanian Tanaman Pangan Desa Sangsit Tahun 2014………….. 41 Tabel 4.2 Hasil Pertanian Tanaman Holtikultura Desa Sangsit Tahun 2014…….. 41 Tebel 4.3 Hasil Perkebunan Desa Sangsit Tahun 2014……….. 41 Tabel 4.4 Hasil Peternakan Desa Sangsit tahun 2014……… 44 Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Desa Sangsit Menuru Angkatan Kerja……….. 45 Tabel 5.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Buleleng tahun 1837-1930………… 82 Tabel 5.2 Jumlah Distrik Keresidenan Singaraja Tahun 1930……… 83 Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Asing yang menetap di Buleleng Tahun 1930……... 83 Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Pribumi nonBali Tahun 1930………. 84 Tabel 6.1 Tabel Pelayaran Kapal dari Bali ke Pelabuhan Lainnya di Hindia Belanda

tahun 1880……… 93 Tabel 6.2 Perbandingan Ekspor dan Impor Bali Utara ahun 1869……….. 96 Tabel 6.3 Ruas Jalan Penghubung Bali Utara……….. 103

(6)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Informan……….. 135

Lampiran 2. Daftar Wawancara……….. 136

Lampiran 3. Peta Provinsi Bali……… 137

Lampiran 4. Peta Kabupaten Buleleng……… 138

Lampiran 5. Peta Kecamatan Sawan………... 139

Lampiran 6. Peta Desa Sangsit……… 140

Lampiran 7. Peta Pelabuhan Sangsit Kuno……….. 141

(7)

xvi

DAFTAR ISTILAH

Subandar : Syahbandar/ kepala pelabuhan. Yuridis : Aspek hukum dalam suatu wilayah.

Art Nouveau : Seni rupa modern yang kaya akan ornamen yang identik dengan karakteristik tumbuhan yang berliuk-liuk.

Art Deco : Seni rupa yang didalamnya merupakan gabungan dari beberapa gaya dan gerakan dari awal abad 20, seperti kubisme, art nouveau, dan moderenisme.

Hinterland : Daerah pedalaman pendukung perkembangan pelabuhan (penghasil barang dagangan dari pertanian dan perkebunan). Foreland : Daerah depan/luar (pesisir pantai).

Traktat : Perjanjian antarnegara baik dalam hal perjanjian persahabatan ataupun perjanjian perdamaian.

Tawan Karang : Hak istimewa yang dimiliki raja-raja di Bali untuk merampas dan menguasai kapal yang terdampar di seluruh pesisir Bali. Pumpunan : Tempat berhimpun/ tempa berkumpul.

Comparative : Keunggulan relatif suatu barang dalam perdagangan

Advantage internasonal yang diukur berdasarkan rasio nilai tukar suatu barang terhadap barang lain.

Market City : Kota perdagangan.

Tangkad Keramat : Sekumpulan batu karang yang membentuk suatu gugusan yang berfungsi untuk pemecah ombak.

Bulakan : Sebuah tempat (seperti sumur) yang berfungsi untuk tempat penampungan air.

Malignant Cattarhal : Penyakit ingusan pada sapi. Fever

Cultuurstelsel : Sistem Tanam Paksa

Kontrolir : Pengawas Pemerintah Hindia Belanda yang kedudukannya di bawah Asisten Residen.

(8)

viii ABSTRAK

Pada abad X Pelabuhan Sangsit sudah berperan sebagai pelabuhan dagang, hal tersebut berdasarkan pada hasil penelitian Balai Arkeologi tahun 1998 berupa temuan keramik yang berasal dari Dinasti Sung (abad X-XIII) dan Dinasti Ming (abad XVI-XVIII). Berfungsinya Pelabuhan Sangsit membuka peluang bagi para pedagang baik lokal maupun asing untuk mencari penghidupan yang lebih baik, dan menjadikan Pelabuhan Sangsit menjadi daerah urban yang heterogen. Pada masa Pemerintah Kolonial Belanda, berpotensi melakukan perdagangan ekspor impor yang didukung dengan beberapa faktor menjadikan Pelabuhan Sangsit sebagai pusat perdagangan abad XIX di Bali. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor pendukung perkembangan serta peranan Pelabuhan Sangsit pada masa Pemerintah Kolonial Belanda abad XIX.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori perkembangan pelabuhan, teori perdagangan internasional, dan teori struktural fungsional. Penelitian yang bersifat kualitatif ini menggunakan metode pengumpulan data seperti studi pustaka, observasi dan wawancara. Hasil yang diperoleh adalah faktor-faktor pendukung perkembangan Pelabuhan Sangsit yang menjadikan Pelabuhan Sangsit sebagai pusat perdagangan di Bali abad XIX, yakni faktor Gegrafis, faktor sosial ekonomi, faktor sosial budaya, dan faktor politik, melalui faktor tersebut dapat diketahui kontribusi yang diberikan Pelabuhan Sangsit untuk masyarakat khususnya di Bali dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya.

(Kata Kunci: Pelabuhan Sangsit, Faktor Perkembangan, Kolonial Belanda, Pusat Perdagangan, Peran).

(9)

ix ABSTRACT

In the 10th century, Sangsit Harbor had been functioned as a trading harbor. It is based on the research done by archaeology Center in 1998, in the form of ceramic findings dated from Sung Dynasty (10th-13th century) and Ming Dynasty (16th-18th). Sangsit Harbor gave opportunities for both local and foreign trader to seek a better life and made it heterogeneous urban areas. During the Dutch Government, the Harbor Sangsit had ability to do import and export trade that was support by several factors and made it became the center of trading in 19th century in Bali. This study aims to identify development factors and the role of the Harbor Sangsit during the Dutch Colonial Government to the 19th century.

The theories used in this research are port development theory, international trade theory, and the theory of structural-functional. This qualitative research using data collection methods such as literature study, observation, and interviews. The results obtained are factors of development of the Harbor Sangsit that made it as trading center in Bali. In 19th century these factors are factor of geographic, socio economic, culture, and politic. Through these factors, the contributions of Harbor Sangsit for the society could be known. The contribution are in the fields of economic, politic, and socioculture.

(Keywords: Sangsit Harbor, Development Factor, Dutch Colonial, Trading Center, Role).

(10)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buleleng adalah salah satu kabupaten di Bali yang kaya dengan tinggalan arkeologi, hampir menyamai Kabupaten Gianyar. Mulai tahun 1954 Buleleng mendapat perhatian dalam penelitian, karena terus ditemukan data baru baik dalam ekskavasi maupun survei. Pada tahun 1954 Goris telah melakukan penelitian terhadap prasasti Bali Kuno yang ada di Buleleng dan sekitarnya (Goris, 1954; Bagus, 2010: 145-146). Banyaknya temuan tinggalan arkeologi di Bali Utara membuktikan Bali Utara berperan penting pada masa lalu. Tinggalan arkeologi yang ditemukan bukan saja produk lokal, dicurigai pula berasal dari luar seperti temuan keramik, gerabah, beberapa tipe seni arca yang jarang ditemukan di Bali Selatan (Geria, 2002: 399).

Data tentang perdagangan di Bali selain terdapat dalam prasasti-prasasti juga terdapat pada bangunan-bangunan pelinggih yang antara lain disebut dengan Ratu Ayu Subandar, Ratu Ngurah Subandar, dan Ratu Ulang Alu yang ditemukan pada beberapa pura di Bali, seperti pada teras IV Pura Besakih di bagian barat terdapat pelinggih Ida Ratu Ayu Subandar, Ida Ratu Ulang Alu, Pelinggih Ratu Subandar, dan pelinggih Ratu Ulang Alu yang didedikasikan untuk pemujaan atau memuliakan Dewa perdagangan (Suarbhawa, 2010: 222-223). Pada uraian di atas telah disebutkan kata “subandar” atau “syahbandar”, yang merupakan bahasa Persia yang berarti raja

(11)

2

atau kepala pelabuhan, dan dapat disimpulkan bahwa perdagangan di Bali tidak hanya dilakukan di pasar, namun juga dilakukan di pelabuhan.

Pelabuhan kuno di Bali telah diidentifikasi bersamaan dengan penelitian benda arkeologis seperti gerabah, keramik, dan prasasti-prasasti Bali Kuno. Berdasarkan yang dilakukan di Desa Sembiran mengindikasikan bahwa pelabuhan tertua di Bali yakni terdapat di Desa Sembiran Kecamatan Tejakula. Temuan yang berhasil ditemukan berupa gerabah rolet (rolet merupakan pola hias lingkar pada gerabah karena dihasilkan oleh roda pemutarnya yang berasal dari India dan diperkirakan dibuat sekitar 200 SM dan sudah ada di Bali atau Indonesia pada awal masehi). Pelabuhan kuna selanjutnya berdasarkan Prasasti (Prasasti Blanjong 835 Saka/913 M) yakni Pelabuhan yang terletak di Blanjong Sanur.

Hasil penelitian prasasti yang telah diteliti terdapat pada Prasasti no 353 Sawan/Bila AI yang berangka tahun 945 Saka (1023 M), Prasasti no 409 Sembiran AIV bertahun 987 Saka (1065 M), isi prasasti tersebut menerangkan bahwa terdapat pelabuhan yang cukup penting dalam perdagangan maritim di Pesisir Buleleng, yaitu Pelabuhan Manasa. Pelabuhan ini tidak saja untuk kepentingan para pedagang dari seluruh Nusantara, seperti dari Bugis, Jawa, dan Madura namun juga sama pentingnya bagi para pedagang asing seperti dari India dan Cina, hal ini dibuktikan dengan tinggalan-tinggalan arkeologi yang telah ditemukan, yakni berupa keramik yang berasal dari Dinasti Sung (abad X-XIII), dan Dinasti Ming (abad XVI-XVIII). Keramik dari dahulu sampai sekarang mempunyai fungsi sebagai wadah kubur, sebagai bekal kubur, sebagai penghias bangunan, sebagai perlengkapan upacara

(12)

3

perkawinan, sebagai batu nisan sebagai perabot rumah tangga, sebagai barang dagangan, alat tukar, dan hadiah. Keberadaan keramik asing ini menunjukkan bahwa salah satu bukti bahwa Bali sudah mengadakan hubungan dengan orang asing memalui perdagangan lalu lintas laut dengan pelabuhan sebagai sarananya (Bagus, 2009:147).

Orang Belanda pertama kali datang ke Bali tahun 1597 dalam rangka menjalin hubungan persahabatan, namun setelah menemukan adanya perdagangan budak dan opium/candu yang dilakukan di Pesisir Pantai Utara Bali mengakibatkan Belanda berusaha untuk memonopoli perdagangan yang sangat menguntungkan ini, sehingga tujuan kedatangan Belanda ke Bali mulai berlanjut pada taraf perdagangan dan akhirnya sampai kepada perbuatan traktat dalam upaya mengikat raja-raja di Bali sebagaimana tercermin dalam perjanjian penghapusan tawan karang (Agung, 1989:5).

Keikutsertaan Raja Buleleng mengadakan kontrak dengan pemerintah Belanda, maka secara yuridis Belanda berhak atas wilayah Buleleng, tetapi secara de

facto kerajaan Buleleng tetap tidak mau tunduk terhadap Belanda. Kemudian dari

pihak Belanda kembali mengadakan perjanjian, khusus mengenai hukum tawan

karang pada tanggal 8 Mei 1843 sebagai penegasan terhadap perjanjian tahun 1841,

tetapi Raja Buleleng tetap bersikeras mempertahankan hukum tersebut. Melihat tindakan Raja Buleleng tersebut, Pemerintah Kolonial Belanda melakukan ekspedisi militernya pada tahun 1846 dan 1849, sehingga pada tahun 1849 Buleleng telah berhasil ditaklukkan oleh Belanda (Partama, 1992:9).

(13)

4

Pada tahun 1850 Belanda mulai menata pemerintahannya di Buleleng dengan menempatkan seorang Controllir van Bloeman Waanders di Singaraja. Birokrasi Pemerintah Kolonial bekerjasama dengan para bangsawan Bali keturunan penguasa tradisional untuk diberi wewenang memunguti pajak dan upeti dari penduduk dan petani. Juga ditetapkan tertib pemerintahan wilayah-wilayah dengan membentuk distrik-distrik yang masih dipimpin punggawa-punggawa rezim lama (Satrodiwiryo, 2007:10).

Kebijaksanaan politik yang dilakukan Pemerintah Kolonial Belanda adalah untuk menguasai dalam bidang ekonomi sehingga berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat Buleleng. Kota pelabuhan dan dagang yang disandang Buleleng sebagai akibat kebijakan Pemerintah Kolonial Belanda, secara perlahan menjadikan Pelabuhan Sangsit berkontribusi besar pada pola pikir masyarakat Buleleng yang menunjukkan kemajuan seperti dalam hal perdagangan, serta bersikap dinamis dan terbuka kepada para pendatang.

Pemerintah Belanda menetapkan daerah Singaraja dengan ketujuh pelabuhannya yakni Pelabuhan Pengastulan, Pelabuhan Temukus, Pelabuhan Anturan, Pelabuhan Sangsit, Pelabuhan Buleleng, Pelabuhan Kubu Kelod, dan Pelabuhan Lirang mulai dikembangkan sehingga akan menarik para pedagang untuk mengadakan perdagangan di Bali Utara, tapi kenyataannya hanya tiga pelabuhan yang terkenal setelah menyusutnya jumlah pedagang di Pelabuhan Kuta di Bali Selatan yaitu Pelabuhan Buleleng, Pelabuhan Sangsit, dan Pelabuhan Temukus. Perdagangan yang ada di Kuta setelah tahun 1849 mengalami kemerosotan, otomatis

(14)

5

para pedagang yang pada mulanya mengadakan perdagangan di Pelabuhan Kuta secara perlahan pindah ke daerah Singaraja yang kemudian menjadi pusat perdagangan di Bali.

Pada tahun 1850 Pemerintah Kolonial Belanda mulai melakukan usaha-usaha perbaikan terhadap Pelabuhan Buleleng, Pelabuhan Sangsit, dan Pelabuhan Temukus, karena tiga pelabuhan inilah yang paling pesat perkembangannya, dibanding dengan empat pelabuhan lainnya, sehingga pada tahun 1860 ketiga pelabuhan ini ditetapkan oleh Pemerintah Belanda sebagai pusat perdagangan di Bali (Pratiwi, 1993:53). Upaya Belanda lainnya untuk meramaikan tiga pelabuhan di Buleleng maka Pemerintah Kolonial Belanda melakukan pembangunan jalan darat dari Singaraja-Seririt, Singaraja-Tabanan-Denpasar, Singaraja-Jembrana, Singaraja-Seririt-Pupuan-Tabanan-Denpasar, dan Singaraja-Sangsit-Kubutambahan.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dapat dipahami bahwa setelah jatuhnya Buleleng ke tangan Kolonial Belanda, banyak sekali perubahan yang terjadi, baik dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik. Upaya Pemerintah Kolonial Belanda dalam hal menunjang perekonomian yakni diantaranya perluasan pelabuhan yang ada di Buleleng yakni Pelabuhan Sangsit, Pelabuhan Buleleng, dan Pelabuhan Temukus mengakibatkan berpindahnya pusat perdagangan Bali dari Bali Selatan ke Bali Utara pada tahun 1849 dan hal ini juga menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, dan penanaman modal asing di Bali Utara.

(15)

6

Pelabuhan Sangsit merupakan salah satu pelabuhan yang ada di Pantai Utara Pulau Bali, sampai saat ini cukup ramai didatangi oleh perahu maupun kapal dari luar seperti Madura, Sulawesi, dan Lombok. Keeksistensian Pelabuhan Sangsit sudah ada pada masa Bali Kuno, ini bisa dibuktikan dalam beberapa penelitian prasasti Bali kuno yang telah dilakukan, seperti Prasasti no 353 Sawan /Bila AI yang berangka tahun 945 Saka (1023 M) yang dikeluarkan oleh Raja Marakata, dan Prasasti no 409 Sembiran AIV bertahun 987 Saka (1065 M) yang dikeluarkan Raja Anak Wungsu (Bagus, 2010: 146-147). Berdasarkan kutipan tersebut dapat diketahui bahwa Manasa merupakan wilayah penting dalam kegiatan perdagangan di Bali Utara, dan berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Denpasar tahun 1994 dan 1998 mengenai Situs Sangsit menyatakan bahwa dari beberapa pelabuhan yang ada, mengindikasikan Pelabuhan Sangsit sekarang merupakan Pelabuhan Manasa pada masa Bali Kuno.

Sebelum kedatangan Belanda ke Bali Utara, keadaan perekonomian sudah menunjukkan perkembangan dengan hadirnya pendatang dari Cina, Eropa, Jawa, Madura, Bugis, dan Timur Tengah. Penggunaan mata uang juga telah digunakan sebagai alat tukar yang muncul karena ada kebutuhan akan benda-benda yang dapat dihitung untuk tujuan tukar menukar secara tidak langsung (Nastiti, 2003:99). Keadaan berubah saat Belanda berkuasa dan menerapkan sistem pemerintahan baru, khusus dalam hal perekonomian Belanda menjadikan Bali Utara sebagai pusat perdagangan Internasional. Mengandalkan 7 Pelabuhan walaupun hanya 3 yang berperan secara maksimal, Belanda menjadikan Bali Utara sebagai perdagangan

(16)

7

terbuka bagi orang-orang asing yang ingin berdagang. Keadaaan perekonomian seperti ini dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan swasta asing untuk membuat perkebunan kopi dan kelapa karena kedua tanaman ini memiliki umur panjang dan memiliki nilai ekonomis tinggi jika diekspor.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Pelabuhan Sangsit pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda karena Pelabuhan Sangsit difungsikan sebagai pusat perdagangan di Bali pada abad XIX, dan hingga saat ini belum ada kajian khusus tentang Pelabuhan Sangsit sebagai pusat perdagangan pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda abad XIX.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dijelaskan, maka muncullah permasalahan yang dibahas lebih lanjut, dan masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Faktor apa yang menyebabkan Pelabuhan Sangsit mampu berkembang sebagai pusat perdagangan pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda abad XIX di Bali? 2. Bagaimana peran dan kontribusi Pelabuhan Sangsit pada masa Pemerintahan

Kolonial Belanda abad XIX?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki 2 tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan itu dapat diuraikan sebagai berikut.

(17)

8

1.3.1 Tujuan Umum

Berdasarkan tujuan ilmu arkeologi yakni: 1) merekonstruksi sejarah kebudayaan masa lampau, 2) merekonstruksi cara-cara hidup manusia pada masa lampau dan 3) merekonstruksi proses budaya masa lampau (Setyadhi, 2011: 10), maka dalam penelitian ini mengungkapkan 3 tujuan ilmu arkeologi yang telah disebutkan di atas.

Tujuan tersebut diantaranya merekonstruksi sejarah kebudayaan manusia masa lampau. Penulis berusaha untuk mengungkap dan merekonstruksi perihal sejarah Pelabuhan Sangsit sebagai pelabuhan yang memiliki peranan penting dalam kegiatan perdagangan di Pesisir Bali Utara masa Pemerintahan Kolonial Belanda abad XIX. Tujuan berikutnya dalam penelitian ini yakni merekonstruksi cara-cara hidup manusia pada masa lampau. Penulis berusaha untuk mengungkap tentang cara-cara kehidupan masyarakat Desa Sangsit yang turut berperan dalam mengembangkan kegiatan perdagangan di Pelabuhan Sangsit, sehingga membantu Pelabuhan Sangsit berkembang sebagai pusat perdagangan pada abad XIX di Bali pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda. Tujuan berikutnya adalah merekonstruksi proses kebudayaan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Desa Sangsit, yang mengakibatkan keheterogenitasan serta munculnya budaya baru dalam masyarakat Sangsit masa lampau yang berlanjut sampai saat ini.

(18)

9

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan Khusus penelitian ini untuk menjawab suatu permasalahan yang telah dirumuskan dengan mengungkapkan faktor-faktor pendukung dalam perkembangan Pelabuhan Sangsit menjadi pusat perdagangan terpenting pada masa Pemerintah Kolonial Belanda abad XIX di Bali, serta menjelaskan tentang peranan dan kontribusi Pelabuhan Sangsit di Bali pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda abad XIX.

1.4 Manfaat Penelitian

Penulis berharap dengan melakukan penelitian ini dapat memberikan manfaat, yakni:

1.4.1 Manfaat teoretis

Manfaat teoretis dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi para akademisi secara ilmiah dalam ilmu arkeologi yang menyangkut kajian tentang perdagangan di pelabuhan pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, terkait dengan sejarah perkembangan, faktor-faktor pendukung perkembangan pelabuhan-pelabuhan di Bali serta peran dan kontribusi pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda abad XIX. Selain itu diharapkan pula dapat bermanfaat sebagai bahan informasi dan refrensi bagi penelitian berikutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan wawasan bagi masyarakat awam terkait dengan sejarah perkembangan Pelabuhan Sangsit, sehingga untuk kedepannya diharapkan

(19)

10

masyarakat dapat menjaga dan mempertahankan fungsi Pelabuhan Sangsit. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah dan instansi-instansi terkait, agar pemerintah setempat mampu memberikan perhatian lebih terhadap benda-benda cagar budaya sehingga tetap terjaga dalam era globalisasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Suatu penelitian diperlukan adanya batasan-batasan, ini diperlukan agar hasil yang didapat sesuai dengan rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam bab berikutnya, dan menjaga pembahasan agar tidak menyimpang terlalu jauh.

1.5.1 Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup ini dibatasi oleh judul, yaitu tentang “Pelabuhan Sangsit

Sebagai Pusat Perdagangan pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda di Kabupaten Buleleng Abad XIX” yang mengarah pada pengungkapan faktor

perkembangan Pelabuhan Sangsit sebagai pusat perdagangan pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, serta peran dan kontribusi Pelabuhan Sangsit dalam bidang ekonomi, politik, dan sosial budaya masyarakat Desa Sangsit

1.5.2 Ruang Lingkup Objek

Ruang lingkup objek penelitian, meliputi Pelabuhan Sangsit Kuno yang terletak di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng. Data yang menunjukkan Pelabuhan Sangsit Kuno, yakni rumah-rumah Cina, Ex Kantor Syahbandar, Pasar Desa Sangsit, dan Jalan Raya Provinsi.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah hasil dan data diperoleh maupun yang dikumpulkan dari penelitian ini, maka dalam menganalisa data tersebut penulis menggunakan metode kualitatif-kuantitatif,

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT dan juga berkah, rahmat serta hidayah-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehinga penulis dapat

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Ketahanan nasional bidang sosial budaya adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan, ketangguhan dari kemampuan suatu bangsa untuk mengembangkan kekuatan

LSF dapat meningkatkan rasa dan menurunkan bau amis telur dan mampu memodifikasi kadar protein, lemak, kolesterol dan kadar karoten kuning telur dan komposisi asam amino lisin dan

Selaras dengan semangat untuk meningkatkan nilai dan kualiti kerja warga universiti secara berterusan, skop pelaporan Anugerah Kualiti Naib Canselor (AKNC) telah ditambah baik.

Apa perbedaan masing-masing kedua gambar diatas jika kedua rangkaian lampunya dinyalakan. a) Jika ketiga lampu menyala, maka nyala lampunya tidak terlalu terang

apakah citra Kereta Api Prambanan Ekspres dimata Komunitas Pramekers Joglo sudah sesuai dengan citra yang diharapkan perusahaan mengenai Kereta Api Prambanan Ekspres