• Tidak ada hasil yang ditemukan

MATEMATIKA DALAM MOTIF BATIK KAWUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MATEMATIKA DALAM MOTIF BATIK KAWUNG"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6

MATEMATIKA DALAM MOTIF BATIK KAWUNG

Ema Rizqi Any

Universitas Muhammadiyah Purwokerto Emai: [email protected]

Abstrak

Batik merupakan budaya Indonesia yang dihasilkan dari perpaduan karya seni, budaya dan teknologi. Batik memiliki berbagai jenis motif yang berbeda-beda tergantung dengan daerahnya. Di Yogyakarta sendiri terdapat beberapa jenis batik, salah satu diantaranya yaitu batik dengan motif kawung. Tujuan artikel ini mengekspor aspek matematis yang terdapat pada kain batik motif kawung Jogjakarta. Bentuk motif kawung jika dihubungkan dengan matematika merupakan salah satu motif batik yang berbentuk geometris yang mengandung konsep geometri transformasi. Unsur motif kawung berupa empat bulatan dengan sebuah titik pusat, yang jika dihubungkan dengan aspek matematika dapat didekati dengan bangun datar elips. Elips yang digunakan merupakan elips horizontal yang dirotasi dan hasil rotasi elips tersebut terhadap suatu titik pusat dengan sudut putar 45º kemudian dirotasikan dengan sudut 90º, 180º, dan 270º menyusun unsur motif kawung. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa terdapat aspek matematis dalam motif batik kawung Yogyakarta.

Kata kunci: matematika, batik yogyakarta, motif kawung, geometri transformasi A. PENDAHULUAN

Matematika adalah disiplin ilmu yang bersifat abstrak menggunakan lambang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, matematika merupakan salah satu disiplin ilmu untuk cara berfikir dan mengolah logika secara kuantitatif atau kualitatif (Suwarsono & Suherman, 2009). Matematika menjadi salah satu ilmu yang mendasari kehidupan manusia, perkembangangan matematika dari awal ditemukan sampai sekarang selalu mengikuti perkembangan zaman (Abdullah, 2016). Perkembangan matematika tidak pernah berhenti karena matematika sangat dibutuhkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Cabang ilmu matematika yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah oprasi dasar bilangan seperti penjumlahan, pengurangan, pembagian, perkalian, persen perpangkatan dan masih banyak lagi (Anggraini, 2013).

Matematika sangat bermanfaat dalam kehidupan karena disadari atau tidak disadari aktifitas sehari-hari menggunakan matematika. Matematika membantu kita memiliki pola pikir yang logis dan rasional dalam pengendalian emosi seseorang (Dian dkk, 2009). Belajar matematika merupakan wujud pengembangan pola pikir yang logis dan rasional karena membantu seseorang melakukan analisis tentang suatu peristiwa dan meningkatkan pola fikir secara abstrak, cermat dan objektif. Selain itu, matematika dapat memberi pengaruh positif dalam kehidupan sehari-hari karena terbiasa mempelajari dan mengerjakan soal matematika secara teliti dan cermat dengan sendirinya akan membentuk pribadi kita lebih cermat, teliti dan tidak ceroboh (Jamilun & Suhar, 2016). Disamping itu matematika sebagai sumber dari ilmu lain seperti, fisika dan kimia yang dikembangkan melalui konsep kalkulus diffrenesial maupun integral contohnya fisika kuantum dan kimia organik (Burhanudin, 2012). Matematika juga memiliki peran dalam kehidupan sehari-hari misalnya dalam aktifitas jual beli yang menggunakan konsep matematika dasar, para pedagang mampu mengimplementasikan konsep tersebut dalam bahasa sehari-hari didalam jual beli (Irpan, 2015).

Matematika menjadi bagian dari kebudayaan, karena matematika diterapkan dan digunakan untuk menganalisis yang sifatnya inovatif (Arya & Kadek, 2016). Selain itu, matematika cenderung menggunakan berfikir linier terkait teorema namun ketika diintegrasikan dengan suatu yang soft seperti budaya maka pemikiran itu menjadi lentur contohnya keindahan bentuk-bentuk arsitektur (Supriadi dkk, 2016). Berbagai produk

(2)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3

budaya warisan leluhur menampakkan kreatifitas seni yang mengandung unsur matematika sehingga, matematika erat kaitannya dengan budaya.

Budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan yang utuh, menyeluruh, dan berlaku dalam masyarakat (Budiarto, 2016). Budaya merupakan suatu kebiasaan yang mengandung unsur-unsur nilai penting dan fundamental yang diwariskan dari generasi-kegenerasi (Fathani, 2009). Hal ini terlihat dari dari bentuk hasil budaya yang ada, khususnya di Indonesia seperti batik, kesenian, bentuk bangunan, ukiran, perhiasan “sehingga matematika merupakan bagian dari

budaya dan sejarah”. Unsur- unsur budaya meliputi empat unsur yaitu : sistem norma social,

organisasi ekonomi, alat atau lembaga pendidikan dan organisasi politik (Bronislaw Malinowski, 2013).

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang memiliki berbagai macam budaya, salah satu budaya yang berkembang dan menjadi sorotan dunia adalah batik yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai “ Masterpieces Of The Oral and Intangibel Heritage Of Humanity “ pada tanggal 2 oktober 2009. Ditinjau dari morfologi bahasa, kata “batik” terdiri dari dua kata yang bergabung menjadi satu yaitu kata “ba” dan “tik” (Dewi, 2015). Batik adalah cara membuat desain pada kain dengan menutup bagian-bagian tertentu dari kain dengan malam. Batik memiliki karakteristif pada motif dan corak (Hamzuri, 2010). Motif batik terdiri atas unsur motif utama, motif pendukung dan isen (isian) yang menjadi satu kesatuan sehingga mewujudkan batik secara keseluruhan (Kifrizyah dkk, 2015). Motif batik lebih memperhatikan pada bentuk gambar sedangkan corak lebih memperhatikan kombinasi warna yang digunakan.

Motif batik Inovatif dengan memanfaatkan teknologi digital telah dikembangkan secara interaktif seperti dalam Interactive Evolutionary Art System (Li, Hu, & Yao, 2009), pembuatan desain batik menggunakan model serat akar (Kusuma, Fibrous Root Model 522 In Batik Pattern Generation, 2017), desain batik dengan menggunakan objek fraktal (Hariadi, Lukman, & Destiarmand, 2013) (Yuan, Lv, & Huang, 2016), pengembangan motif geometri (Sukamto & Setiawan, 2017), dan pengembangan pola-pola tradisional (Kusuma, Interaction Forces-Random Walk Model In Traditional Pattern Generation, 2017). Batik memiliki berbagai jenis dan motif yang berbeda-beda tergantung dengan daerahnya. Di Yogyakarta sendiri terdapat beberapa jenis batik, salah satu diantaranya yaitu batik dengan motif kawung.

Motif kawung sudah dikenal mulai abad 13 diciptakan oleh sultan Agung Hanyokrokusumo di Mataram, motif kawung adalah buah kolang-kaling dari batang pohon aren, motif kawung hanya dikhususkan bagi para keluarga bangsawan atau pejabat keraton pada saat itu (Sartini, 2009). Motif kawung mempunyai pola geometris yang memiliki makna khusus dalam filosofi adat jawa yaitu mencerminkan suatu ajaran tentang terjadinya kehidupan manusia. Motif kawung melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal-usulnya (Fitinline, 2013). Motif kawung erat kaitannya dengan nilai-nilai kearifan pada diri manusia, seperti melambangkan apa yang orang Jawa bilang sebagai sedulur papat lima

pancer, hal itu adalah filosofi hidup tradisional, ketika bayi dilahirkan akan selalu bersamaan

dengan empat saudara kembarnya, yaitu darah merah, air ketuban, ari-ari (plasenta) dan puput puser yang diyakini akan saling mempengaruhi hingga usia tertentu (Kushardjanti, 2009).

Motif batik kawung adalah pohon aren jika dilihat secara seksama di dalam praktiknya memiliki filosofi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, dari mulai batang, daun, ijuk, nira dan buahnya Semuanya bisa dimanfaatkan bagi kehidupan manusia, Sehingga secara simbolis dapat dimaknai bahwa orang yang memakai batik motif ini, menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama (Kartini, 2013). Selain itu pola yang terdiri dari empat motif lonjong dan memiliki corak ceplok yang merupakan variasi dalam Kawung dengan perubahan-perubahan pada bulatannya, menjadi segi empat atau berbentuk bintang diatur secara geometris dengan titik di tengah-tengahnya itulah melambangkan sebuah kekuasaan,

(3)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3

hal ini tecermin pada penempatan penguasa atau raja sebagai pusat kekuasaan di dunia yang memiliki fungsi sebagai pelindung, pengayom dan pemimpin masyarakat (Indarmaji, 2012). Bentuk motif kawung jika dihubungkan dengan matematika merupakan salah satu motif batik yang berbentuk geometris dan banyak dikenal oleh masyarakat Yogyakarta. Unsur motif kawung berupa empat bulatan dengan sebuah titik pusat, yang jika dihubungkan dengan aspek matematika dapat didekati dengan bangun datar elips. Satu unsur motif kawung dapat disusun dari satu elips yang ditransformasikan berdasarkan konsep transformasi seperti translasi, reflesi, atau rotasi. Proses penyusunan satu unsur motif kawung dapat dilakukan dengan berbagai cara dan urutan transformasi tertentu.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis bertujuan untuk mengekspor aspek matematis yang terdapat pada kain batik motif kawung jogjakarta dan harapannya dapat menambah wawasan.

B. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode kajian literatur. Menurut Danial & Warsiah (2009) metode kajian literatur digunakan untuk mengungkapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian. Artikel ini membahas kain batik Yogyakarta dengan motif kawung dan mengekspor aspek matematis yang terdapat dalam kain batik motif kawung. Data-data dalam artikel ini diperoleh melalui studi literatur penelitian terdahulu, buku, artikel, jurnal maupun berasal dari internet.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Motif Batik Kawung Yogjakarta

Bentuk motif batik kawung merupakan salah satu bentuk ornamen kuno yang sudah ada berabad-abad yang lalu, Ornamennya berasal dari buah kawung atau kolang-kaling kemudian didistorsi dalam bentuk oval (elips) dan disusun silang yang menggambarkan struktur jagad raya.

Menurut sejarah, motif kawung diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusomo di Mataram. Beliau menciptakan motif kawung dengan mengambil bahan-bahan dari alam, atau hal-hal yang sederhana dan kemudian diangkat menjadi motif batik yang baik (Koeswadji, 1981). motif batik kawung dipakai oleh sultan dan keluarga sultan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII sebagai lambang keadilan dan keperkasaan.. Selain itu dalam pewayangan, motif batik kawung juga dipakai oleh Ki Lurah Semar dan anak-anaknya. Ki Lurah Semar adalah rakyat jelata yang mempunyai kearifan dan kebijaksanaan seorang dewa. itulah alasan mengapa pada saat ini motif kawung bisa dipakai oleh kalangan rakyat biasa.

Kata kawung sendiri artinya “suwung” yang bermakna kesucian. Motif kawung ini, diilhami oleh pohon aren atau palem yang buahnya berbentuk bulat lonjong berwaran putih jernih atau kolang-kaling. Unsur motif kawung berupa empat bulatan dengan sebuah titik pusat. Titik pusat ini melambangkan seorang raja dan empat bulatan yang mengelilingi melambangkan masyarakanya. Bentuk dari motif kawung sendiri dimaksudkan bahwa raja harus mengayomi dan melindungi masyarakat dan masyarakat harus bisa melindungi rajanya. Motif kawung khas Yogyakarta dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

(4)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3

Dari gambar 1, terlihat bahwa unsur motif kawung yang berupa empat bulatan dapat didekati dengan bangun datar elips. Satu unsur motif kawung dapat disusun dari satu elips yang ditransformasikan berdasarkan konsep transformasi rotasi, refleksi, atau translasi.

b. Penyusunan Motif Batik Kawung Jogjakarta

pada artikel ini penyusunan unsur motif kawung menggunakan konsep-konsep geometri transformasi. Transformasi yang digunakan untuk untuk menyusun satu unsur motif kawung adalah rotasi. Elips yang dirotasikan elips 𝑆′ yang diperoleh dari hasil merotasikan elips S

terhadap pusat putaran (t,u) dengan sudut putar 45°. Elips S merupakan elips yang sumbu mayornya sejajar dengan sumbu x. persamaan elips S yaitu :

𝑆 ≡ 𝐴𝑋2+ 𝐵𝑌2+ 𝐶𝑋 + 𝐷𝑌 + 𝐸 = 0

Dengan syarat 𝐴 < 𝐵, 𝐶 = 𝐴 ∙ 𝐹, 𝑑𝑎𝑛 𝐷 = 𝐵 ∙ 𝐺

Berdasarkan persamaan elips S dan syarat-syarat tersebut, diperoleh: 𝐴(𝑥2+ 𝐹𝑋) + 𝐵(𝑦2+ 𝐺𝑦) = −𝐸 𝐴((𝑥 +𝐹 2)2− ( 𝐹 2)2+ 𝐵((𝑦 + 𝐺 2)2) = −𝐸 𝐴(𝑥 +𝐹 2)2− 𝐴 ( 𝐹 2) + 𝐵(𝑦 + 𝐺 2)2− 𝐵( 𝐺 2)2= −𝐸 𝐴(𝑥 +𝐹 2)2+ 𝐵(𝑦 + 𝐺 2)2= −𝐸 + 𝐴( 𝐹 2)2+ 𝐵( 𝐺 2)2 𝐴(𝑥 +𝐹 2)2+ 𝐵(𝑦 + 𝐺 2)2 = 𝐻 Dengan 𝐻 = 𝐴(𝐹2)2+ 𝐵(𝐺 2)2− 𝐸

Persamaan (1) dapat ditulis: 𝐴 𝐻(𝑥 + 𝐹 2)2+ 𝐵 𝐻(𝑦 + 𝐺 2)2= 1 (𝑥 +𝐹2)2 𝐻 𝐴 + (𝑦 + 𝐺 2)2 𝐻 𝐵 = 1 (𝑥 +𝐹2)2 𝑎2 + (𝑦 +𝐺2)2 𝑏2 = 1 Dengan 𝑎2= 𝐻 𝐵 dan 𝑏2= 𝐻 𝐵

Persamaan (2) merupakan persamaan elips dengan titik pusat (−𝐹2, −𝐺2), panjang sumbu mayor 2a, panjang sumbu minor 2b dan jarak fokus 2c dimana 𝑐 = √𝑎2− 𝑏2, puncak elips S

terletak pada titik (−𝐹2+ 𝑎, −𝐺2) , (−𝐹2𝑎, −𝐺2), (−𝐹2, −𝐺2+ 𝑏), dan (−𝐹2, −𝐺2𝑏). Sedangkan koordinat fokus elips S adalah (−𝐹

2− 𝑐, − 𝐺 2) dan (− 𝐹 2+ 𝑐, − 𝐺 2).

Rotasi titik (x,y) terhadap pusat putaran (t,u) dan sudut putar 45º dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

(5)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3 (𝑦𝑥− 𝑢) = (− 𝑡 1 2√2 − 1 2√2 1 2√2 1 2√2 ) (𝑥 − 𝑡𝑦 − 𝑡) (𝑦𝑥− 𝑢) = (− 𝑡 1 2√2(𝑥 − 𝑡) − 1 2√2(𝑦 − 𝑢) 1 2√2(𝑥 − 𝑡) 1 2√2(𝑦 − 𝑢) ) (𝑥𝑦) = ( 1 2√2(𝑥 − 𝑡) − 1 2√2(𝑦 − 𝑢) + 𝑡 1 2√2(𝑥 − 𝑡) + 1 2√2(𝑦 − 𝑢) + 𝑢 )

Titik (𝑥′, 𝑦) merupakan hasil rotasi titik (𝑥, 𝑦)

Satu unsur motif kawung dalam artikel ini disusun dengan merotasikan titik puncak elips 𝑆′ terhadap pusat putaran P (t, u) secara berturut-turut dengan sudut putar 90º, 180º, dan 270º. Sehingga diperoleh elips S′, S′′, S′′′, SIV.

c. Contoh Penyusunan Motif Batik Kawung Yogyakarta

Pada contoh penyusunan satu unsur motif batik kawung digunakan persamaan elips 𝑆 ≡ 𝑥2− 12𝑥2− 12𝑥 − 16𝑦 + 36 = 0 dari persamaan tersebut diperoleh

𝐴 = 1, 𝐵 = 4, 𝐶 = −12, 𝐷 = −16, 𝐸 = 36, 𝐹 = −12, 𝐺 = −4 , 𝐻 = 16, 𝑎 = 4, 𝑏 = 2, 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 (10,2), (2,2), (6,4) 𝑑𝑎𝑛 (6,0) .

Gambar 2. Sketsa elips 𝑺 ≡ 𝒙𝟐− 𝟏𝟐𝒙𝟐− 𝟏𝟐𝒙 − 𝟏𝟔𝒚 + 𝟑𝟔 = 𝟎

Rotasi titik puncak elips S terhadap pusat putaran P(1, 2) dan sudut putar 45º. Hasil titik puncak (10, 2) yaitu:

(𝑥1𝑦1) = ( 1 2√2(10 − 1) + 1 1 2√2(10 − 1) + 2 ) = ( 9 2√2 + 1 9 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (2, 2) yaitu:

(6)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3 (𝑥2𝑦2) = ( 1 2√2(2 − 1) + 1 1 2√2(2 − 1) + 2 ) = ( 1 2√2 + 1 1 2√2 + 2 )

Hasil rotasi titik puncak (6, 4) yaitu:

(𝑥3𝑦3) = ( 1 2√2(6 − 1) − √2 + 1 1 2√2(6 − 1) + √2 + 2 ) = ( 3 2√2 + 1 7 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (6, 0) yaitu:

(𝑥4𝑦4) = ( 1 2√2(6 − 1) + √2 + 1 1 2√2(6 − 1) − √2 + 2 ) = ( 7 2√2 + 1 3 2√2 + 2 )

Sehingga diperoleh elips 𝑆′ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 (𝑥1, 𝑦1), (𝑥2, 𝑦2), (𝑥3, 𝑦3) 𝑑𝑎𝑛 (𝑥4, 𝑦4).

Rotasi titik (𝑥′, 𝑦′) terhadap pusat putaran P(1, 2) dan sudut putar 90º. Hasil rotasi titik puncak (92√2 + 1,92√2 + 2 ) yaitu:

(𝑦1𝑥1′′′) = (− 9 2√2 + 1 9 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (1

2√2 + 1, 1 2√2 + 2 ) yaitu: (𝑦2𝑥2′′′′) = ( −1 2√2 + 1 1 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (3

2√2 + 1, 7 2√2 + 2 ) yaitu: (𝑦3𝑥3′′′′) = (− 3 2√2 + 1 7 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (7

2√2 + 1, 3 2√2 + 2 ) yaitu: (𝑦4′𝑥4′′′) = ( −7 2√2 + 1 3 2√2 + 2 ) Sehingga diperoleh elips

(7)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3

Rotasi titik (𝑥′′, 𝑦′′) terhadap pusat putaran P (1, 2) dan sudut putar 180º. Hasil rotasi titik puncak (92√2 + 1,92√2 + 2 ) yaitu:

(𝑦1𝑥1′′′′′) = (− 9 2√2 + 1 −9 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (12√2 + 1,12√2 + 2 ) yaitu:

(𝑦2𝑥2′′′′′′) = (− 1 2√2 + 1 −1 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (3

2√2 + 1, 7 2√2 + 2 ) yaitu: (𝑦3𝑥3′′′′′′) = ( −3 2√2 + 1 −7 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (72√2 + 1,32√2 + 2 ) yaitu:

(𝑦4′𝑥4′′′) = (− 7 2√2 + 1 −3 2√2 + 2 ) Sehingga diperoleh elips

𝑆′′′ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 (𝑥1′′′, 𝑦1′′′), (𝑥2′′′, 𝑦2′′′), (𝑥3′′′, 𝑦3′′′) 𝑑𝑎𝑛 (𝑥4′′′, 𝑦4′′).

Rotasi titik (𝑥′′′, 𝑦′′′) terhadap pusat putaran P (1, 2) dan sudut putar 270º. Hasil rotasi titik puncak (9

2√2 + 1, 9 2√2 + 2 ) yaitu: (𝑥1𝑦1𝑖𝑣𝑖𝑣) = ( 9 2√2 + 1 −9 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (12√2 + 1,12√2 + 2 ) yaitu:

(𝑥2𝑖𝑣 𝑦2𝑖𝑣) = ( 1 2√2 + 1 −1 2√2 + 2 ) Hasil rotasi titik puncak (32√2 + 1,72√2 + 2 ) yaitu:

(𝑥3𝑦3𝑖𝑣𝑖𝑣) = ( 3 2√2 + 1 −7 2√2 + 2 )

(8)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3

Hasil rotasi titik puncak (7

2√2 + 1, 3 2√2 + 2 ) yaitu: (𝑥4𝑦4𝑖𝑣𝑖𝑣) = ( 7 2√2 + 1 −3 2√2 + 2 ) Sehingga diperoleh elips

𝑆𝑖𝑣 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑙𝑎𝑙𝑢𝑖 (𝑥1𝑖𝑣, 𝑦1𝑖𝑣), (𝑥2𝑖𝑣, 𝑦2𝑖𝑣), (𝑥3𝑖𝑣, 𝑦3𝑖𝑣) 𝑑𝑎𝑛 (𝑥4𝑖𝑣, 𝑦4𝑖𝑣).

Gambar 3. Sketsa hasil contoh penyusunan satu unsur motif batik kawung. D. SIMPULAN

Motif Kawung diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusomo di Mataram. Beliau menciptakan motif kawung dengan mengambil bahan-bahan dari alam, atau hal-hal yang sederhana dan kemudian diangkat menjadi motif batik yang baik. Motif kawung sendiri diilhami dari pohon aren yang buahnya berbentuk bulat lonjong berwaran putih jernih. Unsur motif kawung berupa empat bulatan dengan sebuah titik pusat. Titik pusat ini melambangkan seorang raja dan empat bulatan yang mengelilingi melambangkan masyarakanya. Bentuk dari motif kawung sendiri dimaksudkan bahwa raja harus mengayomi dan melindungi masyarakat dan masyarakat harus bisa melindungi rajanya.

Secara matematis, motif kawung dapat didekati dengan bangun datar berbentuk elips. Elips yang digunakan merupakan elips horizontal dan hasil rotasi elips tersebut terhadap suatu titik pusat dengan sudut putar 45º kemudian dirotasikan dengan sudut 90º, 180º, dan 270º menyusun unsur motif kawung. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa terdapat aspek matematis dalam motif batik kawung Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. 2016. Hakekat Matematika, Pembelajaran Matematika Dan Teeori Belajar. Jurnal

pendidikan matematika, 2( 3), 142-147.

(9)

PROSIDING ISBN : 978-623-94501-0-6 ISBN : 978 – 979 – 16353 – 6 – 3

Adityasari, A. 2013. Cara Mudah Dan Menyenangkan Mengajarkan Dasar-Dasar Matematika. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Arya Wulandari & Kadek Puspadewi. 2016. Budaya Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Matematika. Jurnal santiajipendidikan, 6(1), 2097-9016.

Bronislaw Malinowski. 2013. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Budiarto, Mega Teguh. (2016). Peran Matematika Dan Pembelajarannya Dalam Mengembangkan Kearifan Budaya Lokal Mendukung Pendidikan Karakter Bangsa.

Prosiding Seminar Nasional Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Madura,

2(3), 1-11.

Burhanudin. 2012. Penguasaan Konsep Dan Hasilbelajar Kalkulus Mahasiswa Jurusan Fisika Dengan Pembelajaran Kontekstual Melalui Pemecahan Masalah. Jurnal peluang jurusan

pendidikan matematika FKIP Serambi Mekah, 1(1), 2302-5158

Danial & Warsiah. 2009. Metode Penulisan Karya Ilmiah. Bandung : Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan UPI.

Dewi, R.A.M. 2015. Geometri Fraktal Untuk Re-Desain Motif Batik Gajah Olingn Banyuwangi. 222-229.

Dian dkk. 2009. Meningkatkan Berfikir Logis Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal

pengajaran MIPA, 13(1), 1412-0917.

Fitinline. 2013. Keunikan Makna Filosofi Batik Klasik: Motif Kawung. (Online). Tersedia di: http://fitinline.com/article/read/keunikan-makna-filosofibatik-klasik-motif-kawung (Diakses 9 Juli 2020).

Hamzuri. 2010. Batik Klasik. Djambatan: Jakarta.

Hariadi, Y., Lukman, M., & Destiarmand, A. H. 2013. Batik Fractal: Marriage of Art and Science.

ITB J. Vis. Art & Des., 84-93.

Indarmaji. 2012. Seni Kerajinan Batik. Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Jogjakarta.

Jamilun & Suhar. 2016. Pengaruh Positif Yang Signifikan Terhadap Pembelajaran Matematika.

Jurnal penelitian pendidikan, 4( 2), 100-102.

Kartini. 2013. Nilai Kearifan Lokal Dalam Batik Tradisional Kawung. Jurnal Filsafat

Universitas Gajah Mada Jogjakarta, 23(2), 135-142.

Kifrizyah R., Sudarmawan A., Witari NNS. 2015. Batik Situbondo di Desa Selowogo Kecamatan Bungatan Kabupaten Situbondo. Jurnal Jurusan Pendidikan Seni Rupa , 3(1).

Koeswadji. 1981. Mengenal Seni Batik Di Yogyakarta. Yogyakarta : Proyek Pengembangan Permusiuman Yogyakarta.

Kushardjanti. 2009. Makna Filosofis Motif Dan Pola Batik Klasik/Tradisional. Seminar Nasional

Kebangkitan Batik Indonesia. Jogjakarta.

Kusuma, P. D. 2017. Fibrous Root Model In Batik Pattern Generation. Journal of Theoretical and

Applied Information Technology, 95(14), 3260-3269.

Samsul Irpan. 2015. Konsep-Konsep Matematika Dasar Dalam Kegiatan Jual Beli Di Pasar

Gunungsari Lombok Barat. Beta jurnal tadris matematika IAIN Mataram , 8(2), 193-222.

Sartini. 2009. Mutiara Kearifan Lokal Nusantara. Kepel:Yogyakarta.

Sukamto, A., & Setiawan, A. 2017. Development Geometric Pattern Of Paradila Weaving Need Design Innovation. International Conference of Arts Language And Culter, pp 390-396. Supriadi dkk. 2016. Mengintegrasikan Pembelajaran Matematika Berbasis Budaya. E-jurnal UPI

education, 3(1), 1-18.

Suwarsono & Suherman. 2009. Strategi Pembelajaran Matematika Kotemporer.UPI, Bandung. Yuan, Q., Lv, J., & Huang, H. 2016. Auto-Generation Method of Butterfly Pattern of Batik Based

on Fractal Geometry. International Journal of Signal Processing, Image Processing and

Gambar

Gambar 2. Sketsa elips
Gambar 3. Sketsa hasil contoh penyusunan satu unsur motif batik kawung.

Referensi

Dokumen terkait

Kalpiko Batik terdiri dari motif fauna, motif flora, motif mega mendung, motif parang, motif kawung, motif watu tumpuk, motif percikan air, motif cecek, motif wajikan, motif

 Isen motif batik adalah berupa titik-titik, garis-garis, gabungan titik dan garis yang berfungsi untuk mengisi ornamen-ornamen dari motif.8. Ornamen

Rancang bangun diversifikasi desain dengan memanfaatkan unsur – unsur seni dan ketrampilan etnis Melayu yaitu pemilihan ragam hias dan motif batik Melayu untuk

Di tengah-tengah ornamen utama terdapat isen motif yang berbentuk belah ketupat yang diisi dengan cecek-cecek (titik-titik) serta beberapa titik berbentuk sederetan yang

backpropagation dapat digunakan untuk pengenalan pola motif batik Pekalongan dengan nilai akurasi masing-masing motif batik adalah motif batik kawung buketan 88,07%,

Di tengah-tengah ornamen utama terdapat isen motif yang berbentuk belah ketupat yang diisi dengan cecek-cecek (titik-titik) serta beberapa titik berbentuk sederetan yang

Rancang bangun diversifikasi desain dengan memanfaatkan unsur–unsur seni dan ketrampilan etnis Melayu yaitu pemilihan ragam hias dan motif batik Melayu untuk diterapkan

Tugas akhir dengan judul “Kombinasi Bunga Padma dan Motif Kawung sebagai Sumber Ide Penciptaan Batik Tulis Kain Panjang” ini merefleksikan keindahan bunga padma dan motif