1 ANALISIS RESIDU PESTISIDA ORGANOFOSFAT, KLORIDA DAN FOSFAT
PADA TANAMAN SELEDRI (Apium graveolens L.) DI PERKEBUNAN PADANG LAWEH SUMATERA BARAT
Eca Fitriani1, Itnawita2, Subardi Bali2
1
Mahasiswa Program Studi S1 Kimia FMIPA-Universitas Riau
2
Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA-Universitas Riau Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau
Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ecafitriani70@gmail.com
ABSTRACT
Pesticide residues for three kinds of active ingredient (diazinon, chlorpyrifos and profenofos) in celery (Apium graveolens L.) which have been taken from Padang Laweh Field, West Sumatera, were analyzed using Gas Chromatography. Results showed that were no pesticide residues found in all samples with or without washing. Concentration of phosphate and chloride ions in fresh and hot washing water was ranged from 2.6601 to 4.8890; 0 to 0.3760; 4.0640 to 32.6600 and 0.2280 to 0.4880 ppm, respectively. Keywords : Pesticide residue, Celery, Washing effect
ABSTRAK
Residu pestisida untuk tiga bahan aktif (diazinon, klorpirifos dan profenofos) pada seledri (Apium graveolens L.) yang diambil di Perkebunan Padang Laweh, Sumatera Barat, di analisis menggunakan metode Kromatografi Gas. Dari tiga petani yang diuji ternyata tidak terdeteksi adanya ketiga jenis residu pestisida baik melalui pencucian maupun tanpa pencucian. Sementara itu dalam air cucian menggunakan air biasa dan air panas ditemukan kandungan fosfat dan klorida berturut-turut adalah 2,6601- 4,8890, 0 - 0,3760, 4,0640 - 32,6600 dan 0,2280 - 0,4880 ppm.
2 PENDAHULUAN
Seledri (Apium graveolens L.) merupakan salah satu sayuran yang populer di dunia. Asal usul tanaman ini diduga telah dikenal 1000 tahun yang lalu, yaitu sejenis tumbuhan liar asli di dataran Asia (Kanisius, 1995). Berdasarkan bentuk pohonnya, seledri terdiri atas tiga jenis, yaitu seledri daun (A. graveolus L. var secalinum alef), seledri ini dipanen daun dan batangnya saja, seledri potongan (A. graveolus L. var sylvestre alef) yang dipanen batangnya saja, dan seledri berumbi (A. graveolus L. var rapaceum alef) yang dipanen daunnya saja (Nursahedah, 2008).
Pada proses pembudidayaan tanaman seledri ini seringkali mengalami berbagai permasalahan. Salah satu masalah yang umum adalah serangan hama dan penyakit tanaman, seperti ulat tanah dan kutu daun yang menyebabkan penurunan hasil produksi seledri dan akibatnya petani selalu mengalami kerugian atau gagal panen. Salah satu cara untuk mengatasi gangguan hama dan meningkatkan produktivitas tanaman adalah dengan tindakan pengendalian hama menggunakan pestisida. Penggunaan pestisida yang berlebihan menyebabkan kurang efektifnya penggunaan pestisida sehingga ketahanan hama dan penyakit akan meningkat, munculnya hama baru, pencemaran lingkungan serta menyebabkan munculnya residu pestisida pada tanaman seledri.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan terhadap beberapa petani di daerah perkebunan Padang Laweh, Sumatera Barat dapat disimpulkan bahwa dari enam petani menggunakan pestisida untuk mengatasi serangan hama dan penyakit yang menyerang
tanaman seledri. Pestisida yang umum digunakan oleh para petani di daerah perkebunan Padang Laweh, Sumatera Barat merupakan jenis pestisida berbahan aktif diazinon, klorpirifos dan profenofos yang termasuk ke dalam golongan organofosfat. Residu ketiga jenis bahan aktif ini dapat berakibat buruk bagi kesehatan jika dikonsumsi secara terus-menerus.
Penelitian yang dilakukan oleh Tuhumury, dkk (2012) menunjukkan bahwa residu pestisida golongan organoklorin, organofosfat, karbamat dan piretroid ditemukan pada sayuran bayam, kangkung, sawi dan kacang panjang, namun kandungan residunya masih berada dibawah Batas Maksimum Residu (BMR). Selain itu Herdariani
dkk, (2013) dalam penelitiannya
menemukan adanya residu klorpirifos pada kol yang terdapat di daerah Pasar
Terong dan Pasar Modern Kota
Makasar.
Jika residu pestisida terlalu lama bertahan pada bagian tanaman yang disemprot, akan berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lain, karna residu pestisida akan termakan oleh manusia saat mengkonsumsi hasil pertanian (Novizan, 2002).
Oleh karena itu, perlu melakukan berbagai pengolahan sebelum mengkonsumsinya seperti pencucian menggunakan air biasa dan air panas untuk meminimalisir atau menghilangkan kadar residu pestisida pada tanaman seledri. Menurut Amvarazi (2011), penurunan jumlah residu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu daya larut, residu pestisida dapat melarut pada air pencuci. Hal ini berkaitan dengan sifat fisik dan kimia, yaitu kelarutan dalam air. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis residu pestisida pada tanaman seledri
3 siap panen serta seledri yang diberi
perlakuan pencucian dengan air biasa dan air panas, instrumen yang digunakan yaitu Kromatografi Gas (Shimadzu GC-2010) menggunakan detektor FPD. Analisis dilakukan pada air cucian seledri, analisis kandungan fosfat dilakukan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis
(Thermoscientific Genesys 20), sementara klorida menggunakan metode titrasi Argentometri (Mohr).
METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis (Thermoscientific Genesys 20), Kromatografi Gas (Shimadzu GC-2010) dengan detektor FPD, ultra turaks (Heidolph Silentcrusher M), rotavapor (Heidolph WB ECO), timbangan analitik (Mettler tipe AE200), spatula, pisau, talenan, saringan, batang pengaduk, hot plate, buret 50 mL dan peralatan gelas yang umum digunakan laboratorium.
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sampel seledri larutan standar pestisida (diazinon, klorpirifos dan profenofos), aseton, diklorometana, petroleum benzen, isooktana, toluena, asam sulfat (H2SO4)
5N, kalium antimonil tartrat (K(SbO)C4H4O6.1/2H2O), ammonium
molibdat ((NH4)6Mo7O24.4H2O), asam
askorbat (C6H8O6) 0,1 M, kalium
dihidrogen fosfat anhidrat (KH2PO4),
natrium klorida (NaCl) 0,0141 N, kalium kromat (K2CrO4) 5%, perak
nitrat (AgNO3) 0,0141 N, indikator
fenolftalein dan akuades.
b. Pengambilan dan Persiapan Sampel
Sampel penelitian diambil masing–masing tiga sampel dari tiga orang petani sebanyak ± 1 Kg seledri yang siap panen di daerah Perkebunan Padang Laweh, Sumatera Barat. Sampel dari masing–masing petani dipotong ± 0,5 cm dan dihomogenkan, kemudian dipisahkan menjadi 3 perlakuan, yaitu untuk analisis tanpa pencucian, dicuci dengan air biasa, dan dicuci dengan air panas. Kemudian dilakukan proses ekstraksi.
c. Proses Pencucian Sampel dengan Air Biasa dan Air Panas
Proses pencucian sampel seledri dilakukan menggunakan air biasa dan air panas. Sampel seledri yang telah dipotong ± 0,5 cm ditimbang masing– masing sebanyak 100 gram dan direndam dalam 200 mL air biasa atau air panas selama 5 menit, setelah itu dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat hasil pencucian dengan volume akhir kurang dari 200 mL. Filtrat ini dimasukkan ke dalam labu takar 200 mL dan dipaskan hingga tanda batas. Filtrat hasil pencucian seledri tersebut digunakan untuk uji fosfat dengan Spektrofotometer UV– Vis dan klorida dengan titrasi Argentometri (Mohr). Sampel yang
telah dicuci kemudian
dikeringanginkan, lalu dipotong tipis-tipis dan ditimbang sebanyak 15 g, untuk kemudian dilanjutkan dengan proses ekstraksi.
4 d. Analisis Residu Pestisida
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan)
Sampel seledri (tanpa pencucian, dicuci air biasa dan dicuci air panas) yang telah dipotong ± 0,5 cm, ditimbang sebanyak 15 gram dalam beaker gelas, kemudian ditambahkan pelarut aseton, diklorometan dan petroleum benzen masing-masing sebanyak 30 mL. Campuran tersebut dilumatkan selama lebih kurang 60 detik menggunakan ultra turaks, kemudian disaring menggunakan corong dan kertas saring. Selanjutnya filtrat (fase organik) yang dihasilkan dipipet 25 mL ke dalam labu bulat dan dipekatkan dalam rotavapor pada suhu tangas air 40 oC sampai kering. Setelah itu, residu dilarutkan dalam 5 mL iso oktana : toluena (9 : 1, v/v) untuk kemudian diinjeksikan sebanyak 1 L ke dalam alat Kromatografi Gas.
e. Analisis Fosfat (SNI 06- 6989.31-2005)
Sampel air pencucian (pencucian dengan air biasa dan air panas) sayuran seledri dipipet sebanyak 50 kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan 1 tetes indikator fenolftalein. Jika terbentuk warna merah muda, tambahkan tetes demi tetes H2SO4 5 N sampai warna hilang, lalu
tambahkan 8 ml larutan campuran dan dihomogenkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, serapannya dibaca dan dicatat pada panjang gelombang 665 nm dalam kisaran waktu antara 21– 27 menit. Kandungan fosfat dalam sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi yang telah diperoleh.
f. Analisis Klorida (SNI 06-6989.19-2004)
Sampel air pencucian sayuran seledri dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan larutan blanko dibuat menggunakan 5 mL air suling. Kemudian masing-masing ditambahkan 0,2 mL larutan indikator K2CrO4 5% b/v dan diaduk.
Kedua larutan tersebut dititrasi dengan AgNO3 hingga titik akhir titrasi dengan
pengulangan tiga kali dan dicatat volume AgNO3 yang digunakan,
kemudian dirata–ratakan dan dihitung kandungan klorida dalam sampel. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Kandungan Residu Pestisida hasil analisis residu pestisida
dengan bahan aktif klorpirifos,
profenofos dan diazinon pada sampel seledri menunjukkan tidak terdeteksi
meskipun sudah dilakukan proses
pemekatan ekstrak sampel seledri dari 25 mL menjadi 5 mL. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi residu pestisida dengan bahan aktif klorpirifos, profenofos dan diazinon pada seledri masih berada di bawah ambang batas
maksimum residu (BMR) masing
masing pestisida pada seledri
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 7313:2008 yang ditetapkan yaitu klorpirifos 0,05 mg/kg sedangkan untuk profenofos dan diazinon 0,75 mg/kg (Sudana,1986). Hasil analisis residu pestisida menggunakan Kromatografi Gas dapat dilihat pada Tabel 1.
5 Tabel 1. Hasil analisis residu pestisida pada sayuran seledri
Pestisida Kode Sampel
Konsentrasi Residu (mg/kg) Tanpa Pencucian Pencucian Pencucian dengan Air dengan Air
Biasa Panas BMR (mg/kg) Diazinon Klorpirifos Profenofos PetaniA PetaniB PetaniC PetaniA PetaniB PetaniC PetaniA PetaniB PetaniC ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd 0,75 0,05 0,75 Keterangan: ttd : Tidak terdeteksi
BMR : Batas Maksimum Residu (Standar Nasional Indonesia (SNI) 7313:2008 dan (Sudana, 1986)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak terdeteksinya residu pestisida berbahan aktif diazinon, klorpirifos dan profenofos tidak sesuai dengan hasil survei yang dilakukan yang menyatakan bahwa secara umum para petani menggunakan pestisida berbahan aktif diazinon, klorpirifos dan profenofos. Tetapi dari hasil analisis tidak terdeteksi adanya residu pestisida tersebut. Tidak terdeteksinya bahan aktif klorpirifos, profenofos dan diazinon pada seledri disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama disebabkan oleh proses pengaplikasian pestisida oleh petani seperti mencampurkan beberapa jenis pestisida sehingga mengakibatkan konsentrasi dari ketiga pestisida itu sangat kecil atau residunya ada tetapi berada di bawah batas pelaporan (reporting limit) dari alat Kromatografi Gas. Hartini (2014)
mengatakan jika masing-masing
pestisida bercampur maka pestisida tersebut akan berada pada konsentrasi yang kecil.
Faktor kedua disebabkan oleh penyemprotan pestisida pada seledri. Penyemprotan pestisida dimulai dari terbentuknya larva hingga dewasa
namun penyemprotan pestisida
dihentikan tiga hari sebelum panen dan
ada juga sebagian petani yang
menghentikan penyemprotan seminggu
sebelum panen. Hal ini bisa
menyebabkan kecilnya konsentrasi
residu pestisida pada seledri. Semakin lama waktu penyemprotan pestisida pada seledri maka semakin banyak pula pestisida yang akan terdegradasi mengingat pestisida yang dianalisis merupakan jenis organofosfat yang mudah terurai. Karlina, dkk (2008) menjelaskan bahwa pestisida golongan organofosfat sangat toksik namun mudah terdegradasi. Degradasi pestisida organofosfat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti faktor aplikasi (waktu, kecepatan, posisi aplikasi), sifat pestisida (toksisitas, persistensi, volatilitas) serta waktu dan kecepatan aplikasi menjadi penyebab hilangnya
6 pestisida. Djojosumarto (2000)
mengatakan efek residu hanya bertahan beberapa hari hingga beberapa bulan.
Faktor ketiga, seledri mempunyai permukaan daun yang licin dan terbuka sehingga pestisida yang disemprotkan mudah terurai ketanah meskipun tanaman seledri sangat intensif disemprot dengan dosis tinggi dan frekuensi aplikasi pestisida yang tidak sesuai aturan seperti penyemprotan pestisida yang ditingkatkan jika terjadi serangan hama berat.
Faktor keempat disebabkan oleh kondisi cuaca, sesuai dengan informasi yang diperoleh dari petani pada saat pengambilan sampel seledri tepatnya pada bulan Maret 2015, daerah Padang Laweh sedang mengalami musim hujan. Bahkan hujan deras terjadi pada hari pengambilan sampel seledri, sehingga pestisida yang terdapat pada seledri mudah tercuci oleh air hujan. Pencucian oleh hujan bisa mengakibatkan berkurangnya residu pestisida. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alegantina et al. (2005) yang
menyatakan kandungan pestisida
organofosfat pada tomat dan selada mudah hilang dalam proses pencucian. Pradina (2012) juga menyatakan residu pestisida pada umumnya berasal dari residu permukaan yang tertinggal pada tanaman, sehingga pestisida yang diaplikasikan pada tanaman akan ikut terbawa atau terkikis secara alami oleh air hujan. Hasil penelitian Zhang et al. (2007) juga menjelaskan bahwa hujan merupakan penyebab utama hilangnya pestisida. Sejalan dengan hal tersebut Srikandi (2010) menjelaskan bahwa residu dipermukaan sayur dapat hilang karena pembilasan dan hidrolisis.
Sehingga menyebabkan kandungan
pestisida pada seledri tidak terdeteksi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusnani dkk, (2013) di Kota Makassar yang menyatakan bahwa kandungan residu pestisida golongan organofosfat dengan bahan aktif klorpirifos pada kentang jauh di bawah ambang batas yang diperbolehkan. Hal ini berarti menunjukkan tidak ditemukannya residu pestisida dengan bahan aktif klorpirifos pada kentang.
Meskipun pada penelitian ini kandungan residu pestisida klorpirifos, profenofos dan diazinon pada seledri menunjukkan hasil tidak terdeteksi, namun konsumen tetap harus berhati– hati dalam mengkonsumsi seledri karena tidak menutup kemungkinan seledri mengandung residu pestisida dengan bahan aktif lainnya, hal ini terlihat dengan munculnya puncak pada kromatogram. Seperti pada analisis seledri yang dicuci dengan air panas menggunakan bahan aktif profenofos ada muncul puncak dengan waktu retensi untuk petani A 10,681 , petani B 10,680 dan petani C 10,680 namun waktu retensi pada masing masing petani itu tidak ditemukan pada seledri yang yang dicuci dengan air biasa maupun tanpa pencucian, sehingga diduga pada seledri yang dianalisis terdapat senyawa lain atau terjadi pemecahan molekul karena adanya pengaruh panas. Apapun jenis golongan pestisidanya jika terakumulasi secara berlebihan atau terus menerus di dalam tubuh maka dapat menyebabkan kematian terutama pestisida jenis organofosfat (Munarso, dkk, 2006).
Selain itu dilakukan analisis fosfat dan klorida pada sampel seledri yang ditunjukkan pada Tabel 2.
7 Tabel 2. Hasil analisis kandungan fosfat
dan klorida pada air cucian seledri Preparasi Kode Sampel Konsentrasi PO43- (ppm) Konsentrasi Cl -(ppm) Air Biasa PetaniA 3,4220 0,2266 PetaniB 4,8890 0,3760 PetaniC 2,6601 0 Air Panas PetaniA 32,6600 0,3778 PetaniB 22,7700 0,4880 PetaniC 4,0640 0,2280
Pada air hasil pencucian ternyata ditemukan adanya kandungan fosfat dan klorida. Hasil perolehan fosfat dan klorida pada penelitian ini berbeda dengan hasil pengujian residu pestisida klorpirifos, profenofos dan diazinon menggunakan Kromatografi Gas yang menunjukkan bahwa kandungan residunya tidak terdeteksi. Akan tetapi adanya kandungan fosfat dan klorida pada air pencucian dapat dipastikan bukan berasal dari residu organofosfat dan organoklorida.
Diduga kandungan fosfat dan klorida ini berasal dari tanah tempat ditanamnya seledri, penggunaan pupuk yang mengandung unsur fosfat dan klorida sebagai penyubur tanaman atau dari pestisida lainnya mengingat tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian digunakan juga untuk menanam berbagai sayuran yang bervariasi termasuk padi, wortel, tomat, sawi, dan lain sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan terakumulasinya fosfat dan klorida pada tanaman seledri.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat digambarkan bahwa proses pencucian menggunakan air biasa dan air panas mampu menurunkan
komponen pestisida yang cukup berbahaya seperti fosfat dan klorida yang akan larut bersama air pencucian sayur seledri.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap residu pestisida profenofos, klorpirifos dan diazinon pada seledri yang ditanam di daerah Padang Laweh Sumatera Barat, maka diperoleh kesimpulan bahwa sampel seledri dari ketiga petani yang dianalisis menggunakan Kromatografi Gas menunjukkan negatif atau tidak terdeteksi. Proses pencucian dengan air biasa dan air panas dapat menurunkan kandungan fosfat sebesar 2,6601 - 4,8890 ppm untuk air biasa dan 4,0640 -32,6600 ppm untuk air panas. Sementara itu penurunan kandungan klorida sebesar 0 - 0,3760 ppm untuk air biasa dan 0,2280 - 0,4880 ppm untuk air panas.
DAFTAR PUSTAKA
Alegantina, S., Raini, M., Lastari, P. 2005. Kandungan Organofosfat dalam Tomat dan Selada Yang Beredar dibeberapa Jenis Pasar di DKI Jakarta. Media Litbang Kesehatan. 15(1) : 44-49
Amvarazi, E.G. 2011. Fate of Pesticide Residues on Raw Agricultural Crops after Postharvest Storage and Food Processing to Edible Portions, Pesticides Formulations, Effect, Fate. Margarita Stoytcheva (Ed), ISBN: 978-953-307-532-7.
8 Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi
Pestisida Pertanian. Penerbit Kasinus : Yogyakarta.
Hartini, E. 2014. Kontaminasi Residu Pestisida dalam Buah Melon (Studi Kasus pada Petani di Kecamatan Penawangan). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 10 (1): 96-102.
Herdariani, E., Daud, A., Selomo, M. 2013. Identifikasi Residu Pestisida Klorpirifos dalam Sayuran Kol Mentah di Pasar Terong Kota Makassar dan Sayuran Kol Siap Santap di Kantin Jasper Universitas Hasanuddin Makassar. Skripsi. UNHAS : Makasar.
Karlina, L., Daud, A., Ruslan. 2008. Identifikasi Residu Pestisida Klorpirifos dalam Cabai Besar dan Cabai Rawit di Pasar Terong dan Lotte Mart Kota Makassar. Jurnal.
Munarso, J.S., Miskiyah., dan Broto, W. 2006. Studi Kandungan Residu Pestisida pada Kubis, Tomat dan Wortel di Malang dan Cianjur. Jurnal Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. 5(2).
Novizan. 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agromedia : Jakarta. Nursahedah. 2008. Seledri, Wortel dan
Tomat. Aryaduta : Depok.
Pradina, E.L. 2012. Aplikasi Metode GC-MS untuk Penetapan Kadar Residu Profenofos pada Buah Stroberi (Fragaria Sp.) Setelah Pencucian. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta.
Srikandi. 2010. Hubungan Antara Tingkat Residu Pestisida dan Komunitas Biota Tanah pada Lahan Padi Sawah. Tesis. ITB : Bogor.[online].http://repository.ip b.ac.id/bitstream/handle/1234567 89/41269/2010sri.pdf.sequence=9 [diakses 13 Juni 2015].
Sudana, A. 1986. Masalah Pemantauan Residu Pestisida dalam Pangan Di Indonesia. UGM : Yogyakarta. Tuhumury. GNC., Leatemia. JA., Rumthe. RY., dan Hasinu. JV. 2012. Residu Pestisida Produk Sayuran Segar di Kota Ambon. Jurnal Ilmu Budidaya Tanaman Agrologia. 1(2) : 99-105.
Yusnani, 2013. Identifikasi Residu Pestisida Golongan Organofosfat Pada Sayuran Kentang Di Swalayan Lottemart dan Pasar Terong Kota Makassar Tahun 2013. Skripsi. UNHAS : Makasar. Zhang, Z.Y., Liu, X.J., Yu, X.Y.,
Zhang, C.Z., dan Hong, X.Y. 2007. Pesticides Residue in Spring Cabbage (Brassica oleracea L. var. capitata) Grown in Open Field. J. Foodcont. 18 (6) : 723-730.