• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN

KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN

LABORATORIUM

ICHMA YELDHA RETMADHONA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Ichma Yeldha Retmadhona

(4)

ABSTRAK

ICHMA YELDHA RETMADONA. Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalis, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium. Dibimbing oleh ARINANA dan EFFENDI TRI BAHTIAR.

Perkembangan kayu semakin lama semakin meningkat seiring dengan perkembangan penduduk. Salah satu sifat yang penting pada kayu adalah keawetan. Perlu dilakukan pengujian dengan standar tertentu di luar SNI 01.7207-2006 agar hasil yang didapatkan akurat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan lama waktu pengujian keawetan kayu yang efisien; dan untuk mengetahui perkembangan jumlah rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren, mortalitas, dan kemampuan makan. Dua metode yang digunakan pada penelitian ini, yaitu metode A (Standar SNI 01.7207-2006) dengan ukuran contoh uji disamakan, sedangkan pada metode B beratnya disamakan. Umpan kayu karet (Metode B) memberikan hasil perkembangan jumlah rayap stabil pada estimasi 79 ekor setelah hari 36 sedangkan kayu sengon tidak terdapat koloni pada hari ke-78. Kehilangan berat pada kayu sengon lebih rendah jika dibanding dengan kayu karet. Dalam 1 minggu (Metode A) baik umpan kayu sengon dan karet rayap mampu memakan kayu sebesar 0.36 g, sedangkan untuk metode B nilai kayu yang dimakan pada umpan kayu karet lebih besar, yaitu 0.16 g. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa kayu karet lebih disukai oleh rayap tanah.

Kata kunci : Coptotermes curvignathus, Falcataria moluccana, Hevea brasiliensis, SNI 01.7207-2006

ABSTRACT

ICHMA YELDHA RETMADHONA. Growth of Termites, Mortality, and Feeding Rate in Laboratory Testing. Supervised by ARINANA and EFFENDI TRI BAHTIAR.

The utilization of wood has been increases in accordance with population growth. One of the imperative properties of wood is durability. It is needed a testing with certain standard beside of SNI 01.7207-2006 so that the result will be accurate. The objectives of this research were to understand the time of durability testing of wood efficiently, and to understand the growth of subterranean termites Coptotermes curvignathus Holmgren, mortality, and feeding rate. There were two methods A method (SNI 01.7207-2006), the samples size was equalized whereas in B method, samples weight equalized. In B method, the rubber wood samples gave stable growth of termites at the estimation 79 termites after 36 days whereas albizia wood, there were no colonies at 78th days. Weight loss which was had by albizia wood was lowest than rubber wood. In a week, A method for albizia and rubber woods, termites were able to feed wood as much as 0.36 g, whereas B method the wood eaten for rubber wood was higher than albizia wood which was 0.16 g. The result of the research revealed that rubber wood was more favorable by subterranead termites.

Key words : Coptotermes curvignathus, Falcataria moluccana, Hevea brasiliensis, SNI 01. 7207-2006

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN

KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN

LABORATORIUM

ICHMA YELDHA RETMADHONA

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(6)
(7)

Judul Skripsi : Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium

Nama : Ichma Yeldha Retmadhona NIM : E24090074

Disetujui oleh

Arinana, SHut, MSi Pembimbing I

Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2013.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Arinana, SHut, MSi dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi yang telah membimbing penulis dalam penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir penulisan.

2. Bapak Anhari yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan penelitian. 3. Ayah, bunda, serta kakak-kakak tercinta, atas segala doa dan kasih

sayangnya.

4. Al Barokah Group, Feti, Tammy, Hikmah, Ari, Sari, Cucu, Solikin, dan Andi Zaim atas segala bantuan dan motivasinya.

5. Rekan-rekan FAHUTAN khususnya THH 46 atas segala bantuan dan motivasinya.

Serta pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, November 2013

(9)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kondisi Umum Lingkungan Pengujian 5

Perkembangan Jumlah Rayap Hidup pada Pengujian Laboratorium 6 Perkembangan Jumlah Rayap Mati pada Pengujian Laboratorium 8

Jumlah Aktivitas Makan Rayap 8

Kemampuan Makan Rayap (Feeding Rate) 10

Bentuk Kerusakan Contoh Uji Kayu 11

Perbandingan Metode A dan Metode B 12

Kehilangan Berat dan Mortalitas 12

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah aktivitas makan rayap 8

2 Nilai kemampuan makan rayap (Feeding Rate) 10 3 Perbandingan metode A dan metode B 12

DAFTAR GAMBAR

1 Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus berdasarkan

SNI 01.7207-2006 3

2 Kelembaban dan suhu ruangan pengujian di laboratorium selama

pengujian 5

3 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian

laboratorium metode A 6

4 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian

laboratorium metode B 7

5 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode A 9 6 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode B 10 7 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan 11 8 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan 11

9 Persentase kehilangan berat metode A 13

10 Persentase kehilangan berat metode B 13

11 Persentase mortalitas rayap metode A 14

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita banyak melihat penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi bangunan dan alat perlengkapan rumah tangga. Kayu merupakan bahan organik yang terdiri dari unsur karbon (50%) dan sedikit unsur-unsur lain, serta merupakan bagian dari kehidupan manusia. Kayu memilki karakteristik yang tidak dijumpai pada bahan lain; yaitu (1) tersedia hampir diseluruh bagian dunia, (2) mudah diperoleh dalam berbagai bentuk dan ukuran, (3) relatif mudah dalam pengerjaannya, (4) sangat dekoratif dan alami penampilannya, (5) relatif ringan, (Nandika et al. 1996). Sebagai bahan organik kayu dapat terserang organisme perusak antara lain rayap tanah. Kondisi iklim dan tanah di Indonesia termasuk banyaknya keanekaragaman tumbuhan sangat mendukung dalam kehidupan rayap. Lebih dari 80% daratan indonesia merupakan habitat yang baik bagi kehidupan berbagai jenis serangga ini (Nandika et al. 2003). Makanan utama serangga ini adalah selulosa yang banyak terkandung dalam kayu, oleh karena itu masyarakat Indonesia lebih mengenal serangga ini sebagai serangga perusak kayu.

Pengetahuan tentang keawetan kayu sangat penting sehingga perlu dilakukan pengujian secara benar dan tepat. Oleh karena itu diperlukan standar pengujian untuk mengetahui sifat-sifat dari kayu, SNI 01.7207-2006 merupakan standar pengujian keawetan kayu yang dimiliki Indonesia. Pada metode tersebut terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan dimulai dari persiapan bahan hingga prosedur kerja. Dalam melakukan suatu kegiatan penelitian ketepatan dalam melakukan prosedur kerja yang sesuai dengan tahapan pada standar merupakan faktor yang penting untuk mendapatkan keakuratan data yang dihasilkan. Apabila pada pelaksanaan pengujian terdapat kesalahan maka dapat mengakibatkan data yang dihasilkan pun menjadi tidak benar. Tahapan prosedur dalam proses pengujian meliputi bahan dan alat, persiapan contoh uji, prosedur kerja, pernyataan hasil, dan validitas data. Selain keakuratan data hal lain yang perlu diperhatikan adalah efisiensi dari suatu pelaksanaan pengujian. Apabila dalam pelaksanaan pengujian, waktu dan prosedur yang diberikan efisien maka akan menghasilkan data yang optimal dari segi pelaksanaan maupun biaya.

Namun pada standar SNI 01.7207-2006 terdapat beberapa prosedur yang masih dianggap rancu, Pritasari (2011) menyampaikan bahwa waktu pengumpanan dalam standar tersebut dianggap kurang efisien dan menyampaikan rekomendasi waktu pengujian yang paling efisien adalah 4 minggu, disebutkan juga bahwa kayu sengon dan karet berpotensi digunakan sebagai kontrol pada pengujian keawetan kayu skala laboratorium terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Hal lain yang perlu dievaluasi pada standar tersebut adalah bahwa contoh uji 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm yaitu ukuran yang sama untuk semua jenis kayu yang akan diujikan, padahal setiap jenis kayu memiliki berat jenis yang berbeda sehingga nilai kehilangan berat pada standar perlu dikaji ulang dan dilakukan penelitian tentang pembuatan contoh uji yang tepat guna memberikan hasil yang lebih akurat. Parameter yang berkaitan dalam

(12)

2

keawetan kayu seperti perkembangan jumlah rayap, mortalitas, dan kemampuan makan (feeding rate) akan dibahas dalam penelitian ini.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu, belum adanya penelitian yang melaporkan tentang perkembangan jumlah rayap, mortalitas, dan kemampuan makan rayap (feeding rate) pada pengujian laboratorium.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan jumlah rayap tanah C. curvignathus, jumlah aktivitas makan rayap, dan kemampuan makan rayap (feeding rate), mendapatkan lama waktu pengujian keawetan kayu yang efisien pada skala laboratorium.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perkembangan jumlah rayap tanah C. curvignathus, aktivitas makan rayap, mortalitas, dan kemampuan makan (feeding rate), memberikan lamanya waktu pengujian yang efisien pada skala laboratorium

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Rayap (Termites Rearing Unit). Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kayu karet (Hevea brasiliensis) dan kayu sengon (Falcataria moluccana Miq.) pada bagian gubal, rayap tanah C. curvignathus yang sehat dan aktif dengan kasta pekerja, pasir, alkohol 70% digunakan untuk mensterilkan jampot/botol kaca, dan air mineral.

(13)

3 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan elektrik untuk menimbang contoh uji dan pasir, oven, desikator, baskom, jampot/botol kaca, alumunium foil sebagai penutup jampot/botol kaca, kapas, dry and wet thermometer, kamera, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

Persiapan contoh uji dibuat untuk dua metode, yaitu metode A dan metode B. Pada metode A contoh uji dipersiapkan berukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm baik kayu sengon maupun karet sesuai dengan standar SNI 01.7207-2006. Karena berat jenis kayu sengon dan kayu karet berbeda maka pada perlakuan A kayu karet lebih berat daripada kayu sengon. Pada metode B kayu sengon dipotong berukuran 2.5 cm x 2.5 cm x 0.5 cm lalu ditimbang beratnya. Selanjutnya kayu karet dipotong sedemikian rupa sehingga beratnya hampir sama dengan berat kayu sengon. Dengan demikian diperoleh dimensi kayu karet dan kayu sengon pada metode B berbeda tapi beratnya hampir sama.

Prosedur kerja dilakukan dengan metode pada standar SNI 01.7202-2006 yang dimodifikasi berdasarkan penelitian Arinana et al. (2012). Contoh uji dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 °C untuk mendapatkan nilai berat kayu sebelum pengujian (W1), serta dilakukan sterilisasi pada botol uji dan pasir yang

akan digunakan dengan pengovenan dan dijemur pada sinar matahari, sebelum di oven botol uji dibilas dengan alkohol 70%. Contoh uji dimasukkan kedalam botol uji kaca dengan posisi berdiri dan disandarkan sehingga salah satu bidang terlebar menyentuh dinding botol uji. Ke dalam botol uji dimasukkan 200 gram pasir dan ditambahkan air sebanyak 50 ml. Selanjutnya ke dalam botol uji dimasukkan 200 ekor rayap tanah C. curvignatus dari kasta pekerja, kemudian botol uji ditutup dengan alumunium foil dan diletakkan di tempat gelap. Pengujian berdasar standar SNI 01.7207-2006 tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pembongkaran botol uji dilakukan sesuai dengan perlakuan waktu, yaitu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu pada botol uji yang tidak sama dengan ulangan sebanyak 3 kali.

Gambar 1 Pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah C. curvignathus berdasarkan SNI 01.7207-2006

(14)

4

Setiap harinya aktivitas rayap dalam botol uji diamati, apabila kadar air mulai menurun, maka ke dalam botol uji ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 25%. Jumlah rayap yang masih hidup dihitung dan contoh uji kayu dibersihkan dari kotoran yang menempel. Kemudian dioven selama 48 jam dengan suhu 60 ± 2 °C dan ditimbang untuk mendapatkan berat akhir contoh uji (W2). Nilai kehilangan berat contoh uji akibat serangan rayap tanah dihitung

dengan persamaan berikut :

(%) = − × 100% Keterangan :

WL = Penurunan berat (%)

W1 = Berat kering oven kayu sebelum pengumpanan (g)

W2 = Berat kering oven kayu setelah pengumpanan (g)

Dalam standar SNI 01. 7207-2006 tidak dilakukan pengamatan terhadap mortalitas rayap. Namun pada penelitian ini dilakukan pengamatan mortalitas rayap, dengan mengadopsi rumus yang ada di JIS K 1571-2004, yaitu:

=

200 100% Keterangan :

MR = Mortalitas rayap D = Jumlah rayap mati

200 = Jumlah rayap awal pengujian

Selain mortalitas dilakukan juga perhitungan feeding rate, yang menggambarkan kemampuan makan rayap per harinya. Hal ini dihitung dengan menggunakan rumus :

= Dengan keterangan:

FR = feeding rate (µg/ekor/hari) ∆W = kehilangan berat kayu (µg)

R1 = jumlah rayap pekerja awal yang digunakan (ekor)

R2 = jumlah rayap pekerja pada akhir pengujian yang masih hidup (ekor)

T = lama waktu pengujian (hari)

Analisis Data

Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi pada Microsoft Excel 2007. Untuk mengetahui perkembangan jumlah rayap pada skala laboratorium dilihat dengan menggunakan kurva sigmoid, kurva sigmoid memiliki garis asimtot (K) yang merupakan ambang batas horisontal dimana hasil fungsi hampir bernilai konstan. Jumlah rayap yang makan merupakan integral dari kurva perkembangan jumlah rayap dari hari pertama

(15)

5 (minggu ke-1) hingga hari ke 43 (Minggu ke-6). Estimasi kehilangan berat merupakan selisih kurva berat umpan pada minggu ke-6 dan minggu ke-1. Feeding rate dihitung sebagai kehilangan berat dibagi dengan jumlah rayap yang makan selama jangka waktu pengujian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lingkungan Pengujian

Pengujian penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rayap (Termites Rearing Unit) bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu. Pada laboratorium memiliki tempat khusus untuk pengujian rayap, tempat tersebut berada dilantai 2 dengan kondisi gelap tanpa lampu penerangan dan tidak ada ventilasi. Keadaan tersebut sengaja dibuat guna menyesuaikan habitat rayap di alam, yang tidak menyukai cahaya dan keramaian. Pengamatan kelembaban ruangan pengujian dilakukan dengan menggunakan wet and dry thermometer dalam kurun waktu yang sesuai dengan lama pengujian (6 minggu). Perubahan kelembaban sangat mempengaruhi aktivitas jelajah rayap, pada kelembaban yang yang rendah rayap bergerak menuju daerah dengan suhu yang lebih rendah. Rayap tanah seperti Coptotermes memerlukan kelembaban yang tinggi untuk kelangsungan hidupnya, perkembangan optimumnya dicapai pada kisaran75-90%.

Gambar 2 Kelembaban dan suhu ruangan pengujian di laboratorium selama pengujian.

Berdasar hasil pengamatan sebagaimana terlihat pada Gambar 2, kelembaban pada ruangan pengujian berkisar antara 84 % hingga 92 % dengan rata-rata kelembaban sebesar 88% , sedangkan suhu ruang pengujian berkisar antara 26 0C hingga 28 0C dengan rata-rata sebesar 27 0C. Dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata kelembaban yang diperoleh masuk ke dalam selang kelembaban optimum yang dibutuhkan rayap tanah dalam perkembangannya. Saat pengujian berlangsung hujan cukup sering terjadi. Curah hujan merupakan pemicu perkembangan, namun curah hujan yang terlalu tinggi dapat juga menurunkan aktivitas jelajah rayap (Nandika et al. 2003).

26 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 40 50 60 70 80 90 100 1 8 15 22 29 36 43 Su h u C ) Ke le m b a b an (% )

Lama waktu (Hari)

(16)

6

Perkembangan Jumlah Rayap Hidup pada Pengujian Laboratorium Sifat-sifat khas yang dimiliki oleh suatu populasi adalah kerapatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), sebaran (distribusi) umur, potensi biotik, sifat genetik, perilaku, dan pemencaran (dispersi) (Tarumingkeng 1994). Pada dasarnya populasi rayap di alam dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor lingkungan, ketersediaan air, dan predator, faktor lingkungan terdiri dari curah hujan, suhu, dan kelembaban. Pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus di laboratorium memiliki keterbatasan karena variasi variabel lingkungan yang sesuai dengan habitat rayap di alam tidak dapat sepenuhnya diakomodasi. Untuk itu banyak kemungkinan terjadi kegagalan dalam proses pengujiannya. Menurut Tarumingkeng (1994) pertumbuhan dari suatu populasi tergantung pada kerapatannya. Pada kerapatan tertentu, makin padat populasi makin berkurang persediaan makanan dan ruangan sehingga terjadi persaingan antar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan terjadi kematian. Penurunan perkembangan jumlah rayap di dalam botol uji dapat terjadi karena adanya seleksi alam, di mana rayap yang hidup adalah yang mampu bertahan dalam kondisi lingkungan baru yang berbeda dengan habitat alaminya. Sesuai dengan sifat kanibalismenya, rayap dapat memakan sesamanya yang lemah dan telah mati, sehingga tidak ditemukan sisa-sisa tubuh rayap di dalam botol uji.

Pada serangga sosial, seperti rayap tanah, kelengkapan kasta dalam suatu koloni merupakan salah satu syarat bagi perkembangan jumlah. Pengujian laboratorium yang menggunakan kasta pekerja saja tidak memungkinkan terjadinya proses perkembangbiakan generatif sehingga perkembangan jumlah rayap tidak meningkat. Dari hari ke hari, jumlah rayap dalam botol uji akan selalu berkurang atau tetap dan tidak mungkin bertambah. Berkurangnya jumlah rayap dapat terjadi akibat kematian yang kuantitasnya dipengaruhi oleh umur rayap, ketersediaan pakan, dan daya adaptasi terhadap kondisi lingkungan dalam botol uji. Penelitian ini memperlihatkan perkembangan jumlah rayap yang terjadi dalam botol uji selama jangka waktu pengujian (Gambar 3 dan 4).

Gambar 3 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian laboratorium metode A -50 0 50 100 150 200 250 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 1 06 113 120 127 134 141 Ju m la h r ay a p h id u p (N ) Hari ke- (t)

Nt (Sengon) Nt (karet) Nt(estimasi) (sengon) Nt(estimasi) (karet) Karet:

(17)

7 Gambar 3 memperlihatkan perkembangan jumlah rayap pada botol uji yang diberi umpan kayu karet dan kayu sengon masing-masing satu potong untuk tiap botolnya. Sesuai dengan SNI 01.7207-2006 kayu karet dan kayu sengon tersebut memiliki dimensi yang sama. Pada Gambar 3 terlihat bahwa pendugaan kematian seluruh rayap terjadi pada hari ke-57 (minggu 8) baik pada botol yang diberi umpan kayu sengon maupun kayu karet. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan total waktu pengumpanan 43 hari dapat dilihat bahwa, pada kayu sengon dengan metode A (volume yang sama, berat berbeda) perkembangan jumlah rayap masih stabil hingga pengumpanan hari ke-8 dengan jumlah rayap hidup sebanyak 200 ekor. Terjadi penurunan jumlah rayap saat pengumpanan pada hari ke-15, penurunan tertinggi terjadi antara hari ke 29 dan 36. Untuk umpan kayu karet perkembangan jumlah rayap masih stabil hingga pengumpanan hari ke-22, terjadi penurunan ketika memasuki hari ke-29. Untuk hari ke-43 rayap masih bisa bertahan namun dengan jumlah yang sangat sedikit.

Gambar 4 Perkembangan jumlah rayap hidup pada hari ke-t (Nt) pada pengujian laboratorium metode B

Pada kurva perkembangan jumlah rayap dengan metode B (volume berbeda, berat sama), jumlah rayap yang diberi umpan kayu sengon cenderung selalu menurun sepanjang jangka waktu pengujian hingga kematian total diduga terjadi pada hari ke 78 (minggu 11). Sementara itu rayap yang diberi umpan kayu karet terlihat mampu bertahan meskipun jumlahnya menurun drastis setelah hari ke-22 hingga hari ke-36. Namun setelah hari ke-36, jumlah rayap yang ada diduga stabil pada angka 79 ekor, karena asymptote persamaan penduga yang diperoleh adalah pada angka 79 tersebut. Hal ini bermakna bahwa rata-rata akan terdapat 79 ekor rayap yang mampu bertahan apabila 200 ekor rayap diberi umpan kayu karet pada pengujian laboratorium. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dikatakan bahwa rayap lebih dapat bertahan dengan umpan kayu karet dibandingkan kayu sengon.

Untuk mengetahui pengaruh lama waktu pengumpanan terhadap jumlah rayap hidup maka dilakukan analisis regresi. Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai R2 yang didapatkan dari umpan kayu sengon dan karet tinggi, yaitu 99.85% dan 93.21% sedangkan pada Gambar 4 sebesar 91.67% dan 90.49% sehingga

-50 0 50 100 150 200 250 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 85 92 99 1 0 6 1 1 3 1 2 0 Ju m la h r ay ap h id u p (N ) Hari ke- (t)

Nt (Sengon) Nt (karet) Nt(estimasi) (sengon) Nt(estimasi) (karet) Karet:

(18)

8

persamaan yang diperoleh dapat dipergunakan untuk menduga jumlah rayap yang hidup pada hari tertentu. Faktor lama waktu pengumpanan berpengaruh terhadap jumlah rayap yang hidup. Semakin lama waktu pengumpanan maka kekuatan rayap akan semakin menurun sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian. Dilihat dari hasil perkembangan jumlah rayap pada botol uji, jumlah rayap mulai terlihat menurun setelah hari ke-29. Penurunan itu terus terjadi hingga hari ke-43, sedangkan pada hari selanjutnya kematian total dominan terjadi.

Perkembangan Jumlah Rayap Mati pada Pengujian Laboratorium Jumlah rayap hidup yang rendah setelah hari ke-43 pada Gambar 3 menunjukkan tingkat kematian tertinggi untuk metode A. Sampai hari ke-43 nilai kematian rayap yang diberi umpan kayu sengon lebih besar daripada yang diumpan kayu karet. Kematian rayap di laboratorium pada umpan kedua jenis kayu (sengon dan karet) diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 100% (rayap mati semua) di hari 57. Pada metode B (Gambar 4) walaupun di hari ke-36 tingkat kematian rayap yang diumpan dengan kayu karet lebih besar daripada umpan kayu sengon, namun rata-rata jumlah rayap yang hidup di akhir pengujian (6 minggu) masih cukup tinggi. Total kematian rayap yang diumpan karet pada minggu ke-6 adalah 168 ekor sedangkan pada umpan kayu sengon adalah 184 ekor. Sesuai dengan persamaan pada Gambar 4, diperkirakan rata-rata kematian rayap setelah minggu ke-6 adalah 60% dan 100% berturut-turut pada umpan kayu karet dan sengon. Pada kayu sengon diprediksi kematian rayap mencapai 100% di hari ke-78, sedangkan pada kayu karet koloni rayap masih dapat bertahan. Kedua jenis kayu (sengon dan karet) termasuk kayu tidak awet.

Jumlah Aktivitas Makan Rayap

Secara umum aktivitas makan rayap dicirikan oleh beberapa hal penting, yaitu sumber makanan rayap adalah selulosa, terdapat hubungan antara rayap dengan organisme simbion pada saluran pencernaannya, yaitu protozoa pada rayap tingkat rendah dan bakteri pada rayap tingkat tinggi (famili Termitidae) dan perilaku trofalaksis (Nandika et al. 2003). Jumlah aktivitas makan rayap pada kayu sengon metode A (Tabel 1) menunjukkan bahwa dalam masa pengumpanan 43 hari aktivitas makan dilakukan sebanyak 5820 kali, sedangkan pada kayu karet sebanyak 6635 kali. Untuk perlakuan B pada kayu sengon aktivitas makan rayap terjadi sebanyak 5516 kali, dan kayu karet 5904 kali. Jika kedua jenis kayu dibandingkan (metode A dan B) dapat dikatakan bahwa rayap lebih banyak melakukan aktivitas makan dengan umpan kayu karet daripada sengon. Aktifitas makan rayap dapat dipengaruhi oleh jenis pada umpan yang diberikan.

Tabel 1 Jumlah aktifitas makan rayap Jenis Metode A (kali) Metode B (Kali) Sengon 5 820 5 516

Karet 6 635 5 904

Untuk mengetahui kayu manakah yang lebih disukai oleh rayap, maka perlu dihitung juga berat kayu yang dimakan. Berdasarkan hasil yang didapatkan

(19)

9 (Gambar 5) dalam masa pengumpanan 43 hari (6 minggu) rayap mampu memakan kayu sengon sebanyak 0.355 g sedangkan untuk kayu karet sebanyak 0.363 g. Berat akhir kayu semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu pengujian. Penurunan ini mengikuti kurva logaritma yang diperoleh dari persamaan regresi dengan koefisien determinasi yang tinggi (R2=97.16%). Persamaan logaritma menunjukkan penurunan laju pengurangan dengan berjalannya waktu. Berat akhir kayu semakin turun, tetapi laju penurunannya semakin lambat. Artinya berat kayu yang dimakan pada minggu pertama lebih banyak daripada minggu berikutnya.

Gambar 5 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode A Pada metode B (Gambar 6) dalam masa pengumpanan 43 hari (6 minggu) rayap mampu memakan kayu sengon sebanyak 0.100 g dan karet sebanyak 0.158 g, nilai berat kayu yang dimakan pada kayu sengon lebih kecil jika dibandingkan kayu karet. Nilai berat kayu yang dimakan dihitung dari integral persamaan kurva (Gambar 5 dan 6). Jika dilihat dari hasil banyaknya aktivitas makan dan jumlah kayu yang dimakan, dapat diasumsikan bahwa kayu karet lebih rentan terserang rayap, karena rayap lebih menyukai umpan kayu karet dibanding kayu sengon. Menurut Fengel dan Wegener (1985) kayu karet mengandung senyawa amirin dalam bentuk lateks (getah) yang bersifat mengundang organisme perusak sehingga kayu ini sangat rawan diserang.

(20)

10

Gambar 6 Jumlah kayu yang dimakan rayap pada setiap minggu (y) metode B

Kemampuan Makan Rayap (Feeding Rate)

Menurut Supriana (1983), perilaku makan rayap di alam berbeda dengan dilaboratorium. Di alam rayap bebas untuk memilih sendiri lingkungan yang paling sesuai bagi hidupnya. Sedangkan dilaboratorium, rayap dipaksa makan (forced feeding test). Dalam keadaan terpaksa, rayap akan memakan bahan (umpan) yang diberikan. Menurut Sornnuwat (1996), parameter yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan keefektifan aktivitas rayap adalah kehilangan berat contoh uji kayu, mortalitas rayap, dan kemampuan makan (feeding rate). Pada SNI 01.7207-2006 tidak terdapat perhitungan mengenai kemampuan makan rayap.

Tabel 2 Nilai kemampuan makan rayap (feeding rate) Jenis Metode A Metode B

(µg/ekor/hari) (µg/ekor/hari) Sengon 61.03 17.95

Karet 54.77 26.81

Berdasarkan Tabel 2 feeding rate tertinggi metode A terjadi pada kayu sengon, yaitu 61.03 µg/ekor/hari sedangkan untuk metode B nilai tertinggi dicapai dengan umpan kayu karet, yaitu 26.81 µg/ekor/hari. Feeding rate rayap tanah lebih dipengaruhi oleh kondisi tubuh rayap daripada jenis kayu umpan. Hal ini ditunjukkan oleh ketidakkonsistenan nilai feeding rate pada kedua jenis kayu yang diumpankan. Pada metode A, kayu sengon lebih banyak dimakan oleh setiap ekor rayap per harinya, sebaliknya pada perlakuan B kayu karet yang lebih banyak dimakan. Pada dasarnya ke dua jenis kayu tersebut (sengon dan karet) rentan tenserang organisme perusak seperti rayap dan jamur. Kayu karet sendiri memiliki berat jenis berkisar antara 0.55-0.70 dan termasuk kelas awet V dan kelas kuat II-III (Mandang dan Pandit 1997). Sedangkan kayu sengon berat jenisnya berkisar

(21)

11 antara 0.24-0.49 dengan kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V (Martawijaya dan Kartasujana 1977).

Bentuk Kerusakan Contoh Uji Kayu

Secara visual kerusakan lebih banyak terjadi dengan umpan kayu karet dibandingkan kayu sengon. Pada umpan kayu karet terdapat contoh uji yang mengalami patah atau terbagi dalam beberapa bagian, sedangkan tidak terjadi pada umpan kayu sengon. Dapat dilihat pada perlakuan A (Gambar 7) kedua jenis kayu memiliki ukuran yang sama, karena contoh uji dibuat berdasarkan standar SNI 01.7207-2006. Pada perlakuan B (Gambar 8) ukuran yang diberikan terlihat berbeda, karena contoh uji disamakan berat jenisnya, sehingga ukuran umpan kayu karet diperkecil. Sebagaimana terlihat pada Gambar 7 dan 8, bentuk kerusakan contoh uji setelah diumpan berupa gerekan rayap tanah C. curvignathus. Sedangkan contoh uji sebelum diumpan tidak terdapat gerekan rayap tanah C. curvignathus.

Gambar 7 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan pada metode A

Gambar 8 Kondisi contoh uji kayu sebelum (1) dan setelah (2) pengumpanan pada metode B

Karet

Sengon

Karet

(22)

12

Perbandingan Metode A dan B

Pada penelitian yang telah dilakukan digunakan 2 metode yang berbeda yaitu metode A yang mengacu pada standar SNI 01.7207-2006 dan B yaitu metode yang dibuat sendiri. Perbandingan kedua metode tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan metode A dan metode B

Perameter Metode A Metode B Perkembangan jumlah

rayap tanah

Perkembangan jumlah rayap tanah cenderung menurun seiring lamanya waktu pengujian pada kedua jenis kayu

Perkembangan jumlah rayap menurun untuk umpan kayu sengon, namun pada umpan kayu karet rayap mampu bertahan pada estimasi 79 ekor

Jumlah rayap yang mati

Diduga mengalami kematian seluruh koloni (mortalitas 100%) di hari ke-57 untuk kedua jenis umpan (sengon dan karet)

Diduga rayap mengalami kematian seluruhnya di hari ke 78 pada umpan kayu sengon, rayap mampu bertahan pada umpan kayu karet. Jumlah aktivitas

makan

Jumlah aktivitas makan oleh rayap pada umpan kayu karet lebih besar jika dibanding sengon.

Jumlah aktivitas makan oleh rayap pada umpan kayu karet lebih besar jika dibanding sengon. Jumlah kayu yang

dimakan

Memiliki nilai yang relatif sama baik umpan kayu karet maupun sengon

Nilai berat kayu yang dimakan dengan umpan kayu karet lebih besar daripada kayu sengon. Kemampuan makan

(feeding rate)

Feeding rate tertinggi terjadi pada kayu sengon

Feeding rate tertinggi terjadi pada kayu karet. Jika diamati kembali pembuatan contoh uji dalam standar SNI 01.7207-2006 dengan menggunakan ukuran yang sama juga dirasa masih belum tepat, mengingat berat jenis pada setiap jenis kayu berbeda sehingga berat awal pun yang dimiliki juga tidak sama. Bisa saja kayu yang harusnya lebih awet menjadi tidak awet jika menggunakan metode tersebut. Harusnya pada pengujian keawetan kayu, apabila jenis umpan yang digunakan berbeda maka yang harus disamakan adalah beratnya bukan ukuran, hal tersebut akan memberikan hasil data yang lebih baik dan benar.

Kehilangan Berat dan Mortalitas

Persentase kehilangan berat merupakan parameter utama yang menjadi acuan dalam standar SNI 01. 7207-2006 untuk menentukan kelas keawetan dari suatu jenis kayu. Nilai persentase kehilangan berat sendiri diperoleh dari pengurangan berat awal contoh uji (W1) dengan berat akhir (W2) contoh uji yang

(23)

13 kemudian dibagi dengan berat awal (W1) dan dikalikan dengan 100%. Hasil dari

penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase kehilangan berat dengan masa pengumpanan 6 minggu terbesar adalah pada umpan kayu sengon, yaitu sebesar 24.99% pada metode A (Gambar 9). Hal tersebut serupa dengan metode B (Gambar 10), yaitu nilai persentase kehilangan berat terbesar terjadi pada umpan kayu sengon 24.70%. Kedua hasil yang diperoleh pada dua metode sangat berbeda jika dibandingkan pada perhitungan berat akhir kayu (Gambar 5 dan 6). Jika dilihat pada Gambar 9 dan 10 persentase kehilangan berat pada kedua jenis kayu cenderung selalu meningkat seiring dengan lama waktu pengujian berlangsung. Dapat dikatakan bahwa semakin lama waktu pengujian maka semakin banyak contoh uji kayu yang dimakan oleh rayap.

Gambar 9 Persentase kehilangan berat metode A

Gambar 10 Persentase kehilangan berat metode B

Dalam standar SNI 01.7207-2006 nilai mortalitas tidak dihitung, sehingga nilai mortalitas bukan menjadi salah satu parameter yang menentukan

(24)

14

kelas keawetan kayu. Namun Jika dilihat dari hasil nilai persentase mortalitas yang tinggi maka nilai mortalitas menjadi penting untuk menentukan keberhasilan dalam suatu pengujian keawetan kayu pada skala laboratorium. Efisiensi dari lamanya waktu suatu pengujian juga sangat penting, guna mendapatkan hasil yang lebih baik dan tepat, baik dari hasil data maupun biaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai mortalitas tertinggi baik metode A maupun B (Gambar 11 dan 12) terjadi pada umpan kayu sengon. Jika dibandingkan pada hasil kurva pertumbuhan rayap hasil tersebut berbanding lurus dimana pada umpan kayu karet lebih banyak rayap yang mampu bertahan jika dibandingkan pada umpan kayu sengon. Jika dilihat dari besarnya nilai persentase mortalitas pada kedua jenis kayu, maka waktu yang efisien sebagai pengujian adalah 4 minggu, karena nilai mortalitas dari kedua jenis umpan (karet dan sengon) masih dibawah 50%, dapat diasumsikan bahwa jumlah rayap yang hidup masih diatas 100 ekor.

Gambar 11 Persentase mortalitas rayap metode A

Gambar 12 Persentase mortalitas rayap metode B

1 2 3 4 5 6 Sengon 0 2,5 11,83 42,55 79,5 96 Karet 0 1 0 32,5 53 79,17 0 20 40 60 80 100 120 M o rt al it as (% ) 1 2 3 4 5 6 Sengon 18,83 13,33 9,33 34,83 83,5 92,33 Karet 0 0 3,17 28,17 96 84 0 20 40 60 80 100 120 M o rt al it as (% )

(25)

15 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perkembangan jumlah rayap di laboratorium pada metode A dengan kayu umpan sengon dan karet akan terus menurun seiring dengan lama waktu pengujian, diduga bahwa kematian seluruh koloni terjadi pada hari ke-57 sedangkan pada metode B rayap mampu bertahan dengan umpan kayu karet dengan estimasi 79 ekor. Nilai mortalitas terbesar baik metode A dan B terjadi di pengumpanan minggu ke-5 dan 6 untuk kedua jenis kayu. Jumlah aktivitas makan rayap terbesar terjadi pada umpan kayu karet untuk kedua metode (A dan B), dapat dikatakan rayap lebih menyukai kayu karet dibanding kayu sengon. Kemampuan makan rayap (feeding rate) untuk metode A nilai terbesar terjadi pada umpan kayu sengon sebesar 61.03 µg/ekor/hari, sedangkan pada metode B adalah umpan kayu karet 26.81 µg/ekor/hari. Waktu pengujian yang paling efisien yang diperoleh adalah 4 minggu karena jumlah rayap yang hidup masih diatas 50 % atau lebih dari 100 ekor rayap.

Saran

Perlu adanya syarat nilai mortalitas untuk mengukur suatu keberhasilan pengujian keawetan kayu skala laboratorium, dan perlu dilakukan perbaikan pembuatan contoh uji dengan menyamakan berat contoh uji dalam pengujian keawetan kayu terhadap serangan rayap tanah C. curvignathus pada standar SNI 01.7202-2006.

DAFTAR PUSTAKA

Arinana, Tsunoda K, Hadi YS, Herliyana EN. 2012. Termite Species-susceptible of Wood for Inclusion as a Reference in Indonesian Standardized Laboratory Testing. Insects 2012, 3, 396-401.

Fengel D, Wegener G. 1985. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan Uniersitas Gadjah Mada Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID) : Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

[JIS] Japanese Industrial Standard. 2004. Tes Methods for Determining The Effectiveness of Wood Preservatives and their Performance Requirement. JIS K 1571-2004.

Nandika D, Soenaryo, Saragih A. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta (ID) : Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

Nandika D, Rismayadi Y, Diba F. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Surakarta Press Surakarta. Pritasari WN. 2011. Pengujian Keawetan Empat Jenis Kayu Tanaman dengan

Standar SNI 01.7207-2006: Tinjauan terhadap Lama Waktu Pengujian [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(26)

16

Mandang YI, Pandit IKN. 1997. Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapang. Bogor (ID): Yayasan Prosea, Bogor.

Martawijaya A, Kartasujana I. 1977. Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-jenis Kayu Indonesia. Bogor (ID): Publikasi Khusus No. 41. LPHH, Bogor. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Uji Ketahanan Kayu dan Produk Kayu

Terhadap Organisme Perusak Kayu. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. SNI 01. 7207-2006.

Sornnuwat Y. 1996. Studies of Damage of Construction Caused by Subterranean Termites and Control in Thailand. [Kumpulan Tesis]

Supriana N. 1983. Hubungan antara Aktivitas Makan pada Rayap dengan Sifat-sifat Kayu. Prosiding Pertemuan Ilmiah Pengawetan Kayu (Jakarta, 12-13 Oktober 1983). Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta (ID): Pustaka Sinar Harapan.

(27)

17

LAMPIRAN

Lampiran 1 Dokumentasi kerusakan contoh uji pada metode A

Minggu Jenis

Karet Sengon

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

1 2 3 4 5 6

(28)

18

Lampiran 2 Dokumentasi kerusakan contoh uji pada metode B

Minggu Jenis

Karet Sengon

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

1 2 3 4 5 6

(29)

19 RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tulungagung, Jawa Timur pada tanggal 14 Maret 1991 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Drs Suirmawan, Msi dan Sri Astuti, SPd. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di Taman Kanak-kanak Dharma Wanita dan melanjutkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Kepatihan III. Selanjutnya penulis diterima di SMP Negeri 1 Tulungagung dan lulus pada tahun 2003. Kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Boyolangu dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menuntut ilmu di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi mahasiswa, sebagai anggota divisi eksternal HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan) periode 2011-2012. Tahun 2012 penulis memilih TPMK (Teknologi Peningkatan Mutu Kayu) sebagai bidang keahlian. Penulis pernah mengikuti kegiatan PKMK (Pekan Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan) dan lolos pada tahap seleksi IPB sebagai ketua.

Penulis juga mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Timur-Papandayan pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 2012 serta Praktek Kerja Lapang di PT. Kutai Timber Indonesia, Probolinggo pada tahun 2013. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi dengan judul “Perkembangan Jumlah Rayap, Mortalitas, dan Kemampuan Makan Rayap pada Pengujian Laboratorium” dibawah bimbingan Arinana, SHut, MSi dan Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi.

Gambar

Gambar  1  Pengujian  ketahanan  kayu  terhadap  rayap  tanah  C.  curvignathus  berdasarkan SNI 01.7207-2006
Gambar 4  Perkembangan  jumlah  rayap  hidup pada hari ke-t  (Nt)  pada pengujian  laboratorium metode B
Gambar 5 Jumlah kayu yang dimakan  rayap pada setiap minggu (y) metode A  Pada metode B (Gambar 6) dalam masa pengumpanan 43 hari (6 minggu)  rayap mampu memakan kayu sengon sebanyak 0.100 g dan karet sebanyak 0.158  g, nilai berat kayu yang dimakan pada k
Tabel 2 Nilai kemampuan makan rayap (feeding rate)   Jenis               Metode A                   Metode B
+5

Referensi

Dokumen terkait

Jurnal "~nafisa' Volume XV, No.. Mulyani Mudis Taruna dalam proses pembelajaran di sekolah. ' Dan dalam proses pembelajaran, kurikulum dapat berubah atau mengalami

Bagi anak angkat karena adanya proses pengobatan atau kecelakaan ( Anak Daun ), suku ( Anak Suku ), memiliki nama yang sama ( Senamo), ataupun karena pernikahan jauh

Vocabulary acquisition ゥセ@ increasingly viewed as crucial to language acquisition. With thousands of words in the English language, teaching vocabulary can seem

Berdasarkan Ketentuan Yang Berlaku Pada PerPres 70 Tahun 2012, Maka Hasil Pembukaan Dokumen Penawaran Pekerjaan Pengadaan Bahan Makan Taruna Akademi Perikanan

Pada karakteristik umum subjek didapatkan jumlah laki-laki yang positif delirium lebih banyak dibanding dengan perempuan, angka kejadian pada pasien pascaoperasi didapatkan

Sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran (upload dokumen) pada tanggal 08 April 2012 pukul 23:59 WIB, penyedia jasa yang melakukan upload dokumen berjumlah 2

Dalam ha1 ini, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Padang berusaha mendorong dose11 untuk melakukan penelitian sebagai bagian integral dari kegiatan mengajamya,

epidermidis , maka pemberian ekstrak kulit buah dan biji manggis (Garcinia mangostana) dengan konsentrasi yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada diameter