• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN SEDIAAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS SATELIT (PS) KABUPATEN BANTUL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN SEDIAAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS SATELIT (PS) KABUPATEN BANTUL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL

PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN SEDIAAN TUBERKULOSIS

DI PUSKESMAS SATELIT (PS) KABUPATEN BANTUL

Naskah Publikasi ini disusun sebagai pelengkap untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains Terapan

Disusun Oleh:

DHEWINTA ANGGITA SARI

NIM : P07134212007

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

2013

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Naskah Publikasi ini telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal: 21 Januari 2013

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

R. Fx. Saptono Putro, S.Pd, ST, M.Kes Ir. Roosmarinto, M.Kes NIP. 19560217 198103 1 005 NIP. 19570724 199303 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Yogyakarta,

Subrata Tri Widada, SKM., M.Sc. NIP. 19631128 198303 1 001

(3)

ANALISIS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN SEDIAAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS SATELIT (PS)

KABUPATEN BANTUL

Dhewinta Anggita Sari1, Saptono Putro2, Roosmarinto3

ABSTRAK

Diagnosis TB Paru dengan menemukan BTA yaitu pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Kabupaten Bantul mempunyai 27 Puskesmas yang terdiri dari 14 Puskesmas Satelit (PS), 5 Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan 8 Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Guna menjamin ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung harus dilakukan kegiatan cross

check. Hasil penilaian kualitas sediaan dan pewarnaan sediaan TB dari lima PRM,

empat PRM tidak didapatkan kualitas sediaan dan pewarnaan yang baik karena lebih dari 30% hasilnya jelek. Hasil cross check masih ada PRM yang error rate >5%. Sediaan tidak hanya berasal dari PRM namun ada juga dari PS. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan benar dapat mengurangi kesalahan yang terjadi saat membuat sediaan. Tujuan Penelitian yaitu mengetahui penerapan SOP pelaksanaan tahap pra analitik, analitik, dan pasca analitik pembuatan sediaan TB oleh petugas laboratorium Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul. Rancangan penelitian kualitatif deskriptif dengan metode indepth interview. Cara memperoleh data secara kualitatif dengan pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Data dianalisis secara induktif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian dari 14 petugas laboratorium Puskesmas Satelit yang melakukan pembuatan sediaan TB sesuai SOP pada tahap pra analitik ada 5 petugas laboratorium, tahap analitik ada 5 petugas laboratorium, dan tahap pasca analitik ada 6 petugas laboratorium. Kegiatan yang belum dilakukan yaitu instruksi mengeluarkan dahak dengan benar kepada pasien, membuat spiral pada sediaan setengah kering dan pencatatan pada buku TB. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pembuatan sediaan TB sudah sudah dilakukan dengan benar oleh 5 petugas laboratorium dari 14 petugas laboratorium Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul.

Kata kunci: standar operasional prosedur, tuberkulosis, sediaan, puskesmas satelit

1

) Mahasiswa Diploma IV, Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Ngadinegaran MJ III/62, Yogyakarta 55143. 0274-374200.

2,3

(4)

ANALISIS PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PEMBUATAN SEDIAAN TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS SATELIT (PS)

KABUPATEN BANTUL

Dhewinta Anggita Sari1, Saptono Putro2, Roosmarinto3

ABSTRACT

The diagnosis of pulmonary TB by finding acid-fast bacilli is a microscopic examination of sputum directly. Bantul District has 27 Puskesmas consisting of 14 Puskesmas Satelit (PS), 5 Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM) and 8 Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). To ensure the accuracy and precision of the direct microscopic examination of sputum is to do activities cross check. The results of the smears quality assessment and staining of tuberculosis in five PRM no smears quality and staining earned a good thing because more than 30% of the results are ugly. Cross check the results of the error is still there PRM rate> 5%. The smears is not only derived from the PRM but also from PS. Implementation of Standard Operating Procedure (SOP) correctly can reduce errors that occur when making smears. The research goal is to know the application of SOP implementation of the pre analytical, analytical and post analytical making tuberculosis smears by laboratory personnel Puskesmas Satelit of Bantul District. Descriptive qualitative research design depth interview method. How to obtain qualitative with observations, interviews, or review documents. Documents was analyzed by inductively descriptive. The results of 14 laboratory personnel Puskesmas satelit that do make TB smears according to SOP, there are 5 laboratory personnel at pre analytical stage, there are 5 laboratory personnel at analytical stage, and there are 6 laboratory personnel at post analytical stage. Activities that have done that remove phlegm instructions properly to the patient, making spiral in half dry smears and recording of the book tuberculosis. Implementation of SOP development of TB smears have been done correctly by 5 laboratory personnel from 14 laboratory personnel of Puskesmas Satelit Bantul District.

Keyword: standard operating procedure, tuberculosis, smear, puskesmas satelit

1

) Mahasiswa Diploma IV, Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Ngadinegaran MJ III/62, Yogyakarta 55143. 0274-374200.

2,3

(5)

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman Mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai semua organ tubuh

dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.[1]

Diagnosis TB Paru dengan menemukan BTA secara pemeriksaan dahak mikroskopis langsung merupakan pemeriksaan baku emas (Gold Standard). Guna menjamin ketepatan dan ketelitian hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung harus dilakukan kegiatan pemantauan kualitas tata laksana pemeriksaan laboratorium Puskesmas dilaksanakan melalui pemeriksaan cross check atau uji silang yaitu pengiriman satu sediaan dari seluruh slide BTA positip masing-masing tersangka penderita dan ditambah 10% BTA negatip hasil pemeriksaan Puskesmas yang diambil secara acak ke Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) atau BP4 yang ditunjuk.[3]

Pelaksanaan Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional di puskesmas, dibentuk Kelompok Puskesmas pelaksana (KPP) yang terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), dengan dikelilingi oleh kurang lebih 5 (lima) Puskesmas Satelit (PS). Khusus untuk daerah dengan geografis sulit dibentuk Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Tugas PRM adalah melakukan pengambilan dahak pasien suspek TB, membuat sediaan, mewarnai sediaan, membaca sediaan, dan menerima rujukan pemeriksaan dahak dari PS. Sedangkan tugas PS adalah melakukan pengambilan dahak dari suspek pasien TB, membuat sediaan dan kemudian mengirim sediaan ke PRM. Kabupaten Bantul mempunyai 27 puskesmas yang terdiri dari 14 PS, 5 PRM dan 8 PPM.

Data hasil kualitas sediaan dan pewarnaan sediaan TB pada triwulan I tahun 2012 tidak didapatkan kualitas sediaan dan pewarnaan yang baik dari lima PRM. Karena 4 PRM kualitas sediaan jelek lebih dari 30% dan 3 PRM pewarnaan sediaan jelek lebih dari 30% dan masih ada PRM dengan hasil error rate ≥ 5 %. Walaupun dengan hasil error rate yang baik namun dari penilaian kualitas sediaan dan pewarnaan tidak ada yang baik. Dari hasil tersebut dimungkinkan di Puskesmas

(6)

Satelit belum menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dengan benar, karena PS juga membuat sediaan yang dikirim ke PRM. SOP Pemeriksaan Mikroskopis TB adalah acuan kerja setiap petugas laboratorium dalam melakukan pemeriksaan dahak mikroskopis.

METODE PENELITIAN

Rancangan penelitian kualitatif deskriptif menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview). Penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul Yogyakarta pada tanggal 18-31 Desember tahun 2012. Subyek penelitian adalah 14 petugas laboratorium di Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul. Data yang terkumpul disajikan dalam bentuk matriks dan narasi informasi tahapan pertama membuat transkrip dengan kalimat naratif sesuai dengan hasil wawancara. Kedua, mereduksi kalimat untuk menarik intisari atau temuan penelitian. Ketiga, mempertegas hasil temuan atau intisari

HASIL

Karakteristik responden dalam penelitian ini dijabarkan dalam tabel 1 yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan , dan masa kerja.

Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja.

Responden Umur (tahun)

Jenis Kelamin Pendidikan Masa Kerja (tahun)

R1 45 Perempuan SMAK 21

R2 44 Laki-laki DIII A.K 23

R3 44 Perempuan SMAK 23

R4 42 Perempuan DIV A.K 22

R5 42 Laki-laki S1 Kep 23

R6 34 Perempuan DIII A.K 15

R7 41 Perempuan DIV A.K 19

R8 50 Laki-laki SMAK 29

R9 33 Perempuan SMAK 7

R10 41 Perempuan DIII A.K 18

R11 31 Perempuan SMAK 7

R12 43 Perempuan DIII A.K 10

R13 54 Laki-laki SMAK 29

R14 46 Perempuan DIII A.K 24

(7)

Responden yang berjumlah 14 orang, umur berkisar 31-54 tahun. Terdiri dari 10 perempuan dan 4 laki-laki. Responden dengan pendidikan Sekolah Menengah Analis Kesehatan (SMAK) sebanyak 6 orang, DIII Analis Kesehatan sebanyak 5 orang, DIV Analis Kesehatan sebanyak 2 orang, dan S1 Keperawatan sebanyak 1 orang. Masa Kerja dari 7-29 tahun.

Kegiatan tahap pra analitik di Puskesmas Satelit adalah instruksi petugas laboratorium pada pasien cara mengeluarkan dahak yang benar, pemberian pot/ wadah dahak yang memenuhi syarat, mengecek dahak sesuai identitas, menilai volume, warna dan viskosits dahak. Dari 14 petugas laboratorium yang melakukan tahap pra analitik ada 5 orang dan 9 petugas laboratorium belum melakukan secara keseluruhan. Kegiatan tahap pra analitik yang belum dilakukan adalah pemberian instruksi pada pasien cara mengeluarkan dahak yang benar, menilai volume, warna, dan viskositas dahak.

Kegiatan tahap analitik di Puskesmas Satelit adalah pembuatan sediaan dari penulisan kode di obyek glass, membuat sediaan dengan ukuran 2x3 cm, membuat spiral-spiral pada sediaan yang setengah kering, dan fiksasi sediaan setelah kering, menyimpan sediaan pada rak, pengiriman sediaan ke PRM sebelum 1 minggu setelah sediaan jadi. Dari 14 petugas laboratorium yang melakukan tahap analitik ada 5 orang dan 9 petugas laboratorium belum melakukan secara keseluruhan. Kegiatan tahap analitik yang belum dilakukan adalah membuat spiral-spiral pada sediaan yang setengah kering dan pengiriman sediaan ke PRM yang tidak dilakukan oleh petugas laboratorium.

Kegiatan tahap pasca analitik di Puskesmas Satelit adalah pencatatan dan pelaporan dokumen pada formulir TB 06 atau buku register laboratorium. Dari 14 petugas laboratorium yang melakukan tahap pasca analitik ada 6 orang dan 8 petugas laboratorium belum melakukan secara keseluruhan. Kegiatan pasca analitik yang belum dilakukan adalah pencatatan pada buku TB 06 dan melaporkan hasil kepada dokter karena sudah dilakukan oleh programmer TB.

(8)

PEMBAHASAN

Pengetahuan tentang apa yang harus diketahui atau informasi penting sangat dibutuhkan untuk melakukan tugas sehari-hari serta informasi dapat memberikan pengertian yang lebih baik sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang timbul. Dengan pengetahuan yang dimiliki dapat berdampak kepada perilaku yang meliputi perubahan kebiasaan atau kelakuan.[4]

Dari 14 petugas laboratorium menurut umur, jenis kelamin dan masa kerja, tidak ada perbedaan tentang pengetahuan SOP pemeriksaan mikroskopis TB. Menurut pendidikan dari tingkat DIII analis Kesehatan, DIV Analis Kesehatan, dan S1 Keperawatan masing-masing sudah memahami. Namun pada tingkat SMAK ada 1 petugas laboratorium yang kurang memahami tentang SOP, sehingga pada saat ditanyakan tentang SOP pemeriksaan mikroskopis TB tidak menjawab dengan benar. Ia menjawab bahwa SOP adanya di PRM.

Kemampuan dan ketrampilan tenaga laboratorium ditentukan antara lain oleh kualitas pendidikan dan pelatihan, pengalaman kerja dan lingkungan kerja. Pelatihan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Setiap tenaga laboratorium perlu selalu meningkatkan kemampuan dan ketrampilannya melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan baik di dalam laboratorium maupun di luar laboratorium.[3]

Dari 14 petugas laboratorium ada 10 yang telah mengikuti pelatihan pemeriksaan mikroskopis TB dan 4 orang belum pernah mengikuti pelatihan. Sehingga akan terdapat perbedaan dalam pembuatan sediaan TB.

Pemeriksaan mikroskopis TB memerlukan tempat dahak yang sesuai persyaratan yaitu wadah sekali pakai, kuat, tidak bocor, tidak mudah pecah,tutup berulir, dapat menutup rapat, plastik jernih/tembus pandang, mulut lebar diameter ≥ 6 cm, dapat ditulisi dengan pena permanen, kering, bersih, dan tidak perlu steril. Dari 14 puskesmas semuanya sudah menyediakan pot/tempat dahak yang sesuai. Wadah tersebut pengadaan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta untuk Program Penanggulangan TB. Permintaan wadah/pot dahak tersebut dilayani setiap jam kerja melalui wasor TB di Dinas Kesehatan.

(9)

Kegiatan pemberian identitas pada pot dahak sebelum diberikan pada pasien yang merupakan hal penting untuk menghindari kesalahan diagnosis. Pemberian identitas pada pot tidak seluruhnya dilakukan oleh 14 petugas laboratorium karena pemberian pot kepada pasien tidak seluruhnya dilakukan di laboratorium. Ada 8 petugas laboratorium yang memberi pot pada pasien serta memberi identitas pada pot. Ada 6 petugas labortaorium tidak melakukan pemberian identitas karena pasien memperoleh pot dahak dari tempat pengambilan obat, Badan Pemeriksaan Umum (BPU), atau programmer TB.

Keterbatasan pengetahuan pasien suspek TB akan berdampak pada kurang paham tentang serangkaian prosedur pemeriksaan yang harus dijalani, enggan untuk kembali berkunjung dan melanjutkan prosedur pemeriksaan, kurangnya kualitas sputum yang dikumpulkan dan pada gilirannya ada kemungkinan penyakitnya tidak terdiagnosis dan terlambat mendapat pengobatan.[5]

Untuk memperoleh kualitas sputum yang baik petugas harus memperhatikan hal-hal berikut : memberikan penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan sputum, cara batuk yang benar, memeriksa kualitas sputum, bila sulit mengeluarkan sputum dengan minum obat pengencer dahak pada malam hari sebelum tidur atau melakukan olahraga ringan menahan nafas selama mungkin lalu disuruh batuk.[2]

Pada dasarnya untuk pemberian instruksi tentang cara mengeluarkan dahak yang benar telah dilakukan di 14 Puskesmas dan yang memberikan instruksi sebanyak 8 petugas laboratorium Ada 6 petugas laboratorium yang tidak melakukan kegiatan memberikan instruksi tentang cara mengeluarkan dahak yang benar karena petugas BP umum atau programmer TB. Walaupun petugas atau dokter dari BPU dan programmer TB sudah memberikan instruksi dan pemahaman, seharusnya petugas laboratorium juga tetap memberikan instruksi supaya pasien benar-benar paham dan tidak ada kesalahan dalam pemberian instruksi mengeluarkan dahak.

Pada kenyataanya dahak dari pasien ada yang tidak sesuai dengan persyaratan sehingga pasien disuruh mengulang pengeluaran dahak oleh 5 petugas laboratorium dan ada 9 petugas laboratorium yang tidak meminta pasien untuk mengulang karena apabila disuruh mengulang, pasien tidak kembali lagi ke puskesmas. Seharusnya petugas laboratorium menyuruh pasien untuk mengulang

(10)

pengeluaran dahak untuk memperoleh hasil pemeriksaan yang terjamin dan memberi pemahaman lagi tentang pemeriksaan TB.

Dari 14 petugas laboratorium yang sudah melakukan pembuatan sediaan dengan benar ada 9 petugas laboratorium dan ada 5 petugas laboratorium yang belum melakukan pembuatan sediaan dengan benar yaitu pada saat sediaan setengah kering tidak dibuat spiral-spiral dengan lidi lancip. Hal tersebut menyebabkan kualitas sediaan yang jelek dan berdampak pada penyebaran leukosit yang tidak rata. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh keikutsertaan petugas laboratorium dalam pelatihan mikroskopis TB.

Sistem pencatatan dan pelaporan merupakan hal penting untuk menghindari tertukarnya hasil pemeriksaan. Ada 6 puskesmas yang dilakukan oleh petugas laboratorium dan ada 8 puskesmas yang dilakukan oleh petugas/programmer TB. Tidak konsistennya petugas yang mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan dapat menyebabkan informasi yang kurang tepat.

Pelaksanaan Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat menggganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.[2]

Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di laboratorium puskesmas minimal adalah penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti sarung tanggan, masker, dan jas laboratorium. Namun tidak semua petugas laboratorium menggunakan APD. Dari observasi yang telah dilakukan hanya ada 2 petugas laboratorium yang menggunakan APD lengkap saat membuat sediaan TB. Dua belas petugas laboratorium yang lain menggunakan sarung tangan atau masker saja. Pada salah satu laboratorium Puskesmas Satelit sudah disediakan tempat pembuatan sediaan dari kaca yang tertutup dan hanya tangan petugas laboratorium yang dapat masuk.

(11)

Tempat pembuatan sediaan tersebut sangat bermanfaat untuk petugas laboratorium untuk mengurangi paparan saat membuat sediaan TB.

KESIMPULAN

1. Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) pembuatan sediaan TB dari 14 petugas laboratorium sudah dilakukan dengan benar oleh 5 petugas laboratorium di Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul.

2. Kegiatan pembuatan sediaan mikroskopis TB sesuai SOP yang telah dilakukan di 14 Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul yaitu :

a. Tahap Pra analitik: Menyediakan wadah dahak yang memenuhi syarat dan mengecek specimen sesuai identitas

b. Tahap Analitik: membuat sediaan dengan ukuran 2x3 cm, fiksasi sediaan setelah kering, penyimpanan sediaan

c. Tahap Pasca analitik: Mencatat pada buku register laboratorium

3. Kegiatan pembuatan sediaan mikroskopis TB sesuai SOP yang belum dilakukan di 14 Puskesmas Satelit Kabupaten Bantul yaitu :

a. Tahap Pra analitik: pemberian instruksi mengeluarkan dahak dengan benar pada pasien oleh petugas laboratorium, menilai volume, warna, dan viskositas dahak yang belum dilakukan oleh 6 petugas laboratorium.

b. Tahap Analitik: membuat spiral-spiral pada sediaan yang setengah kering yang belum dilakukan oleh 9 petugas laboratorium. Pengiriman sediaan ke PRM yang belum dilakukan oleh 8 petugas laboratorium.

c. Tahap Pasca analitik: Pencatatan pada buku TB dan melaporkan hasil kepada dokter yang belum dilakukan oleh 8 petugas laboratorium.

SARAN

1. Bagi Puskesmas Rujukan Mikroskopis

Mengadakan evaluasi sediaan baik dan yang diterima dari Puskesmas Satelit. 2. Bagi Puskesmas Satelit

a. Petugas laboratorium Puskesmas Satelit menerapkan SOP pembuatan sediaan TB seperti: pemberian instruksi mengeluarkan dahak dengan benar

(12)

pada pasien, menilai volume, warna, dan viskositas dahak, membuat spiral-spiral pada sediaan yang setengah kering, pengiriman sediaan ke PRM, pencatatan pada buku TB dan melaporkan hasil kepada dokter.

b. Mengadakan evaluasi penerapan SOP pembuatan sediaan TB

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada R.Fx. Saptono Putro, S.Pd, ST, M.Kes selaku penguji pertama, Ir. Roosmarinto, M.Kes selaku penguji kedua dan dr. Umi Solekhah Intansari, M. Kes, SpPK-K selaku penguji ketiga. Tak lupa juga kepada Orang Tua penulis yang selalu memberi dukungan dan Bapak/Ibu petugas laboratorium di Puskesmas Kabupaten Bantul serta kepada seluruh pihak yang telah membantu penyusunan Skripsi ini dan penelitiannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Idris, 2010. Tuberculosis (TBC) . Diunduh tanggal 20 Oktober 2012 dari

http://makalahcentre.blogspot.com/2011/01/tuberculosis-tbc.html

2. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

3. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan

Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

4. Hadi, A. 2000. Sistem Manajemen Mutu Laboratorium. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

5. Widyowati, 2006. Hubungan Antara Pengetahuan Suspek Tuberkulosis Paru

dengan Kepatuhan Pengumpulan Dan Kualitas Sputum di Puskesmas Prambanan Kabupaten Sleman. Yogyakarta: PSIK UGM.

Referensi

Dokumen terkait

(2) Menteri Keuangan menetapkan alokasi dana pengeluaran Bendahara Umum Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13

Menganalisis hubungan dukungan keluarga emosional dengan keikutsertaan ibu dalam deteksi dini ca serviks dengan metode inspeksi visual asam asetat (IVA).. Menganalisis

Dengan posisi kain penutup masih menutupi jenazah, tangkupkan kain baju ke atas badan penutup jenazah, dari kanan ke kiri.. Sisipkan di bawah tubuh jenazah

Lanjut sekarang ke Fraksi PKB, disini di meja Pimpinan sudah tersedia, dari Fraksi PKB menyetujui untuk membawa Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan ASEAN

Gambar 5 menunjukkan hubungan kadar fluor dalam beningan yang diperoleh dari proses pengendapan dengan koagulan kombinasi Resin WWS 116 - Tawas kadar bervariasi pacta pH

Pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen sehingga pengguna akhir

"Hak cipta Badan Standardisasi Nasional, copy standar ini dibuat untuk kegiatan Diseminasi Penerapan Standar, tidak untuk dikomersialkan" Penanggung jawab

Diversitas dapat membantu perusahaan dalam hal: indentifikasi dan kapitalisasi kesempatan memperbaiki produksi dan penyediaan jasa, menarik, menahan, memotivasi, dan