• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Peran Politik Saintis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Peran Politik Saintis"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV

Peran Politik Saintis

Terkait berlangsungnya perdebatan saintifik di kalangan saintis selama ini, dalam hal apa sajakah para saintis berbeda? Dan apakah berbedaan statement di kalangan saintis adalah karena dipengaruhi oleh cara pandang, pendekatan dan metode yang digunakan? Pertanyaan-pertanyaan ini coba dijawab dengan memperhatikan atau memahami bagaimana saintis mengusung fakta saintifik peristiwa semburan lumpur panas. Tidak hanya itu, dengan memahami proses konstruksi fakta saintifik ini, ada atau tidak adanya pengaruh politik pihak-pihak di luar saintis terhadap perbedaan statement para saintis juga dapat ditelusuri, baik dari aliansi-aliansi yang dibangun, dari situasi-situasi yang melingkupinya, atau dari yang tersirat dalam simbol-simbol.

Situasi di mana saintis menggunakan kaidah-kaidah disiplin keilmuannya1, atau membangun aliansi-aliansi dengan saintis lain maupun dengan pihak-pihak di luar saintis (politisi, korban, tokoh masyarakat, birokrat, penegak hukum) ketika mengusung fakta saintifik menjadi bahasan sentral dalam bagian ini. Selain itu, bagian ini juga akan membahas peran saintis dalam konstruksi fakta hukum.

Sebelum membahas hal-hal tersebut, politik dalam hal ini didefinisikan sebagai aksi-aksi aktor atas dasar kepentingan, di mana kepentingan tersebut kemudian dinegosiasikan (ditranslasikan) dengan kepentingan aktor-aktor lain. Kemudian ‘politik tentang alam’ sendiri dimaknai bahwa aksi-aksi aktor-aktor ini adalah berkenaan dengan (perilaku) alam sebagai objek yang direpresentasikannya.

IV.1 Konstruksi Fakta Saintifik

Berdasarkan penelusuran, setidaknya terdapat empat fakta saintifik yang diusung saintis, yaitu fakta underground blowout (UGBO) di Sumur Banjarpanji-1 diusung oleh kelompok Saintis A; fakta mud volcano karena gempa Yogyakarta

      

1

 yang didukung penggunaan artefak‐artefak teknis, semacam alat ukur, dll 

Digitally signed by Institut Teknologi Bandung DN: cn=Institut Teknologi Bandung, o=Digital Library, ou=UPT Perpustakaan ITB, email=digilib@lib.itb.ac.id, c=ID Date: 2013.06.19 15:12:28 +07'00'

(2)

(natural) diusung kelompok Saintis B; fakta mud volcano karena drilling diusung kelompok Saintis C; dan fakta geothermal yag diusung kelompok Saintis D.

IV.1.1 Konstruksi Fakta Underground Blowout (UGBO)

Beberapa saintis meyakini bahwa semburan lumpur panas yang mereka sebut sebagai Lumpur Lapindo (Lula), atau Lumpur Panas Lapindo ini sebagai fenomena UGBO2 dengan merujuk pada apa yang dinamakan sebagai daily drilling report3, yaitu catatan kegiatan sepanjang drilling, terutama paremater-parameter pemboran, seperti tekanan, volume lumpur, dan pompa. Data daily drilling report inilah yang kemudian diklaim atau diumpamakan beberapa saintis ini sebagai black box, sebagaimana mesin pencatat atau perekam situasi di dalam kockpit pesawat terbang4.

“…Mengapa  saya  tidak  pertentangkan  antara  investigasi  dengan  hipotesa?  Karena 

investigasi ini ada dasarnya dari fakta, dari hasil daily drilling report, yang kemudian  kita kenal, atau diistilahkan seperti black box‐nya itu. Sedangkan teman‐teman kita yang  lain yang berhipotesa melihat kejadian itu sebagai sebuah similarities dengan kejadian  di tempat lain. Jadi, oleh karena itu bagi saya ini bukan pertandingan antara dua ilmu.  Yang satu adalah hipotesa, yang satu adalah fakta!5 Itu tidak neben, tidak seim.., tidak  sesuatu yang pantas untuk dipertandingkan! 

Tadi  introduction  dikatakan  kalau  ada  sebuah  pesawat  jatuh,  orang  boleh  berbicara  karena  angin,  karena  halilintar  dan  sebagainya,  boleh  saja,  tapi  ketika  diketemukan  black  box‐nya  mengatakan  bahwa  itu  karena  pilot,  apakah  itu  tetap  kita  mau  pertandingkan?!”6         2  Kejadian mengalirnya fluida formasi dalam jumlah/volume yang tidak terkendali ke dalam sumur di mana  fluida formasi mengalir/masuk dari satu zona lainnya yang lebih lemah. Zona lemah dapat berupah zona  dengan permeabilitas dan porositas yang tinggi, formasi yang retak (fractured zone) atau zona lemah di  sekitar casing shoe (file dari Dr. ADB, salah satu saintis pro UGBO). Menurut saintis pro UGBO lain (Ir. HE)  UGBO memiliki dua jenis, surface blowout (fluida sampai ke permukaan tanah lewat lubang sumur) dan  subsurface blowout (fluida sampai ke permukaan tanah tidak lewat lubang sumur tetapi melalui rekahan‐ rekahan pada lapisan bumi di sekitar lubang sumur). Untuk kasus semburan lumpur panas ini Ir. HE  mengkategorikannya sebagai subsurface blowout.  3  ANT mengistilahkan objek‐objek perekam yang kemudian mentranslasikan alam secara khusus dalam  suatu representasi visual atau instrumen yang membuat alam dapat diakses melalui inskripsi pengukuran,  seperti grafik, ilustrasi, atau peta sebagai devais inskripsi (inscription devices). Salah satu saintis proponen  UGBO menyebutnya sebagai real time drilling report.  4  Dalam dunia penerbangan, mesin black box yang berwarna orange ini merupakan perangkat perekam yang  dipasang  di  pesawat  untuk  merekam  situasi  di  cockpit  yang  dijadikan  sumber  data  investigator  ketika  menganalisis penyebab kecelakaan atau problem‐problem lainnya di pesawat.  5  Kalimat ini sebagai salah satu contoh (juga perhatikan kalimat‐kalimat selanjutnya) yang menunjukkan cara  saintis beretorika dalam mengkonstruksi fakta saintifik (dengan mengkomparasi dan kemudian  menyematkan atas sesuatu yang lain sebagai hipotesa, dan klaimnya atas fakta (saintis memposisikan diri)).  6  Transkrip presentasi Dr.  RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan  Solusinya”.  Diselenggarakan  Walhi,  Jatam,  ICEL,  YLBHI,  dan  Elsam  di  Hotel  Bumi  Karsa,  Jakarta,  tanggal  29/01/2008. 

(3)

Dari statement Saintis A7 di atas, nampak jelas bahwa Saintis A memiliki (memberikan) suatu definisi atas fakta dan hipotesa secara khusus. Baginya, daily drilling report itulah fakta, sementara statement lain yang didasarkan bukan dari daily drilling report didefinisikan sebagai hipotesa. Dan atas pembedaan itu, terlihat bahwa fakta, bagi saintis ini, mengandung (kevalidan) kebenaran, sedangkan hipotesa didefinisikan sebagai dugaan-dugaan yang kebenarannya masih diragukan (tidak terverifikasi oleh daily drilling report). Saintis A juga kemudian memposisikan suatu disiplin ilmu pada posisi yang asimetri. Suatu disiplin ilmu yang merujuk pada fakta (daily drilling report) baginya tidak sepantasnya dipertandingkan dengan disiplin ilmu yang berdasarkan hipotesa.

Dari data daily drilling report tersebut, oleh Saintis A kemudian diilustrasikan menjadi sebuah kronologi kejadian semburan di mana dalam buku yang ditulisnya digunakan kalimat “FAKTA KEJADIAN LUAPAN LUMPUR; Kronologis pemboran Sumur Banjarpanji-1”8. Berikut disertakan sebagian dari ilustrasi atas daily drilling report oleh Saintis A.

Setelah mengkonstruksi sebuah definisi khusus bahwa apa-apa yang terekam dalam daily drilling report sebagai fakta (kebenaran), Saintis A kemudian membuat ilustrasi (visualisasi) terhadap formasi tanah, praktek pemboran dan perilaku alam dalam interaksinya dengan praktek pemboran, baik yang terekam dalam daily drilling report maupun yang tidak. Pada aksi ini sebenarnya Saintis A sedang melakukan interpretasi atas data yang ter-record dalam daily drilling report dan sekaligus meng-introduce realitas kejadian pemboran dan alam dalam sebuah visualisasi gambar (realitas di lapangan dibingkai/dihadirkan dalam realitas gambar).        7  Dr. RR, salah satu saintis pengusung fakta UGBO, dosen Teknik Perminyakan  8  buku putih “Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji‐1 Lapindo  Brantas Inc.”, 2007. Gambar tersebut dicopi sesuai aslinya. Selain di bahan presentasi, dapat juga disimak di  buku “Mem(bunuh) Lumpur Lapindo” yang diterbitkan Gempur (Gerakan Menutup Lumpur) Lapindo, 2008  dan di buku putih. Isi dari buku putih tersebut menurut Saintis A disarikan dari laporan hasil investigasi Tim  Investigasi Independen bentukan Departemen ESDM, di mana Saintis A menjabat sebagai ketua tim. 

(4)

Gambar IV.1 Kronologi Semburan Lumpur panas (Rubiandini, 2006)

Berbekal data daily drilling report, kelompok saintis ini9 meyakini bahwa semburan lumpur panas terjadi akibat penanganan kick10 menyebabkan batuan

       9  Saintis lain di antaranya: Dr. ADB, Ir. KS, Ir. RL, Ir. MS, Ir. HE, RDP  10  Masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur akibat tekanan fluida formasi lebih besar dari pada  tekanan lumpur pemboran yang disirkulasikan dalam lubang sumur (beda tekanan hidrostatis). Untuk 

(5)

formasi (di bawah casing shoe) pecah, sehingga fluida bertekanan tinggi ini menerobos ke permukaan bumi (surface). Penjelasan Saintis A dengan berbagai formula matematis dan grafisnya dapat disimak pada beberapa slide-nya berikut:

Gambar IV.2 Perhitungan Kick Tolerance Factor (Rubiandini, 2006)

 

“Nah, fenomena ini kemudian kita yakini, …setelah kita lihat bahwa tekanan yang ada  yang dimiliki antara grafik tekanan kekuatan batu dengan lumpur yang kita miliki aman,  ketika  pemboran  normal.  Memang  tidak  akan  ada  masalah,  tetapi  ia  memiliki…ruang  gerak yang kecil, setelah kita hitung ternyata ia memiliki kira‐kira 0,5 ppg, namanya kick  tolerance. Artinya kita bermain di sebuah kegiatan yang memang cukup riskan… 

Gambar IV.3 Formula MASP dan Tekanan Rekah Batuan (Rubiandini, 2006)

 

Nah mari kita lihat, selama tekanan di permukaan tidak naik melebihi 316. Apa itu 316?  Maximum  Allowable  Surface  Pressure  atau  maksimum  tekanan  di  permukaan  yang  diperbolehkan  yang  diekivalen  di  bawah  ada  perbedaan  kira‐kira  316,  kalau  di  kedalaman ini. Kalau di kedalaman yang lain, karena di sini ada fish, maka tekanannya  330. Artinya, temen‐teman di lapangan tidak boleh membuat atau meng‐hendle sumur  ini apabila tekanan di permukaan melebihi tekanan ini.          menangani kick, tekanan hidrostatis permukaan dan bawah permukaan ini diseimbangkan, salah satunya  dengan meningkatkan densitas lumpur pemboran. 

(6)

Gambar IV.4 Profil Tekanan Saat CP = 1054 psi (Rubiandini, 2006)  

Apa  yang  terjadi?  Di  dalam  investigasi  yang  saya  miliki  ternyata  tekanannya  cukup  tinggi. Ini saya peroleh dari polisi datanya! Kemudian data itu kita test, di sini adalah  620,  di  sini  1.054.  Kalau  saya  gambarkan,  saya  hitungkan  bahwa  tadi  tekanan  yang  diperbolehkan  316‐330,  ternyata  kedalaman  3.584  di  atas  330.  Berarti  apalagi  1.054,  berarti bahwa rekahan terjadi! Apa tidak cukup sederhana kita melihat bahwa ini terjadi  di lubang yang sedang dibor?! Sangat sederhana! 11  

Penggunaan formula matematis MASP dan grafis untuk membuktikan terjadi rekah batuan saat penanganan kick menunjukkan bahwa formula matematis, sebagai sebuah perhitungan yang baku, dalam hal ini diyakini oleh Saintis A rigit terhadap kekeliruan. Artinya, angka-angka atau hasil perhitungan tersebut adalah sebuah fakta (kebenaran). Jika sebelumnya realitas formasi batuan, relasi antara praktek pemboran dan semburan lumpur (perilaku alam) di-introduce Saintis A melalui visualisasi gambar (realitas gambar), terhadap pecahnya formasi batuan (perilaku alam), saintis ini merepresentasikannya melalui angka atau persamaan matematika (realitas angka). Jadi, angka ini merepresentasikan kekuatan formasi batuan di bawah kedalaman tertentu.

Kemudian penggunaan kalimat “ini saya peroleh dari polisi datanya”, menyiratkan bahwa data tersebut ibarat bukti forensik dari suatu kejadian. Atau data itu harus diamankan karena sebagai bukti kunci. Atau setidaknya Saintis A

      

11

 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan  Solusinya”.  Diselenggarakan  Walhi,  Jatam,  ICEL,  YLBHI,  dan  Elsam  di  Hotel  Bumi  Karsa,  Jakarta,  tanggal  29/01/2008. 

(7)

hendak mengatakan bahwa dirinya berkolaborasi dengan polisi dalam investigasi. Jadi, ada upaya legitimasi atas data yang diacu Saintis A.

Tidak berhenti di situ, untuk memperkuat bahwa telah terjadi UGBO di Sumur Banjarpanji-1, Saintis A merujuk hasil pengujian asal lumpur dan air. Ini menyiratkan bahwa apa-apa yang dilakukan Saintis A memenuhi kaidah-kaidah ilmiah, di mana ada uji laboratorium terhadap objek yang diteliti.

Struktur Batuan (ukuran) Struktur Lumpur dan Air

Gambar IV.5 Sampel Lumpur Panas dalam Penelitian (Rubiandini, 2006)

“…apa fakta yang saya peroleh selama saya menjadi ketua tim investigasi (bentukan  Departemen  ESDM:pen)?...dari  hasil  investigasi,  baik  karena  temperature,  karena  kualitas  air,  karena  kandungan  hidrokarbon  yang  terkandung  dari  lapisan  bawah,  ini  sumber dari air itu datang dari sini (sambil menunjuk slide:pen)! Datang dari sini naik ke  atas  menggerus  tanah  liat  yang  warna  hijau  ke  permukaan  jadi  lumpur…Ini  air  asin  panas! Kalau saudara coel di lapangan, saudara jilat, itu asin! Karena tidak pernah ada  air yang tawar di bawah tanah sana! Yang tawar hanya ada di lapisan atas! Ini airnya  asin, dari kedalaman ini, dari temperatur tinggi, sumbernya dari sini!  

Dan kemudian clay, dari mana saya tahu? Dari umur batuan, dari formanifera yang ada,  semua  dites  ketemu  bahwa  product  solidnya  dari  sini!  Product  fluidnya  dari  sini!  Menggerus naik ke atas, karena ia tergerus, ia berlubang dan ia akan jatuh turun yang  namanya  subsiden!  Itu  sudah  saya  katakan  sejak  awal  akan  terjadi!  Tapi  jika  ini  mud 

vulcano,  itu  sebuah  bisul  yang  bertekanan  tinggi  yang  kalau  ditusuk  ia  keluar,  tidak  akan  pernah  turun!  Wong  tekanannya  masih  tinggi;  akan  keluar,  tidak  akan  pernah 

turun! Data sekarang menunjukkan sudah turun beberapa meter di bagian tengahnya.  Fakta apalagi yang harus kita cari?!” 12 

Pada kalimat yang dicetak tebal pertama, tampak ada penekanan terhadap status yang disandang saintis ini ketika melakukan investigasi, yakni sebagai ketua tim dari lembaga pemerintah yang memiliki otoritas dalam urusan energi dan sumber

      

12

 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan  Solusinya” 

(8)

daya mineral di Indonesia13. Ini menyiratkan bahwa ada kepakaran pada diri Saintis A dalam membuat statement UGBO. Sementara pada kalimat cetak tebal berikutnya, terlihat bahwa Saintis A melakukan dekonstruksi14 fakta saintifik yang diusung saintis lain. Dan secara keseluruhan, dari statement ini terlihat jelas bahwa Saintis A memosisikan diri sebagai ‘juru bicara’ alam.

Memperhatikan apa-apa yang sudah dikemukakan sebelumnya, jelas bahwa fakta UGBO ini dikonstruksi Saintis A dengan mengacu pada apa-apa yang terjadi di Sumur Banjarpanji-1, yakni melalui data daily drilling report dan hasil uji laboratorium atas asal air dan lumpur. Kemudian menggunakan formula matematis MASP, kekuatan formasi batuan direpresentasikan dalam angka, dan jika angka tersebut dilalui, berarti telah terjadi rekah pada formasi batuan tersebut. Keterkaitan antara praktek pemboran dan perilaku alam, serta formasi batuan kemudian divisualkan dalam gambar yang dengan itu alam di bawah lapisan bumi di Sumur Banjarpanji-1 sana seolah tampak.

Selain aksi-aksi di atas, dalam proses konstruksi fakta UGBO, Saintis A juga membangun dan mengembangkan aliansi-aliansi strategis. Berdasarkan penelusu-ran, aliansi yang dijalin dan dikembangkan Saintis A dapat diceritakan sebagai berikut.

Pada awalnya, karena bertindak sebagai Ketua Tim Investigasi Independen Masalah Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji-1, aliansi yang dijalin dan dikembangkan Saintis A adalah dengan pihak Departemen ESDM (selaku pemberi otoritas/pembentuk tim) atau bisa dikatakan dengan pemerintah pusat. Tim ini sendiri tersusun atas: ahli geologi dan geofisika dari ITB dan UGM serta ahli pemboran dari ITB dan UPN Yogyakarta. Mengingat posisinya ini, Saintis A,

       13  Pada lembar awal slide, Saintis A juga menuliskan beberapa jabatan yang disandangnya. Seperti dosen  TM‐ITB, Ketua Laboratorium Teknik Pemboran Migas‐ITB, sekretaris pakar bidang teknologi ICMI‐Jabar,  anggota dewan pakar PII, ketua majelis ahli IATMI (mantan), ketua tim investigasi independen luapan  lumpur Sidoarjo (mantan), sekjen Masyarakat Minyak dan Gas Bumi Indonesia (MMGI), anggota Tim  Investigasi Kecelakaan Migas (TIKM).  14  Dalam aksi ini saintis juga merujuk hasil kajian saintis lain yang menjelaskan bahwa gempa bukan  penyebab semburan, seperti hasil kajian Richard davies, Manga dan Broadsky, Okamoto, J Mori, serta Sri  Widiyantoro 

(9)

sejak awal terjadinya semburan kemudian sering muncul di muka publik, baik di media (cetak dan elektronik), maupun di seminar-seminar sebagai narasumber.

Gambar IV.6 Saintis A dalam Suatu Wawancara dengan Media (pen, 2008)

Selepas dua minggu tim ini bertugas (yang menyimpulkan terjadi UGBO), Saintis A kemudian dilibatkan di Satkorlak BP. Ketika pemerintah pusat (lewat Presiden) mengeluarkan Keppres No.13 Tahun 2006 tentang Timnas PSLS, Saintis A kemudian diperbantukan sebagai Tim Pakar bidang mematikan semburan. Setelah sekitar enam bulan tergabung di Timnas, Saintis A mengundurkan diri pada 18 Desember 2006 dengan alasan kegiatan mematikan semburan kurang serius dan tidak sesuai kaidah keilmuan yang diyakininya15.

Setelah itu, selain membuat buku putih yang disarikan dari laporan tim bentukan Departemen ESDM, Saintis A mengembangkan aliansi dengan perwakilan korban dan beberapa LSM, seperti Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam16. Selanjut-nya, pada 21 Februari 2008, bertempat di Gedung Nusantara V DPR-MPR, Saintis A, beberapa saintis pro-UGBO, warga korban, LSM, dan beberapa tokoh masyarakat, mendeklarasikan diri dalam Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo dan me-launching buku “Mem(bunuh) Lumpur Lapindo”.

       15  Buku Putih “Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji‐1 Lapindo  Brantas Inc.” 2007  16  Nampak dari diselenggarakannya seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik” di Jakarta tanggal 29 Januari  2008 (penulis juga hadir). 

(10)

Aliansi dengan LSM Keterangan Pers ttg Deklarasi Gempur Lapindo

Aliansi dengan Masyarakat (Korban) Aliansi dengan Tokoh Masyarakat (SM)

Gambar IV.7 Aliansi yang Dikembangkan Kelompok Saintis A (pen, 2008)

Statement Saintis A saat seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik” dapat disimak sebagai berikut.

“…saya  akan berbicara…yang  warna merah  …solusi!  Kebetulan  solusi yang  harus  saya  lakukan harus based on the truth. Nah, truth ini membuat inconvenion sebagian orang  atau sekelompok orang! Ini yang menjadi susah bagi saya. Hehe..karena itu selama ini 

saya menjadi sulit…menyampaikannya pun sulit… 

…Urusan  saya…apakah  kita  punya  chance  untuk…mematikan  ini?  Karena  tanpa  mematikan  kita  mau  berapa  tahun?  Kita  menunggu  air  panas  Ciater  mati  sampai  kapan?  Sama  saja  ini  menunggu  mau  10  th,  20  th,  100  th?  Apa  kita  mau  berpangku 

tangan sebagai bangsa ini?! 

…Mari  kita  lihat!  Solusinya  apa?...Sudah  selesai  kok!  Di  pengadilan  mereka  sudah  menang,  sudah!  Kita  sudah  salaman,  aman  dech…Kalau  dari  sisi  saya  sudah  ok!  Saya 

hanya berpikir, saya punya rakyat di sana yg tidak bisa pulang! Saya punya rakyat di  sana yang menangis tidak pernah bisa ketemu lagi tanah, rumah, dan kamarnya! Apa  kita hanya berdiri di sini dengan keilmuwan yang ada kita miliki kita diam?! Tidaklah!  Biarlah  orang  akan  mencaci  maki  sebagai  orang  seperti  apa  saya,  tapi  saya  tetap  beristiqomah! Ini harus diselesaikan! 

…kesimpulan  saya…  Jangan  sekali‐kali  membiarkan  semburan  mengalir  beratus‐ratus  tahun!  Setuju  ini?!  Dan  berharap  berhenti  sendiri?  Tentunya  tidak!  Wajib  mematikan 

semburan! Saya kasih warna merah, wajib! Siapakah yang diwajibkan? Kita semua! Ini  bisa jadi fardhu kifayah ini! Kalau semua orang diam, berdosalah kita! Tapi salah satu 

di  antara  kita  melakukan  kegiatan  ini,  maka  dosa  tidak  akan  pernah  diberikan  bagi  bangsa  ini!  Bisa  fardhu  kifayah  ini  kalau  semua  berpangku  tangan!  Kalau  saya  pergi  tunggang langgang gimana?!” 17

      

17

 Transkrip presentasi Dr. RR pada seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan  Solusinya” 

(11)

Dari rangkaian kondisi dan statement tersebut terlihat bahwa terjadi perubahan aliansi yang dibangun Saintis A. Ketika fakta saintifik UGBO yang diusung Saintis A tidak berkembang di Timnas, Saintis A memutuskan keluar18 dan kemudian menjalin aliansi dengan aktor-aktor lain19. Keluarnya Saintis A dari Timnas waktu itu bukan berarti relasinya dengan Timnas terputus. Karena dengan memutuskan lebih membangun aliansi dengan aktor-aktor lain adalah bagian dari wujud translasi Saintis A terhadap Timnas. Relasi Saintis A dengan Timnas kemudian terputus karena secara institusi masa tugas Timnas berakhir, tetapi dengan adanya BPLS sebagai pengganti Timnas, Saintis A tetap dalam jaringan aktor yang sama, tetapi aktor-aktor dalam jaringan tersebut berbeda; sebagai akibat translasi-translasi. Karena itu, aliansi-aliansi baru ini lebih pada pengem-bangan jaringan aktor di mana Saintis A merupakan bagian dalam jaringan20— sekaligus pengembangan atau penyusutan bagi jaringan aktor lain. Berelasinya aktor-aktor baru dalam aliansi-aliansi strategis ini juga karena adanya translasi-translasi aktor-aktor tersebut; bukan dirajut satu aktor (Saintis A) yang powerfull.

Gambar IV.8 Perubahan Aliansi Saintis A dalam Konstruksi Fakta UGBO

Berdasarkan gagasan Callon (dalam Yuliar, 2007) tentang empat momen translasi (lihat Bab II), statement Saintis A sebelumnya dan rangkaian kejadian setelahnya dapat ditelaah sebagai berikut:

       18  Ini mengindikasikan bahwa jaringan aktor Timnas saat itu belum konvergen dan stabil (anti  program/resistensi belum teratasi). Kondisi itu juga mengisaratkan adanya tarik ulur kepentingan politik  terhadap Timnas.  19  Ini juga menunjukkan (pilihan) aksi strategis Saintis A dalam mengkonstruksi fakta UGBO  20  Perhatikan jaringan aktor pada Gambar III.12; III.13; dan III.14  Literatur  Seminar  Saintis A  Media  Satkorlak BP DESDM  Timnas 

Saintis A’  Saintis A  Tokoh 

Masyarakat Saintis A’ Buku  Literatur  Seminar  Saintis A  Media  Korban LSM  Saintis A  Saintis A’: Beberapa saintis pro UGBO 

(12)

 Kalimat “saya akan berbicara …solusi” dengan penekanan pada kata “solusi“, merupakan perwujudan translasi pada momen problematisasi (moment of problematization)—momen ketika suatu isyu atau masalah tertentu dihadirkan oleh aktor (inisiator aksi). Dalam hal ini, isyu yang diusung adalah ‘solusi’.

 Pada kalimat “apa kita mau berpangku tangan sebagai bangsa ini?” dan rangkaian kalimat “…saya punya rakyat di sana yang tidak bisa pulang…” ‘wajib mematikan semburan…ini bisa jadi fardhu kifayah! Kalau semua orang diam berdosalah kita”, di mana Saintis A memberi penekanan pada kata “wajib” dan frase “fardhu kifazah”, merupakan perwujudan translasi pada momen penarikan (moment of interessement), yakni upaya meyakinkan aktor-aktor lain bahwa apa yang diinisiasi adalah penting bagi aktor-aktor yang lain (dalam hal ini penting bagi korban dan umumnya warga Sidoarjo dan Jatim).

 Adanya rentang waktu sampai dideklarasikannya Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo, aksi (translasi) dengan demikian sudah sampai pada momen pelibatan (moment of enrollment) serta momen mobilisasi (moment of mobilization). Dan untuk sementara waktu, aliansi ini terlihat konvergen dan stabil, karena aktor-aktor dalam aliansi strategis ini saling menjadi ‘juru bicara’ satu bagi yang lainnya. Dengan aliansi yang konvergen dan stabil, aktor-aktor pembangun aliansi ini seolah-olah hilang, karena mewujud dalam satu aktor “Gempur Lapindo”. Meski demikian, dalam kaca mata ANT, semua ini mungkin terbongkar kembali, konvergensi terpecah, dan kestabilan mengalami de-stabilisasi (Yuliar, 2007).

IV.1.2 Konstruksi Fakta Mud Volcano

Meski sama-sama mengusung fakta saintifik mud volcano, namun dalam aspek apa yang menjadi sebabnya, beberapa saintis ini bersilang pendapat. Sebagian mempercayai disebabkan oleh aktivitas pemboran Sumur Banjarpanji-1, sebagian yang lain mempercayai sebagai sesuatu yang alamiah, yaitu dipicu gempa Yogyakarta, 27 Mei 2006.

(13)

IV.1.2.1 Mud Volcano yang Dipicu Gempa Yogyakarta Tanggal 27 Mei 2006

Jika proponen fakta UGBO mengkonstruksi definisi fakta dan hipotesa merujuk pada daily drilling report, saintis proponen mud volcano karena gempa juga beraksi serupa, hanya saja, saintis ini mengkonstruksi definisi fakta dan teori yang merujuk pada perspektif geologi. Sebagaimana statement Saintis B21 berikut.

“Memahami  semburan  lumpur  Sidoarjo  tidaklah  lebih  mudah  seperti  apa  yang  kita  pikirkan.  Karena  kita  berhadapan  antara  fakta  dan  teori.  Selain  itu  juga,  bahwa  pendekatan  ini  harus  bersifat  multiprespektif.  Namun  satu  hal  yang  harus  kita  pahami  adalah bahwa perspektif geologi adalah sebuah perspektif yang paling awal yang kita 

harus pahami. Jika pemahaman kita pada teori yang benar, akan membawa kita pada  penanganan  yang  benar.  Saya  pernah  terlibat  dalam  tim  investigasi  dari  IAGI  dari 

bulan Juni‐September 2006. Karena itu data‐data ini saya dapatkan ketika saya pernah 

di dalam tim.”22 

“Memahami  fenomena  yang  berasal  dari  bawah  permukaan  bumi  memang 

merupakan bagian dari pekerjaan geologis. Oleh karena itu semburan lumpur sidoarjo 

hanya dapat dipahami, setidaknya, oleh para ahli geologi…”23 

Statement Saintis B ini mengindikasikan bahwa saat mengkonstruksi definisi fakta dan teori, Saintis B merujuk perpsektif geologi sebagai sebuah teori yang benar. Artinya, Saintis B hendak mengatakan bahwa fakta yang dilihat dari perspektif geologi adalah fakta yang benar, bukan dari perspektif keilmuan lain. Selanjutnya, dengan merujuk teori yang benar dengan penangan yang benar, Saintis B menyiratkan sebuah pandangan bahwa penanganan yang benar adalah penanganan dengan perspektif geologi; bukan dengan perspektif yang lain. Selain itu, dengan memberi penekanan atas keterlibatannya dalam tim investigasi IAGI, kemudian Saintis B merujuk data-data yang diperolehnya, ini menyiratkan bahwa data-data yang dikemukakan adalah data-data dari perspektif geologi, karenanya data-data

      

21

 Dr. AG, proponen mud volcano karena gempa Yogyakarta, dosen geologi  22

  Transkrip  presentasi  Dr.  AG  pada  seminar  “Mencari  Solusi  Dampak  Lumpur  Sidoarjo;  Perspektif  Teknik,  Sosial dan Ekonomi” (Seraton Hotel Surabaya, 28/02/08) 

23

 Dr. AG, Media Center Lusi, Edisi V, November 2006. Penulis mendapati bahwa dalam beretorika, selain  mengerahkan disiplin keilmuannya, para saintis juga mengerahkan beragam jabatan strukturalnya,  institusinya, serta pengalaman‐pengalaman risetnya. Ini utamanya ditampilkan pada bagian awal slide 

(14)

tersebut mengandung kebenaran (atau data yang benar). Perujukan pada lembaga IAGI sendiri dapat dipahami sebagai upaya saintis membangun legitimasi24.

Kelompok saintis ini25 meyakini bahwa semburan lumpur panas di Sidoarjo, yang mereka namakan sebagai Lumpur Sidoarjo (Lusi), Lumpur Siring atau Lumpur Porong, sebagai fenomena mud volcano yang dipicu oleh gempa Yogyakarta tanggal 27 Mei 2006 karena merujuk adanya kelurusan beberapa mud volcano yang sebelumnya sudah ada di Jawa Timur (di Karang Anyar, Pulungan, Gunung Anyar, Bujel Tasik) dengan semburan lumpur panas ini dan sesar Watu Kosek, yang diyakini ter-reaktivasi goncangan gempa tersebut. Kelurusan tersebut dimaknai bahwa semburan berada dalam satu sesar regional, dan semburan sampai ke permukaan karena adanya tekanan hidrostatik serta adanya sesar-sesar kecil yang memotong sesar regional tersebut yang berfungsi sebagai vent.

LUSI and faulting

Gambar IV.9 Lusi dan Sesar (Mazzini, 2007)

Sebagaimana statement saintis proponen mud volcano karena gempa berikut.

“…Sesar  regional  di  wilayah  ini  adalah  strike‐slip  berarah  BD‐TL  yang  memotong 

sampai  ujung  barat  Madura  dan  ke  selatan  sampai  ke  Pegunungan  selatan…Yang 

tengah  terjadi  di  Banjarpanji  adalah  ekstrusi  liquefied  clay  yang  berasal  dari  Upper  Kalibeng  clay  di  kedalalaman  4000‐6000  ft  yang  terlikuifikasi  akibat  clay  tersebut  mengalami  sediment  failures,  kehilangan  shear  strength‐nya,  kehilangan  bearing  capacity‐nya. Semburan  terjadi  karena  liquefied  clay  ini punya  tekanan  hidrostatik  dan         24  Tapi legitimasi ini (ANT mengistilahkannya sebagai kompetensi) pada prakteknya tidak dibangun atas  dasar adanya potensi power dari IAGI, power hadir sebagai in actu bukan potencea. Pada Saintis A,  perujukan dilakukan pada Departemen ESDM.  25  Dr. AG, Prof. AM, Ir. ES, Dr. AR, Ir. BI, DS, Dr. AK, Dr. DK, Dr. FA, Dr. E, AB, Dr. DW, prof. HK, DH, WT, LH,  AH, SH, HP, BH, Prof. AS 

(15)

pore pressure, lapisan liquefied clay ini terpotong‐potong sesar‐sesar kecil (fissures) yang  sampai ke permukaan. Sesar‐sesar ini adalah vents, sekali menemukan vents maka akan  terjadi release pressure agar terjadi equilibrium. Suatu liquefaction akan mengalami tiga  macam failures : lateral spreads, flow failures, loss of bearing strength. Ini semua telah  terjadi  di  Banjarpanji…Semua  kasus  liquefaction  yang  pernah  dilaporkan  terjadi  dan 

pernah  ditulis  di  paper‐paper  atau  textbook  adalah  karena  adanya  sudden  cyclic  shocks/sudden cyclic loads.  Gempa adalah penyebab utama. Penyebab lain bisa storm 

waves,  rock  slides,  influx  ground  water  yang  tiba‐tiba…  saya  percaya  gempa  Yogya  mereaktivasi  sesar‐sesar  di  atas  Prupuh  di  sekuen  Mio‐Pliosen  sampai  Plistosen…di 

Yogyakarta,  dilaporkan  juga  di  rekahan‐rekahan  baru  yang  merentang  di  jalan‐jalan 

raya  dan  wilayah  perumahan  penduduk,  terjadi  ekstrusi  lumpur.  Liquefaction  adalah 

gejala biasa suatu gempa…,”26

Beberapa hal yang dapat dicatat dari statement saintis ini adalah:

1. Saintis ini meng-introduce suatu sesar yang dijelaskannya strike-slip berarah BD-TL (Barat Daya-Timur Laut) yang memotong sampai ujung barat Madura dan ke selatan sampai ke pegunungan selatan. Saat meng-introduce sesar ini, saintis membuat suatu garis imajiner pada foto penampakan muka bumi sekitar Sidoarjo. Yang dilakukan saintis ini terhadap alam adalah menambahkan suatu realitas baru berupa garis.

2. Kemudian atas semburan lumpur, saintis ini memberi istilah ekstrusi liquefied clay, yakni dari Upper Kalibeng di kedalaman 4.000-6.000 kaki. 3. Kemudian menurutnya clay terlikuifikasi karena sediment failures,

kehilangan shear strength, kehilangan bearing capacity, 4. Liquefied clay punya tekanan hidrostatik dan pore pressure

5. Lapisan liquefied clay terpotong sesar-sesar kecil sampai ke permukaan, di mana sesar ini sebagai vent. Poin kedua sampai kelima ini memperlihatkan bahwa saintis beraksi sebagai ‘juru bicara’ alam,

6. Selanjutnya, menurut saintis ini, dengan merujuk pada paper dan textbook liquefaction terjadi karena sudden cyclic shock, di mana gempa sebagai penyebab utama. Ini menunjukkan bahwa saintis juga merujuk suatu literatur dalam aksinya.

7. Saintis kemudian merujuk rekahan-rekahan baru di Yogyakarta yang terjadi ekstrusi lumpur. Dengan demikian, selain merujuk pada literatur, dalam aksinya saintis ini juga merujuk pada suatu fenomena pada tempat

      

26

(16)

lain. Selain itu, aksi ini juga menyiratkan bahwa realitas di Yogyakarta, oleh saintis ini, coba dihadirkan sebagai realitas di Sidoarjo,

8. Dan menurutnya liquefaction sebagai gejala biasa suatu gempa. Ini bermakna bahwa liquefaction selalu terjadi karena gempa.

Distribution of Mud Volcanoes Mud Volcano in East JavaDistribution of

Sangiran

Purwodadi Tuban Bangkalan

G.Anyar K.Anyar Porong Probolinggo S U Seismic Section of Sidoarjo Shale Diapir

ACTIVE MUD VOLCANO

(PURWODADI) BANGKALAN

KALANG ANYAR (<1936) SANGIRAN

Kontrol dari distribusi seeps/flowage di Jawa Tengah dan Jawa Timur oleh setting geologi/geodinamik/sedimentasi

PORONG (29 Mei 2006),

Indonesia: Geological Setting

Source: geosci.usyd

50 km

Volcanic arc Backarc basin

Convergenceof plate boundaries and the subductionof the oceanic plate

• Northern part of Java:

backarcbasin

- extensionalregime -high sed.Rate -organic-richsed. - production of HC

•ideal setting for MV Source: W ikipedia

Geological setting and Tectonic activity

•Anticlinesand faultsare preferential settings for MVs

•Tectonic eventsmake hazardous setting unstable

•Generate or reactivate fractures and faults •Fluidizesediments

•Cause pressurerelease

•Cause high amount of overpressured fluidsrelease •Enhance volcanic activities

Therefore are considered as triggeringmechanisms

Gambar IV.10 Kondisi Geologi Regional Lusi (Mazzini, Sukarna, 2007)

Kemudian, dengan memperhatikan sebaran mud volcano di Indonesia, khususnya di Jawa Timur serta kondisi geologi regional Jawa Timur (Gambar IV.10), kelompok saintis ini berkesimpulan bahwa mud volcano yang terjadi di Sidoarjo saat ini secara alami dibentuk oleh mekanisme alam. Adanya sebaran mud volcano tersebut mengindikasikan bahwa di daerah-daerah tertentu memang berpotensi terjadi mud volcano. Ini dibuktikan kelompok saintis ini dengan merujuk pada data seismic di kawasan Sidoarjo yang menunjukkan adanya diapiric shale (lapisan lempung yang overpressure). Dan diapiric shale ini,

(17)

menurut kelompok ini terbentuk karena kondisi setting geologi. Setting geologi sendiri dibentuk oleh gerak tektonik. Jadi, bagi kelompok saintis ini, kondisi-kondisi geologi merupakan produk dari gerak tektonik.

Kemudian, dengan merujuk data record gempa Yogyakarta (baik yang terekam oleh BMG Yogyakarta, BMG Tretes, BMG Malang dan USGS), serta merujuk pada adanya rekahan (crack) di lokasi Sumur Banjarpanji-1 (Gambar IV.11), kelompok saintis ini meyakini bahwa gempa telah mereaktivasi patahan/sesar dan memicu semburan.

Seismicity

• 27-05earthquake • Earthquakes recorded

within 300kmradius from LUSI site • Filtered earthquakes

M>3.5

• 27-05 to 31-12:

41 earthquakes

Source USGS

LUSI prograding cracks

Rekaman Data Seismik Gempa Yogya Crack di Lokasi Pemboran

Gambar IV.11 Data Seismik Gempa Yogyakarta dan Rekahan Tanah di Lokasi

Pemboran (Mazzini, 2007)

Bukti bahwa sesar regional tereaktivasi juga ditunjukkan oleh kelompok saintis ini dengan merujuk pergerakan rel kereta api pada 27 September 2006 dan 15 Oktober 2006 (Gambar IV.12).

LUSI railroad movements

Gambar IV.12 Pergerakan Rel Kereta Api (Mazzini, 2007)  

(18)

“Bumi itu tak pernah berhenti bergerak. Setiap hari selalu ada gempa…gerakan tektonik  dapat  membentuk  lipatan‐lipatan.  Saat  lipatan  itu  tak  bisa  bergerak  lagi,  maka  akan  terjadi  patahan.  Jenis  gerakan  inilah  yang  terjadi  di  Porong…bengkoknya  rel  membuktikan masih aktifnya gerak tektonik. Ada patahan bergeser.”27

Mud volcano yang dipicu patahan yang tereaktivasi gempa Yogyakarta kemudian digambarkan oleh Saintis B sebagaimana tampak pada Gambar IV.13.

Overpressure

t

 Mild surface upwelling

MODEL MUD EXTRUSION

Paleo-Mud volcano ? ? Diapirism Doming Earth-quake t  BP-1 PORONG-1 Td 9227 F

Gambar IV.13 Model Mud Extrusion (Guntoro, 2008)

Gambar IV.14 Aliansi Strategis dalam Konstruksi Fakta Mud Volcano karena

Gempa Yogyakarta

Jika dalam mengkonstruksi fakta UGBO Saintis A melakukan perubahan aliansi, kelompok fakta mud volcano dipicu gempa justru lebih pada konsolidasi/ penguatan dan pengembangan aliansi internalnya. Ini terlihat dari berelasinya aktor-aktor baru dalam aliansi strategis yang sebelumnya hanya ada Lapindo dan

       27  Dr. Ir. YSD, Media Center Lusi, Edisi V, November 2006  Saintis B BPPT LIPI  Saintis B’  Lapindo IAGI  Aspermigas 

Material Artefak teknis

TP2LS‐DPR 

Media Center  Lusi  Literatur

(19)

IAGI. Aktor-aktor baru tersebut adalah BPPT, LIPI, dan Aspermigas. Bahkan tim P2LS-DPR sebagai lembaga politik praktis kemudian turut beraliansi membentuk kelompok besar aliansi strategis. Perlu diingat bahwa aliansi-aliansi strategis ini bersifat internal dalam jaringan aktor semburan lumpur yang lebih luas. Jadi, aliansi-aliansi ini bukan jaringan baru dalam jaringan aktor semburan lumpur tersebut.

IV.1.2.2 Mud Volcano yang Dipicu Aktivitas Pemboran Sumur Banjarpanji-1

Beberapa saintis28 mempercayai bahwa semburan lumpur panas29 ini merupakan fenomena mud volcano yang dipicu kegiatan drilling karena merujuk pada daily drilling report dan juga merujuk pada sebaran fenomena mud volcano di Jawa Timur (kondisi geologi regional). Sebut saja saintis ini sebagai Saintis C30, yang dengan memperhatikan dua hal tersebut, kemudian menggolongkan semburan lumpur panas ini sebagai hot mud-spring atau mud-geyser.

Seperti yang dilakukan Saintis A dan Saintis B sebelumnya, Saintis C juga menyoroti data dan hipotesa31, sebagaimana statement Saintis C berikut:

“…banyak  orang  mengemukakan  pendapat,  tapi  yang  harus  dipersoalkan  itu  apa 

mereka  punya  data  atau  tidak?...Orang  boleh  saja  berpendapat,  tapi  kalau  tidak  ada 

dasar  datanya,  gimana  ya..?  Kita  bisa  katakan  itu  hipotesa  barang  kali?...ya..paling‐ paling bisa disebut hipotesa. 

…data  sendiri  itu  apa?  Data  itu  ada  yang  bisa  kita  amati  sendiri,  ada  juga  data  berdasarkan pengamatan orang lain (kesaksian). Kalau kesaksian itu akan ditulis dalam  laporan...bisa  juga  orang  berdasarkan  pengamatan  sepintas;  ke  sana  melihat;  bisa  dilihatnya  seketika;,  mungkin  ada  orang  melihatnya  beberapa  kali  ke  sana.  Sehingga  bisa  disimpulkan  urutan‐urutan  kejadian  yang  disebut  narasi.  Kemudian  bisa  juga  mengamati  gejala  di  permukaan,  tidak  pernah  melihat  data  di  bawah  permukaannya;  merujuk  kepada  pekerjaan  orang‐orang  lain  mempunyai  kesimpulan  dari  gejala  yang  sama dengan asumsi. Harus dipertanyakan apakah asumsi itu benar? 

“…kita lihat fakta‐fakta. Faktanya:  

1. pada tanggal 27 Mei 2006 pagi ada gempa (di Yogyakarta:pen) 

2. faktanya  dari  kesaksian  BMG  dengan  pengukuran  peralatan  skala  richternya  adalah 6,3  3. terjadi semburan lumpur dengan jarak sekitar 270 km dari Yogya   4. di dekat semburan ada pengeboran Lapindo         28  Prof. RPK, Dr. AW, Prof. RD  29  Kelompok saintis ini menyebutnya “Lumpur Sidoarjo:LUSI” atau “Lumpur Lapindo:LULA”  30  Prof. RPK, Saintis (geolog senior) ITB  31  Dalam proses konstruksi fakta saintifik, klaim‐klaim atas fakta adalah bagian dari aksi retorik saintis.  Dalam beberapa kesempatan, penulis mendapati bahwa aksi ini dilakukan pada awal aksi 

(20)

5. diakui ada permasalahan‐permasalahan pemboran di BP‐1 (Banjarpanji‐1:pen)  6. data  kondisi  geologi  berdasarkan  kajian  sebelumnya,  seperti  data  Sumur 

Porong‐1 ( sekitar 5 km dari Banjarpanji‐1:pen)  7. data drilling journal (daily drilling report) 

8. data geologi permukaan32 

Dari statement ini, Saintis C meng-introduce definisi hipotesa sebagai statement yang tanpa dasar data. Data sendiri dalam definisi Saintis C adalah sesuatu yang diamati, baik oleh diri sendiri maupun orang lain (diistilahkan sebagai kesaksian). Dalam terminologi Saintis C, nampak bahwa jika data-data yang ada tidak semuanya dirujuk (dirujuk sebagian), maka Saintis C memberi istilah orang tersebut ber-asumsi (seseorang yang merujuk kesimpulan orang lain karena gejala yang diamati orang lain tersebut sama dengan gejala yang diamatinya). Atas praktek asumsi ini, Saintis C melihatnya secara kritis (mempertanyakan kebenaran dari asumsi).

Jika dibandingkan dengan definisi hipotesa yang diberikan Saintis A, definisi hipotesa Saintis C ini lebih longgar. Karena hipotesa dalam definisi Saintis A adalah semua statement yang tidak didasarkan pada data daily drilling report. Sedangkan definisi yang diberikan Saintis C, hipotesa adalah statement yang tidak didasarkan pada data, tapi data itu sendiri beragam (tidak hanya mengacu pada daily drilling report), bahkan Saintis C juga mengakomodasi statement atas dasar asumsi; meski secara kritis melihat asumsi tersebut.

Dari statement ini, Saintis C juga menyandingkan kata fakta dengan data. Artinya, bagi Saintis C fakta-fakta yang teramati itu adalah data. Dan untuk itu Saintis C meng-introduce (delapan) fakta-fakta sebagai data. Fakta-fakta yang disebutkan Saintis C ini sendiri beragam, dalam artian mencakup apa-apa yang terjadi di Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report) dan fakta-fakta regional; permukaan dan bawah permukaan (data geologi Sumur Porong-1). Jika dibandingkan dengan data yang dirujuk Saintis A sebagai proponen UGBO (lokal atau spesifik Sumur Banjarpanji-1/daily drilling report) maupun Saintis B sebagai proponen mud

      

32

(21)

volcano karena gempa (merujuk geologi regional), data yang dirujuk Saintis C merupakan kombinasi kedua data tersebut (lokal dan regional).

Semburan lumpur panas ini kemudian diyakini Saintis C sebagai fenomena mud volcano dengan penjelasan sebagai berikut.

“…Dalam ilmu geologi, mud volcano itu sangat jarang sekali dibahas. Tidak ada buku,  teks book, yang membahas secara khusus... Ahli‐ahlinya sangat jarang sekali…Di pulau  Key itu dihebohkan ada pulau yang muncul ke permukaan laut, saya datangi, memang  lumpur  hitam  dengan  berbagai  bongkah  muncul  ke  permukaan  laut,  tapi  tidak  sejenis  Lusi…ini menyemburkan air, panas, ada uap. Di situ lumpurnya saja keluar membentuk  pulau, lama‐lama pulaunya juga kena air itu hilang. Ini sebenarnya gunung api lumpur  jenis yang disebabkan…mud extrusion, atau shale extrusion atau mud diapir...  …Tetapi saya dalam buku saya … membahas di situ bahwa gunung api lumpur itu ada  macam‐macam…Paling tidak ada dua jenis… Jenis pertama adalah karena disebabkan  kebocoran… suatu lapisan yang mengandung air atau gas, bahkan minyak. Itu bocor ke  permukaan.  Kalau  bocor  maka  lapisan  air,  minyak  bertekanan  tinggi…keluar  menyembur,  dan  sepanjang  jalan,  karena  merupakan  rekahan  mereka  itu  membawa  dari samping lapisan batuan bahan‐bahan dari dinding dari sampingnya itu keluar. Jadi  waktu  ia  keluar  itu  sudah  bercampur  dengan  bahan‐bahan  padat  atau  solit,  maka  itu  disebut lumpur…Yang berbentuk kerucut ini yang disebut gunung api lumpur. Kalau dia  itu  lebih  banyak  airnya  yang  keluar  dari  pada  zat  padatnya,  maka  lereng…gunung  lumpur  itu  sangat  landai...jenis  ini,  disebabkan  kebocoran  reservoar  secara  alami,  itu 

biasanya  berada  di  kedalaman  dangkal,  kurang  dari  1.000  meter.  Tetapi  di  dalam 

kasus lapindo brantas itu, kelihatannya itu bukan dari lapisan dangkal, tapi dari lapisan  dalam…Karena…banyak  sekali…keluar  uap.  Artinya  uap  itu  berasal  dari  air  yang  mendidih… 

…Sedangkan kurang dari 6.000 kaki maka temperaturnya juga sangat kurang dari…100  derajat…laporan  ilmiah  geologi  di  mana  pun  di  dunia  bahwa  temperature  dari  kerak  bumi atau lapisan itu makin ke bawah makin tinggi, yang disebut geothermal gradient.  Tidak  semua  daerah  mempunyai  geothermal  gradient  sama…nah,…kita  mengetahui,  daerah  di  mana  terjadi  sirkulasi  yang  hilang  itu,  pada  kedalaman  pemboran  itu 

temperaturnya  sekitar  156  derajat.  Jadi  jelas  kalau  air  itu  datang  dari  sana  dia  akan 

mendidih keluarnya, karena pada waktu 156 itu pada tekanan yang begitu tinggi sekitar  7.000  psi,  titik  didih  itu  belum  tercapai.  Tetapi  begitu  lepas,  maka  menguaplah  air  menjadi  uap.  Maka…itu  lebih  saya  sebutkan  sebagai  jenis  mata  air  panas  seperti  di  Ciater,  tapi  membawa  lumpur…hot  mud‐spring;  …jenis  mud  volcano,  tapi  jenis  yang…permukaannnya paling landai.33 

Saat menjelaskan mud volcano, nuansa retorik Saintis C tertangkap pada saat Saintis C menjelaskan bahwa mud volcano jarang sekali dibahas oleh ilmu geologi, kemudian tidak adanya textbook khusus membahas hal ini, serta jarang sekali ahli-ahlinya, sementara pada kalimat berikutnya Saintis C justru mengatakan bahwa dalam buku yang ditulisnya dijelaskan ada dua jenis mud

      

33

(22)

volcano. Dengan kata lain, kalimat ini dimaksudkan bahwa di antara ahli-ahli yang jarang tersebut, Saintis C adalah salah satunya. Jadi, seperti apa yang dilakukan Saintis A dan Saintis B, membangun legitimasi statement juga dilakukan Saintis C dalam konstruksi fakta saintifik yang diusungnya. Kalau Saintis A dan Saintis B merujuk pada jabatan strukturalnya (tim investigasi ESDM, dan IAGI) dalam aksinya, Saintis C lebih pada menunjukkan kepakarannya dengan buku yang ditulis, di mana jarang sekali ada buku yang mengkaji mud volcano secara khusus.

Selain itu, dari statement ini, nampak bahwa analisa yang dilakukan Saintis C dalam mengkonstruksi fakta mud volcano mengkombinasikan data-data yang ada pada daily drilling report maupun merujuk pada pengamatan yang Saintis C temui di Kepulauan Key dan Ciater. Kemudian dalam pembacaan data daily drilling report sendiri, Saintis C juga menggunakan rujukan teori gradient geothermal. Artinya, Saintis C mengkombinasikan drilling dan geology perspective.

Dari statement ini, Saintis C juga meng-introduce jenis-jenis mud volcano, di mana definisi mud volcano diberikan pada penampakan permukaan dari lumpur yang menyembur, bukan atas suatu penampakan bawah permukaan. Atas suatu lapisan lempung bawah permukaan Saintis C memberi istilah mud diapir. Dengan kata lain, atas apa yang ada di bawah permukaan (subsurface) dan atas apa yang ada di permukaan (surface), Saintis C tidak mengkorelasikannya secara langsung. Artinya, munculnya sesuatu di bawah permukaan ke permukaan itu bagi Saintis C harus dikaji lagi mekanismenya. Sebagaimana statement Saintis C berikut.

…Orang…selalu  mengatakan  di  sana  mud  diapir,  itu  bukan!  Airnya  saja  70%,  mengalir  menyebabkan banjir, airnya panas…itu suatu kesalahan…karena mud volcano itu suatu  gejala  geologi  alam  yang  jarang  orang  pelajari,  hanya  baca‐baca,  denger‐denger.  Ach  itu semua mud volcano…adalah disebabkan shale diapir, ben (hanya:pen) itu saja, tidak  melihat  data  lainnya.  Kemudian  tidak  melihat  juga  bahwa  jenisnya  juga  lain…banyak  yang…mengemukakan  demikian.  Tapi…kalau  ditanya  mempelajari  data  pemboran  tidak? Saya sangsi apa dia mempelajarinya?! 34 

      

34

(23)

Pengertian ini berbeda dengan pengertian mud volcano yang bersirkular pada kelompok Saintis B, di mana gejala permukaan dan bawah permukaan terkait secara langsung, sehingga mekanisme terjadinya mud volcano lebih alami. Ini dapat dilihat ketika kelompok Saintis B mengusung penampakan shale diapiric hasil run seismic ketika menjelaskan mekanisme semburan lumpur.

Terjadinya mud volcano ini sendiri oleh Saintis C kemudian diyakini karena hydrofracturing yang dipicu oleh aktivitas pemboran di Sumur Banjarpanji-1. Sebagaimana statement-nya berikut:

“…Kita lihat, BP‐1 itu sudah masuk ke dalam suatu reservoir…bertekanan tinggi, ada lost  dan  kick.  Itu  biasa  terjadi  di  formasi  Kujung…Di  Porong  (Sumur  Porong  yang  juga  di  operatori  Lapindo:pen)  juga  kejadian  itu.  Hanya  saja  di  Porong  itu  antisipasi  sudah  sesuai sehingga casing sudah dipasang… 

Nah, bahwasanya di situ ada lapisan bertekanan tinggi, yang sering menghasilkan shale  extrusion,  itu  betul!  Betul  sekali!  Itu…diketahui…pada  kedalaman  antara  4000  sampai  6000 kaki. Itu ada! Kelihatan!..Apakah airnya juga dari overpressure shale itu? Gak bisa  begitu!  

…ini  dari  pak  Bambang  Istadi.  Saya  bukan  ngarang‐ngarang.  Dari  Lapindo  juga…(lihat  slide source of mud:pen) Jadi airnya mungkin dari formasi Kujung di bawah, naik ke atas  membawa  lempung  yang…dikasih  warna  coklat…,  yang  dikasih  warna  kuning…Itu  air  …yang    membawa  ke  atas,  mengerosi  lempung‐lempung  yang  ada  di  atasnya,  dan  itu  terbukti  semua,  itu  diakui  sendiri…dikatakan  pak  Bambang  Istadi  bukan  oleh  saya!...Dengan  demikian  sebetulnya…yang  terjadi  adalah  kebocoran  reservoar.  Air  membawah  lumpur  nyembur  ke  atas  kemudian  karena  hydrofract  dia  memecahkan  lapisan‐lapisan yang ada di atasnya dan keluarlah apa yang disebut mud vulcano ini.  

…rekan‐rekan  geologi  kita…jarang  yang  mengetahui,  mengkaji  teori  hydrofracturing,  bahwa air bertekanan tinggi dari suatu reservoar, jika dia bocor ke permukaan, itu bisa   meretakkan  batuan.  …dikalangan  teknik  pemboran  itu  biasa  dilakukan;  bahwa  orang  memasukkan air dengan memompa ini bisa meretakkan batuan.35 

Dengan mengkombinasikan data daily drilling report dan kondisi geologi regional, bagi Saintis C semburan lumpur bukan karena adanya overpressure shale dan pengaruh gempa. Dengan menggunakan geothermal gradient (merujuk data saintis lain, Bambang Istadi), Saintis C lebih melihat bahwa semburan terkait pemboran, karena kejadiannya menurutnya sama dengan yang pernah dialami di Sumur Porong-1 (juga milik Lapindo) ketika penetrasi formasi Kujung. Selanjutnya dengan merujuk pada teori hydrofraction, Saintis C lebih

      

35

 Transkrip presentasi Prof. RPK pada seminar “Mencari Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik,  Sosial dan Ekonomi” 

(24)

mempercayai air dari formasi Kujung itulah yang menyebabkan formasi batuan pada lubang sumur yang tidak ber-casing pecah.

Gambar IV.15 Sumber Lumpur (Koesumadinata, 2008)

Gambar IV.16 Formula Matematis Hydrofraction (Koesumadinata, 2008)

Meski sama-sama merujuk daily drilling report, apa yang digagas Saintis C ini berbeda dengan apa yang diajukan Saintis A dalam menjelaskan mekanisme semburan lumpur. Karena Saintis A dengan metode MASP mempercayai semburan terjadi karena saat proses killing terjadinya kick melebihi MASP,

(25)

sehingga meretakkan batuan formasi di lubang sumur yang tidak ber-casing, khususnya di bagian bawah casing shoe; sebagai titik terlemah.

Sementara itu, jika pada kelompok UGBO terjadi pergeseran aliansi-aliansi, pada kelompok mud volcano karena gempa terjadi penguatan dan pengembangan aliansi-aliansi, aliansi-aliansi strategis yang dibangun Saintis C relatif terbatas, tetapi unik. Terbatas, karena Saintis C tidak seaktif dua kelompok tersebut dalam membangun aliansi. Unik, karena dalam beberapa kesempatan kelompok yang tergabung dalam aliansi fakta UGBO justru menjalin aliansi dengan Saintis C— seperti saat Walhi mengajukan Saintis C sebagai saksi ahli dipersidangan (menyangkut apa penyebab semburan). Jadi, terkait fakta mud volcano (persoalan ‘apa’), aliansi-aliansi yang dikembangkan Saintis C relatif terbatas, tetapi menyangkut semburan lumpur dikarenakan drilling (‘apa penyebabnya’), dengan beraliansinya kelompok fakta UGBO, aliansi-aliansi Saintis C berkembang (perhatikan Gambar IV.23).

IV.1.3 Konstruksi Fakta Geothermal

Untuk konstruksi fakta geothermal, penulis tidak bisa banyak mendeskripsikannya mengingat aksi-aksi kelompok saintis ini tidak seperti aksi-aksi kelompok saintis lainnya yang aktif. Kelompok saintis ini mengusung fakta geothermal didasarkan pada pengamatan semburan yang berfluktuasi kadangkadang besar, kecil dan tidak jarang mati sementara, mirip dengan ”Gayser” pada lapangan panas bumi. Hal ini diperkuat oleh adanya panas yang menjadi sumber dan adanya reservoar yang mengandung air. Diperkirakan reservoar ini terkoneksi dengan daerah di permukaan yang merupakan daerah imbuhan (recharge) dari air permukaan sehingga air selalu tersuplai secara menerus ke dalam reservoar yang terpanaskan. Secara geologi, di selatan dari sumur Banjarpanji-1 ini merupakan daerah komplek vulkanik (Gunung Penanggungan, Welirang, Arjuno), yang diperkirakan merupakan sumber magma aktif (utamanya Gunung Welirang). Diperkirakan komplek vulkanik ini merupakan daerah imbuhan yang menjadi suplai dari air permukaan (Gambar IV.17).

(26)

Gambar IV.17 Mekanisme Geothermal (Rovicky, 2007)

Argumentasi Saintis D36 atas adanya pengaruh komplek vulcanik juga merujuk pada sebaran hot spring di sekitar komplek vulcanik tersebut (Gambar IV.18).

Observation point Spring Hot Spring Bubble Outcrop Ancient Mud Volcano LUSI Sampling location CS-1 CS-2 CS-3 CS-4 CS-5 CS-6 HS-1 HS-2 HS-3 HS-4 O-1 O-2 MV-1 MV-2 MV-3 Welirang Mt. Penanggungan Mt. LUSI Geologic maps: Santosa, Suwarti (1992) Sukardi (1992)

Gambar IV.18 Komplek Vulcanik dan Posisi Lusi (Hutasoit, 2007)

Selain itu, salah satu fenomena yang dirujuk oleh kelompok saintis ini dalam konstruksi fakta geothermal adalah bahwa kondisi geologi di sekitar semburan lumpur panas di Sidoarjo menyerupai kondisi geologi sistem panas bumi Cisolok, Cisukarame dan Salak yang searah garis dengan Gunung Halimun; semburan lumpur panas di Sidoarjo searah garis dengan Gunung Penanggungan (komplek vulkanik sebelah selatan), sesar Watu Kosek, sebaran mud volcano di sekitar semburan (di Gunung Anyar, Kalang Anyar, Pulungan, Bujel Tasek).

      

36

(27)

Gambar IV.19 Sistem Panas Bumi Cisolok, Cisukarame dan Salak

(Guntoro, 2008)

Berbeda dengan aliansi-aliansi yang dikembangkan saintis lainnya, Saintis D lebih membangun aliansi dengan kelompok Saintis B, sehingga terkesan kelompok Saintis D ini ada dalam bagian kelompok Saintis B (perhatikan Gambar IV.23).

Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa fakta saintifik dikonstruksi oleh para saintis, selain dengan aksi retorik juga dengan mengembangkan aliansi-aliansi strategis. Aksi retorik di sini merujuk pada definisi pada buku Science in Action yang ditulis Latour, yakni “rhetoric is the name of the discipline that has, for millennia, studied how people are made to believe and behave and taught people how to persuade others” (Latour, 1987). Dalam aksi retorika tersebut saintis melakukan perujukan pada literatur, hasil kajian saintis lain, penggunaan formula matematis, menghadirkan realitas alam dalam realitas gambar atau angka-angka, penggunaan jabatan struktural sebagai legitimasi kepakaran, dan aksi dekonstruksi statement saintis lain. Situasi ini juga telah dijelaskan Latour (1987) bahwa people start using texts, files, documents, articles to force others to transform what was at first an opinion into a fact.

Dalam kasus ini, aksi-aksi dari masing-masing kelompok saintis berkarakter translasi, yakni aksi satu kelompok saintis diterjemahkan oleh kelompok lainnya dalam satu konfigurasi jaringan aktor heterogen (Gambar IV.23). Ini tampak dari statement-statement para saintis pada seminar tandingan yang diadakan. Bisa jadi,

(28)

karena berada dalam satu jaringan aktor dengan aktor-aktor yang beragam inilah yang menyebabkan semakin sulitnya membuat satu fakta final di kalangan saintis.

IV.2 Pembahasan

IV.2.1 Beberapa Perbedaan Mendasar

Berdasarkan pengkajian sebelumnya, perbedaan-perbedaan mendasar yang ada pada kelompok saintis dapat diidentifikasi dalam: penggunaan istilah, pemberian definisi fakta dan hipotesa, objek yang diteliti (cara pandang), pendekatan dan metoda yang digunakan saintis, aliansi-aliansi yang dibangun saintis ketika mengkonstruksi fakta saintifik, fakta saintifik yang disematkan untuk peristiwa semburan lumpur, dan mekanisme dari terjadinya semburan lumpur. Perbedaan-perbedaan ini secara lengkap dapat disimak pada Tabel IV.1.

(29)

Tabel IV.1 Perbedaan-perbedaan di antara Kelompok Saintis

No Uraian Saintis A Saintis B Saintis C Saintis D

1 Penggunaan istilah

Lula (Lumpur Lapindo), Lumpur Panas Lapindo, Lumpur Panas Asin

Lusi (Lumpur Sidoarjo), Lumpur Siring,

Lusi (Lumpur Sidoarjo), Lula (Lumpur Lapindo)

Lusi (Lumpur Lapindo)

2 Pemberian definisi fakta dan hipotesa

Daily drilling report sebagai acuan

tunggal bagi fakta, di luar itu berarti hipotesa

Kondisi regional sebagai acuan dominan fakta

Mengacu pada daily drilling

report dan kondisi regional, serta

mengakomodasi asumsi

Kondisi regional sebagai acuan

3 Objek yang diteliti (cara pandang)

Terpusat/spesifik pada Sumur

Banjarpanji-1 (daily drilling report dan uji laboratorium sumber air dan lumpur)

Dominan memperhatikan kondisi geologi regional dan kejadian geologi masa lalu (sejarah mud

volcano di Sidoarjo)

Kombinasi; memperhatikan kondisi di Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report dan uji laboratorium sumber air dan lumpur) dan kondisi geologi regional

Dominan memperhatikan kondisi geologi regional (komplek vulkanik di sebelah selatan Lusi, dan fenomena mata air panas di sekitarnya)

4 Pendekatan (approach)

Drilling approach (kronologi

pemboran/daily drilling report)

Geology approach Drilling and geology approach Hydrogeology and geothermal

approach

5 Metode MASP, KTF, tekanan hidrostatis,

geoyhermal gradient (formula

matematis), uji laboratorium asal air dan lumpur

Perujukan atas fakta-fakta permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface

); sesar Watu Kosek, diapiric

shale/overpressure shale, sebaran mud volcano di sekitar Lusi, geology setting, run seismic,

rambatan energi dan gelombang gempa; sejarah mud volcano di Sidoarjo

Hydrofraction, geothermal gradient, geology setting, diapiric shale/ overpressure shale, tekanan hidrostatis, uji

laboratorium sumber air dan lumpur

Perujukan atas fakta-fakta regional permukaan (komplek vulcanik; Gunung

Penanggungan, Welirang dan Arjuno), dan adanya sumber mata air panas di sekitarnya.

6 Aliansi-aliansi

Warga korban, LSM, tokoh masyarakat, (Gempur Lapindo)

IAGI, BPPT, LIPI, Aspermigas, Lapindo, TP2LS

Dengan kelompok UGBO secara temporer

Dalam jaringan kelompok MV karena gempa

7 Fakta saintifik

UGBO di Sumur Banjarpanji-1 MV krn Gempa MV krn Drilling Geothermal

8 Mekanisme semburan

Proses killing atas terjadinya kick yang menyebabkan terjadi rekah batuan formasi yang tidak dipasang casing (titik lemah formasi pada casing shoe)

Liquefaction karena gempa

mereaktivasi sesar regional (Watu Kosek) serta adanya overpressure

shale/mud diapiric

Hidrofacturing karena pemboran

penetrasi formasi Kujung sementara terdapat lubang sumur tak ber-casing

Karena gempa mereaktivasi sesar regional (Watu Kosek) yang berhubungan dengan

outcrop komplek vulcanik di

sebelah selatan semburan Sumber: data penelitian

(30)

IV.2.2 Perbedaan Sistem Kerja Saintifik

Mengacu perbedaan-perbedaan sebagaimana dimuat pada Tabel IV.1, terlihat bahwa ada perbedaan sistem kerja saintifik—menyangkut cara pandang, pendekatan dan metode—pada masing-masing kelompok saintis. Pada aspek cara pandang, misalnya, antara Saintis A dengan Saintis B dan Saintis C sangat berbeda (perbedaan yang sangat mendasar bagi kerja saintifik berikutnya; pendekatan dan metode), di mana Saintis A lebih pada melihat local (specific) view; dalam artian apa-apa yang terjadi secara spesifik di Sumur Banjarpanji-1 (merujuk pada daily drilling report), sementara Saintis B dan Saintis D lebih pada memperhatikan kondisi geologi regional di sekitar Lusi (regional view). Adapun Saintis C menggunakan cara pandang kombinasi; local and regional view.

Pada aspek pendekatan juga berbeda, Saintis A menggunakan drilling approach, Saintis B menggunakan geology approach, Saintis C menggunakan kombinasi drilling and geology approach, sedangkan Saintis D menggunakan hydrogeology and geothermal approach. Kemudian pada aspek metode, Saintis A menggunakan metode

MASP, KTF dan tekanan hidrostatis, Saintis B menggunakan perujukan atas fakta-fakta geologi permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface), serta sejarah mud

volcano di Sidoarjo, Saintis C menggunakan metoda hydrofraction, geological setting, geothermal gradient, dan overpressure shale, sementara Saintis D menggunakan metode

perujukan adanya komplek vulcanik.

IV.2.3 Pengaruh Politik Pihak-pihak di Luar Saintis

Adanya pengaruh politik dari pihak-pihak di luar saintis terhadap perbedaan statement para saintis dapat ditangkap dari beberapa hal berikut. Pertama, dari diselenggarakannya seminar-seminar oleh kelompok-kelompok saintis tersebut yang didanai oleh pihak-pihak di luar saintis di mana pembicara yang hadir adalah dari kelompoknya masing-masing37. Dalam artian bahwa penyelenggaraan seminar itu lebih bernuansa seminar tandingan, bukan seminar atas pencarian

       37  Di antaranya, seminar di Hotel Bumi Karsa diselenggarakan Walhi, ICEL, Jatam, YLBHI, dan Elsam; deklarasi  Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo di Gd. Nusantara V DPR‐RI oleh Gempur Lapindo (aliansi LSM,  tokoh masyarakat, saintis proponen UGBO, korban) untuk kelompok Saintis A. International Workshop di  Auditorium BPPT, diselenggarakan IAGI, LIPI, BPPT dan seminar oleh Aspermigas untuk kelompok Saintis B  dan Saintis D. 

(31)

suatu kebenaran atau statement final38; yang lebih mengharuskan diakomodasinya kelompok-kelompok saintis lain untuk terlibat saling memverifikasi statement-nya.

Adanya kepentingan politik dalam seminar-seminar tersebut dapat sangat mudah diketahui dari penggunaan istilah yang disematkan terhadap peristiwa semburan lumpur. Seperti penggunaan istilah Lula (Lumpur Lapindo) atau Lumpur Panas Lapindo untuk seminar kelompok Saintis A dan Saintis C, atau penggunaan istilah Lusi (Lumpur Sidoarjo) untuk seminar kelompok Saintis B dan Saintis D39.

Kedua, dibentuknya divisi khusus yang menangani semua informasi terkait semburan dalam tubuh Timnas PSLS, yang diberi nama Media Center Lusi, di mana divisi ini juga mengelola bulletin ‘Media Center Lusi’ yang terbit setiap minggu dengan pemberitaan yang mengakomodasi statement-statement kelompok saintis tertentu saja (Saintis B)40. Pemberian nama dan susunan keanggotaan dalam diri Timnas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) juga dapat diindikasikan adanya kepentingan politik yang disematkan dalam penggunaan nama dan orang-orang (saintis-saintis) tersebut.

Ketiga, dari aliansi-aliansi yang dibangun oleh masing-masing kelompok saintis selama ini. Aliansi-aliansi yang dibangun kelompok Saintis A dan Saintis C adalah dengan warga korban, beberapa LSM, dan tokoh masyarakat. Sementara

       38  ANT memberi istilah praktek‐praktek semacam ini sebagai pengakhiran (punctualization) atau peng‐kotak  hitam‐an. Dengan kata lain, kotak hitam mengandung jaringan‐aktor yang telah ‘tertutup’ (Yuliar, 2007).  Kondisi ini menyebabkan semakin sulitnya masing‐masing kelompok untuk membuka diri bagi yang lain.  39  Nuansa adanya kepentingan politik pihak‐pihak di luar saintis juga dapat dilihat dari penggunaan istilah ini  pada beberapa stasiun TV. Bahkan liputan atas kasus ini oleh beberapa stasiun TV tersebut terlihat sangat  hati‐hati, dalam artian ada pemilihan materi tertentu untuk disajikan atau tidak, serta kelompok saintis  mana yang diundang sebagai narasumber. Ini juga nampak dari sangat hati‐hatinya para pemandu acara  dalam menyebutkan istilah yang digunakan. Adanya kepentingan politik pihak‐pihak di luar saintis meski  tidak mempengaruhi sistem kerja saintifik juga terlihat dari tidak dimuatnya artikel yang membahas jurnal  yang ditulis oleh Richard Davies tentang keterkaitan pemboran dengan semburan pada National Geographic  edisi Indonesia; hanya dimuat pada edisi bahasa Inggris.   40  Tidak hanya menggunakan Media Center Lusi, pihak‐pihak di luar saintis juga mewadahi (memanfaatkan)  statement kelompok saintis tertentu dalam sebuah iklan di sejumlah media masa. 

(32)

aliansi yang dikembangkan kelompok Saintis B dan Saintis D adalah dengan Lapindo, BPPT, Aspermigas, LIPI, IAGI dan TP2LS-DPR41.

Jelas bahwa kepentingan-kepentingan kelompok tersebutlah yang diusung. Tetapi ini bukan berarti para saintis ini terkooptasi oleh kepentingan pihak-pihak di luar dirinya, sehingga menyebabkan sistem kerja saintifik menjadi tidak ilmiah lagi. Relasi saintis dengan pihak-pihak tersebut justru juga bagian dari aksi politik saintis, yakni dalam membangun dan menguatkan statement saintifiknya.

IV.2.4 Implikasi bagi Konstruksi Fakta Hukum

Yang menarik dari kasus semburan lumpur ini adalah bahwa proses konstruksi fakta saintifik dan fakta hukum tidaklah terpisahkan. Keduanya berjalan serempak dan saling memberi implikasi. Artinya, dalam fakta hukum terkandung fakta saintifik, demikian sebaliknya, dalam fakta saintifik terkandung fakta hukum.

Gambar IV.20 Relasi Aktor dalam Konstruksi Fakta Hukum (Perdata)

Dalam kasus ini, setidaknya terdapat dua gugatan hukum perdata, yaitu dari Walhi dan YLBHI. Walhi menggugat beberapa pihak yang ditengarahi bertanggung

       41  Penggunaan nama Tim Pemantau Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS) ini juga mengindikasikan  adanya kepentingan politik pihak‐pihak di luar saintis. Bahkan gagalnya interpelasi tentang semburan  lumpur dan hasil kesimpulan TP2LS bahwa semburan lumpur sebagai fenomena alam, lebih jelas lagi  menampakkan nuansa politik pihak‐pihak di luar saintis. Apalagi saat melakukan pemantauan, TP2LS lebih  dominan mengundang saintis dari salah satu kelompok (Topik Minggu Ini, Liputan 6 SCTV; ).  Pengacara  Penggugat  Pengacara  Tergugat  Bukti2  Saintis/saks i ahli Hakim Penggugat /LSM  Tergugat  Berkas  gugatan

Gambar

Gambar IV.1 Kronologi Semburan Lumpur panas (Rubiandini, 2006)
Gambar IV.3 Formula MASP dan Tekanan Rekah Batuan (Rubiandini, 2006)
Gambar IV.4 Profil Tekanan Saat CP = 1054 psi (Rubiandini, 2006)
Gambar IV.5 Sampel Lumpur Panas dalam Penelitian (Rubiandini, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) ada hubungan yang signifikan antara koordinasi mata kaki dengan kemampuan menggiring bola dalam permainan sepak bola murid SD Negeri

Berdasarkan hasil analisis beban kerja tahun 2020 yang mengacu pada mekanisme Keputusan Peraturan Menteri Pendayaan Apaturur Negara Nomor: Kep-75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman

Mayoritas pemberitaan hari ini bertendensi netral sebanyak 14 berita (58.3%), tendensi positif sebanyak sembilan berita (37.5%), dan tendensi negatif sebanyak satu berita

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Adityo (2012) dalam penelitian yang menganalisis hubungan antara CSR, beta, Firm Size, dan Book to market terhadap Return

Membentuk Panitia Inisiasi Akuntansi Tahun 2020 dengan susunan keanggotaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Badan

Strategi kang bisa digunakake ing tindak tutur informatif sajrone khotbah kebaktian minggu ing Greja Kristen Jawi Wetan ing Kutha Surabaya ana wolu yaiku menehi

Hasil ini didukung dengan pengujian pada sampel Bank Non Devisa yang menemukan adanya pengaruh positif dan signifikan LDR terhadap ROE, sedangkan pada sampel Bank Devisa, rasio

Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dan suatu entitas dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama