• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. FABINDO SEJAHTERA

KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA,

KECAMATAN CIKUPA, BANTEN

PERIODE 7 JUNI – 1 JULI 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DIAN HAYATI, S. Farm.

1006835186

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER–DEPARTEMEN FARMASI

(2)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. FABINDO SEJAHTERA

KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA,

KECAMATAN CIKUPA, BANTEN

PERIODE 7 JUNI – 1 JULI 2011

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker

DIAN HAYATI, S. Farm.

1006835186

ANGKATAN LXXIII

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER–DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

(3)

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh :

Nama : Dian Hayati, S. Farm

NPM : 1006835186

Program Studi : Apoteker – Departemen Farmasi FMIPA UI

Judul Laporan : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT.

Fabindo Sejahtera Kampung Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Banten Periode 7 Juni – 1 Juli 2011.

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Dra. Pertaminingsih, M. Si, Apt. (...) Pembimbing II : Dr. Silvia Surini, M.Pharm. Sc., Apt.(...)

Penguji I : Dr. Nelly D. Leswara, Apt. (...)

Penguji II : Dra. Maryati K., M.Si., Apt. (...)

Penguji III : Dra. Sabarijah WittoEng, SKM (...)

Ditetapkan di : Depok

(4)

Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala rahmat, nikmat, kekuatan, kesabaran dan kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Fabindo Sejahtera Kampung Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Banten Periode 7 Juni – 1 Juli 2011 dengan baik.

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan profesi Apoteker. Di samping itu, setelah mengikuti PKPA, diharapkan calon Apoteker memperoleh tambahan pengetahuan yang berguna di Industri Farmasi yang merupakan salah satu tempat pengabdian profesi Apoteker.

Selama PKPA di PT. Fabindo Sejahtera, saya telah banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Pertaminingsih, W.P., Apt., selaku pembimbing tugas khusus pada Divisi Research and Development PT. Fabindo Sejahtera atas kesabaran, perhatian dan bimbingannya.

2. Ibu Dr. Silvia Surini M.Pharm. Sc., Apt., selaku pembimbing PKPA di Universitas Indonesia yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberi bimbingan selama PKPA.

3. Ibu Anastasia Gracia Lityo, M.Sc. selaku Direktur Research and

Development yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

melaksanakan PKPA di PT. Fabindo Sejahtera.

4. Bapak Drs. Ignatius Bambang Dwiarto, Msc selaku Manajer Human

Resourse Development PT. Fabindo Sejahtera dan selaku pembimbing di PT.

Fabindo Sejahtera atas kesabaran, perhatian, dan bimbingannya.

5. Ibu Dewi Yulianita, Bapak Wahyudi Wisaksono, Ibu Elvi Sanger, Bapak Sri Hasto Triantoro, Bapak Suginoto, Bapak Agustinus Rustanto, Bapak Juvi, Bapak Fatahilah, Bapak Sugandi, Bapak Prihabsoro, Bapak Ridwanto, Ibu

(5)

6. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS, Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI.

7. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI.

8. Seluruh karyawan PT. Fabindo Sejahtera yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.

9. Keluarga tercinta yang senantiasa memberi dukungan baik moril maupun materiil, semangat, dan kasih sayang yang tiada henti.

10. Teman-teman Apoteker UI Angkatan 73 atas kerjasama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA.

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan oleh penyusun secara satu persatu yang telah mendukung selama kegiatan PKPA sampai selesainya penyusunan laporan PKPA ini.

Saya menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, saya berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh selama Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.

Depok, Juni 2012

(6)

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kosmetika ... 3

2.2 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) ... 10

2.3 Regulasi Harmonisasi ASEAN di Bidang Kosmetika ... 21

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS PT. FABINDO SEJAHTERA ... 25

3.1 Sejarah ... 25

3.2 Visi dan Misi ... 26

3.3 Profil PT. Fabindo Sejahtera ... 27

3.4 Struktur Organisasi ... 29

3.5 Divisi Pergudangan (Material Management Division) ... 34

3.6 Divisi Pengawasan Mutu (Quality Control Division) ... 35

3.7 Divisi Penelitian dan Pengembangan (Research and Development Division) ... 41

3.8 Divisi Produksi ... 43

3.9 Divisi Pengolahan Limbah ... 48

BAB 4 PEMBAHASAN ... 50

4.1 Bangunan dan Fasilitas ... 51

4.2 Peralatan ... 53

4.3 Sanitasi dan Higiene ... 54

4.4 Pengolahan, Pengemasan dan Pengawasan Mutu ... 55

4.5 Dokumentasi dan Pencatatan ... 56

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Kesimpulan ... 57

5.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(7)

Lampiran 1. Denah Lokasi PT. Fabindo Sejahtera ... 60

Lampiran 2. Denah Bangunan PT. Fabindo Sejahtera ... 61

Lampiran 3. Struktur Organisasi PT. Fabindo Sejahtera ... 62

Lampiran 4. Tata Letak Ruang Produksi ... 63

Lampiran 5. Skema Alur Proses Produksi Lipstik... 64

Lampiran 6. Skema Alur Proses Produksi Pancake ... 65

Lampiran 7. Skema Alur Produksi Puff ... 66

Lampiran 8. Skema Alur Produksi Parfum ... 67

Lampiran 9. Skema Pengolahan Limbah ... 68

Lampiran 10. Skema Pengembangan Sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) ... 69

(8)

Tabel 2.1 Tipe Produk Kosmetika dan Kategorinya ... 71

(9)

1.1 Latar Belakang

Sejak berabad-abad yang lalu kosmetik telah digunakan dan dikenal masyarakat. Saat ini kosmetik telah menjadi kebutuhan mendasar, tidak hanya untuk penampilan wanita tetapi juga pria. Kosmetik menjadi komoditi penting dalam keseharian manusia yang fungsinya tidak dapat dipandang sebelah mata. Kosmetika merupakan sediaan/paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir & organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Kementerian Kesehatan, 2010). Saat ini berbagai jenis kosmetik tersedia di pasaran dan digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari. (Primadiati, Rachmi, 2001). Produk-produk tersebut digunakan secara berulang setiap hari dan diseluruh tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki, sehingga diperlukan persyaratan aman untuk dipakai (Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma, 2008).

Selayaknya obat, kosmetik yang banyak beredar saat ini telah melewati berbagai tahapan yang tidak kalah ketatnya dengan tahapan produksi obat. Bila dalam proses produksi obat dikenal Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), maka dalam dunia kosmetik dikenal istilah Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Pesatnya perkembangan teknologi dalam ilmu kosmetik juga telah menciptakan kesadaran di beberapa negara anggota ASEAN untuk menciptakan suatu standar produksi kosmetik yang berlaku secara merata di negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, negara anggota ASEAN telah sepakat untuk menetapkan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik yang sedianya mulai diberlakukan sejak Januari 2008. Namun di Indonesia penerapan harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik belum dilaksanakan pada tahun ini (2008) terkait dengan kendala regulasi. Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik diterapkan secara penuh pada tahun 2011 yang mewajibkan pengusaha kosmetik melakukan

(10)

notifikasi (pencatatan) dan menyimpan data informasi produk (product

information files).

Dalam menghadapi harmonisasi ASEAN, semua produsen kosmetik harus mempersiapkan diri dalam menerapkan sistem Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB). Dengan diterapkannya CPKB maka diharapkan produk yang dihasilkan oleh produsen kosmetik akan memenuhi kualitas dan mutu yang dipersyaratkan. Hal ini ditujukan untuk melindungi konsumen dari peredaran produk kosmetik yang dapat membahayakan kesehatan konsumen serta untuk menjamin bahwa produk kosmetik yang diproduksi akan senantiasa memenuhi standar mutu dan keamanan yang ditetapkan.

Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan, memiliki peranan penting dalam menjamin peredaran kosmetik yang aman dan bermutu serta berkualitas bagi masyarakat. Apoteker juga dituntut agar senantiasa terbuka terhadap perkembangan teknologi kosmetik. Untuk menghasilkan tenaga apoteker yang berkualitas, perlu ditunjang dengan pelatihan yang bersifat praktis agar calon apoteker mengetahui dan memahami tugas dan fungsinya di industri kosmetik. Oleh karena itu, program pendidikan profesi apoteker Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan PT. Fabindo Sejahtera untuk memberikan kesempatan kepada calon apoteker menyelenggarakan pelatihan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan mulai tanggal 7 Juni – 1 Juli 2011.

1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)

a. Mengetahui dan memahami tugas dan fungsi Apoteker di industri

kosmetik.

b. Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman mengenai persiapan

penerapan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) di PT. Fabindo Sejahtera.

c. Mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Fabindo

(11)

2.1 Kosmetika

2.1.1 Definisi Kosmetika

Kosmetika adalah sediaan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit (Kementerian Kesehatan, 2010).

2.1.2 Sejarah Kosmetika (Iswari Tranggono, Retno dan Latifah, Fatma, 2008)

Berdasarkan bukti arkeologi, ditemukan merkuri dan timbal yang digunakan sebagai kosmetik pada bangsa Mesir pada 4000 tahun SM. Kosmetik pertama yang pernah tercatat berasal dari dinasti pertama kerajaan Mesir, sekitar 3000-2907 SM. Orang-orang Mesir kuno meletakkan kendi-kendi yang berisi wewangian di kuburan-kuburan. Sediaan minyak wangi juga digunakan oleh pria maupun wanita Mesir kuno. Pada pertengahan abad pertama SM, kosmetik telah banyak digunakan oleh orang-orang Romawi yaitu dengan cara menghitamkan bulu mata dan kelopak mata, kapur untuk memutihkan warna kulit, sediaan penghilang bulu dan menyikat gigi mereka. Penggunaan kosmetik dimaksudkan agar penampilan terlihat muda dan sehat. Kosmetik yang berwarna dapat menyembunyikan pipi yang pucat, bibir pucat, kuku pucat, dan kebotakan rambut.

Pada tahun 1400-an sampai 1800-an, pemutih wajah merupakan produk kosmetik yang paling banyak digunakan. Campuran karbonat, hidroksida, dan timbal oksida merupakan komponen yang paling banyak digunakan. Campuran komponen ini dapat menyebabkan paralisis otot atau bahkan kematian bila digunakan berulang-ulang. Campuran komponen tersebut digantikan zinc oksida pada tahun 1800-an. Pada tahun 1920-an, kulit kecoklatan yang diperkenalkan oleh Coco Channel mulai digemari. Dari ide untuk mendapatkan kulit coklat, produk kosmetik berkembang dan diproduksi menggunakan warna-warna buatan.

(12)

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut, industri kosmetik juga tumbuh pesat. Hal ini menjadi cikal bakal berkembanganya produksi kosmetik pada skala industri yang memungkinkan terciptanya produk-produk kosmetik dengan kualitas baik dan harga terjangkau dan pada pertengahan abad ke-dua puluh, kosmetik digunakan secara luas di seluruh dunia.

2.1.3. Penggolongan Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986)

Berdasarkan bahan dan penggunaannya serta untuk maksud evaluasi produk kosmetik dibagi 2 (dua) golongan, yaitu sebagai berikut.

1. Kosmetik golongan I

a. Kosmetik yang digunakan untuk bayi;

b. Kosmetik yang digunakan disekitar mata, rongga mulut dan mukosa lainnya;

c. Kosmetik yang mengandung bahan dengan persyaratan kadar dan penandaan;

d. Kosmetik yang mengandung bahan dan fungsinya belum lazim serta belum diketahui keamanan dan kemanfaatannya.

2. Kosmetik golongan II adalah kosmetik yang tidak termasuk golongan I.

2.1.4. Klasifikasi Kosmetika (Achyar. L, Lies, 1986)

Berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika diklasifikasikan dalam tiga golongan antara lain:

1. Skin Care Cosmetics

a. Kosmetik pembersih: krim dan busa pembersih muka b. Kosmetika kondisioner : lotion, krim massage

c. Kosmetika pelindung: krim dan lotion pelembab 2. Make Up Cosmetics

a. Kosmetika dasar, seperti foundation, bedak

b. Make up, seperti lipstik, blusher, eyeshadow, eyeliner c. Perawatan kuku, seperti cat kuku, pembersih cat kuku

(13)

3. Body Cosmetics

a. Sabun mandi padat-cair, perlengkapan mandi b. Suncares dan suntan:krim sunscreen, sun oil

c. Antiperspirant & deodoran:deodorant spray-stick-roll on d. Bleaching, Depilatory

e. Insect repellent

2.1.5. Kategori Kosmetik

Berdasarkan fungsinya kosmetik dikategorikan dalam 13 kategori, yaitu: sediaan bayi, sediaan mandi, sediaan untuk kebersihan badan, sediaan cukur, sediaan wangi-wangian, sediaan rambut, sediaan pewarna rambut, sediaan rias mata, sediaan rias wajah, sediaan perawatan kulit, sediaan mandi surya, sediaan kuku, dan sediaan higiene mulut. Tipe produk kosmetika dan kategorinya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

2.1.6. Penandaan kosmetika

Setiap produk kosmetika memerlukan penandaan sebagai identitas produk. Penandaan adalah keterangan yang cukup mengenai manfaat, keamanan dan cara penggunaan serta informasi lain yang dicantumkan pada etiket dan atau brosur atau bentuk lain yang disertakan dalam kosmetika. Adapun dalam penandaan kosmetika harus memenuhi syarat sebagai berikut.

1. Penandaan harus memenuhi persyaratan berbentuk tulisan yang berisi keterangan mengenai kosmetika secara objektif, lengkap dan tidak menyesatkan.

2. Dapat berbentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara ketiganya atau bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan atau merupakan bagian dari wadah dan/atau kemasannya.

3. Harus berisi informasi yang lengkap dengan mencantumkan tidak hanya informasi tentang kemanfaatan, tetapi juga memberikan informasi tentang hal – hal yang harus diperhatikan berupa peringatan dan efek yang tidak diinginkan.

(14)

4. Harus berisi informasi yang objektif dengan memberikan informasi sesuai dengan kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan keamanan kosmetika yang dinotifikasi.

5. Harus berisi informasi yang tidak menyesatkan dengan memberikan informasi yang jujur, akurat, bertanggung jawab, dan tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan suatu masalah kesehatan.

6. Tidak boleh berisi informasi seolah – olah sebagai obat

7. Mudah dibaca, menggunakan huruf sekurang – kurangnya seukuran huruf Times New Roman ukuran lima dengan latar belakang menggunakan warna kontras serta tidak dikaburkan oleh lukisan atau gambar dengan tulisan lain, cetakan atau ilustrasi.

8. Penandaan harus tidak mudah rusak karena air, gesekan, pengaruh udara atau sinar matahari.

9. Penandaan harus menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa Inggris, khusus untuk keterangan kegunaan, cara penggunaan dan peringatan serta keterangan lain yang dipersyaratkan harus menggunakan bahasa Indonesia.

2.1.7. Informasi Dalam Penandaan

Informasi yang diperlukan dalam penandaan kosmetik adalah sebagai berikut.

1. Nama kosmetika, berupa nama dagang dan tidak menggunakan nama yang dapat menyesatkan konsumen

2. Kegunaan (dikecualikan untuk kosmetika yang sudah jelas cara penggunaannya)

3. Komposisi lengkap dan jelas, menggunakan nama bahan sesuai dengan nam International Nomenclature Cosmetic Ingredients (INCI), bahan alam berasal dari tumbuhan atau ekstrak tumbuhan ditulis dalam nama genus dan spesiesnya, bahan yang berasal dari hewan dicantumkan nama hewan asal dalam bahasa Indonesia di belakang nama bahan tersebut.

4. Bahan dengan kadar kurang dari 1% boleh ditulis tidak berurutan, bahan pewarna dapat ditulis tidak berurutan setelah bahan lain dengan menggunakan

(15)

nomor Indeks Perwarna (Color Index/CI) serta bahan parfum dan aromatis ditulis “perfume”, “flavor” atau “fragrance”

5. Nama dan Negara produsen (Negara tempat perusahaan yang memproduksi kosmetika). Bila ada, dicantumkan pula :

a. Nama pemberi lisensi untuk kosmetika lisensi

b. Nama industry yang melakukan pengemasan primer untuk kosmetika yang dikemas dalam kemasan primer oleh industry yang terpisah dari indutri pembuat

6. Nama dan alamat lengkap produsen/importer/distributor yang bertanggung jawab terhadap peredaran kosmetika di wilayah Indonesia.

7. Nomor bets

8. Ukuran, isi atau berat bersih mengikuti satuan metric atau metric dan system imperial

9. Tanggal pembuatan dan/atau tanggal kadaluarsa dengan penulisan :

a. Terdiri dari tanggal, bulan dan tahun atau bulan dan tahun dengan format “DDMMYY” atau “MMYY”

b. Sebelum penulisan tanggal bulan dan tahun diawali kata “ tanggal pembuatan” (“manufacturing date”) atau singkatan “MFG” atau “tanggal kadaluarsa” (“expired date”) atau singkatan “EXP” atau “digunakan sebelum” (“best before”).

Bagi kosmetika yang stabilitasnya kurang dari 30 bulan harus mencantumkan tanggal kadaluarsa

10. Peringatan/perhatian/keterangan lain yang dipersyaratkan :

a. Peringatan/perhatian/keterangan lain khususnya yang tercantum pada peraturan tentang bahan kosmetika dalam kolom “penandaan/peringatan” b. Peringatan pada sediaan aerosol sebagai berikut.

Perhatian ! jangan sampai kena mata dan jangan dihirup.

Awas! Isi bertekanan tinggi, dapat meledak pada suhu di atas 500C, jangan

ditusuk, jangan disimpan di tempat panas, di dekat api, atau dibuang di tempat pembakaran sampah.

1) Tanda peringatan “PERHATIAN”, “AWAS”, atau tanda peringatan lain.

(16)

2) Penandaan kosmetika harus tercantum pada wadah dan/atau pembungkus. Apabila penandaan secara lengkap hanya tercantum pada pembungkus atau dalam hal keterbatasan ukuran dan bentuk wadah, maka penandaan pada wadah harus memuat informasi

sekurang-kurangnya nama kosmetika, nomor bets dan

netto/ukuran/isi/berat bersih.

Informasi lainnya dapat dicantumkan pada pembungkus atau pada etiket gantung, brosur, shrink wrap yang disertakan pada kosmetika.

2.1.8. Klaim Kosmetika

Klaim kosmetika adalah pernyataan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan dan/atau hal lain yang dicantumkan pada kosmetika. Klaim harus memenuhi persyaratan objektif, tidak berlebihan, tidak menyesatkan, dan tidak diklaim sebagai obat atau seolah – olah sebagai obat. Klaim keamanan dan kemanfaatan harus berdasarkan pembuktian secara ilmiah.

1. Pembuktian klaim yang bersifat kualitatif secara ilmiah dapat berdasarkan sumber pustaka dan/atau hasil uji keamanan atau kemanfaatan :

a. Sumber pustaka antara lain sebagai berikut :

1) Farmakope Indonesia atau farmakope Negara lain yang diakui 2) Kodeks kosmetika Indonesia

3) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Bahan Kosmetika

4) ASEAN Cosmetic Directive

b. Hasil uji keamanan atau kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo 2. Pembuktian klaim yang bersifat kuantitatif harus berdasarkan hasil uji

kemanfaatan secara in vitro dan/atau in vivo serta dapat dilengkapi data lain yang relevan atau mendukung. Contoh klaim pada kosmetika yang diizinkan dan yang tidak diizinkan secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.2.

(17)

2.1.9. Bahan Kosmetika

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membrane mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Modul 5: Penandaan/Peringatan Untuk Bahan Kosmetika dengan Pembatasan Penggunaan, 2010). Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kosmetika harus memenuhi standard an persyaratan mutu serta persyaratan lain yang ditetapkan oleh Kodeks Kosmetika Indonesia ataupun standar yang diakui (Modul 2: Peraturan-Peraturan di Bidang Kosmetika, 2010). Menurut Modul 2: Peraturan-peratuan di Bidang Kosmetika, terdapat beberapa istilah dalam bidang kosmetika antara lain:

1. Bahan Kosmetika

Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika.

2. Bahan Pewarna

Bahan pewarna adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk memberi dan atau memperbaiki warna pada kosmetika.

3. Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetika yang disebabkan oleh mikroorganisme. 4. Bahan Tabir Surya

Bahan tabir surya adalah bahan yang digunakan untuk melindungi kulit dari radiasi sinar ultra violet dengan cara menyerap, memancarkan dan menghamburkan.

5. Bahan yang Dilarang

Bahan yang dilarang merupakan bahan yang tidak boleh digunakan dalam kosmetika.

6. Bahan Kosmetika dengan Pembatasan

Bahan kosmetika dengan pembatasan adalah bahan yang diizinkan untuk digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan penggunaan, kadar maksimum, persyaratan lain dan persyaratan penandaan.

(18)

2.2 Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB)

Kosmetika yang diedarkan harus diproduksi dengan menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui oleh dunia internasional.

Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Tujuan Penerapan CPKB adalah untuk menghasilkan kosmetika yang memenuhi spesifikasi, identitas, dan karakteristik yang ditetapkan. Kosmetika tersebut tidak boleh mengandung bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan atau keselamatan manusia (penyakit/keracunan).

Manfaat CPKB bagi industri adalah dapat menghilangkan

ketergantungan terhadap individu melalui sistem dokumentasi dan metode pelatihan, meningkatkan mutu dalam pengambilan keputusan oleh manajemen melalui audit internal, pengendalian data dan dokumen serta tinjauan manajerial dan meningkatkan kepercayaan konsumen melalui penerapan CPKB yang efektif dan efisien, sehingga industri tersebut dapat berkembang dengan pesat. Kosmetika yang diproduksi dapat terjamin konsistensinya, mutu kosmetika meningkat secara berkesinambungan, nilai tambah dan daya saing produk meningkat dalam era pasar bebas.

Dengan berkembangnya industri kosmetika yang bermutu maka konsumen akan terlindung dari penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. Aspek-aspek dalam CPKB mencakup kondisi dan cara-cara produksi yang baik dari sejak bahan baku masuk ke pabrik sampai menjadi produk akhir termasuk persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut.

(19)

2.2.1 Sistem Manajemen Mutu

Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan yang dijabarkan dalam bentuk struktur organiasasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur, instruksi, proses dan SDM. Sistem mutu dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan. Pelaksanaan system manajemen mutu dapat menjamin bahwa keputusan meluluskan atau menolak didasarkan atas hasil uji dan kenyataan yang dijumpai berkaitan dengan mutu.

2.2.2 Personalia

Personil harus mempunyai kualifikasi, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, tersedia dalam jumlah yang cukup dan dalam keadaan sehat. Personil kunci harus mempunyai kualifikasi dan pengalaman praktis yang memadai.

Tanggung jawab tiap-tiap personil harus dipahami secara jelas oleh masing-masing individu. Semua personil harus dilatih dalam pelaksanaan CPKB dan pelatihan harus dilakukan secara berkesinambungan.

Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan.

(20)

2.2.3 Bangunan dan fasilitas

Dirancang dan dibangun sesuai dengan kaidah dan dipilih lokasi yang sesuai untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi silang dan kesalahan dalam proses produksi dan pembuatan serta mencegah terjadinya risiko campur baur. Bangunan harus mudah dirawat dan dibersihkan secara efektif untuk mencegah kontaminasi produk dari lingkungan sekitar.

Bangunan didesain dengan memperhitungkan alur orang dan material serta luas ruangan yang memadai sehingga memungkinkan penempatan peralatan dan area yang cukup untuk karyawan bekerja.

Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah.

1. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.

2. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pmbersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur.

3. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.

4. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.

5. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: a. Penerimaan material;

b. Pengambilan contoh material;

c. Penyimpanan barang datang dan karantina; d. Gudang bahan awal.

e. Penimbangan dan penyerahan; f. Pengolahan;

g. Penyimpanan produk ruahan; h. Pengemasan;.

(21)

j. Gudang produk jadi; k. Tempat bongkar muat;

l. Laboratorium;

m. Tempat pencucian peralatan.

6. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi.

7. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.

8. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.

9. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.

10. Pipa, fittting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.

11. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.

12. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi.

a. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah

b. tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.

c. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan

(22)

d. kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya.

e. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur

2.2.4 Peralatan

Didesain sedemikian rupa sesuai produk yang dibuat, tidak bereaksi dengan bahan yang diolah atau menyerap bahan dan mudah dibersihkan. Penempatan tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan campur baur antar produk. Peralatan dipelihara atau dikalibrasi secara berkala untuk alat timbang atau ukur.

2.2.5 Sanitasi dan hygiene

Dilakukan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap kosmetik yang diolah. Pelakasanaan sanitasi dan higiene mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin, peralatan, bahan awal dan lingkungan. Protap-protap dan catatan sanitasi dan higiene dibuat untuk diikuti secara konsisten.

2.2.6 Produksi

Proses produksi mulai dari bahan awal sampai dengan produk jadi harus sesuai dengan Prosedur Operasional Baku (POB) yang ditetapkan sebagai berikut. 1. Air

a. Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap.

b. Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobilologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.

(23)

c. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.

d. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.

2. Bahan baku dan bahan pengemas

a. Bahan baku dan bahan pengemas hendaknya tidak membahayakan dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku;

b. Bahan baku dan persyaratan mutunya belum ditetapkan dalam buku resmi dapat mengacu pada sumber lain yang disetujui oleh Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

c. Tidak menggunakan bahan yang dilarang untuk memproduksi kosmetika; d. Spesifikasi dan metoda pengujian bahan pengemas dapat ditetapkan

bersama antara pemasok dan produsen;

e. Bahan baku dan bahan pengemas yang diterima dari pemasok hendaknya dikarantina terlebih dahulu sampai mendapat tanda pelulusan dari bagian pengawasan mutu;

f. Bahan baku yang diterima dari pemasok hendaknya disimpan sesuai dengan ketentuan dalam buku resmi atau peraturan yang berlaku;

g. Bahan baku dan bahan pengemas yang ada dalam persediaan hendaknya diperiksa dan diuji ulang secara berkala untuk memberi keyakinan bahwa mutu bahan-bahan tersebut dalam kondisi baik;

h. Bahan baku dan bahan pengemas yang boleh digunakan untuk proses produksi harus memiliki tanda pelulusan;

i. Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku dan bahan pengemas hendaknya dicatat dan dibuktikan kebenarannya.

3. Verifikasi material (bahan)

a. Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.

(24)

b. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.

c. Bahan awal harus diberi label yang jelas.

d. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.

4. Pencatatan bahan

a. Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah.

b. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.

5. Material ditolak (reject)

Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.

6. Sistem penomoran bets

a. Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.

b. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan. c. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah

dan bungkus luar.

d. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara. 7. Penimbangan dan pengukuran

a. Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.

b. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.

8. Prosedur dan pengolahan

a. Semua peralatan dan bahan yang digunakan harus sesuai dengan prosedur tertulis sehingga tidak terjadi kekeliruan dan pencemaran;

(25)

b. Kondisi sekitar tempat pengolahan hendaknya bebas dari bahan, produk, alat dan dokumen yang tidak diperlukan;

c. Hendaknya dihindari terjadinya pencemaran silang antar produkyang disebabkan oleh pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama atau berurutan dalam ruangan yang sama;

d. Kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban;

e. Hendaknya dilakukan pengawasan selama proses untuk mencegah hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap produk jadi;

f. Produk antara dan produk ruahan disimpan dalam wadah dengan label yang menunjukkan identitas nomor kode produksi dan statusnya serta dicegah terjadinya pencemaran.

9. Produk kering

a. Masalah yang sering muncul dalam pengolahan produk kering adalah debu dan cara pengendaliannya.

b. Pencegahan yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengendali debu (dust collector) di ruang penimbangan, pencampuran dan pengemasan primer serta terpisah dari ruang produksi basah.

10. Produk basah

Diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya kontaminasi mikroba atau kontaminasi lainnya.

11. Produk aerosol

12. Pelabelan dan pengemasan

a. Sebelum dilakukan pengemasan, hendaknya dapat dipastikan kebenaran identitas, keutuhan, mutu produk ruahan, bahan pengemas dan penandaannya;

b. Proses pengemasan hendaknya mengikuti ketentuan tertulis;

c. Pada kemasan produk jadi, harus dicantumkan nomor kode produksi pada bagian yang mudah dilihat;

d. Produk jadi yang telah lolos uji dari bagian Pengawasan Mutu hendaknya disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah terjadinya resiko

(26)

pencemaran serta memudahkan pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaan.

13. Produk jadi, karantina dan pengiriman ke gudang produk jadi

2.2.7 Pengawasan Mutu

CPKB merupakan bagian dari system jaminan mutu (Quality Assurance) yang akan memastikan bahwa produk yang dihasilkan diproduksi dan dikontrol secara konsisten dan dapat dipercaya.

Sistem manajemen pengawasan mutu yang memadai sangat diperlukan. Semua aspek CPKB harus dilakukan di bawah Bagian Pengawasan Mutu untuk menjamin konsistensi mutu kosmetika yang dihasilkan.

1. Hendaknya setiap produsen kosmetika mempunyai bagian Pengawasan Mutu. 2. Pengawasan mutu hendaknya dirancang dengan tepat untuk menjamin bahwa

tiap produk kosmetika yang diproduksi mempunyai mutu dan keamanan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

3. Bagian Pengawasan Mutu hendaknya mempunyai laboratorium penguji kimia, biologi dan mikrobiologi dengan peralatan yang diperlukan. Apabila hal ini tidak memungkinkan dapat menggunakan jasa laboratorium yang diakui oleh pemerintah.

4. Bagian Pengawasan Mutu bersama-sama dengan bagian produksi dan bagian pembelian menentukan dan mengevaluasi pemasok yang mampu dan dapat dipercaya dalam menyediakan bahan baku dan bahan pengemas agar didapat bahan dengan spesifikasi yang diingikan.

5. Bagian Pengawasan Mutu hendaknya melakukan uji stabilitas terhadap setiap produk jadi, terutama produk yang menggunakan bahan pengawet.

6. Bagian Pengawasan Mutu wajib melakukan pemantauan terhadap produk jadi, baik yang masih berada di lingkungannya maupun di peredaran secara berkala.

7. Bagian Pengawasan Mutu wajib menyimpan contoh pertinggal dari bahan baku, bahan pengemas dan produk jadi.

(27)

2.2.8 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bukti untuk menunjukkan pemenuhan tehadap pelaksanaan CPKB. Setiap tahapan kegiatan produksi didokumentasi secara tertulis untuk mencegah kesalahan yang mungkin timbul dari komunikasi lisan/verbal ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari-hari. Dokumentasi mencakup riwayat setiap bets mulai dari bahan awal sampai menjadi produk jadi termasuk aktivitas pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan dan pendistribusian serta hal – hal lain yang terkait dengan CPKB.

1. Instruksi yang menyangkut produksi kosmetika dilakukan secara tertulis dan jelas.

2. Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap setiap tahap kegiatan produksi sampai dengan distribusinya sehingga dapat ditelusuri kembali produk dari setiap batch yang dikehendaki.

2.2.9 Audit Internal

Audit internal merupakan kegiatan penilaian dan pengujian terhadap seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu untuk meningkatkan system mutu. Pelaksanaan audit internal dapat diperluas sampai tingkat pemasok dan kontrkator. Aktivitas audit meliputi perencanaan dan penjadwalan, pelaksanaan pengkajian dokumen, mempersiapkan pelaksaan audit, pelaksanaan audit, pelaporan dan pelaksanaan tidak lanjut.

2.2.10 Penyimpanan

Area penyimpanan didesain sedemikian rupa untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai hasil tahapan produksi (bahan awal,

produk jadi, produk karantina, produk lulus uji/ditolak, produk

kembalian/penarikan dari peredaran)

Dibangun pada lokasi dan menggunakan bahan yang sesuai dengan peruntukkannya sehingga bahan yang disimpan dapat terlindung dan aman dari orang yang tidak berkepentingan terhadap penyimpanan.

Area cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dan dalam kondisi yang baik, sehingga mencegah terjadinya campur baur dan

(28)

kerusakan bahan, dilengkapi dengan fasilitas penyimpanan yang diperlukan seperti system penerangan yang memadai, AC, alat pengamanan (alarm tanda kebakaran, pakaian pelindung untuk petugas, pemadam kebakaran, forklift, dan sebagainya). Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas.

2.2.11 Kontrak Produksi dan Pengujian

Kontrak produksi dan pengujian dilakukan apabila fasilitas produksi dan pengujian tidak memadai sesuai dengan jenis produk yang akan dibuat. Kesepakatan (kontrak) dibuat dengan jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah penafsiran yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu atau pekerjaan. Tugas dan tanggung jawab masing – masing pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus disebutkan secara jelas. Keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk merupakan tanggung jawab pemberi kontrak.

Persyaratan sebagai penerima kontrak, yaitu sebagai berikut. 1. Produksi

Penerima kontrak menerapkan CPKB dalam melakukan proses produksinya 2. Pengujian

Laboratorium telah terkualifikasi

2.2.12 Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk

Keluhan adalah laporan mengenai produk yang mengalami kerusakan (defect), efek yang tidak diinginkan atau merugikan yang disampaikan oleh konsumen atau pihak internal maupun eksternal perusahaaan. Harus ada personil yang bertanggung jawab menangani atau menyelidiki keluhan, mengidenfikasi produknya, mengatur penarikan dan memonitor terjadinya efek yang tidak diinginkan. Semua kegiatan penanganan keluhan dan penarikan produk dilakukan sesuai POB serta dicatat (terdokumentasi). Penarikan produk adalah suatu proses yang dilakukan oleh orang/perusahaan yang bertanggung jawab atas penempatan produk di pasaran untuk menarik produknya dari semua jalur distribusi. penarikan produk dilakukan sehubungan dengan produk yang mempunyai cacat mutu kritis

(29)

atau menimbulkan efek yang tidak diinginkan secara serius yang mempunyai risiko terhadap kesehatan pemakai atau keamanan.

Penarikan produk dapat dilakukan secara sukarela (keluhan dari konsumen), serta wajib (dari badan otoritas setempat/BPOM perlu dibuat sistem penarikan kembali produk yang bermasalah dengan cepat dan efektif mengandung tiomerosal”).

2.3 Regulasi Harmonisasi ASEAN di Bidang Kosmetika

Harmonisasi regulasi ASEAN di bidang kosmetik merupakan regulasi baku di bidang kosmetik yang disetujui oleh negara anggota ASEAN untuk diterapkan di masing-masing negara. Skema harmonisasi regulasi ASEAN di bidang kosmetik (ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme/AHCRS) terdiri dari schedule A dan schedule B.

1. Schedule A

Merupakan pengakuan para anggota negara ASEAN terhadap persetujuan registrasi kosmetik atau yang dikenal dengan Mutual Recognition Arrangement (MRA). Hal ini berarti registrasi kosmetik yang diproses dan disetujui oleh satu negara diterima dan diakui oleh Negara anggota ASEAN lainnya yang menandatangani MRA tersebut. Schedule A berlangsung dari tahun 2003 hingga tahun 2007.

2. Schedule B

Merupakan penerapan peraturan kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Directive/ ACD). Hal ini merupakan perubahan system pengawasan kosmetik dari persetujuan sebelum beredar (pre-market approval) menjadi sitem pengawasan setelah beredar (post-market surveillance). Seluruh negara ASEAN sepakat untuk menerapkan Schedule B mulai 1 Januari 2008. Dalam sidang ASEAN Cosmetic Committee (ACC) Indonesia telah menyatakan tidak akan mengikuti Schedule A tetapi mengikuti Schedule B yang akan menerapkan ACD pada 1 Januari 2008. Namun sampai saat ini Indonesia belum menetapkan Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik dikarenakan hambatan regulasi dan pertimbangan bahwa industry kosmetik yang terdapat di Indonesia lebih banyak terdiri dari industri kecil dan rumahan sehingga

(30)

pada tahun 2008 ini Indonesia belum menetapkan ACD. Ditargetkan pada tahun 2011, Indonesia telah menetapkan peraturan kosmetik ASEAN.

2.3.1. Tujuan AHCRS

Tujuan AHCRS yaitu untuk menghilangkan hambatan teknis dengan menyelaraskan peraturan dan persyaratan teknis di ASEAN tanpa mengabaikan mutu dan keamanan kosmetik. Hal ini akan membantu perdagangan kosmetik di antara negara ASEAN dan meningkatkan persaingan industri kosmetik ASEAN di tingkat global. Negara ASEAN mendukung visi harmonisasi regulasi di bidang kosmetik karena akan memberikan manfaat bagi semua pihak terkait, antara lain: 1. Konsumen (pilihan yang lebih luas terhadap kosmetik yang aman dan

bermutu)

2. Pemerintah (sistem regulasi lebih sederhana)

3. Industri kosmetik (membuka ASEAN sebagai pasar tunggal dengan 500 juta konsumen). Pemerintah menyarankan sejak awal agar setiap industri kosmetik aktif mengikuti segala informasi tentang AHCRS dan berpartisipasi dalam penyebaran informasi, seminar, workshops, dan lain-lain untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang AHCRS.

4. Peraturan Kosmetik ASEAN (ASEAN Cosmetic Direktive/ACD)

ACD (ASEAN Cosmetic Directive) adalah peraturan ASEAN di bidang Kosmetik yang menjadi acuan peraturan bagi negara anggota ASEAN dalam pengawasan kosmetik yang beredar di ASEAN. ACD diberlakukan pada 1 Januari 2008. Industri atau perusahaan yang akan mengedarkan kosmetik bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan kosmetik yang diedarkan. Untuk itu, industri atau perusahaan harus:

a. Menotifikasikan produknya kepada Badan POM RI.

b. Menyimpan data mutu dan keamanan produknya (Product Information File/ PIF) yang siap untuk diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas Badan POM RI.

c. Melakukan monitoring mutu dan keamanan produknya yang telah beredar dipasaran.

(31)

2.3.2. Manfaat Penerapan ACD

Manfaat penerapan ACD adalah sebagai berikut. 1. Siklus perdagangan kosmetik menjadi relatif singkat

2. Hasil inovasi kosmetik dapat lebih cepat sampai pada konsumen.

3. Konsumen akan memiliki kesempatan lebih luas untuk memilih produknya. 4. Industri kosmetik terpacu membuat database keamanan bahan dan produknya.

2.3.3. Dampak ACD Terhadap Industri Kosmetik

Industri kosmetik atau perusahaan yang mengedarkan kosmetik bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan produknya. Untuk itu, setiap industri atau perusahaan kosmetik harus memahami dan mematuhi semua ketentuan ACD. Untuk mempersiapkan hal tersebut, industri atau perusahaan kosmetik diatas diharapkan bekerja sama dengan pemerintah baik langsung ataupun melalui asosiasi perusahaan kosmetik (PERKOSMI). Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh industri kosmetik untuk memenuhi ketentuan ACD: 1. Memahami semua ketentuan ACD beserta lampiran-lampiran, yaitu bahan

yang dilarang, dibatasi dan diizinkan (bahan pengawet, pewarna dan tabir surya).

2. Memastikan bahwa semua ketentuan ACD dan dokumen teknisnya telah dipenuhi, khususnya ketentuan tentang mutu dan keamanan kosmetik.

3. Menyampaikan notifikasi kepada Badan POM RI bila kosmetik tersebut akan diedarkan di wilayah Indonesia serta membayar biaya notifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bila kosmetik akan diekspor ke negara ASEAN lainnya, notifikasi dilakukan pada pemerintah di negara tersebut.

4. Menjamin ketersediaan informasi mengenai data teknis dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ACD tentang PIF, sehingga siap untuk diperiksa atau diminta setiap saat oleh petugas pengawas Badan POM RI. 5. Melakukan monitoring mutu dan efek yang tidak dikehendaki yang terjadi

setelah kosmetik dipasarkan. Bila terjadi efek yang tidak dikehendaki segera melaporkannya pada Badan POM RI. Peran Badan POM RI Berkenaan dengan Diberlakukannya ACD Badan POM RI mempunyai komitmen untuk

(32)

melindungi konsumen dengan memastikan bahwa kosmetik yang beredar memenuhi ketentuan ACD dan mendorong kemajuan industri kosmetik. Untuk itu, Badan POM RI melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Pelayanan notifikasi

b. Pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada konsumen pelaku usaha, seperti sosialisasi dengan penyuluhan keamanan dalam pelatihan teknis dan memberikan informasi.

c. Pelaksanaan Post-Market Surveillance (PMS)/ Product Safety Evaluation (PSE) setelah produk dinotifikasi.

d. Pengawasan iklan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Pengumuman kepada masyarakat mengenai produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan ACD.

f. Pemberian sanksi administratif bagi perusahaan yang melanggar ketentuan ACD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pemberian surat peringatan, penarikan produk, penghentian sementara kegiatan).

g. Tindakan pro justicia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengawasan Kosmetik Setelah Beredar (Post Marketing Surveillance/ PMS) adalah pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM RI untuk memastikan bahwa kosmetik yang beredar sesuai dengan ketentuan ACD. Kegiatan PMS, meliputi pemeriksaan sarana untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ACD, melakukan pemeriksaan dokumen PIF dalam rangka evaluasi terhadap mutu dan keamanan kosmetik. Selain itu, melakukan sampling di industri atau importir atau distributor atau pengecer untuk diuji di laboratorium. melakukan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan. Petugas Badan POM RI dapat meminta laporan pengujian laboratorium dari industri atau perusahaan kosmetik jika diperlukan.

(33)

3.1 Sejarah

Pada tahun 1968 Mr. Kuntoro Lie dan Mr. Tjong pengusaha dari Hongkong mendirikan perusahaan kosmetik yang diberi nama “PT. Samfong Cosmetic”, yang berdomisili di jalan Kertajaya Penjaringan, Jakarta Utara. PT.

Samfong Cosmetic memproduksi kosmetik dengan nama Fanbo®. Produk Fanbo®

terdiri dari bedak, talkum, parfum yang sampai saat ini masih dipertahankan karena banyak pelanggan yang masih fanatik sekaligus merupakan pilar dari hasil produk perusahaan.

Pabrik PT. Samfong Cosmetic mengalami kebakaran pada bulan Mei 1991, sehingga pabrik dipindahkan ke daerah Muara Karang Blok C, Jakarta Barat dan kantornya berlokasi di Jalan Hayam Wuruk No. 108, Jakarta Pusat. Pada bulan Mei 1992 kantor pindah di Grogol Permai Blok E No. 3 selama 6 bulan dan pindah lagi di Jalan Hayam Wuruk No. 108, karena kantor di Blok E No. 3 Grogol kebakaran.

Pada bulan April 1994 Mr. Kuntoro Lie mendirikan pabrik kosmetik di Cikupa Tangerang yang diberi nama “PT. Fabindo Sejahtera” yang dipimpin oleh Bapak Davy Lityo, Msc putera sulung dari Mr. Kuntoro Lie. Terjadi perubahan pemegang saham dengan adanya perusahaan baru tersebut, dimana seluruh saham PT. Samfong Cosmetic dibeli oleh PT. Fabindo Sejahtera, dengan Bapak Davy Lityo sebagai pemilik tunggal perusahaan tersebut. Dari tahun 1995 sampai sekarang PT. Fabindo Sejahtera telah mengadakan banyak pembenahan, penambahan ekspansi dan investasi baru. Hal ini berupa pembangunan gedung-gedung baru (gudang dan ruang produksi), penambahan mesin-mesin baru dan pra sarana lainnya.

Pada tahun 2001, PT. Fabindo Sejahtera mulai mengembangkan bisnisnya dengan produk skin care nya yang diikuti dengan sanitary napkins pada

tahun berikutnya. Merk kosmetik yang diproduksi adalah Fanbo®, Daisy® dan

(34)

Fabindo Sejahtera juga memproduksi sediaan bayi (Bamby®) dan sanitary

napkins (Sofie®).

Hasil ekspansi secara keseluruhan yaitu dengan adanya 12 gedung yang digunakan dengan tanah seluas 6 Ha. Hingga saat ini PT. Fabindo Sejahtera memiliki agen dan distributor yang tersebar diseluruh provinsi di Indonesia, dengan total karryawan 609 orang, termasuk seluruh tim marketing yang ada.

PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin oleh Bapak Davy Lityo, Msc berupaya secara maksimal mengembangkan perusahaan dari semua sektor, antara lain:

1. Memperbaiki dan melengkapi struktur organisasi mulai dari unsur manager sampai dengan pelaksana.

2. Mengenmbangkan manajemen perusahaan secara profesional yang didukung oleh sumber daya manusia yang memadai.

3. Memperluas dan membangun sarana produksi perkantoran maupun pergudangan yang representatif dengan mengutamakan fungsi, keindahan, kebersihan serta lingkungan yang sejuk.

4. Mengembangkan dan mendatangkan mesin-mesin baru dengan teknologi baru, dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

5. Memperkuat penjualan di seluruh Indonesia serta merintis untuk eksport. 6. Mengembangkan jenis-jenis produk kosmetik secara lengkap mulai dari

perawatan dasar/skin care sampai dengan segala macam produk kosmetik yang ada di pasaran.

3.2 Visi dan Misi

Visi dari PT. Fabindo Sejahtera adalah menjadi salah satu dari perusahaan kosmetika terkemuka di Indonesia, membentuk sebuah jaringan distribusi kosmetika yang luas dengan cara membuat produk inovatif, aman dengan harga terjangkau demi kepuasan konsumen, serta menjadi sebuah perusahaan kosmetika yang mencurahkan perhatiannya atas proses produksi, pemasaran, pengadaan dan senantiasa ikut dalam kancah teknologi terkini.

(35)

PT. Fabindo Sejahtera memiliki misi sebagai berikut.

1. Menghasilkan sebuah perangkat produk kosmetika yang indah cocok dipakai dalam segala kesempatan.

2. Menyajikan layanan serta menjalin kemitraan yang baik dengan pelanggannya.

3. Menggalakkan masyarakat Indonesia agar mencintai produk kosmetika negara sendiri.

4. Membangun angkatan tenaga kerja yang merdeka, profesional dan terampil.

3.3 Profil PT. Fabindo Sejahtera

PT. Fabindo Sejahtera yang didirikan tahun 1968 berlokasi di Kampung Waru Rt 01/03, Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, Indonesia. Sedangkan kantor pusat berada di Komplek Perkantoran Kota Grogol Permai Blok E No. 3, Jl. Prof. Dr. Latumenten No. 19, Jakarta Barat. Adapun denah lokasi PT. Fabindo Sejahtera dapat dlihat pada Lampiran 1.

PT. Fabindo Sejahtera memiliki luas area sebesar 6 Ha dan luas

bangunan 16.133,99 m2. Fasilitas yang dimiliki oleh PT. Fabindo Sejahtera antara

lain ruangan-ruangan produksi yang dikelompokkan berdasarkan jenis produknya, dimana ruang mixing dan filling dipisahkan. Ruang filling memiliki tata letak mesin bertipe garis untuk meningkatkan efisiensi produksi dan menjaga kenyamanan karyawan. Wilayah perusahaan dilengkapi dengan mushala, kantin, koperasi, ruang istirahat karyawan, taman buah, tambak ikan, loker untuk karyawan dan sarana kesehatan berupa lapangan voli. Adapun denah bangunan PT. Fabindo Sejahtera seperti terlampir pada Lampiran 2.

PT. Fabindo Sejahtera memiliki tenaga kerja yang terdiri dari karyawan tetap dan karyawan tidak tetap yang berjumlah 609 orang. Jam kerja pada PT. Fabindo Sejahtera sesuai dengan aturan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yaitu 40 jam per minggu. Pembagian jam kerja setiap hari Senin sampai Jumat terbagi dalam normal shift, dua shift, tiga shift dan long shift. Shift ini diberlakukan sesuai dengan kebutuhan produksi. Normal shift pada jam 08:00

(36)

sampai jam 17:00 WIB. Dua shift, shift pertama pada jam 07:00 sampai jam 15:30 WIB, shift kedua pada jam 15:30 sampai jam 24:00 WIB. Tiga shift, shift pertama pada jam 07:00 sampai jam 15:30 WIB, shift kedua pada jam 15:30 sampai jam 24:00 WIB dan shift ketiga pada jam 24:00 sampai jam 07:30 WIB. Sedangkan Long Shift jam 07:00 sampai jam 19:00 WIB dan jam 19:00 sampai jam 07:00 WIB.

PT. Fabindo Sejahtera memberikan fasilitas dan tunjangan untuk kesejahteraan karyawan. Fasilitas yang tersedia antara lain mushola, koperasi, ruang istirahat karyawan, taman buah, tambak ikan, loker, sarana olahraga, kantin dan kamar mandi. Sedangkan tunjangan yang diberikan meliputi asuransi tenaga kerja, asuransi kesehatan, tunjangan hari raya (THR) dan jaminan hari tua. Perusahaan juga memperhatikan kebutuhan para karyawannya, yaitu tersedia upah lembur, tour (2 kali setahun), tunjangan kematian, motor (untuk supervisor), mobil (untuk manajer), rumah dinas (untuk manajer), mess, pakaian kerja dan tunjangan kesehatan (rawat inap dan rawat jalan sejumlah satu kali gaji).

Cuti yang dapat diambil oleh karyawan adalah cuti kerja, cuti hamil (3 bulan), cuti nikah, cuti anak khitanan dan cuti bila ada anggota keluarga dalam satu rumah yang meninggal dunia. Lamanya cuti kerja dibatasi 12 hari dalam satu tahun. Di PT. Fabindo Sejahtera juga terdapat masa pensiun, yaitu setelah berumur 55 tahun dan uang pensiun yang mereka dapat adalah sesuai dengan peraturan pemerintah. Karyawan di departemen produksi diwajibkan mengenakan sepatu karet bergigi, sarung tangan, penutup kepala dan masker. Untuk karyawan pada laboratorium pengawasan mutu (Quality Control) diharuskan mengenakan jas laboratorium.

PT. Fabindo Sejahtera telah menghasilkan beberapa produk kosmetik berupa skin care dan produk dekoratif, sanitary napkins dan produk bayi. Produk

kosmetik yang diproduksi yaitu Fanbo®, Daisy® dan Rivera®. Selain itu PT.

Fabindo Sejahtera memproduksi sediaan bayi (Bamby®) dan sanitary napkins

(Sofie®). Fanbo® merupakan kosmetik untuk skin care, body care, accessories

dan produk dekoratif yang terdiri dari pancake, loose powder, eye shadow, lipstik, pesil alis, blush on, lulur, body lotion, cleansing milk, face tonic, parfum, puff,

(37)

terdiri dari pancake, loose powder, lipstik, eye shadow, blush on dan puff.

Rivera® merupakan kosmetik untuk skin care, body care, accessories dan produk

dekoratif yang terdiri dari pancake, eye shadow, lipstik, eye liner, blush on, body lotion, cleansing milk, face tonic, parfum, puff, face paper, moisturizer, liquid

foundation, krim malam dan krim siang. Bamby® merupakan produk untuk bayi yang terdiri dari diapers, baby cologne, baby hair lotion, baby shampoo, baby oil,

hair & body bath, minyak kayu putih, minyak telon dan bedak tabur. Sofie®

merupakan produk yang menghasilkan sanitary napkins berupa pembalut dan

panty liners.

3.4 Struktur Organisasi

Suatu perusahaan pada umumnya memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi hendaknya dibuat dengan jelas agar pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Demikian pula dengan PT. Fabindo Sejahtera. Bagan struktur organisasi PT. Fabindo Sejahtera terlampir pada Lampiran 3.

3.4.1 Komisaris

Bertugas untuk mengawasi jalannya perusahaan dengan memastikan bahwa perusahaan tersebut telah melakukan praktek-praktek transparansi, kemandirian, akuntabilitas, dan praktek keadilan menurut ketentuan yang berlaku.

3.4.2 Direktur Utama

Memimpin, mengatur dan mengawasi pelaksanaan program kerja dan semua kegiatan baik intern dan ekstern serta melakukan kontrol dan koordinasi dengan para pemimpin eksekutif dalam memecahkan berbagai masalah perusahaan.

3.4.3 Direktur Produksi dan Teknik

Dalam menajalankan tugasnya, Direktur Produksi dan Teknik dibantu oleh Research and Development Decotrative Formulation Manager, Research

and Development Skin Care Formulation Manager, Research and Development Obat Tradisional Manager, Packaging Manager, Registration Manager, Plant

(38)

Manager, Manajer Produksi, Quality Control Manager, Material Management Manager, GMP Manager, dan Manajer Teknik.

3.4.3.1 Research and Development Decotrative Formulation Manager

R&D decorative manager bertanggung jawab atas spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan pengemas, catatan formula produk, laporan hasil pengembangan (3 bulanan), catatan (validasi) formula produk, laporan hasil pengujian produk (3 bulanan), kumpulan registrasi formula, kumpulan dokumentasi produk, laporan hasil evaluasi, dan laporan kegiatan R&D. R&D decorative manager dibantu oleh seorang supervisor produk dekoratif. Supervisor Produk Dekoratif bertugas melakukan pengembangan dan memberikan pengarahan untuk menciptakan produk baru untuk produk dekoratif yang kreatif, aman dan berkualitas serta memenuhi persyaratan/ perundang-undangan yang berlaku.

3.4.3.2 Research and Development Skin Care Formulation Manager

R&D skin care manager bertanggung jawab atas spesifikasi bahan baku, spesifikasi bahan pengemas, catatan formula produk, laporan hasil pengembangan (3 bulanan), catatan (validasi) formula produk, laporan hasil pengujian produk (3 bulanan), kumpulan registrasi formula, kumpulan dokumentasi produk, laporan hasil evaluasi, dan laporan kegiatan R&D. R&D Skincare manager dibantu oleh seorang supervisor R&D skin care. Supervisor R&D skin care bertugas melakukan pengembangan/membuat formula baru untuk produk personal care dan melakukan revisi formula produk yang tidak sesuai dengan spesifikasinya.

3.4.3.3 Research and Development Manager Obat Tradisional

Melakukan pengembangan/ membuat formula suatu produk obat tradisional dan melakukan revisi formula produk yang tidak sesuai dengan spesifikasinya.

(39)

3.4.3.4 Plant Manager

Plant Manager dibantu oleh PPIC (Production Planing &Inventory Control) dan Sekretaris. PPIC bertanggung jawab atas perencanaan produksi dan

stock level barang (barang jadi, bahan penunjang dan bahan baku). Sedangkan Sekretaris bertanggung jawab atas kelancaran atau kepentingan Plant Manager.

Selain itu, plant manager juga dibantu oleh beberapa supervisor, yaitu Supervisor Produksi Pancake dan Parfum, Supervisor Produksi Talkum/Puff, Supervisor Skin Care, Supervisor Produksi Kaleng/Sanitary Napkins, Supervisor

Produksi Hoitong®, Supervisor Eye Shadow-Blush On, PPIC, Sekretaris.

3.4.3.5 Manajer Produksi

Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan rutin Departemen Produksi, menyelenggarakan segala kegiatan operasional di proses produksi

dengan mengkoordinasikan ke departemen terkait dalam perusahaan,

berkewajiban melaporkan dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya kepada Direktur Perusahaan.

3.4.3.6 Manajer Pengawasan Mutu (Quality Control/QC)

Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan rutin Departemen Quality Control dan Departemen lainnya yang berhubungan dengan kualitas produk dan sesuai dengan aturan CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik).

Dalam melaksanakan tugasnya, manajer QC dibantu oleh Supevisor Pengawasan Mutu dan membawahi empat bidang yang berada langsung dibawahnya dan bertanggung jawab terhadap manajer pengawasan mutu, yaitu: QC Line Produksi, Analis QC, QC Timbang, QC Packaging.

Supervisor QC memiliki tugas melaksanakan kontrol rutin terhadap pemeriksaan kualitas bahan baku, bahan kemas, In Process Control dan produk jadi sesuai dengan prosedur dan standar yang telah ditetapkan.

(40)

3.4.3.7 Manajer Material Management

Menyelenggarakan segala kegiatan operasional di material management

dengan mengkoordinasikan ke departemen terkait dalam perusahaan,

berkewajiban melaporkan dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya kepada Direktur Perusahaan.

3.4.3.8 Manajer Teknik

Bertugas dan bertanggung jawab melakukan pemantauan dan perbaikan terhadap mesin-mesin produksi, listrik, AC, telpon, dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan agar tetap berjalan lancar, efisien, terencana, terukur sesuai rencana yang dibuat, serta dapat mengembangkan Departemen Teknik sesuai perkembangan zaman.

Manajer Teknik dibantu oleh Supervisor Teknik. Tugas dari supervisor teknik adalah melaksanakan, memperbaiki, mengatur dan mengawasi pekerjaan yang diberikan oleh Manajer Teknik kepada Pelaksana Teknik atas mesin dan peralatan teknik yang berhubungan dengan aktivitas perusahaan agar tetap lancar, terencana dan meminimalkan kendala operasional teknis.

3.4.4 Direktur Operasional dan Informatical Technical

Dalam menajalankan tugasnya, Direktur Operasional dan Informatical

Technical dibantu oleh National sales manager dan Manjer Pemasaran.

3.4.4.1 National Sales Manager

National sales manager bertanggung jawab atas terlaksananya Data

makro ekonomi, Perkiraan penjualan (tahunan dan tiga bulanan), Target penjualan (tahunan dan tiga bulanan), Strategi penjualan (Produk, harga, distribusi, dan promosi), Schedule distribusi produk (tiga bulanan dan tahunan), Data realisasi penjualan (per-produk, per-area), Evaluasi realisasi penjualan per-tiga bulanan), serta Laporan bulanan (sales program). National Sales Manager dibantu oleh

Regional Sales Manager Indonesia Barat, Regional Sales Manager Indonesia

Tengah, Regional Sales Manager Indonesia Timur, Regional Sales Manager Jabodetabek, dan Counter Manager. Ketiga Regional Sales Manager memiliki tugas mengatur organisasi yang dibawahinya dan memastikan pelaksanaan

(41)

pemasaran di regionalnya sehingga mencapai objektif perusahaan, yaitu target, efisiensi dan profit.

3.4.4.2 Manajer Pemasaran

Bertanggung jawab kepada Direktur Utama atas rencana, pengembangan, koordinasi pelaksanaan dan administrasi dan program marketing. Bertanggung jawab atas fungsi manajemen penjualan, distribusi dan marketing untuk mencapai target penjualan melalui mitra kerja dengan distributor, grosir dan key account.

Manajer Pemasaran dibantu oleh Key Account Manager, Brand Manager Rivera®,

Brand Manager Fanbo®, Brand Manager Daisy®, Brand Manager Bambi®,

Manager promosi, dan Mark Research Manager. 1. Key Account Manager

Mengembangkan volume usaha dengan membuka Key Account Outlet (KAO) baru, membina kemitraan dengan Key Account Outlet, menjembatani Key

Account Outlet dengan Principle, mengkoordinir kegiatan Key Account Outlet

dengan cabang, distributor, dan departemen teknis yang berada di kantor pusat dan cabang-cabang, serta melakukan penilaian karya, pelatihan dan perkembangan terhadap semua karyawan dalam lingkungan departemennya.

2. Brand Manager Rivera®

Bertanggung jawab dalam pencapaian Target Penjualan dan pengembangan produk-produk baru dan produk existing yang ada.

3. Brand Manager Fanbo®

Bertanggung jawab dalam pencapaian Target Penjualan dan pengembangan produk-produk baru dan produk existing yang ada.

4. Brand Manager Bambi®

Bertanggung jawab dalam pencapaian Target Penjualan dan pengembangan produk-produk baru dan produk existing yang ada.

5. Promotion Manager

Bertanggung jawab merencanakan Branding atau Brand Activition serta

Selling Out Key Account.

Gambar

Tabel 2.1   Tipe Produk Kosmetika dan Kategorinya  ..................................
Tabel 2.1 Tipe Produk Kosmetika dan Kategorinya
Tabel 2.2. Contoh Klaim yang Diizinkan dan yang Tidak Diizinkan
gambar  seorang
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kosmetika adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan pada.. bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar),

Kosmetika menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/MenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis,

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan.. pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi,

445/Menkes/Permenkes/1998, yang disebut sebagai kosmetik adalah sediaan atau campuran bahan yang dapat digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan

Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku, bibir, gigi, dan rongga mulut antara

445/Menkes/Permenkes/1998, yang disebut sebagai kosmetik adalah sediaan atau campuran bahan yang dapat digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan

Kemudaian menurut Permenkes RI Tahun 2010, Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan kuku,epidermis, bibir, rambut dan organ kelamin